BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Love Monkey (TAMAT)

1181921232439

Comments

  • 4ndh0 wrote:
    Hwaa, sih akang mah suka banget ngegantung teh ...

    Tapi aku jd dapet ilmu baru dari Boby, ternyata buat ilangin bau minyak tanah klo bakar ayam itu pakai gula pasir ya.. Salut sama si akang ilmunya banyak banget dah..

    Makasih kang @alabatan, mantionnya.. Itu mah ntar pasti boby di grepe2 kitu ama Ragil dan Bayu.. Senengnya jadi Boby. Klo aku jd Boby mah pasrah aja , wkwwk

    ih, pikiran anda ngeres sekali, harus disapuin da,demina. hahaha
  • 05nov1991 wrote:
    konflik nya makin2 euy.. hehehe

    semoga d part slanjutnya bakal ada sessuatu yang lebih seru lagi.
    Padahal ragil ama didit aja deh.. didit juga ngarep kayaknya.
    tp cece. .??
    =__='

    lanjuuttty

    urang ge bingung endingna kumaha. hahaha
  • kiki_h_n wrote:
    pantesan nyari kaktus..

    ukom teh bikin stres pisan lah aslinya.. hehe..

    kripikna naon nya, klo bisa mah dialog nua diperjelas ato diperpanjang. soalnya sy jd asa rusuh bacana. atawa sy nu baca kcepetan nya, hehe..
    tp eta bi konfliknya meni makin heboh. bayu-bobi-ragil.. halah..

    ntar mah kang kiki dimasukeun ke komplik ahh
  • okeh, silahkan dilanjut bacanya. jangan lupa lah kripiknya. tapi kalo maslah ketikan mah, w ngaku minus pisan. yang bersedia jadi editor merangkap asisten, diantos lah. hahay
  • Aku masih duduk di meja belajarku sambil membuka buku-buku latihan PLC. Sesekali kulihat dia terlihat kikuk. Mungkin karena ini kali pertama dia masuk ke kamarku. Dia berdiri melihat-lihat foto yang kutempel di dinding di samping tempat tidurku.

    “gil, ini..foto kamu sama akbar? Kok?”

    Aku cuma tersenyum tipis. Aku memang dulu sahabatan sama Akbar, sahabat dekat sekali sampai satu kejadian dan akhirnya dia menjadi seperti itu, sangat benci sekali padaku. Aku juga belum cerita ke Boby. Dan rasanya untuk saat ini aku belum siap buat cerita ke dia.

    “eh...ditanya teh malah senyum-senyum..?”
    “iya. Emang kenapa, gak boleh?”
    “enggak. Aneh we. Bukannya kalian teh musuhan?”
    “kata siapa? Ah perasaan kamu we...dia tuh sebenernya mah da baik”
    “baik dari hongkong?! Orang dia tuh sering pisan gangguin kamu. Terus dia teh kayaknya benci pisan sama aku.”

    Aku hanya bisa tersenyum. Belum saatnya dia tau. Nanti aku kasih tau kenapa Akbar bisa berubah menjadi seperti sekarang ini.

    “kamu udah mulai praktek bob?” kataku mencoba mengalihkan pembicaraan.
    “udah atuh. Ngan palingan ge yang ringan-ringan da.”
    “kamu teh gak cape, habis sekolah ke bengkel, terus ke resto..ntar ujianna gimana?”
    “ah nyante we. Kalo pelajaran bengkel mah da sambil bantuin di bengkel ge udah dapet ilmu, teori mah gak jauh beda da, cuma beda bahasa doank. Kalo di resto mah ya mau gimana lagi atuh, walaupun spp udah ketalang beasiswa, tetep we ada yang dipotokopi. Tapi da resep di resto teh. Kayak dapet keluarga baru”
    “yaudah atuh. Yang penting kamu jangan terlalu capek.”
    “eh, kok jadi ngobrol...belajar yang benar, biar pintar. Biar bisa bikin kapal kayak Bapak Habibie.”
    “hehe. dasar” kataku lalu kembali ke bukuku. Sebenarnya aku gak konsen dari tadi. Untung PLC itu pelajaran favorit, jadi buat besok juga kayaknya gak terlalu berat.

    Kulihat dia mulai rebahan. Jujur, aku ingin sekali ikut rebahan di sampingnya. Aku ingin dekat dengan dia dan membaui tubuhnya. Tapi aku belum berani berbuat lebih. Aku lantas menutup bukuku dan segera menuju ke ranjang. Dia menatapku dan terlihat kikuk. Ya, ini adalah kali pertama kami tidur bersisian. Kasurku yang single bed memang muat untuk dua orang meski posisinya harus berdempetan. Dan itu yang membuat jantungku mulai gak karuan.

    Aku lalu duduk dan dia menatapku lalu duduk kemudian bergegas turun dari ranjang.

    “kenapa bob?” tanyaku agak heran
    “aku dibawah aja ya?” jawabnya sedikit gelagapan.
    “kok dibawah? gapapa. Diatas aja” kataku. Dia terlihat menimang-nimang.
    “kamu takut?” tanyaku lagi.
    “hah? Bu..bukan..”
    “terus?” tanyaku lagi. Jujur aku memang agak kecewa.
    “aku takut kamu malah gak bisa tidur ntar..” kilahnya.

    Mungkin bob, kataku dalam hati. Mungkin aku gak bisa tidur tenang. Tapi lebih mungkin lagi aku akan tidur lebih nyenyak dengan membaui tubuh kamu. Dia lalu mengambil bantal guling dan rebahan di bawah. Lantai kamarku memang dialasi karpet, jadi terasa hangat. Aku menarik nafas dalam-dalam. Dia lalu memejamkan mata. Perasaanku campur aduk. Antara kesal, sedih, marah, malu, takut dan rasa-rasa lain.

    Cukup lama kami bergelut dalam diam. Aku tak berani lagi mengajaknya bicara. Kulihat jam dindingku sekarang sudah jam setengah dua pagi. Aku lantas turun dari ranjangku dan mematikan lampu kamarku. Aku memandangnya dalam keremangan malam. Dan akhirnya aku menyerah pada egoku. Aku lantas ikut berbaring di sampingnya. Kudekati tubuhnya tapi tak berani memeluknya. Dia lalu bergerak miring ke arahku, dan dalam keremangan kamar, dia tampak kaget dan aku langsung pura-pura tertidur.

    Kulihat dia kembali menatap langit-langit. Aku was was. Apakah dia akan marah atau gimana. Jantungku mulai deg-degan. Lalu kulihat dia bangun dan melihat kerahku. Dan tiba-tiba aku merasakan tubuhku diangkat. Ya, aku digendongnya dan dia meletakanku di atas kasur. Aku masih pura-pura tertidur. Kudengar dia bergumam kecil.

    “sudah tahu gak boleh tidur di lantai..ntar kalo kamu sakit gimana..?” katanya pelan.

    Aku sedikit tersentak tapi masih memejamkan mata. Dan ranjangku sedikit berderit karena dia ikut naik ke atas ranjang dan berbaring. Ya,dia tidur disisiku kemudian menarik selimut lalu menyelimutiku. Aku dilanda perasaan nyaman, senang dan deg-degan. Aku memang tak mengharapkan ada adegan lebih. Dengan tidur bersisian saja dengannya aku sudah sangat bahagia. Dan sekarang aku merasa tangannya memelukku diluar selimutku. Lalu aku merasakan ada kecupan pelan di dahiku. Dadaku berdetak kencang, dan untuk alasan yang tak kutahu, air mata meleleh di sudut mataku. Ya, ini sudah lebih dari cukup tuhan.

    *****
  • Cukup lama aku meluk dia. Aku makin gak paham sama apa yang kurasa, yang pasti semua yang dia lakukan membuat aku tak bisa berpikir jernih. Apa dia sudah tidur? Aku gak tau. Tapi sekarang kudengar dia mulai mendengkur pelan. Ya, mungkin dia sedang mimpi indah sekarang. Aku lalu menatap keremangan langit-langit kamarnya. Dan kutengok ke arah pintu, aku melihat seperti ada siluet. Bukan hantu, dari siluetnya aku tahu dia sedang memerhatikan kami.
    Aku lantas dengan hati-hati bangun lalu turun dari ranjang. Aku menuju ke arah pintu itu dan kulihat sosok itu berlalu. Aku segera keluar kamar dan dengan sangat hati-hati kututup pintunya. Aku berjalan mengikutinya. Kuikuti kemana dia berjalan dan akhirnya dia terhenti di lorong dekat kamar mandi. Aku lalu mendekatinya. Dia masih memunggungiku.

    “gua bingung bob” katanya pelan.

    Aku hanya diam. Kamu bingung Bay, aku jauh lebih bingung.

    “apa lo sekarang bingung sama perasaan lo sendiri?” katanya lagi.
    “bay...”
    “mata lo gabisa boong bob. Lo mulai sayang sama ragil..” katanya pelan dan sedikit bergetar.

    Aku hanya bisa menunduk. Harus aku akui, aku memang mulai sayang sama dia.

    “kalau gua cemburu, apa itu salah?”
    Aku hanya diam. Entahlah, aku bingung bay. Aku gak tau harus gimana sekarang. Aku tak mampu berkata-kata lagi. Semua jadi tampak rumit sekarang. Kalau aku boleh menyalahkan, kenapa kamu dulu nyuruh aku pacaran sama Ragil?
    “gua sayang sam elo, bob”

    Perasaanku langsung ambruk dan aku lantas memeluknya dari belakang. Kucium tengkuknya dari belakang dan tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya dan mendorongku sampai aku terjajar ke belakang. Punggungku menabrak dinding dan dia merangsek maju. Dia memegang pipiku dan langsung mencium bibirku. Aku hanya melongo dan tak percaya apa yang sedang dia lalukan. Ya, dia menciumku tepat dibibirku. Dia melumatnya, tapi aku hanya diam tak membalas. Kenapa? Bukankah ini yang selama ini aku ingin? Tapi kenapa rasanya tidak seperti yang aku bayangkan dulu? Kenapa hatiku tidak merasakan desiran itu?

    Menyadari aku hanya diam saja, dia menghentikan ciumannya. Dan menunduk kuyu.

    “maaf bob..gua..”

    Aku memegang pipinya dan menatap matanya. Matany merah sekali. Dia menangis? Apa karena dia cemburu? Perasaanku kalut sekarang. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan.. Kutatap matanya dan kulihat dia seperti sedang menungguku melakukan sesuatu. Aku ragu, apakah aku harus menciumnya? Dia lantas meraih pipiku dan menciumku lagi. Aku coba menikmati dan kucoba membuka mulutku tapi bayangan wajah ragil yang sedang sedih mulai membayag diotakku. Kucoba hilangkan wajah itu tapi masih tak bisa hilang. Kucoba melumat bibirnya, tapi tak ada desiran. Apa aku sudah mati rasa padanya? Tidak, tidak mungkin.

    “bob..”

    Kudengar dari kamar ragil memanggilku. Aku kaget dan bayu juga tampak kaget sekali. Aku gelagapan dan kutarik badan bayu ke kamar mandi.

    “bob..” suara itu terdengar lagi.

    Aku lantas mencuci muka dan memandang bayu. Kutatap dia tampak gelisah. Aku mencoba tersenyum dan menganggukan wajahku untuk menenangkan dia dan memastikan semuannya akan baik-baik saja.

    “boby..” kata ragil lagi.
    “iya gil, aku lagi di kamar mandi..” kataku lalu membuka pintu kamar mandi sambil pura-pura membetulkan resletingku seolah-olah baru habis kencing.
    “kok bangun?” tanyaku. Sebenarnya jantungku dag dig dug. Tapi aku berusaha bersikap biasa
    “aku bangun terus kamu gak ada..” katanya sambil mengucek matanya.
    “aku tadi pengen kencing dulu..”
    “oh..”
    “yuk, tidur lagi...”
    “aku pengen kencing dulu bob..”
    “mmm...gil, aku pengen minum. Bisa ditahan kan kencingnya..” kataku.

    Kalau dia masuk kamar mandi dan melihat Bayu sedang ada disana, aku bahkan tak mau membayangkan apa yang akan terjadi.

    “yaudah deh, dibawah aja, sekalian aja aku kencing di bawah.” Katanya mencoba tersenyum.

    Fyuh, aku masih saja was-was. Ketika akan turun tangga, kulihat ke belakang Bayu keluar dan memandangku sendu. Cukup lama dia memandangku dan kukedipkan kedua mataku. Dia tersenyum lirih lalu mengusap matanya dan segera berlalu ke kamarnya.

    ******
  • Kamar Ragil, 04.30 wib

    Suara adzan shubuh terdengar syahdu sekali. Aku lalu membuka mataku. Kulihat mahluk yang sedang kudekap wajahnya tampak tenang sekali. Bahkan dalam tidurnya pun dia masih mengulum senyum. Ya, dia tampak pulas sekali dan kulihat dia bergerak dan merangsek maju lalu memelukku. aku tersenyum getir. Kucoba usap rambutnya, lalu kulanjutkan mengusap pipinya yang sangat halus itu. Kucoba lepas pelukannya dengan sangat hati-hati

    Lalu aku turun dan segera ke kamar mandi untuk wudlu. Ketika aku masuk ke mushola kecil (ruangan khusus tempat sholat di samping kamar mandi), kulihat bayu telah lebih dulu duduk disitu. Dia lalu menatapku sambil tersennyum.

    “kita sholat berjamaah ya?” pintanya. Kali ini dengan mukena putih itu, dia tampak berbeda sekali. Terlihat lebih anggun.

    Aku mencoba tersenyum. Lalu aku ambil kopiah dan kupakai sarung. Aku lantas berdiri dan dia mengambil posisi di belakangku. Aku pun mulai sholat dan mengimaminya.

    Selesai sholat, aku membaca doa-doa pendek setelah sholat yang kuhafal dan aku merasa dia merangsek maju dan meraih tangan kananku lalu menciumnya. Agak lama. Aku hanya melongo. Dia lalu mendongak sambil tersenyum dengan mata sedikit memerah.

    “akhirnya kita bisa sholat berjamaah ya bob.” Katanya lirih.
    Aku hanya bisa diam. Ya, dari dulu aku selalu memimpikan bisa sholat berjamaah dengan gadis yang kusayang, terasa lebih romantis dari candle light dinner. Kenapa? Karena cinta itu akan terasa lebih indah ketika tuhan menyaksikan. Tapi perasaan yang kurasa tak seperti yang kubayangkan dulu. Dulu aku mengira aku akan merasa nyaman dan tenang. Dan kedamaian akan menelusup ke kalbu. Tapi kenyataannya tidak. Untuk alasan yang tak jelas, aku justru merasa gelisah. Hatiku was was. Dan pikiranku campur aduk.

    “udah sholatnya?”

    Kami berdua lantas mendongak ke arah suara itu.

    “mm..udah gil..” jawabku gelagapan.
    “kok aku gak dibangunin tadi?”
    “ta..tadi kamu kayaknya pules pisan...”
    “jadi kamu mau biarin aku gak sholat shubuh, gitu?” katanya sedikit merengut.

    Aku hanya diam, lalu dia masuk tanpa tersenyum. Apa dia tadi melihat bayu mencium tanganku? entahlah, aku lalu mundur dan dia lantas mendirikan sholat.

    Aku dan bayu saling pandang dan dia tampak merasa bersalah sekali. Ya, dia semakin tak bisa menahan diri sekarang. Banyak yang berubah darinya. Sekarang dia berkerudung dan tak banyak bicara. Dan keceriaannya dulu juga jarang terlihat. Hal itu justru membuatku semakin bingung oleh perasaanku sendiri.

    Ragil mengucapkan salam sambil menengok ke kiri lantas mengusap wajahnya. Lalu dia menengadahkan tangannya. Tak terdengar suara, dia berdoa dalam hati. Aku tak tahu apa yang dia minta pada tuhan. Apa dia hanya minta dilancarkan uji kom hari ini, diluluskan atau minta agar bisa bersamaku? Entahlah, yang pasti semoga tuhan memberikan yang terbaik untuk kami semua.

    Dia lalu menoleh ke arah kami. Dan kami bertiga kembali diam.

    *****
  • 06.15 wib

    Aku masih memeluknya dengan erat. Dan dia masih fokus ke jalanan. Sesekali kulihat dia bergidig karena kedinginan. Udara pagi ini memang cukup dingin. Padahal sekarang itu musim kemarau. Setelah melewati jalan Pembangunan dan Jalan Terusan Pembangunan lalu belok, kami sampai didepan kostnya. Kami lantas turun dan segera naik ke lanatai dua dimana kamar kost no.5 berada. Ketika kami buka pintu, kami berdua kaget karena kamar sudah seperti kapal yang dibombardir kompeni belanda.

    Kulihat TC tidur di kaki Jamal, sedang Jamal sendiri tidur di paha si Geulis, si Geulis menyender ke dinding dan tangannya ada di paha Didit yang pundaknya dijadikan sandaran tidur Cece. Sedang Aweng memeluk paha si Hilceu. Bimbim tidur di perut si Ipin sedang si Ipin tidur diatas punggung si Obos.

    “HARUDANG!!!!” teriak boby sambil menggebrak-gebrak meja.
    (BANGUN..)
    Aku tertawa karena mereka tampak belingsatan.
    “HANYENG...SIA NGACAI DI PINGPING AING..”
    (hanyeng...lo ngilerin oaha gua..)
    “HWA...YEY NGAPAIN PELUK-PELUK PAHA EKEU..”
    “WANJES, AING TIDUR DI PAHA SI HILCEU. BAU NAON IEU? ALAH...SI HILCEU UCRAT-ACRET...GEULEUH IH”
    (bau apa nih? Alah, si hilceu muncrat kemana-mana. Jorok banget si)
    “astajyiiim...gueh tedor di kaki eloh? Halloh..apa kabar nasib hidung gueh...?”
    “HUDANG SIA...CANGKENG AING NYERI...”
    (bangun...pinggang gua sakit..)

    Sementara Cece malah senyum malu-malu sambil melihat Didit. Hilceu dan TC tampak misuh-misuh, sementara yang lain ada yang tidur lagi.

    “HARUDANG SIA...GEUS JAM TUJUH IEU TEH...” teriak boby lagi.
    (bangun lo pada. Udah jam tujuh nih)

    Mendengar jam tujuh semua serempak memelototkan mata, seperti sedang mengikuti kontes melotot.

    “APPPAAAH?” dramatis sekali seperti di pilm-pilm, tapi tanpa adegan maju-mundur kamera. Lalu mereka semua menengok ke arah jam dinding.
    “sia ah, karek ge jam sakieu. Aing sare deui ah..”
    (sialan lo, baru juga jam segini. Gua tidur lagi ah)

    Sedang Hilceu dan TC berebut ke kamar mandi dan sampai di kamar mandipun mereka terdengar berisik sekali.

    Setelah ganti baju, Boby langsung memasukkan beberapa buku ke tas selempang serupa kecampang dari sabut kelapa yang dibuat jaring-jaring. Jadi dari luar pun terlihat apa saja yang dibawa.

    “awas siah, kalo ntar gua balik kamar masih berantakan, krek” katanya sambil menggorok leher dengan tangannya lalu menarik tanganku.
    Ketika keluar kudengar ada orang yang menggedor-gedor pintu kamar mandi. Kutengok sebentar, ternyata Didit.

    “CUMI..BURUKEUN...EH SIAH KALAHKA BARI NYANYI-NYANYI..”katanya sambil terus menggedor-gedor pintu kamar mandi.
    (cumi..cepetan. woy, malah nyanyi-nyanyi. Cepetan...)

    Aku cekikikan. Belum tau dia kalau TC itu mandi bisa menghabiskan dua bak air dan memakan waktu lebih dari setengah jam. Aku segera turun dan langsung naik ke jok belakang si beng beng dan Boby tercintaku langsung meluncur ke sekolah.

    *****
  • Bengkel Otomotif, 09.15 wib

    Aku masih membuka-buka buku pelajaranku tapi karena dari tadi Didit terus saja memijat-mijat lengan dan kakinya aku mulai ngobrol sama dia.

    “lo kenapa nyon?” tanyaku ke didit.
    “sial, gara-gara si cumi mandinya lama, gua telat.” Katanya sambil cemberut.
    “hahaha. Lagian si lo molor teh udah kayak bangke. Emang malem teh nyampe jam berapa?”
    “nyaho. Gua tidur sih jam duaan lah. Tapi parah siah. Si hilceu mah camal lah leungeunna teh (tanganya gak bisa diem). Masa tangannya sering nyenggol-nyenggol paha sama tititnya si jamal.”
    “hahaha. Dasar. Terus si TC?”
    “anjir, dia mah lebih parah. Juni tai pisan lah. Awalnya mah matiin tipina kan? Eh..adegan selanjutnya mah, dia teh paling depan. Terus waktu si geulis ngomong udahan terus ngajak tidur, si TC paling keras bilang gak mau. Terus, head setna dimonopoli deuih.”

    (untuk menjaga ketertiban biasanya kami menikmati desahan-desahan erotis itu lewat head set. Cukup riskan kalo terdengar tetangga)

    “wanjess..parah..terus yang lain kamana?”
    “hahaha. Masih dihukum ku Pak Unsur. Kebenaran (benar = betul) yang jaga piket teh Pak Unsur”

    Sudah terkenal seantero sekolah, kalau yang jaga piket Pak Unsur, jangan berani-beraninya datang telat. Nyari mata namanya. Tapi kalau aku telat, ada sedikit kompensasi, hahaha. Ternyata pacaran sama anaknya guru itu punya nilai lebih. Bisa sedikit KKN. Ah, ntar aku coba pacarin anaknya kepala sekolah aja.

    “halah..edas pisan ateuh. Terus lo sarapan apa tadi?”
    “ngan push up 30, terus lari keliling lapangan upacara 2 balikan”
    “medok siah” (makan tuh)
    “sial. Tapi yang lain mah parah pisan lah. Disuruh ngeberesihan WC.”
    “wanjeesss...gua mah amit-amit dah”

    Semua sudah mafhum dengan kondisi WC STM. Selain wangi menyengat, kotornya pun minta maaf. Dan yang paling parah adalah kondisi airnya yang sangat terbatas dan warnanya kuning. Heran juga. Padahal di kosan samping warung nangka airnya itu jernih sekali. Ya, mungkin karena disini kena azab akibat anak-anak didiknya sering melakukan tindak asusila di WC setelah transfer pilm lewat bluetooth. Ckckck.

    Kadang kalau kita lagi hoki, kita akan mendapati benda-benda yang masih mengambang di toilet. Huek. Dan ketika kita nongkrong, kita akan disuguhi karya seni anak-anak STM berupa curhatan pribadi, lope-lopean (budi love ani), atau saling ejek antar genk motor (waktu itu eksis sekali genk motor Bridgez, M2R, Moonraker dll) bahkan ada tulisan-tulisan jorok. Dan yang paling populer dan terdapat di hampir setiap WC adalah gambar benda lonjong panjang dengan kepala bulat dan ada titik di tengahnya sedang menghadap sebuah gambar oval berdiri dengan duri-duri tajam di sekelilingnya. Aku yakin gambar itu pasti ada disetiap WC umum, kecuali WC hotel dan WC rumah.

    Aku sendiri paling enggan menggunakan WC siswa. Walaupun aku tak terlalu higien, tapi aku lebih memilih numpang di WC guru. Untung aku cukup akrab dengan banyak guru.

    Aku lanjutkan lagi membaca karena ntar siang ada ulangan lisan. Tapi dasar barudak di kelasku sangat-sangat super, yang terlihat membuka-buka buku itu hanya ada tiga orang. Dan yang membuatku kaget, ternyata si obos yang baru dateng setelah sarapan pagi ala Pak Unsur langsung membuka buku. Tumben dia rajin, pikirku. Aku merasa penasaran lalu aku hampiri dia.

    What? Sialan. Dia ternyata sedang khusyu membaca komik Golden Boy. Golden Boy adalah komik xxx yang dulu sempat booming di kelasku karena di kelasku ada bandar bokep yang lebih canggih daripada Didit. Koleksi dan koneksinya tersebar seantero kota. Dia hafal semua tempat rental komik dan kaset xxx di kota ini, bahkan bisa rental dari rentalan yang sepertinya tidak menyewakan kaset-kaset biru itu. Ckckck.

    “wanjes, sia euy. Bukannya ngapalin, malah taeun. Alibinya teh ditutup buku paket lagi.” (taeun = sebutan unntuk melakukan tindakan yang tidak-tidak)

    Dia hanya cengengesan.

    “ssttt..barang baru siah euy. Hentai mah gada duanya lah” jawabnya.
    Aku lalu kembali kursiku sedang bangku depanku beberapa anak masih sibuk ngobrolin konser KDI semalam. Hadeh, genk Smart n Byutipul ini paling heboh lah kalo udah ngomongin 3 hal selain tugas dan ulangan. KDI, infotainment, dan sinetron. Mereka semua adalah anak-anak yang salah asuh. Maksudnya salah ambil jurusan. Mereka memilih sekolah dan jurusan ini karena pertimbangan biaya, bukan minat. Genk ini gabungan dari para penghuni perpus, masjid, dan sekretariat.

    Sedang di pojok belakang masih asik ngomongin pertandingan bola semalam. Aku menyebutnya Genk Doma. Riwayatnya begini, si Geulis kan punya domba piaraan. Jadi kalau ada apa-apa, misal mengumpat dia selalu menyebut domba sebagai pengganti kata anjing atau babi. Karena setiap dia mengucapkan kata yang ada hurup -mb- maka dia melafalkan kata ‘domba’ menjadi ‘doma’. Jadilah genk ini kusebut Genk Doma. Dan genk ini lebih didominasi oleh para maballer (tukang mabal), bokeper, dan bola mania.

    Kalau aku sendiri tidak secara resmi bergabung dengan salah satu genk. Aku senang berbaur dengan semuanya. Kadang aku gabung dengan genk Smart n Byutipul kalau sedang ada tugas. Tapi Genk Doma pun sering main ke kostku untuk numpang ‘buang hajat’ dengan nonton bareng pilm baru atau babakaran. Aku heran, padahal di kostan mereka ada tipi yang ukuran standar, tapi mereka lebih memilih nonton di kamar kost no.5 padahal tipi disini hanya berukuran tujuh inch, hitam putih lagi. Pernah kutanya mereka, katanya sensasinya beda. Sama seperti kita lebih milih maen PS di rental PS padahal dirumah walaupun kita punya PS.

    Lalu tiba-tiba Pak Gusdi, guru Motor Bakarku datang dan langsung duduk. Dia lalu membuka buku absen tanpa salam pertemuan, dia langsung memanggil acak.

    “Ripaldi Taulani..” katanya lantang.

    Si obos yang nama aslinya Ripaldi Taulani langsung mendongak dan terlihat ogah-ogahan.

    “yang lain dulu atuh pak..” katanya.
    “oh..pengen enol nilainya..” timpal Pak Gusdi lempeng.

    Lalu dia berdiri dan melangkah ke depan sambil garuk-garuk kepala. Dia lantas mengambil kursi dan langsung menaruhnya didepan meja Pak Gusdi kemudian mendudukinya.

    “coba kamu jelaskan bedanya mesin dua tak dan empat tak?”
    “mmm..dua tak mah pake bensin campur oli samping, empat tak mah pake bensin murni.”
    “widih, pinter oge nih murid bapak. Silahkan kembali, nanti kamu remedi ya? Pleus bikin makalah tentang motor bakar ya.”
    “hah, makalah pak? Pan jawabannya teh bener pak.”
    “kalo kamu budak SD mah bener. next, Irpan Hakim..”

    Kulihat dia kuyu sekali dan kembali duduk ke kursinya. Tapi anehnya dia bukannya membuka buku paketnya, tapi malah kembali membuka komik Golden Boy-nya. Dasar, udah oon, mesum lagi.

    Acara ulangan lisan pun berjalan seperti biasa. Ada yang menjawab berbelit-belit tapi gak ngena ke intinya. Ada yang terlalu singkat. ah, suka-suka kami lah. Lagian juga nilainya paling pormalitas.
    Setelah menjawab pertanyaan dengan cukup lancar, aku kembali duduk dan tiba-tiba aku teringat Bayu. Sedang apa dia sekarang ya? Tadi pagi sebelum berangkat kami bertiga sempat sarapan. Tapi dia terlihat tidak berselera untuk makan. Begitupun aku dan ragil. Kami sarapan tanpa banyak bicara. Lalu kudengar bel istirahat berbunyi.

    “oke barudak, yang sudah sok ke kantin. Yang belum, don go eniwer..”
    Aku lalu merapikan jaketku sebelum ke kantin dan baru sadar bahwa di dalam saku jaket warna biru muda yang dibelikan ragil di kerkof itu ada sebuah kotak kecil. Aku penasaran. Perasaan aku gak nyimpen apa-apa di sakuku. Aku masukkan tanganku dan mendapati sebuah kotak kecil dan ketika kubuka, jam tangan? Cukup simple sekali bentuknya. Tapi aku langsung kaget karena melihat simbol salib damai seperti milik PMI. Entahlah ini jam tangan asli atau yang dijual dua puluh ribuan. Tapi rasanya beda sekali, dan yang kutahu jam tangan aslinya seharga gaji sebulanku di resto. Aku menatap jam tangan itu. Siapa yang menyimpannya di sakuku? Apa Ragil menyelipkannya waktu aku memboncengnya tadi? Ya, pasti dia. Siapa lagi?

    Aku lantas bergegas keluar dan segera menuju ke bengkel elektro. Tapi kulihat dia masih sibuk di depan komputer. Mungkin dia masih uji kom. Aku lantas mengurungkan niatku. Nanti saja sehabis pulang sekolah kutanya dia. Aku pun kembali lagi ke kantin karena perutku sudah melantunkan lagu dangdut.

    ******
  • Panghegar, Pengkolan Garut, 12.30 wib

    “kamu mah sukanya vanilla ya bob?” tanya ragil

    Aku hanya mengangguk sambil terus menjilati es krimku, sedang dia masik asik dengan eskrim coklatnya. Yap, kami sekarang sedang jalan-jalan di pengkolan. Karena ragil suka eskrim, dia tadi membelikanku eskrim. Dan kami terlihat seperti anak kecil karena makan es krim sambil tertawa-tawa. Aku sengaja mengenakan jam tangan pemberiannya.

    “jam tangan kamu bagus banget bob..” katanya sambil tersenyum.

    Aku tak membalas. Aku tahu kata-katanya itu adalah pancingan untuk memuji pemberiannya. Aku termasuk orang yang agak susah bilang makasih atau minta maaf.

    “yaiya lah, masa iya iya donk. Duren aja ditendang, masa kedongdong digendong..”

    Dia lalu tersenyum kembali. Kami lantas melanjutkan perjalanan ke parkiran di Garut Plaza. Ya, si bengbeng kuparkirkan di GP dan kami keliling-keliling di sekitar Pengkolan. Kami beli cilok, cimol, makroni basah dan terakhir eskrim. Setelah sampai di GP, kami nongkrong sebentar di atas sambil melihat orang berlalu-lalang karena kita masih punya waktu setengah jam lagi sebelum aku siap-siap ke resto.

    “bob, balik aja yuk. Kamu kan bisa istirahat bentar..”
    “yadah. Yuk, lagian juga kamu kan besok masih ujikom..”

    Lalu kami berdua segera menuju ke tangga dan aku merasa hapeku bergetar. Ada SMS. Aku berhenti sebentar dan kaget karena Bayu sms.

    “gimana, suka jamnya?”

    Hah, aku kaget. Jam? Jadi jam tangan ini bayu yang ngasih? Tapi kapan dia menyelipkannya ke sakuku? Apa waktu aku lagi mandi dirumahnya tadi?

    “bob ayo...” ajak Ragil mengagetkanku.

    Aku lalu berjan ke arahnya dan dia sudah mengenakan helm. Aku lantas naik dengan sedikit bingung. Dia lalu naik ke jok belakangku.

    “Bob, kalo kamu pengen sesuatu tuh ngomong. Sayang kan gaji kamu langsung habis cuma buat beli jam tangan..” katanya sambil memelukku.

    Jadi benar ini Bayu yang ngasih? Lalu kurasa hapeku bergetar lagi. Panggilan masuk. Pasti dari Bayu.

    “kok ga diangkat?”
    “mmm..alarm doank kok. Pengingat jam balik ke kost.” Kataku berbohong.

    Aku lantas segera memajukan si beng beng ke kostku dengan pikiran berkecamuk. Maaf bay, aku gak mungkin angkat telpon kamu sekarang. Maaf juga karena aku menyangka ini kejutan dari ragil. Maaf juga karena sekarang aku...lebih sayang sama ragil.

    *****
  • hadewh.
    Wokeh wokeh. Lanjut yg bnyak ya mang.
    Heuheu.
  • kiripiknya ateuh..
  • ahn....payah... kok malah sama ragil sih... ga asyik...
    lebih suka kalo ragilnya ilang mati kek atau sadar diri so boby bisa insyaf dan kembali ke bayu...
    atau kasih aja ragil dapet yang laen....
Sign In or Register to comment.