PART I (fiksi)
Pertemuan ku dengan nya adalah awal baru dari kisah ini,cerita cinta basi yang melibatkan hati dan emosi di dalamnya,inti masalah dari semua ini hanya tertuju pada sebuah kalimat “Aku tidak bisa mengatakan IYA tapi aku pun tidak mampu untuk berkata TIDAK”
***
Pesona keindahan…
(simple 2008)
Udara panas yang membakar kota ini semakin saja terasa di saat aku meninggalkan gedung perkantoran di daerah jl.Asia afrika siang itu, kulangkah-kan kaki cepat untuk menuju mobil yang kuparkir tidak jauh dari gerbang depan kantor tempat aku bekerja, kurang dari 30 menit waktu yang kupunya untuk menyelesaikan urusan, tidak lama aku sudah berada di sebuah rumah makan sederhana yang tidak jauh dari wilayah kantor, beberapa orang sedang menyelesaikan pembayaran di meja kasir namun sebagian besar dari pengunjung tempat ini masih menikmati santap siang-nya,menu makan siang-ku cukup membuat perut ini penuh, membayar di kasir lalu bergegas untuk kembali ke kantor.
Pandangan ku tiba-tiba berpaling pada sosok tubuh jangkung yang sedang berdiri di trotoar jalan, kaca mata hitam yang menggantung di bagian dada menambah pesona keindahan tubuh itu, segaris kebingungan tergurat dari kerutan dahi dan gigitin kecil di ujung bibir, menimbulkan rasa ketidaktahuan akan tujuan kaki yang hendak membawa dia dari tempatnya berdiri saat ini, lampu lalu-lintas pun sudah beranjak dari kuning ke hijau,kulajukan kembali mobil menuju kantor, bayangan wajah laki-laki itu masih tergambar jelas di kepalaku,apa yang membuatnya begitu bingung seperti itu, seolah tujuan dia hidup sudah pergi meninggalkannya, atau mungkin dia hanya turis lokal yang sedang berlibur di kota ini, jadi dia bingung harus pergi kemana?,ah kutepis kembali bayangan itu, bagaimana bisa aku menjadi orang yang sok tau seperti ini, senyuman kecut tertarik dari sudut bibir-ku.
Hari ini tepat 1 bulan setelah libur panjang lebaran,aku mengambil jatah cuti yang belum sempat di pakai, lumayan 6 hari kedepan aku bisa memuaskan diri untuk terbebas dari segala aktivitas membosankan di kantor yang bergerak dalam bidang keuangan, matahari sudah tidak mampu lagi memamerkan cahaya-nya, surut di telan keredupan suasana sore, lembayung tampak menghiasi langit di atas rumah yang cicilannya baru akan selesai 4 tahun ke depan, rumah yang tidak begitu besar tapi cukup membuatku berpeluh keringat saat harus membersihkannya, kursi rotan yang berada di teras depan rumah sangat nyaman kurasakan, lalu secangkir kopi hitam pekat menemani nikmat nya asap rokok yang kuhisap, sore itu sudah kembali berubah menjadi awal datangnya malam, kini semua sudah menjadi gelap dan udara dingin mulai menebar ribuan jarum beku ke seluruh tubuh, kunaikan restleting jaket sampai ke dagu,kembali menyalakan sebatang rokok, hisap demi hisap membuat rokok yang ada di kedua jariku lama-lama menjadi abu yang menumpuk di dalam asbak, 1 hisapan terakhir di ujung filter menuntaskan kegiatanku saat itu di atas kursi rotan.
Suara langkah kaki di atas batu kerikil terdengar begitu jelas saat malam seperti ini, seseorang sedang menuju rumah di depan rumahku, itu adalah rumahnya ibu.neni pemilik kost-an yang lumayan banyak, kamar di bagian samping rumah nya saja ada sekitar 20an, belum lagi beberapa rumah di daerah Pasteur dan jatinangor yang di fungsikan sama seperti disini, semua itu membuat nama ibu.neni cukup di kenal sebagai ibu.kost, kulihat seorang laki-laki mengetuk pintu dengan sabar, lebih dari 3 kali dia mengulang ketukan itu, namun tak ada seorang pun yang muncul di balik pintu, dengan langkah lunglai laki-laki itu membalikan badan sambil menghentakan tas yang menggantung di pundaknya, kasihan dia mungkin mahasiswa yang baru saja kembali dari mudik lebaran, tapi sesaat aku terkena serangan autisme, berdiri terpaku, dengan seribu pertanyaan dan sejuta keterkejutan, bukankan dia laki-laki yang waktu itu kulihat di trotoar jalan??, ingatan ku pada setiap pria tampan memang bagus,bawaan lahir mungkin.
Aku mengamatinya sekali lagi kupastikan kembali apa yang aku lihat dan meyakinkan kalau mataku memang benar, laki-laki itu dengan segudang penuh pesona keindahan,berbadan athletis dengan pundak yang tegap siap menantang apapun rintangan yang datang, tapi lagi-lagi kulihat semburat kebingungan pada wajah yang tak mampu dia sembunyikan walau dengan semua kegagahan yang melekat pada tubuh-nya, jika bantuan untuk melepaskan semua kebingungan itu bisa aku berikan, maka akan aku serahkan semua itu dengan suka rela, tapi dari mana aku tau kalau dia menginginkannya?, semua lamunanku hilang dalam sekejap lalu menjadi hawa panas yang membalut wajah saat dia menatapku dan tersenyum ramah sambil menganggukan kepala, tubuh-ku seperti mencair lalu tumpah ke tanah dan di serap tak bersisa, aku lebih memilih untuk tetap di sana di bawah tanah tanpa terlihat, karena jika aku tetap berada di depan-nya seperti ini aku akan kehabisan nafas seolah udara telah habis termakan rasa malu dan salah tingkah yang menyerang saat ini,tapi itu kenyataan-nya, aku masih tetap di posisi yang sama. mematung, sampai pada akhirnya laki-laki itu kembali melangkahkan kaki meninggalkan pekarangan bu.neni.
“Orang nya lagi keluar kota,mungkin besok baru kembali..” tiba-tiba mulut-ku mengatakan sesuatu atau lebih tepatnya sedikit berteriak.
“Thanks yah” senyuman itu kembali tergambar di wajahnya,lalu dia menghilang di telan pekat malam setelah melewati tikungan.
***
(Love 2011)
Aku menghela nafas panjang,bayang-bayang kenangan masa lalu masih merekat dalam ingatan, itu sebab-nya mengapa aku lebih suka menumpahkan semua ini dalam wadah putih berupa susunan aksara yang membentuk kata dan terangkaikan menjadi kalimat.
Pukul 03.45, sudah menjelang pagi tapi aku masih tak bisa memejamkan mata,raungan suara malam yang di ikuti jeritan angin, menghasilkan bebunyian yang begitu seram, aku menutup laptop,menyimpannya di meja lalu berjalan menuju ruang makan, ku lihat bi.sumi sedang mencuci tangan nya di wastafel.
“Belum tidur pak?” katanya dengan suara yang parau, usia yang memang sudah tidak muda lagi, tapi kegesitan-nya dalam bekerja tidak kalah dengan para pekerja rumah tangga yang masih belia bahkan berumur belasan tahun.
Senyuman ku cukup menjawab apa yang dia tanyakan.. “bi.sumi pagi bener bangunnya?” aku mengambil air mineral botol lalu menutup kembali pintu kulkas.
“Iya pak, saya ndak bisa tidur dari semalam, lah wong kepikiran terus sama si ratmi” jawabnya dengan wajah yang muram
“Ya sudah kalau begitu, nanti siang setelah semua pekerjaan selesai..” aku membuka tutup botol air mineral dengan susah payah karna licin “bi.sumi bisa pulang, jenguk anak-nya di kampung sana”
“Waduh matur nuwun,pak..” ucap-nya, aku mengangguk dan kembali ke dalam kamar tidur.
#Waduh lancang sekali saya,baru saja bergabung sudah main share cerpen aja,maabkan...
salam kenal semua,mudah-mudahan cerita ini bisa di terima dengan baik,just want to share
Comments
PART II
Apa arti sebuah nama jika faras-nya sudah mewakili semua itu..
(simple 2008)
Siang sekali aku baru terbangun, melakukan kegiatan seperti biasanya lalu bergegas mandi, makan siang di buat seadanya,hanya berteman nasi goreng dan telur mata sapi, hari ini rencananya aku ingin melihat pameran bermacam-macam buku di daerah jl.merdeka,aku mengunci pintu dan melangkah menuju pagar.
“Ibu.neni nya belum datang ya mas..?” suara itu membuat ku terkejut sekaligus senang..
Semua-nya fresh sekali,dari mulai sepatu,celana,baju sampai.. ini yang paling membuat aku takjub padanya,wajah tampan,berkulit hitam manis,hidung mancung dengan bibir yang tipis terbentuk dan dagu sempurna tak bercela,mahakarya indah yang di buat hidup,”Oh gak tau yah,sudah coba di datengin lagi?”
Dia hanya menganggukan kepala,ransel yang menggantung di pundak terlihat sangat berat,mungkin isi nya penuh dengan pakaian dan barang2 lain,belum lagi tas laptop yang dia pegang di tangan kiri. “Emang ada keperluan apa sama bu.neni?”
“Hmmnn.. saya mau cari kamar kost,gak lama sih paling juga untuk 2 mingguan” dia mendesah lemas “Tapi orang-nya ternyata lagi keluar kota” wajah-nya berpaling ke rumah bu.neni
Mengapa dia begitu tidak membosankan untuk di pandang?,dari awal mataku tak pernah lepas memandang wajah itu,keindahan memang tak boleh di pungkiri.
“Ow.. disini lagi liburan?” niat untuk keluar rumah instan aku batalkan,sambil bertanya aku mengisyaratkan padanya untuk singgah dulu di rumah,tak enak rasanya membiarkan dia berdiri seharian di luar sana,aku memang tidak berharap dia mau karna kita baru saja bertemu,tapi tanpa disangka dia mengikuti langkahku.
“Kopi,teh atau…?” aku menawarkan,dia melepaskan ransel-nya dan menyimpan laptop di atas meja, “Air putih saja,terima kasih” jawabnya singkat.
Bandung kota yang dingin banyak orang bilang.tapi pada kenyataannya saat ini bandung tak kalah jauh dengan panas nya Ibu kota,bila di ruangan tak ber-AC kita bisa berkeringat seharian,namun hari ini udara panas sedikit tertolong oleh kencang angin yang meniup dedaunan,sehinga menciptakan hembusan udara segar di teras rumah.
Ternyata benar dugaanku,dia turis lokal yang baru saja datang dari Yogyakarta kemarin siang,dia ingin berlibur di kota bandung ini selama 2 minggu,dan alamat bu.neni dia dapatkan dari seorang teman lamanya yang pernah tinggal di bandung “Teman ku bilang,rumah bu.neni nyaman untuk di jadikan tempat tinggal sementara” seraya menunjukan tangan-nya ke arah depan.
“Tapi nampak nya kamu harus lebih bersabar lagi untuk bisa menempati rumah itu” aku berkata tanpa memalingkan pandangan dari rumah bu.neni “Selain yang punya rumah tidak ada,setau-ku semua kamar kost sudah penuh” pandangan ku kembali pada-nya.
“Huft..” dia menghembuskan nafas berat,”Peganganku hanya ini..” gumam-nya sambil melihat secarik kertas bertuliskan alamat rumah bu.neni “Apa kamu tau,dimana lagi ada tempat kost yang nyaman seperti disini??” Tanya-nya padaku,Bahkan di saat kebingungan dan putus asa seperti ini,pesona keindahan itu tak memudar sedikitpun,semuanya malah semakin kontras,sorot mata tajam itu seperti ujung mata pisau yang menghunus tepat ke wajahku,alis yang terbentuk seperti sengaja di buat untuk memayungi kelentikan bulu matanya yang tebal. “Mengapa harus repot mencari tempat lain,kamu bisa tinggal di sini”
Seketika itu wajah-nya kembali normal,tanpa terlihat senang akan tawaranku,dia hanya menganggukan kepala “Kenapa tidak bilang dari tadi kalau kamu juga menyewakan kamar kost?”
“Siapa bilang aku menyewakan kamar kost?” goda-ku,masih dengan nada bicara yang normal.
Sok tau sekali orang ini.. tapi ucapan itu tak mampu keluar dari mulut-ku.
“Lalu apa maksud dari tawaran-mu tadi?” kini wajah itu memerah,kerutan di kening tampak terlihat jelas,ternyata hembusan angin segar tadi tak berlangsung lama,kini kaos yang di kenakan laki-laki itu setengah basah di bagian dada,menghasilkan sebuah pemandangan yang indah sekaligus gerah ku rasa,leher nya yang kekar tampak mengkilat karena ulah keringat yang terus membasahi sampai dada,aku memaksa mataku untuk tidak terus menelusuri pemandangan itu sampai bawah dan melayangkan pandangan ke arah rumah bu.neni.
Kini setiap gerakan dari bagian tubuh itu membuat aku semakin tak betah duduk berlama-lama di depan-nya,tersengat arus listrik mungkin akan lebih baik jika harus tersengat setiap gerak tubuh laki-laki yang berada depan ku ini,setidaknya tersengat arus lisrik tidak akan membuatku begitu terangsang , “Kamu bisa tinggal di sini,tanpa harus menyewa kamar,aku tinggal sendiri dan kamar kosong di dekat ruang tamu tidak ada yang menempati”
“Bagaimana kamu bisa begitu mudah menawarkan bantuan pada seseorang yang bahkan namanya saja tidak kamu ketahui?” Aku terperangah karna ucapannya,Betul juga apa kata laki-laki itu,bagaimana bisa aku dengan mudahnya menawarkan tempat tinggal Cuma-cuma pada seseorang yang tidak aku kenal,bahkan namanya saja aku tidak tau..
Tapi itulah kegunaan pesona wajah-mu,bahkan aku saja tidak perlu menanyakan nama-mu untuk ku ajak tinggal bersama dalam satu rumah,terkadang kekaguman bisa mengalahkan kebiasaan.
Tingginya sekitar 183 cm,dengan rambut hitam di potong pendek serta jambang yang tak terbentuk dia berdiri di hadapanku dan mengulurkan tangan, “Aku Khrisna..” uluran tangan-nya ku sambut erat “Salam kenal” lanjutnya.
“Andre..,selamat datang di rumahku” senyuman kemenangan tersungging dari bibir ini,mengapa harus mencari sungai jika mata air itu keluar di bawah kakimu.
Fasilitas rumah ku tak terlalu buruk,televisi flat 27inc,Dvd player multy fungsi,2 kamar tidur,kulkas beserta isinya dan dapur yang sudah siap pakai pun sudah kusediakan,secara kasat mata semua itu cukup,tapi untuk aku semua ini masih belum lengkap,aku tidak punya seseorang yang bisa kuajak berbagi semua fasilitas ini,apa gunanya semua kelengkapan ini jika hanya dinikmati sendiri,seperti sebuah pohon apel merah berbuah ranum yang tumbuh di tengah danau sedangkan penghuni-nya adalah sekelompok Buaya.
***
(Love 2011)
Aku segera menghentikan kegiatan di depan laptop,menutupnya lalu memasukannya kedalam tas,seseorang menghampiriku dengan tergesa-gesa, “Sorry..” dia duduk tepat di hadapanku.. “Sudah pesan minum atau makan??”
Aku menganggukan kepala, “Gak apa-apa santei aja,kamu tidak sedang sibuk kan?” aku menunjuk 2 buah gelas di atas meja untuk memberitahukan berapa lama aku disini,terkadang pengorban tidak akan pernah terasa ketika semua itu dilakukan untuk orang yang kita sayangi,bahkan ego kita pun akan menurun drastis saat kita tak ingin kehilangan seseorang itu,lalu apakah ini sama dengan menurunkan harga diri sendiri?? Aku tidak akan pernah perduli jika ada orang yang menanyakan itu padaku,bahkan jika aku punya jawabannya sekalipun.
“Maaf yah beibs.. aku bener” lagi banyak kerjaan” genggaman tangan-nya membuat aku seperti terhypnotis dan dengan mudah menganggukan kepala,tanpa sepatah katapun keluar untuk menanyakan padanya mengapa dia bisa begitu mudah berkata maaf setelah menyuruhku menunggunya selama 3 jam setengah.
To be continue..
(maaf baru post lgmhope u guys enjoy.. ) ^:)^ ^:)^
ditmbhin terus ya,hehe.
@Andreaboyz : Tq bos,i try my best *sawerberlian
@andreaboyz : Lanjut gan,hope u enjoy
All : Mungkin setelah bagian ini,saya bakal lama lg posting lanjutannya,sabtu-minggu ada jadwal yang tidak bisa ditinggalkan,maafkan. *sembah
Hari yang melelahkan bersama dan mengenal “Dia”
(Simple 2008)
“Apa ini??” krisna menutup buku tebal yang sedang di bacanya sedari tadi, setiap kata penuh makna seolah dia tekuri sampai mengerti, kaos tipis berwarna putih yang melapisi tubuh krisna seperti sengaja di buat untuk memperlihatkan betapa indah tubuhnya,otot tangan kekar serta dada bidang di tambah bagian perut yang sixpack aku pastikan dia dapatkan dari hasil fitness, semakin kebawah pandanganku menyapu,semakin tak jelas perasaan ini, semua itu membuat aku memalingkan penglihatan dari-nya, udara malam yang sedingin ini pun tak mampu meredam panas-nya hasrat ku.
“Dari siang tadi belum kulihat kamu mengisi perut, ini mungkin tak selezat makanan di luaran sana, tapi cukup untuk mengisi lambung-mu yang terus bekerja walau tanpa ada isinya” ucap ku, nasi goreng sosis yang ku buat tak langsung dia terima.. “Atau kamu tidak suka dengan makanan ini?”
Dia masih belum menyentuh makanan itu,diperhatikannya wajahku seolah aku ini orang yang hendak meracuni-nya “Mengapa kamu melakukan ini?” Khrisna bertanya heran.
“Apa kamu tidak akan melakukan hal yang sama jika seandainya aku yang sedang berada di rumahmu saat ini?” jangankan hanya makan malam seperti ini jika kamu meminta untuk dibelikan makanan yang berkelas sekalipun, aku akan rela menyediakannya..
Di lihat-nya makanan itu tanpa bergerak sedikitpun,tak ada suara ku dengar.. “Baiklah kalau kamu tidak suka,aku akan membereskan-nya lagi” ucapku,dan beranjak membawa kembali piring berisi nasi goreng itu.
“Tunggu..” Khrisna menahan langkah ku lalu mengambil piring itu dan tanpa ragu mulai memasukan suapan pertama ke dalam mulutnya.
Aku tersenyum dan kembali duduk di samping Khrisna,ada yah orang seperti dia?,ditawari makan malam saja harus di buat repot.
“Apa aku harus makan dan diperhatikan oleh mu sampai selesai?” aku memalingkan pandangan darinya lalu mengambil buku yang tadi sempat di simpannya di atas meja,aku membuka halaman demi halaman,menutup dan membukanya lagi,itu pun tak cukup meredam rasa malu yang sedang membalut-ku dengan kuat, semakin salah tingkah tak tau harus berbuat apa.
“Ini yang kedua kalinya aku ke Bandung, kalau dulu aku hanya berkunjung 2 -3 hari saja,jadi cukup menginap di hotel” ucapannya barusan sangat membantuku dari keadaan yang tidak nyaman sesaat tadi, aku cuma mengangguk pelan.
“Lalu besok kau mau pergi kemana?” aku mengintip wajah nya dari sudut mata,dia masih asik dengan makan malamnya, “Entahlah,aku belum punya rencana” Khrisna melihat ke arahku “Apa kamu punya saran??”
Ditanya seperti itu aku tidak bisa langsung menjawab,aku saja yang sedang libur ini belum punya rencana untuk bepergian kemana-mana,bagaimana bisa aku memberi saran padanya, “Ya tergantung, kamu ingin pergi ke tempat seperti apa?”, dia terdiam,hanya denting sendok ber-adu dengan piring yang terdengar.
Seperti mendapat sebuah pencerahan,wajah Khrisna terlihat sangat bersemangat, “Bagaimana kalau kamu mengantarkan-ku ke tempat dimana Icon kota bandung berdiri?” pintanya sambil menyimpan piring nasi goreng yang belum dia habiskan.
Aku tak langsung meng-iya-kan ajakannya,Icon kota bandung?? Dimana tuh, dahiku mengerut. “Gedung sate maksud kamu?” jawab-ku ragu,dan dia hanya menganggukan kepala lalu meneruskan makan malamnya sambil tersenyum kecil, STRES!! Aku jalan-jalan ke Gedung sate, hari minggu pula, mau ngapain,ngitungin orang-orang jualan??,hadeuhhhh… menghela nafas panjang, kulihat Khrisna masih asik dengan nasi goreng itu, tapi mau bagaimana lagi, menolak pun tak enak rasanya.
NB : Kalau-kalau ada yang belum tau Bandung, biasanya pada hari minggu akan banyak orang berjualan di sekitaran Gedung sate, tepatnya di lapangan Gasibu, seperti pasar kaget atau sejenisnya,ramenya gak ketolong dah.
#
Kulihat angka 09.15 pada jam tangan digital yang melingkar di pergelangan tangan saat kami akan pergi meninggalkan rumah, mengenakan celana jins berwarna hitam dan T-shirt dengan warna senada tak lupa sebuah camera DSLR menggantung di lehernya yang kekar Khrisna melangkah dengan semangat menuju pintu, aku mengekor di belakang-nya, sekilas kucium harum parfum yang tidak asing,Aigner (clearday man) tidak salah lagi, itu adalah salah satu parfum kesukaanku, pantas saja dari kemarin harum dari tubuh laki-laki ini terasa sangat familiar di hidungku, aku tersenyum kecil tanpa alasan.
Kulajukan mobil ini keluar dari halaman,sepanjang perjalanan Khrisna sibuk menanyakan bagaimana dan seperti apa bentuk asli dari Gedung sate yang akan kita kunjungi nanti, “Ndre, dari tadi jawaban kamu tidak ada yang memuaskan” dia terlihat kesal dan akhirnya berhenti bertanya, “Nanti kamu lihat saja sendiri, bukankah kita sedang menuju kesana?” ucapku santai, Khrisna tak bergeming.
Tidak sampai 30 menit kami sudah sampai di daerah Gasibu, aku membelokan mobil menuju jalan kecil depan ‘Taman lansia”, karena di situ biasanya aku memarkirkan mobil, kami pun turun dan sedkit berjalan menuju sebuah gedung yang di dominasi dengan cat berwarna putih, sebuah gedung tua terawat, yang katanya memerlukan waktu sekitar 4 tahun dalam pembangunannya.
Bangunan monumental yang anggun mempesona dengan gaya arsitektur mengarah kepada bentuk gaya arsitektur Indo-eropa, “Jadi ini Icon kota Bandung,yang di bangun oleh hampir 2000 orang pekerja?” Khrisna memutar pandangan, aku hanya bisa mengangguk dan mengikuti-nya.
Dia membuka lensa camera, lalu mengambil gambar di halaman depan gedung, beberapa bunyi “Klick” aku dengar mengiringi langkah kami berdua “Gedung yang bagus, kalo tidak salah gedung ini di bangun tahun 1920 sampai…” dia mengantung kata-kata nya di akhir kalimat, lalu melihatku.
“1924 pada bulan september tepatnya, itu pun belum selesai 100%” kaget aku mendengar ucapan sendiri, ternyata aku masih ingat padahal itu semua aku pelajari waktu di Sekolah menengah pertama dulu, dia hanya mengangguk kecil, tersenyum tipis padaku dan melanjutkan langkahnya.
Mengelilingi gedung ini ternyata membuat kakiku cukup pegal, Khrisna makin asik mengarahkan lensa-nya ke setiap penjuru. “Apa kita bisa masuk ke dalam gedung ini?” dia bertanya sambil menunjuk sebuah pintu gerbang di samping gedung, aku mengangkat bahu “Entahlah..” lalu mendekati pintu gerbang, disana terlihat seorang security sedang berjaga,aku menanyakan padanya apakah kita bisa masuk kedalam gedung.
Khrisna menghampiriku “Gimana, bisa?” Tanya-nya bersemangat penuh harap, “Katanya kita tidak cukup berkepentingan untuk bisa masuk ke sana,jadi jawabanya ENGGAK BISA” aku menekan-kan intonasi pada kata itu untuk menunjukan kekecewaanku pada si security dan berlalu meninggalkannya, “Owh..,its ok” Khrisna tampak sedikit kecewa.
Masih di sekitaran area gedung sate, aku memutar penglihatan dan mencari sesuatu untuk di jadikan tempat duduk, aku menuju sebuah kursi taman berwarna hitam di belakang gedung lalu duduk di sana, Khrisna mengikuti di belakang.
“Ndre..” aku menoleh dan tiba-tiba “Clang” cahaya blitz tepat mengenai wajah, sontak aku berpaling, untuk sekejap pandanganku seperti mengabur dan di selimuti warna putih ke-abuan, “Gila..” aku mengumpat dan menutup mata untuk menghilangkan efek silau, tak berapa lama penglihatanku kembali normal, “Hahaha..,sorry2” untuk pertama kalinya aku melihat dia tertawa lepas dan itu Point plus untuk dia, karena di saat tertawa seperti itu dia terlihat semakin tampan.
“Andre.., apa kamu tau seperti apa bagian dalam gedung ini?” dia menutup lensa camera lalu menyusul duduk di sebelah ku, rupanya dia masih penasaran karena tidak di ijinkan untuk masuk kesana, kembali ku-layangkan pandangan mengamati gedung itu.
“Kalau tau secara detail sih enggak, karena aku sendiri pun belum pernah masuk kesana, setauku gedung ini dipakai untuk kantor Gubernur, mungkin layaknya perkantoran, isinya ya seperti itu, tidak lebih dari sekedar ruang kerja Gubernur beserta wakil,sekretaris,dan para asistent mereka” aku menjawab sekenanya, dan Khrisna menyimak dengan serius sambil sesekali mengangguk kecil.
Kami duduk cukup lama di kursi itu,3 batang rokok habis sudah menemani obrolan kecil seputar gedung ini, pertanyaan-pertanyaan Khrisna seputar Gedung sate dan tempat-tempat lain yang bisa kita kunjungi seperti tak ada habisnya, sampai saat aku bertanya “Apa kamu tidak merasa lapar?, kalau kamu mau kita bisa makan siang macam-macam seafood,di daerah sini” aku menawarkan, sekaligus mengakhiri pembicaraan membosankan tentang Gedung ini.
“Emmnn Boleh..” jawabnya singkat tapi membuatku lega, setidaknya semua pertanyaan dia bisa di tahan dulu sampai acara makan siang selesai, kami pun beranjak dari kursi dan berlalu meninggalkan area Gedung sate menuju tempat makan siang di jalan “Cilaki”.
Jarak dari Gedung sate menuju Jln.Cilaki sangat dekat, kurang dari 5 menit perjalanan, kita sudah berada di sana, aku langsung mencari tempat duduk, keadaan di sana belum cukup ramai,kulihat hanya beberapa pasangan dan 1 keluarga kecil sedang menikmati makan siang, sengaja kupilih meja paling belakang agar tidak sering di lalui orang.
Daftar menu sudah tersedia di meja,aku memesan Udang asam manis dan Kepiting saus padang, “Kamu makan apa Khris??” dia masih melihat daftar menu “Cumi goreng tepung,cha kangkung” ucapnya pada waiter yang sedang mencatat pesanan kami, tidak ketinggalan nasi putih dan Es teh manis tentunya, tak banyak yang kami bicarakan saat itu, masing-masing dari kita berdua tampak menikmati sekali menu makan siang saat itu, dan aku baru tau ternyata dia “Kidal?” (tangan kiri yang lebih aktiv), hmmnn.. aku tak menyadarinya saat dia makan malam kemarin.
Selesai makan siang, kami berkeliling sebentar di sekitaran Jln.Cilaki dan Taman lansia, membeli beberapa makanan ringan, dan mampir di kafe cisangkuy untuk menikmati yoghurt nya,lalu memutuskan untuk pulang dan ber-istirahat, seperti tadi pagi saat perjalanan menuju Gedung sate, pertanyaan-pertanyaan Khrisna seputar kota ini membuat aku kewalahan, dan lagi-lagi aku hanya bisa pasrah, menjawab semua itu sambil menikmati wajah Khrisna diam-diam dengan ujung mata, pengorbanan dengan imbalan yang setimpal, pikirku.
(Love 2011)
Kopi yang aku buat sudah tidak panas lagi,setengah cangkir terakhir, ku teguk sampai habis, lalu meneruskan kegiatanku dengan laptop, sepuluh jari tangan masih memainkan peranannya di atas huruf A-Z, malam ini udara sangat tidak bersahabat, ranting pohon yang tertiup angin besar beradu dengan kaca jendela di pojok kamar, meghasilkan bebunyian seperti ketukan kecil yang berkelanjutan, udara malam ini menjadi semakin dingin, apalagi selepas hujan deras tadi sore, aku menekan tombol save di pojok kanan atas tampilan Microsoft word lalu mengulat melemaskan otot punggung dan leher, tiba-tiba terdengar lantunan sebuah lagu “And i’m crazy over you, i don’t know what to do, i’m crazy over you…” langsung ku ambil handphone dan melihat layar-nya, tertulis
Incoming Call
"MyAlvin”
Me : “Ya Vin..”
Alvin : “Aku di depan rumah bebs,kok di gembok pagar-nya?”
Me : “Oh sorry,kamu gak bilang mau dateng hari ini.”
Tut.. tut.. tut.. tiba-tiba telephone terputus, aku langsung berhambur keluar kamar,mengambil kunci dan menuju pagar, kulihat Alvin sedang berdiri di luar sana, membuka gembok pagar lalu memberikan jalan untuk dia masuk, samar-samar kucium bau alkohol “Malem bebs…” cuma itu yang dia ucapkan lalu meninggalkan ku masuk kedalam rumah,setelah mengunci kembali pagar rumah aku mengikutinya.
Kepulan asap dari cangkir yang berisi teh panas berangsur menghilang, kini kami berada di ruang tengah, hening…
Duduk dengan jarak tidak seperti biasanya, aku di ujung kiri dan dia di ujung sebaliknya, “Kamu belum tidur bebs?” Alvin bertanya tanpa melihat ku, kepalanya terkulai di sandaran sofa, aku menggelengkan kepala tanpa bersuara. “Kok kamu diem aja bebs,kenapa?” kelopak matanya sedikit terbuka,dan memandang wajahku.
“Kamu mabuk lagi vin?,bukannya dulu kamu bilang…” belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, tiba-tiba Alvin memotong, “Ssssttt… “ dengan payah dia menghampiri, menempelkan telunjuknya di bibirku, “Untuk kali ini saja,bisa gak kita lupakan itu bebs?”.
Kesal, marah berkecamuk dalam hati, dia sudah 2 kali mengingkari janjinya, dan ini mungkin menjadi yang ke 3 kalinya, baru saja aku akan membuka mulut untuk meluapkan kekesalan, dengan cepat bibirku di tutup dengan sentuhan lembut, hangat, basah dan sedikit beraroma alkohol oleh bibir-nya, dan itu kelemahanku, dia sangat-sangat tau jika itu terjadi maka aku akan dengan pasrah menerima perlakuannya dan menikmati setiap moment-nya.
Lama bibir kami berpagut,lambat-laun aku terbawa suasana malam yang dingin ini, tangan Alvin dengan sigap membuka 2 kancing atas polo-shirt yang ku pakai, melepaskannya dari tubuhku, ciuman itu lepas sejenak, Alvin membuka kaos yang ia kenakan lalu melepaskan celana ¾ yang ku pakai dan melemparkannya ke belakang sofa, kini aku hanya terbalut celana dalam Dolce gabana berwarna hitam, kembali kami saling berpagut, lidah nya menyapu bagian dalam mulut-ku, jika dia melakukannya dengan nafsu, lain hal-nya denganku,a ku melakukannya atas dasar “CINTA”, benarkah ini kulakukan atas dasar cinta??, ku tudingkan pertanyaan untuk diri sendiri.
Kami memutar posisi, kini dia lebih leluasa menindihku, Alvin dengan segala kelihaian dalam bercinta mulai melakukan aksinya, kini bibir itu turun ke dagu, leher, dada, perut lalu pusar, menciumi setiap bagian sensitiv, setiap jengkal tubuhku tak luput dari licin dan hangat lidah nya, kembali Alvin melumat bibirku, kini udara dingin tak kurasa sedikitpun, suhu tubuh memanas terpancing gairah yang besar, pelan namun pasti aku membuka resleting celana levis berwarna biru yang ia kenakan di bawah pinggul, kurasakan sesuatu menganjal di atas perut ini, kenyal tapi semakin mengeras,terasa hangat dan berdenyut.
Malam itu kami bermandi keringat, kegilaan demi kegilaan berlanjut tanpa jeda, tubuhnya semakin liar bermain di atas ku, ”Vin..,hhhh” setengah mendesah aku memanggil namanya, antara menikmati permainannya dan terganggu dengan berat tubuhnya yang menindihku, malam terasa begitu cepat, sekilas ku lihat jam menunjukan pukul 02.25 dini hari, Alvin masih sibuk dengan semua aturan main yang dia ciptakan, dan aku…?, ya aku menikmatinya, benar-benar menikmati setiap detik yang berlalu, hingga tiba saat dimana kurasakan beberapa kali denyutan di belakangku ”Ah..sshhhh hhhhh…” desahan Alvin yang panjang mengakhiri malam itu dengan sempurna, nafas yang tidak teratur dan keringat masih menetes di dahinya kini Alvin terkulai lemas di sampingku.
Terkadang aku berpikir apakah aku ini seperti seorang pelacur murahan?, ”di datangi hanya untuk di tiduri”, tapi semua pikiran itu melembut lalu menghilang saat kecupan lembut Alvin di bibir ini menjadi hidangan penutup sensasi kenikmatan, sepertinya kami akan tidur pulas dan terbangun siang hari, siang sekali.
To be continue...