BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

RM JUANDA

edited February 2012 in BoyzStories
Hy Gayz, mau coba-coba bikin cerita lagi nih...
Semoga pada suka.

...........................

RAHASIA MIMPI JUANDA

...........................
«1

Comments

  • RM  JUANDA

    Angin berhembus kencang. Pepohonan bergoyang. Dedaunan kering berguguran menimpa rerumputan hijau yang menutupi tanah hitam. Terasa kontras dengan warna langit yang biru cerah.
    Dua orang remaja berjalan beriringan dengan gontai melewati tanah lapang menuju sebatang Mahoni rindang.
    "Aku sudah mengukirnya..."kata remaja lelaki berbaju Merah.
    "Nama kita?"tanya remaja lelaki berbaju Hijau.
    Remaja berbaju Merah mengangguk.
    Mereka berdua semakin mendekati Mahoni itu.
    "Nama yang terukir di sini akan abadi sampai nanti..."ujar lelaki berbaju Merah sambil meraba permukaan Mahoni. Ada ukiran nama di sana, "FADEL..."

    .......

    Aku tiba-tiba terbangun. Aku kebelet pipis. Aduh, malas banget rasanya buat ke toilet. Ugh! Gini nih jadinya kalo sebelum tidur nggak 'setoran' dulu...
    Dengan mata yang masih dikeruyupi kantuk aku bangun dan pergi ke toilet dengan malas.

    Seeeerrrrr....

    Uuhhh...lega banget rasanya setelah buang 'oli kotor', hhe.

    Aku pun kembali ke tempat tidur. Sekarang sudah waktu baru menunjukkan pukul...satu malam! Hmm..masih empat jam-an lagi sebelum adzan Subuh berkumandang. Lanjutkan aja tidur yang yang sempat terganggu dan mimpi yang sempat terpotong...

    Wait, tadi aku mimpi apa ya? Mimpi tentang dua remaja itu lagi kan? Huaaammm...udah berapa kali aku memimpikan tentang mereka? Normal nggak sih kalau kita memimpikan orang yang sama sekali gak kita kenal? Apakah orang lain juga sering bermimpi tentang orang yang gak kita kenal sama sekali seperti yang sering aku alami?

    "Meooonggg..."

    Aku tersentak. Ugh, si Minzy ngagetin aja! Saat suasana hening tengah malam begini dia tiba-tiba mengeong.

    Aku meraih Hp yang ada di atas meja kecil, di samping lampu tidur yang bersinar redup. Siapa tahu aja ada pesan masuk saat aku terlelap tadi. Tapi ternyata gak ada. Aku pun kembali menaruhnya di tempat semula. Setelah itu aku membetulkan letak bantal dan berbaring. Kutarik selimut yang sudah bergelung di ujung kaki untuk melanjutkan tidurku lagi...


    Suasana terasa hening. Hening sekali. Bahkan jika ada jarum yang jatuh pun akan kedengaran.
    Dua orang remaja berjalan mengendap melalui jalan samping sebuah bangunan bertembok tinggi. Mereka saling berpegangan tangan. Sesekali mereka melirik ke segala arah seolah takut ada mata-mata yang akan memergoki mereka.
    Mereka berdua kemudian saling berpandangan di tengah gelapnya malam. Wajah mereka nampak samar. Terlihat mereka berdua mengangguk berbarengan lalu berjalan cepat, bahkan bisa dikatakan setengah berlari.

    Kretak...cresss...

    Mereka berhenti dan merapatkan tubuh ke dinding bangunan. Mereka berdua berlaku seperti itu cukup lama sampai keadaan hening kembali.

    "Ayo..."
    Salah seorang dari mereka berjalan mendahului.
    "Di mana?"
    "Ke sana..."
    Mereka berdua berlari cepat menuju sebuah bangunan tanpa dinding. Hanya beberapa kayu melintang menghubungkan satu tiang dengan tiang yang lain.

    Mereka berdua melompat secara bersamaan dan menjejakkan kaki ke tumpukan jerami!

    Terdengar suara kuda meringkik.

    "Sstt....!"

    Mereka berdua mematung sejenak sampai kuda itu kembali tenang.

    "Aman..."
    "Ya..."

    Mereka berdua saling berpandangan. Senyum mengembang dari bibir mereka. Sinar bulan yang keemasan mematul menimpa wajah keduanya.
    "Sekarang?"
    "Ya..."
    "Di sini?"
    "Ya..."
    Mereka berdua terkekeh sebentar, lalu terdiam. Lantas mereka saling berpandangan dan mengulum bibir. Pipi mereka bersemu, malu dan menunduk. Tapi sekejap saling pandang lagi dan saling mendekatkan bibir. Dua bibir itu saling bertaut dan memagut...

    .......

  • Pertamaxs ,ditunggu...
  • Satu persatu kancing baju itu terbuka. Lidah merah terjulur membelai dada yang basah kena keringat.
    Kelopak mata terpejam. Bibir melenguh. Lima jari menggerayangi pusar dan bulu-bulu halus yang menggelitiki kulit.
    Satu tangan menarik pakaian bawah hingga melorot ke mata kaki. Pusaka berdiri menantang.
    Mata terbuka nyalang. Menanti belaian tangan dan jilatan lidah yang basah.
    Tubuh dipaksa merunduk. Berdiri dengan dua lutut di depan dua belah paha yang mengangkang terbuka.
    Mulut mendekat dan lidah terjulur...
    Urat mengejang saat lidah basah menjilati pusaka. Lenguhan bertambah panjang.
    Cukup lama lidah dan tangan memainkan pusaka.
    Dua anak manusia berdiri dan berganti posisi. Mereka ulang kembali yang sudah terjadi. Saling membelai dan memanjakan hingga nafsu melebur dalam diri.
    .......

    Tangan kokoh itu merebahkan kepala dan punggung dengan lembut ke tumpukan jerami. Bibir tersungging yang kemudian dihadiahi kecupan mesra bergairah.
    Ini waktunya.
    Waktu untuk mereguk segala cinta dalam puncak nafsu yang menggelora.
    Dua tungkai kaki ditarik mendekati pinggang, mengangkang.
    Pusaka siap ditancapkan.
    Nafas tertahan dan jantung berdebar.
    Ini bukan sesuatu yang mudah.

    "Semua akan baik-baik saja..."
    Tak ada jawaban. Hanya nafas saja yang terus memburu.

    Tubuh disentakkan ke depan. Pusaka tertancap.
    Bibir menjerit lirih.
    Perih.
    Langsung dibungkam dengan ciuman.

    "Pelan..."
    Kepala terangguk.
    Pinggung bergoyang pelan.
    Nafas menurun.
    Gerakan pinggul semakin lihai. Cepat tapi lembut dengan irama yang teratur.

    Kenikmatan mulai melingkupi diri. Mata terpejam dan...

    ......

    "Aaaaaaaaaaaa....!!!"jeritan keras membahana merobek malam.
    Sesosok tubuh melayang turun ke bawah dengan kecepatan tinggi ke dalam pelukan malam.
    "Dia jatuh ke jurang...!"
    "Tangkap dia!!"
    Dua orang berbadan gempal dan berwajah samar datang mendekati lelaki yang tengah meratap di tepi jurang yang gelap.

    Bug!

    "Akhh..."
    "Ayo!!"
    "Tolong dia...aku mohon..."
    "Cepat!!!"

    lelaki itu berdiri sambil memegang perutnya yang mual karena dihadiahi bogem mentah tadi. Ia berjalan dengan langkah tertatih. Air mata terus mengalir dari sudut kelopak matanya.
    "Bagaimana dengan Ray..."
    "Bukan urusan kamu !!!"

    Air matanya mengalir deras...

    .......
  • Kukuruyuuukkk....!!

    Aku tersentak bangun dengan keringat membanjir di sekujur tubuh.

    "Oh Gosh...apa yang baru saja aku mimpikan..???"

    Aku mengelap keringat yang berleleran di kening. Mimpi barusan begitu nyata. Serasa aku sendiri yang mengalaminya...

    Kokok ayam kembali terdengar.

    Aku menyingkapkan selimut di badan dan...oh Shit! Celanaku basah. Whats wrong with me? Oh No! Aku mengalami wet dream lagi !!
    Huh...pasti gara-gara mimpi brengsek itu...tentang dua orang cowok yang bercinta di bawah sinar bulan...

    Mereka selalu mengangganggu tidurku akhir-akhir ini. Tepatnya semenjak aku berulang tahun yang ke tujuh belas! Entahlah, dari mana mimpi itu.

    Aku beranjak melepas celanaku yang basah. Kusimpan di dalam lemari. Biar aku saja yang mencucinya sendiri. Mau ditaruh di mana mukaku jika Bibik atau siapa saja yang tahu aku mengalami mimpi Basah. Lagi pula mana mereka tahu itu mimpi basah? Pasti disangka aku ngompol!!

    Pintu kamarku di ketuk.

    Buru-buru aku menarik handuk dan melilitkannya di pinggang.

    "Den Juan..."
    itu suara Bik Karsih. Memang setiap hari beliau membangunkanku.

    "Juan udah bangun, Bik..."
    "Ya Den..."jawab Bik Karsih sambil berjalan menjauhi pintu kamarku.

    Aku kemudian mencopot baju tidurku lalu berjalan ke kamar mandi. Segera ku hidupkan shower dan berdiri di bawah guyuran airnya.
    Dingin menyapa kulit telanjangku. Seluruh urat dan tulangku menggeliat bangun. Meskipun dingin, tapi terasa segar. Hanya saja aku tak ingin berlama-lama bermain air. Setelah menyabuni tubuh dan menyampoi rambut, aku langsung mematikan shower, lalu mengelap badan dan melangkah keluar kamar mandi.

    Tok..tok...

    "Den..."kembali terdengar suara Bik Karsih diiringi ketukan pintu.
    "Aku udah mandi kok, Bi. Kenapaa..?"
    "Nyonya bilang silahkan sarapan..."
    "Ya, Sebentar. Aku pake seragam dulu..."

    Sepeninggalan Bik Karsih, aku mengambil seragam putih abu-abu dan mengenakannya. Setelah itu aku mematut diri di cermin, menyisir rambut dan menyemprotkan parfum ke badan.
    Hh..sekarang aku siap berangkat ke sekolah. Tapi sebelumnya sarapan dulu untuk menambah energi..

    ...
  • "Jam berapa pulangnya nanti, Den? Sama seperti biasanya kan?"tanya Pak Fuad, sopir keluarga yang senantiasa mengantar kemanapun aku mau pergi.
    "Ya, Pak. Kalo ada perubahan pasti aku kasih tahu..."kataku.
    Pak Fuad mengangguk.
    Aku kemudian melangkah memasuki gerbang sekolah yang sudah dua tahun menjadi tempatku menuntut ilmu.

    Suasana sekolah sudah ramai. Beberapa siswa ada yang duduk berkelompok. Tertawa-tawa dengan teman mereka. Entahlah apa yang dibahas. Mungkin tentang show di TV. Atau barangkali jalan sinetron yang semakin lama semakin tak jelas alur ceritanya.

    Aku melangkah melewati mereka untuk menuju kelasku yang berada tepat di ujung bangunan. Sebagai salah satu penghuni kelas unggulan, sengaja aku bersama 29 anak yang lainnya di tempatkan di sebuah kelas yang jauh dari keramaian siswa-siswa lainnya yang bisa menganggu konsentrasi belajar kami.

    "Hahahaha...sembarangan aja! Nggaklah!! Gila aja mau sama cewek kayak begitu...!!"

    Aku menoleh mendengar suara berisik itu.
    Terlihat di ujung mataku beberapa orang siswa laki-laki berdiri di depan kelas 3F sambil tertawa-tawa.
    Dari suaranya, bisa kutebak yang baru saja tertawa sambil berucap keras itu adalah Dilan.

    Huhhh...cowok itu lagi, cowok itu lagi.
    Tumben sih jam segini dia udah nongkrong di sekolah?

    Aku berjalan melintasi mereka tak peduli. Mereka sama sekali bukan urusanku.

    "Hmm...!"
    "Minggir-minggir !! Ada profesor mau lewat, hahaha...!!
    Aku melirik sekilas.
    Lima pasang mata tengah melotot ke arahku.

    Biarin aja lah. Gak usah diladein, gumamku dalam hati.
    "Jangan diganggu ah! Ntar dia kasih kalian ramuan formula temuannya lagi, hihihi..!!"sahut salah satu dari mereka.

    Aku makin mempercepat langkah. Gak nyaman lama-lama dekat dengan mereka. Aku harus menjaga jarak dengan mereka hingga radius 100 meter biar telingaku gak panas.

    "Eee...dia ngibrit!!"seru salah seorang dari mereka berseru.
    Tawa mereka semuanya pecah.

    "Udahlah biarin aja! Terlalu pagi buat kita ngerjain orang!"pungkas Dilan.

    Aku menghela nafas. Baguslah kalo mereka tak menggangguku. Toh, aku juga tidak mengusik mereka kan??

    .....

  • Mata pelajaran pertama hari ini adalah Bahasa Indonesia. Pokok pembahasannya tentang puisi. Beberapa desahan berat terdengar dari bangku belakang. Itu desah kebosanan. Tentu saja semua bosan. Termasuk aku sih sebenarnya. Bagaimana tidak, dari zaman aku SD dulu, yang namanya pelajaran Bahasa ini selalu itu-itu saja yang diulang. Membahas wacana, Pidato, Cerita, Pantun, Drama, Puisi...
    Akh entahlah. Apa memang begitu atau hanya perasaanku saja? Yang jelas -bukan bermaksud sombong-, semua pokok bahasan itu sudah ku kuasai.

    "Nah, sekarang ibu pinta kalian semua untuk membuat sebuah puisi. Puisi terbaik akan di masukkan ke dalam mading sekolah...!"kata Bu Novalina memberi tugas.

    Suara keluhan makin santer terdengar.
    Membuat sebuah puisi? Hmm..susah-susah gampang sebenarnya. Aku suka membuat puisi, tapi yah...dengan kata-kata sederhana saja. Tidak semegah puisi buatan Sapardi Djoko Damono, WS. Rendra dan sebangsanya. Bahkan jika disuruh memilih, aku lebih memilih membuat cerita dari pada membuat puisi. Tapi tentu saja tidak ada pilihan tiu sekarang kan??

    "Ayo, buatlah sekarang! Silahkan mau menulis tentang apa saja. Bahkan kalian bisa mencari inspirasi di luar ruangan..."

    Sebelum Bu Novalina menyelesaikan kata-katanya, beberapa siswa sudah ngibrit keluar ruangan.

    "Ayo...!"ajak Josh, sembari mencolek bahuku.
    Josh adalah teman sebangkuku.
    "Kemana?"
    "Keluar! Ngapain merem di sini? Aku mati ide..."
    Aku mengambil buku dan pena lalu berjalan mensejajari langkah Josh menuju keluar ruangan.

    "Kamu mau membuat puisi tentang apa?"tanya Josh.
    "Belum tau..."jawabku. "Kamu sendiri?"aku balik nanya.
    "Alam ajalah...gampang!"
    "Ohh...aku apa ey-eh, kok rasanya pengen pipis sih? Ntar ya! Aku ke toilet dulu! Plis pegang bukuku..."kataku sambil menyerahkan buku tulis dan pena pada Josh. Setelah itu aku buru-buru ngacir ke toilet.

    Selesai pipis, aku menarik restleting celanaku lagi dan menyiramkan air...

    "Ya Pa. Ya! Bukan salah AKU KOK! Mereka aja yang berlebihan !! Akh! Iya, iya !!"

    Aku menelengkan kepalaku sedikit ke arah sumber suara. Suara bernada kesal itu berasal dari toilet sebelah. Dan nada suara itu tak asing di telingaku. Itu suara...

    BRAK!

    Aku mengelus dada. Bantingan pintu dari tolilet sebelah cukup mengagetkanku.

    "Huh...dasar anak brutal!"gerutuku kesal sambil membuka daun pintu.
    "Gak dididik cara beretika apa..."

    "SIAPA?!"
    Aku terkesiap dan langsung mendongak.
    Dilan berada tepat di hadapanku. Tebakanku tadi ternyata benar. Yang marah di telepon barusan adalah dia.

    "Kamu ngomongin siapa, heh?!"
    "Maksud kamu...?"aku berlagak bego.
    "Kamu ngomong anak brutal dan gak punya etika? Maksudnya Aku, eh?"
    "Kok kamu? Buat apa aku ngomongin kamu? Tahu juga nggak kamu di sini..."elakku.
    "Justru itu! Karena kamu kira aku gak ada di sini, makanya kamu berani ngata-ngatain aku, ya?!"
    Aku mengunci rapat mulutku. Berdebat dengan Anak ini tak akan ada habisnya. Dari pada dapat masalah, mendingan diam aja deh.

    "Heh, orang-orang kayak kamu ini bikin MUAK! Sok suci dan sok sempurna! Tahunya cuma meremehin orang aja!"bentaknya sambil mencengkeram bahuku keras.

    Hhh...dasar gak sadar diri! Seharusnya dia ngaca dong, kenapa semua orang benci dan ngeremehin dia? Itu semuakan karena kelakukannya!!

    "Ufh..!"desisnya sambil mendorongku kuat ke dinding.

    Aku menarik nafas kesal. Sabar, Juan. Sabaaarr...

    "Orang-orang kayak kalian ini tahunya cuma mentingin diri sendiri. Egois! Mati aja kalian semua !!"

    It's up to you, Dilan bego! Jangan kira aku gak berani sama kalian. Tapi kayaknya gak penting banget deh buat meladeni permainan kalian yang sok jago ini. Banyak kosekwensi yang harus aku pertimbangkan. Pertama Dilan and the gank ini beraninya main keroyokan. Kedua ujung-ujungnya aku yang dipersalahkan nanti. Meladeni orang gila? Siapa yang gila?? Mendingan bye, bye aja dah.

    "Sorry...aku minta maaf kalo kamu tersinggung..."kataku dengan berat hati.

    Dilan menyunggingkan senyum sinis.

    Ughh...serba salah! Kalo kita yang ngaku salah, nih anak jadi gede kepala! Merasa paling benar!!

    "Maaf? Gak semudah itu, Bray!"katanya sambil terkekeh.
    "Terus kamu mau apa?"
    "Gak ada yang bisa diharepin dari kamu! Mendingan kamu balajar lagi sana! Ntar kalo aku ada maunya sama kamu, aku panggil deh!"katanya sambil menarik kerah bajuku hanya dengan telunjuk dan jari jempolnya. Sementara mukanya menampilkan mimik jijik. Huhh...dia anggap aku ini bangkai Tikus apa?!
    "Pergi sana!"
    "Thanks..."jawabku datar.

    .....
  • "Hey, kamu pipis apa beol sih? Lama bener?"tanya Josh.
    Aku mengambil buku yang dipegangnya.
    "Kenapa? Wajah kamu kok bete gitu?"
    "You know who, anak tengil itu!"
    "Dilan?"
    "Yoi! Sampai kapan sih kita harus diam aja sama tindakan semena-mena dia?"
    Josh menghela nafas.
    "Amarahku udah sampai di ubun-ubun! Dia pikir dia siapa? Jangan mentang-mentang anak pemilik sekolah ini, terus dia bisa semena-mena !!"kataku berapi-api.
    "Ssttt..udah. Ntar salah satu cecunguknua denger..."kata Josh menenangkanku.
    Aku menggertakkan gigiku dengan kuat.
    "Mendingan kamu buruan buat puisinya deh..."
    "Kamu sudah selesai?"tanyaku.
    Josh mengangguk.
    "Auuhh...otakku buntu!"
    "Redam dulu amarahmu.."
    Aku memejamkan mata rapat-rapat. Berusaha membersihkan pikiranku dari segala amarah. Terutama mengenai kejadian di toilet tadi.

    "Mau aku bantu?"tanya Josh.
    "Dengan senang hati..."kataku.
    "Uhmm...soal Dilan?"
    Aku membelalakkan mata.
    "Apa? Aku gak salah denger kan?"
    "Well, maksud aku soal kenakalan remaja...orang yang sok kuasa..."
    Aku terdiam.

    Seketika aku kembali ingat percakapan Dilan melalui telepon yang kudengar di toilet tadi.

    PAPA.

    Iya. Kenapa aku gak buat puisi tentang Papa aja?

    "Uh,,i have idea..."kataku.
    "Apa?"
    "nanti kamu tahu sendiri..."
    josh mengangkat bahunya.
    Aku pun segera menulis...

    ....

    PAPA

    "Pa..." sebuah panggilan yang selalu kudengar
    Tapi tak pernah terucap dari bibirku
    Bahkan sebuah kata yang terkadang terlupakan olehku
    Bahwa panggilan itu ada dalam kamus bahasaku

    Panggilan itu terlarang untukku
    Entah sampai kapan
    Meskipun aku tahu, kehadiran ku di sini karena seorang Papa
    tapi...
    Sejak kelopak mata ini terbuka menatap dunia
    Tak pernah tertangkap oleh mataku, bagaimana sosok Papa?
    Tampankah?
    Gagahkah?
    Pemarahkah?
    Gemulaikah?
    Aku tak pernah tahu!

    Ada setangkup kerinduan pada Papa yang tak pernah sirna
    Meskipun ku tahu mungkin sampai mati, rindu ini tak kan berarti
    tapi Papa...
    Bagaimanapun rupamu dan tabiatmu,
    selalu ada ruang kosong di hati ini untuk kau isi...
    Aku selalu menunggumu Papa...


    .....
  • @alvatar : thx masbro...

    Buat yg lain, ditunggu kripik dan sarannya, hhe.
  • GBoiz wrote:
    Buat yg lain, ditunggu kripik dan sarannya, hhe.
    harus sampai tamat!
    jangan nggantung kaya G Land.

  • Ɓε̲̣̣̣̥τ̩̩̥υ̲̣̥Ɩ⌣Ɓε̲̣̣̣̥τ̩̩̥υ̲̣̥Ɩ⌣Ɓε̲̣̣̣̥τ̩̩̥υ̲̣̥Ɩ ....... Jangan mati ​​>̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴͡ Oκ!
  • Judulnya jangan disingkat. Bahkan gw awalnya mengira RM itu rumah makan *serius*
  • Adam08 wrote:
    Judulnya jangan disingkat. Bahkan gw awalnya mengira RM itu rumah makan *serius*
    Hahahahha...setuju samaa kamu...
    Ko bisa ya kita berpikiran yang samaa....pertamanya Ak kira "RM" itu nama Rumah Makan...coz d kotaku ada nama RM Juanda....wkwkwkwkwk

    Salam kenal buat penulis...ceritanya bgus.....lanjutkan....dan jangan mati di tengah jalan...
  • @darkrealm : thx masbro...

    @adinu : ya. Doain aja bro,...

    @arieat : thx masbro.

    @Adam08 n @Ian_sunan : emang sengaja biar bikin penasaran, hehehe...
  • "Semuanya sudah mengumpulkan puisinya?"tanya Bu Novalina sambil mengangkat lembaran kertas.
    "Sudah Bu...!!"kami serentak menjawab.
    "Baiklaj kalau begitu, ibu akan mengumumkan siapa yang puisinya berhak tampil di Mading..."
    kami semua menarik nafas. Berharap puisi yang kami buat bisa menarik hati Bu Novalina.
    "Ada dua orang yang puisinya sangat bagus. Puisi itu milik...Randita dan Malik !"
    Seluruh murid bertepuk tangan. Sementara Randita Dan Malik nampak tersenyum bangga.
    "Kalian berdua sangat berbakat..."puji Bu Novalina.

    Aku tersenyum. Mereka berdua pantas mendapat pujian. Mereka berdua itu kan memang penulis sejati. Randita adalah langganan memenangi beragam lomba menulis artikel se-provinsi ini. Bahkan beberapa minggu yang lalu, artikelnya yang bertajuk "Remaja Bertanggung Jawab tanpa Seks Bebas" diikutsertakan dalam lomba menulis artikel tingkat nasional.
    Sementara itu, Si Malik adalah penulis tetap di sebuah majalah remaja sebagai pengisi slot cerbung. Jadi tak heranlah kalau mereka berdua terpilih.

    "Oh ya, selain itu ada satu nama lagi yang Ibu pikir karyanya layak untuk masuk Mading..."

    Kami semua serentak berpandangan dan harap-harap cemas. Tak terkecuali aku. Berharap karyaku lah yang layak itu.

    "Puisinya bertema keluarga. Khususnya Ayah..."kata Bu Novalina.

    "Aku...Aku menulis puisi tentang Ayah...?"desis Geri dari bangku belakang.
    Aku langsung menoleh. Begitu juga beberapa teman yang lain.
    Aku langsung menghela nafas. Kalau begitu jelas Puisi si Geri yang dimaksud Bu Novalina. Harapanku sia-sia saja.

    "Puisi itu milik Juanda!"

    semuanya serentak menoleh ke arahku. Aku pun kaget. Puisi karya ku? Tapi...

    "Juanda menulis puisi yang jujur, membuat Ibu terharu membacanya. Puisinya berjudul Rindu Papa..."

    Aku menepuk jidat pelan. Oh iya, Ayah dan Papa itukan sama saja. Aku tidak menyadari itu.

    "Puisi Juan ini berisi tentang kerinduannya pada figur seorang Ayah..."terang Bu Novalina.

    Aku tersenyum simpul dan sedikit salah tingkah.

    "Wah kamu hebat, An! Puisi kamu terpilih !"seru Josh sambil menepuk pundakku. "Bakso semangkok yaa..."
    "Akh, apaan sih?! Cuma gitu doang minta ditraktir. Emang aku ulang tahun..."gerutuku.
    Josh terkekeh.

    "Tapi aku penasaran sama puisi kamu. Boleh baca nggak?"tanya Josh.
    "Ini..."kataku sambil menyodorkan salinan puisinya.

    "Waahh...hebat ! Aku terharu bacanya !"komentar Josh sesaat setelah kelar membaca puisi buatanku. "Tapi emang kamu benar-benar gak tahu Papa kamu itu kayak gimana?"
    Aku menggeleng pelan.
    "Kasihan kamu, Bro. Kok bisa gitu sih?"
    "Entahlah. Semenjak aku masih dalam kandungan, Papa sudah pergi ninggalin aku sama Mama..."
    "Uhmm..kena abisa begitu ya?? Papa kamu jahat banget..."
    aku menghela nafas.
    "Tapi kamu udah cari tahu belum apa alasannya ninggalin kalian berdua?"
    "Sudah. Tapi tak banyak yang bisa dikorek karena seluruh keluargaku sangat tertutup soal Papa..."
    "Hh...tapi kamu harus cari tahu kebenarannya, An. Siapa tahu ada yang disembunyiin? Buktinya mereka tertutup gitu..."
    aku diam dan mencerna kata-kata Josh barusan.
    "Apa perlu?"tanyaku.
    "Tentu dong, An. Kalau nggak sampai kapan kamu bisa mengetahui tentang Papa kamu?"
    aku mengangguk.
    "Jika ada waktu, aku akan mencari tahu kebenarannya..."pungkasku.
    Josh mengangguk.

    ***
  • Sedikit sekali!
Sign In or Register to comment.