BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

~Man Simple Love~

2»

Comments

  • suka gaya lo bercerita. lanjut...!!
  • @Amavie : Ty Gan.. :)

    Nanti malam baru bisa posting lg...
  • edited February 2012
    PART IV

    Mengagumi yang tak tergapai…
    (Simple 2008)

    Seharian ini kami hanya berdiam diri bermalas-malasan di rumah, memutar beberapa film lalu membuat makan siang dengan bahan seadanya dan menikmati semua itu dengan penuh canda-tawa, sampai pada saat dimana kami hanya berdiam tanpa kata ketika terdengar alunan merdu suara Eric Clapton yang sedang menyanyikan sebuah lagu berjudul “Tears in Heaven” dari laptop Khrisna yang sedari pagi belum dia matikan, “Kamu tau cerita di balik lagu ini Ndre?” Tanya Khrisna memecah diam yang tadi merengkup kami berdua, aku hanya menggelengkan kepala dengan wajah bodoh, “Tragis..” lanjut nya.

    Hening kembali membalut kami, walaupun sebenarnya aku masih penasaran dengan cerita di balik lagu itu, aku mematikan api rokok di asbak lalu bertanya padanya “Memang ada cerita apa di balik lagu itu?” Khrisna menyandarkan tubuh di sandaran sofa dengan kedua tangan menopang kepala, “Kamu pernah merasa kehilangan seseorang yang sangat bearti dan sangat kamu sayangi?” aku mengangguk, “Inti dari lagu itu adalah kesedihan mendalam karena telah di tinggalkan seseorang yang sangat dia sayangi” lanjutnya, aku mengerutkan kening, “Bukankah pencipta lagu itu dia sendiri, memang apa yang terjadi?” tanyaku.

    Menarik nafas panjang, Khrisna seolah pernah mengalami kejadian itu dan mulai menjelaskan, “Ya dia yang menciptakan lyric lagu itu, untuk anak-nya sendiri yang telah pergi lebih dulu menghadap tuhan” Semakin tertarik aku mendengarkan semua itu, jadi lagu ini tercipta karena sebuah kejadian nyata?, Khrisna menangkap sinyal ketertarikanku akan ceritanya, dan melanjutkan kisah itu, “Entah karena kelalaian siapa,anak nya yang baru berusia.. " ceritanya terhenti sejenak,wajahnya seperti orang yang sedang berusaha keras mengingat sesuatu, “Ah aku lupa usia anak itu, intinya anak itu terjatuh dari jendela lantai 2 rumah nya, dan akhirnya meninggal dunia” Khrisna melihat ke arahku, “Jika kamu hapal lyric lagunya,di sana tertulis *Would you know my name,If i saw you in heaven…
    Will it be the same, I i saw you in heaven” matanya menerawang,menatap ke atas, kosong.

    Aku mencoba mengartikan kata-kata itu, *Apakah kamu tau namaku,dan akan kah semua sama, jika kita bertemu di surga nanti?, aku mengangguk kecil, “Bisa kamu rasakan apa yang dia alami?, atas semua penyesalan-nya karena tidak bisa menjaga anaknya yang mungkin saat itu belum bisa mengingat apa-apa tapi sudah harus pergi di panggil tuhan, dan kekhawatiran dia tentang anaknya, apakah bisa mengingat dia ketika nanti mereka di pertemukan di surga?” lanjutnya.

    “Its so abjection, tidak.. aku tidak mau mengalami, bahkan membayangkan semua itu” aku bergidik, beranjak dari sofa lalu melangkah menuju dapur dan mengambil sebotol air mineral dari kulkas, “Lalu rencana-mu besok mau kemana?” Tanyaku setengah berteriak dari arah dapur, tak berapa lama Khrisna datang menghampiriku ke dapur, mengambil susu coklat kemasan karton dari dalam kulkas lalu menuangkan nya ke dalam gelas, meminum setengah dari isi-nya lalu berkata, “Aku serahkan semua padamu, intinya aku ingin berkunjung ke tempat-tempat dimana itu semua adalah ciri khas kota ini” seraya mengelap noda susu yang menempel di bibir-nya dengan punggung tangan, “Owh.. ok,gampang itu mah” aku mengangguk tanda setuju.

    Masih di area dapur yang tak terlalu besar, aku mengambil beberapa peralatan makan kotor dari meja makan, lalu membawanya ke tempat cuci piring, membersihkan semua dengan cepat, Khrisna masih terduduk di ujung meja makan sambil melihat semua kegiatan ku di dapur, “Kamu seperti sudah terbiasa dengan pekerjaan ini Ndre, sejak kapan kamu mulai tinggal sendiri?” mengambil lap handuk, mengeringkan tangan dan duduk bersebrangan dengan-nya aku menjawab, “Kalau kamu tanya apa keahlianku, maka apa yang kamu lihat tadi mungkin adalah jawabannya, aku mulai tinggal sendiri saat duduk di kelas 2 SLTP, jangan tanya apakah aku menikmatinya?” dia menggelengkan kepala, “Jawabannya pasti TIDAK” lanjut-ku.

    Dia mengisi kembali gelas yang sudah kosong itu dengan susu coklat tadi, “Lalu dimana orang tu…? ” dia lalu terdiam seketika, “Sorry,aku nanya-nya kejauhan” Aku tersenyum kecil, “Gpp santai aja Khris, aku tidak ada masalah dengan pertanyaan itu, hanya saja jika ku ceritakan, akan menghabiskan waktu yang lama” dia tersenyum, meneguk susu dalam gelas sampai habis, “Jika tidak keberatan, dengan senang hati, aku akan mendengarkan semua tentang kamu sampai selesai, Susu coklat nya masih banyak kan di kulkas?” ucap Khrisna seraya mengangkat gelas kosong di tangan kiri, aku tergelak mendengar candaan-nya di akhir kalimat itu.

    (Point A)

    Menarik nafas, ingatanku mengapung kemasa silam beberapa tahun kebelakang, cerita masa kecil-ku bukan lah cerita bahagia seperti anak-anak pada jaman sekarang, yang aku ingat adalah aku seorang anak laki-laki dengan segala keterbatasan dalam soal materi, bukan kekurangan tapi hanya tertahan pada kata “Cukup”, pada masa itu jika semua anak di panggil oleh ibu mereka di saat sore hari hanya untuk di suruh mandi, berganti pakaian, makan, dan berkumpul bersama keluarga di rumah, aku... tidak begitu, aku akan pulang ketika semua anak-anak sudah di panggil oleh ibu-ibu mereka, aku pulang karena tak ada teman lagi untuk bermain, kembali ke rumah, mandi,berganti pakaian, makan dilakukan sendiri, jika anak lain selalu di Tanya “Mau makan apa?” lalu si orang tua menyediakan apa yang anak mereka inginkan, Aku hanya bisa makan dengan apa yang sudah di sediakan di rumah, tidak peduli aku suka atau tidak dengan makanan itu.

    Memang di mana orang tua-ku? Mungkin itu pertanyaannya... Ada, mereka ada di rumah, hanya saja mereka bukan tipe orang tua yang suka memanjakan anak-nya dengan cara seperti itu, lalu jika semua anak-anak se-umuranku dibelikan mainan oleh orang tua mereka, Aku hanya bisa melihat mereka membawa-bawa mainan itu saat kita sedang berkumpul di rumah salah satu temanku, meminjam-nya jika di ijinkan oleh si pemilik mainan itu, jika tidak.. aku kembali hanya bisa menyaksikan mereka asik bermain dengan yang lain dan menjadi anak yang tersisihkan karena tidak mempunyai apa yang mereka miliki.

    Khrisna masih menyimak semua yang aku ucapkan, “Apa kamu merasa sedih dengan keadaan itu?” dia bertanya, “Saat itu.. mungkin IYA pastinya, dan aku membenci ayah dan ibu” jawabku, karena mereka tidak memberikan apa yang teman-teman ku punya, baik itu mainan, makanan, pakaian (yang aku inginkan) dan segala sesuatu yang bisa membuat seorang anak kecil terlihat senang dan bahagia saat itu.

    Jikalau aku di belikan mainan pun semua itu bukan yang aku inginkan, bukan sebuah mobil-mobilan, pistol air, robot gundam, dan sebagai nya, aku hanya di belikan mainan dari tanah liat berbentuk ular, yang dililitkan pada sebatang kayu, lalu bisa naik turun ketika kita membalikan posisi-nya, atau sekedar dibelikan kembang api yang dulu harganya cuma 250 rupiah 1 bungkus, saat itu aku kesal, marah, dan sedih lalu bertanya mengapa mereka tidak membelikan sesuatu seperti apa yang teman-temanku punya saat itu, jawaban orang tua-ku selalu sama “Gak ada duidnya” cuma itu yang mereka katakan.

    Berkaca-kaca lah mataku jika mengingat semua itu, beranjak dari kursi dan melangkah menuju kamar, alasan sebenarnya aku meninggalkan dapur saat itu adalah Aku tak mau dia melihat air mata ini menetes karena apa yang aku alami semasa kecil dulu, mengelap air mata yang terlanjur meleleh di pipi dan kembali ke dapur dengan sebatang rokok, ku pasang wajah se-normal mungkin lalu menyalakan rokok putih itu, Khrisna masih disana di tempat yang sama tanpa mengubah posisi duduknya, “Jika kamu tidak ingin melanjutkan semua itu, aku tidak akan memintamu” katanya setengah ragu, sia-sia sudah usaha-ku untuk tidak terlihat cengeng di depan dia, rupanya Khrisna menyadari mata ku yang merah karena ulah air asin yang tadi sempat menampakan sisanya, “Its ok, aku baik-baik saja” sambil menahan malu yang menggantung di wajahku.

    (Point B )

    Tidak sampai situ saja kisah masa kecil-ku, Entah karena alasan apa dulu anak dari bibi-ku, Nanda namanya, (Bibi = adik perempuan dari orang tua kita), selalu mendandaniku dengan pakaian perempuan lengkap dengan aksesorisnya, wajahku di poles makeup, bibirku di kenakan lipstick, dan aku di suruh nya bergaya di depan kaca lemari sambil bernyanyi, pertama kalinya aku heran mengapa harus ada permainan seperti itu, lama-lama aku terbiasa dan seperti menikmati semua yang aku lakukan, melenggang di depan kaca lalu bernyanyi dengan pinggul di goyang ke kanan-kiri, kulihat Teh Nanda tergelak melihat apa yang aku lakukan.

    (Point C)

    Mungkin ini adalah beberapa kejadian yang membawaku pada dunia “Penyuka sesama jenis”, aku selalu menyakini kalau inilah kejadian yang membuat aku menjadi menyukai laki-laki, Dulu aku sering bermain ke rumah bibi-ku, dan pada suatu saat di rumah bibi-ku tidak ada siapa-siapa kecuali Paman yang sedang asik menonton film di salah satu chanel tivi, karena tidak ada yang bisa ku lakukan, maka aku pun bergabung dengan paman menonton tivi dan berbaring di sebelahnya, saat itu sore hari yang dingin karena sedari siang gerimis begitu semangat mengguyur kota ini tak ada hentinya, selang beberapa lama setelah aku bergabung dengannya, tanpa alasan yang jelas paman menyelimuti ku dengan kain sarung yang ia kenakan, aku tak punya pikiran apa-apa saat itu, lalu dia mendekapku dari belakang dengan posisi aku memunggungi dia, kejadian itu berlangsung lama, dan lagi-lagi aku hanya diam, tiba-tiba dia meraih tanganku dan memasukan kedalam celana dalam-nya, aku kaget karena semua itu tapi tak bisa apa-apa karena posisiku sedang di dekap oleh nya, kurasakan sesuatu yang keras panjang berbulu dan panas, dia menuntun tanganku untuk melakukan gerakan mengocok, setelah dia rasa aku bisa melakukan itu dia melepaskan tangan nya dari tangaku, lalu terdiam menikmati apa yang aku lakukan, aku tidak ingat apakah saat itu dia mendapatkan orgasme atau tidak, yang ku ingat kejadian saat itu hanya sampai aku melakukan gerakan mengocok, kejadian itu sering terulang disaat semua orang sedang tidak ada d rumah, kadang ketika aku sedang bermain kerumah nya atau dia sengaja membawaku dari rumahku dengan alasan untuk di ajak berjalan-jalan,dan di ajak ke rumahnya yang sering kosong.

    Selain Paman, ada lagi anak dari Ua-ku (Ua = kakak dari orang tua kita), Ujang namanya, juga suka melakukan hal yang sama padaku, dia lebih parah, ketika dia mencapai orgasme dia selalu mengelap/membersihkan mani-nya menggunakan kaos dalam yang aku kenakan, dulu aku berpikir bau-nya sangat aneh, apalagi bentuknya berupa cairan putih kental dan jika di pegang akan terasa lengket di tangan, semenjak itu aku senang sekali melihat Mr.P awal nya, lama-lama aku menyukai saat-saat aku harus melihat sosok laki-laki setengah telanjang, dan berlanjut sampai aku benar-benar suka/senang bila melihat sosok laki-laki tampan dan gagah, positip saat itu aku yang dulu hanya anak kecil yang kurang perhatian, kasih sayang, dan menyedihkan, kini menjelma menjadi sosok anak laki-laki yang menyukai laki-laki. (Aku melewatkan Point C tentunya, tidak ku ceritakan pada Khrisna, aku belum siap untuk membuka Orientasi sex-ku padanya saat itu).

    (Love 2011)

    Sengaja Laptop tak kumatikan, aku beranjak dari kursi mengulat seperti biasa untuk meregangkan otot, leher, pinggang dan bahu setelah cukup lama di pakai untuk bekerja di depan laptop, berlalu meninggalkan kamar dan menuju dapur, membuat secangkir kopi susu dan berniat menikmati-nya di kursi rotan depan rumah dengan beberapa batang rokok dan mengobrol dengan Alvin, karena sudah 2 hari ini dia bermalam di rumahku, saat akan membuka pintu depan, aku melihat Alvin sedang berbicara dengan seseorang di depan pagar rumah, asik sekali mereka berdua, seseorang itu ternyata Gina, seorang wanita cantik bertubuh mungil dengan rambut di ikat kebelakang memperlihatkan leher putih nya yang mulus, dia adalah anak dari tetangga depan rumah ku, sesekali aku melihat gina menepuk lengan Alvin karena sesuatu yang sedang mereka bicarakan, kejadian itu berulang beberapa kali, tak heran aku melihat Alvin bisa se-akrab itu dengan Gina, karena Alvin memang tipe orang yang supel dan gampang di sukai banyak orang, bahkan orang yang baru pertama kali bertemu.

    Niat-ku menikmati sore hari di depan teras terpaksa aku batalkan, aku duduk di sofa dan memutuskan untuk menikmati secangkir kopi dan beberapa batang rokok, di sini saja dalam rumah, di ruang tamu tepatnya sambil menyaksikan asik-nya mereka berbincang, lama semakin lama aku menjadi jengah juga melihat mereka berdua, ada sedikit rasa cemburu menggelitik, walau sudah kutepis jauh perasaan itu, tapi tetap saja tak bisa di sangkal, dari menggelitik kini menjadi seperti garukan kecil namun perih, jika aku terus melihat kejadian itu, pikiran yang bodoh namun membuat pertahanan-ku roboh, semakin lama aku menyaksikan mereka, maka semakin naik saja level rasa cemburu itu, dan akhirnya aku menyerah lalu beranjak dari kursi sofa meninggalkan tontonan menyebalkan itu, kembali ke kamar dan melanjutkan kegiatan ku dengan Laptop yang masih menyala sepeninggalan ku tadi.

    To Be Continue...
  • edited February 2012
    Asyik nih,udh diterusin..tambh lg ya.
  • edited March 2012
    PART V

    (Simple 2008)

    Cerita ku terhenti untuk waktu yang cukup lama, Khrisna masih tak bersuara, dalam keheningan itu Khrisna beranjak dari kursi, membuka kulkas dan mengisi kembali gelas kosong-nya dengan susu coklat lalu kembali duduk di tempat yang sama, “Aku masih menunggu” ucap-nya datar.

    (Point D )

    Jam menunjukan pukul 04.50 dini hari, aku terbangun karena suara gaduh seperti suara benda berat di geser, di tambah riuhnya suara orang berbicara mulai dari membahas jam berapa “mereka” datang, kursi ini harus di pindahkan kemana dan sebagainya, setengah sadar aku beranjak dari tempat tidur lalu melangkah keluar kamar, beberapa kerabat kulihat sedang memindahkan sofa dari ruang tamu keluar rumah, sebagian masih bergantian keluar-masuk kamar mandi, “Ada apa ini?” tanyaku pada seorang wanita tua tetangga sebelah rumah yang ikut sibuk membereskan rumah-ku, tapi tak ada jawaban darinya yang kudapat hanyalah pemandangan wajah murung dengan mata berkaca-kaca dan akhirnya berlalu meninggalkan-ku yang masih kebingungan.

    Samar-samar ku dengar mama memanggil namaku berulang-ulang, dari pintu depan ku lihat mama di bantu 2 kerabat berjalan menghampiriku, isak tangis itu begitu memilukan menyayat hati, mata-nya sembab bersemu merah,menyeruak dia memeluk tubuh kurus-ku dengan tangis yang semakin menjadi, dengan kebingungan yang masih belum terjawab ku balas pelukan mama dan ikut mengurai air mata tanpa alasan, mengapa hati ini begitu sesak melihat air mata mengalir di kedua mata indah mama, tak butuh waktu sampai 5 menit aku sudah bergabung dengan tangisan mama, “Ma kenapa, ada apa?” dengan terbata-bata dan tangisan yang tak henti dia hanya mampu berucap “B-bapa.. Ndre,bapa..” aku masih belum mengerti sampai saat ku lihat paman-ku di bantu beberapa laki-laki anak tetangga membopong sebuah keranda masuk ke dalam rumah, apakah itu alasan mama menangis, apakah di dalam sana bapa-ku berada?, aku melepas pelukan mama yang kini hanya mampu duduk bersimpuh berusaha menahan tangis nya, menghampiri keranda itu dan menyaksikan orang-orang membaringkan sesuatu berbalut selimut putih di atas lantai yang beralaskan karpet merah marun, tangan-ku bergetar hebat saat membuka selimut yang menutupi tubuh kaku itu, tenggorokan ini serasa di cekik,seperti ada sesuatu yang ingin keluar tapi tertahan dan hanya bisa mematung melihat wajah pucat tanpa expresi terbaring di sana, wajah yang tak akan kulihat lagi senyum-nya, wajah yang tak akan kutemui lagi sampai kapanpun, “Pa.., bapa, bapa kenapa?.. bangun pa, ini andre..” tetap tak ada reaksi, dia tetap membujur kaku disana, tak mau mendengar apa yang aku ucapkan, “Pa.. “ itu yang terakhir keluar dari mulut ku, lalu di susul tangisan hebat yang saat itu keluar tanpa kutahu jelas apa alasan-nya, apakah karena dulu aku memang sudah bisa mengerti apa itu arti kematian dan ditinggalkan?!.

    Ayah ku meninggal dunia, saat itu aku baru saja memasuki bulan pertama menjadi murid SLTP, bahkan raport pertamaku pun tidak sempat di lihat-nya, hidup tanpa seorang ayah pada saat itu bukanlah hal yang mudah bagi aku, mama dan adik perempuanku, mama terlihat sangat letih dengan kegigihannya menghidupi kami berdua, aku sempat di titipkan pada kerabat dekat karena mama tak mampu membiayai sekolahku, sampai pada akhirnya 2 tahun kemudian mama menikah kembali dengan seorang laki-laki yang lebih tua 20 tahun darinya, aku di jemput kembali dari rumah kerabat untuk di ajak tinggal bersama dengan seorang “Ayah” baru, tapi itu ternyata adalah awal baru dari kehidupan yang sama sekali tidak aku inginkan, selain kaka-kaka tiriku ternyata ayah tiriku pun tidak pernah menyukai kehadiran-ku di rumahnya, bukan sesekali saja aku bertengkar mulut dengan mereka, hampir semua kegiatan ku baik di rumah atau di luar rumah di pantau oleh mereka tanpa alasan yang jelas, puncak dari semua itu aku lelah dan menyerah pada pendirian-ku sendiri akan arti patuh dan menghormati orang tua, pertengkaran hebat-ku membuahkan keputusan kalau aku tidak ingin lagi berada di rumah itu dan memutuskan untuk tinggal di rumah yang dulu, peninggalan ayah, cukup 1 tahun saja aku hidup dengan mereka, dan akhirnya tinggal sendiri, biaya makan dan sekolah selalu mama kirim se-minggu sekali, jarak rumah ayah tiriku dan rumah yang aku tinggal sekarang memang tidak jauh, tapi aku lebih merasa nyaman tinggal berpisah dengan mereka, dari sini aku mulai berusaha mandiri, segala sesuatu ku-hadapi sendiri, menjadi sosok yang tak tau apa itu arti sebuah keluarga bahagia, bertahan dengan prinsip sendiri, sampai akhirnya Ayah tiriku memutuskan untuk ber-domisili di Cirebon, kota tempat kelahirannya, Ibu dan adik pun ikut ber-migrasi kesana.

    Kembali bayanganku pada masa ini, semua cerita masa lalu itu tak seharusnya ku bagi dengan siapapun,tapi mengapa pada-nya aku seperti menyerah, menumpahkan tanpa malu?, kembali sosok Khrisna membuatku rela melakukan apapun.

    Tak terasa sore itu berlalu dengan cepat, malam menghampiri tanpa permisi, hanya datang begitu saja di temani gerimis yang menambah pekat dan kelam cerita masa lalu-ku, aku mematung di sana di sebuah ruangan yang hanya ada aku dan Khrisna, 5 menit berlalu tanpa kata dan gerak tubuh, “Kamu berhasil Ndre..” ucap Khrisna sesaat kemudian, aku hanya memandang bingung, “Kamu berhasil melewati masa lalu itu dengan baik, menjadi dirimu yang sekarang adalah suatu pretasi hebat untuk-ku” lanjutnya, menyimpan gelas di tempat cuci piring lalu menghampiri aku, tiba-tiba sebuah tepukan kecil mendarat di pundak, “Jika semua itu terjadi padaku, mungkin hari ini aku tidak akan pernah bisa mendengarkan kisah hebat itu, karena aku tak akan sekuat dan setegar kamu” Dan aku hanya bisa tertunduk, mengucapkan terima kasih tanpa suara, entah untuk siapa ucapan itu tertuju, yang pasti aku bersyukur dengan apa yang aku miliki sampai hari ini.

    Khrisna tak langsung beranjak dari posisinya tadi, tak berapa lama aku merasakan seperti angin panas menyentuh tengkuk, aroma susu coklat mengapung tercium tipis di depan wajah, desah nafas-nya terasa begitu dekat dengan telingaku, mendadak aku tak mau melakukan apa-apa, ingin tetap seperti ini, jangan biarkan waktu ini berlalu meninggalkan aku dalam ketidakpuasan, tanpa perlu sebuah alasan aku merasa begitu nyaman dengan keadaan saat ini, nafas itu semakin terasa berat kudengar, “Lalu kemanakah rencana kamu mengantar aku hari ini?” tanya Khrisna tepat di samping kepalaku, aku memutar pandangan padanya dan kini jarak kami tidak lebih dari 5cm saling berhadapan, “Ini sudah malam, tapi kalau kamu mau aku bisa mengajak-mu ke tempat yang bisa dinikmati pada malam hari” aku menawarkan setengah berbisik, wajah itu terasa semakin mendekat dan lebih dekat, sesaat aku ingin memejamkan mata dan berharap semua khayalanku menjadi sebuah kenyataan malam ini, aku menginginkan wajah itu semakin dekat dan akhirnya merasakan bibir Khrisna yang beraroma susu coklat, Degup jantung seperti berkejaran dengan nafas-ku yang memburu, antara keinginan dalam hati dan kenyataan dalam gerak tak pernah ter-sinkronisasi, Sistem keseimbangan yang tidak pernah aku pahami.

    “Aku rasa kita lebih baik tidak kemana-mana hari ini, besok pagi saja kita mulai berpetualang kembali” wajah itu menjauh, Khrisna menarik tubuhnya berlalu meninggalkan dapur, Aku menghela nafas kecewa, lemas rasanya dia mengakhiri ini dengan berlalu meninggalkan aku dalam sebuah rasa yang mengganjal, mungkin mulai saat ini aku jangan terlalu banyak berharap, semua khayalanku tadi buyar dalam sekejap, menjadi kepingan-kepingan rapuh yang akan hilang dengan sendirinya, karna terhempas udara dingin yang memaksa masuk lewat celah jendela dapur yang tidak tertutup rapat.

    Aku pun berlalu meninggalkan ruangan kecil itu, melepaskan
    semua kekecewaan dan keinginan bodoh yang tadi melintas di kepala, meletakan-nya di sana di saksikan gelapnya kenyataan yang tidak sejalan dengan harapan, memadamkan lampu dapur lalu menyusul Khrisna yang kulihat sedang berbaring di depan televisi, “Kamu yakin tidak akan pergi hari ini?” Tanya-ku dan ikut berbaring di sebelah-nya, “Hemmn..” dia menganggukan kepala tanpa expresi.

    Melihat kembali wajah itu membuat aku berpikir bahwa apa yang tadi kulamunkan tidaklah begitu muluk, siapapun akan berpikir sama, siapapun akan rela di jamah oleh-nya, dengan wajah setampan itu dia bisa membuat orang-orang seperti aku menunduk patuh, pasrah menjadi hamba tanpa harus di paksa, hanya saja.. adakah kesempatan-ku untuk semua itu?!, dia seperti lautan lepas berwarna biru cerah berkilau di tempa sinar matahari pagi, dengan pemandangan bawah laut yang akan merayumu untuk datang lalu menikmatinya, rela menyelam tanpa ragu, hanya pergi jauh ke dasar nya dan bertahan disana, tapi kembali lagi dia hanya menyediakan pemandangan saja, hanya bisa di lihat tanpa bisa di sentuh.

    #

    Sudah aku coba buang jauh-jauh
    Sudah aku tahan walau terasa berat
    Sudah aku tinggalkan walau tak bisa

    Tapi semua seakan tak bisa hilang ,malah semakin merekat tak mau terlepas..
    Atau memang harus ku telan semua pahit ini dan tak menyisakannya untuk di ingat?


    To be continue...
  • kapan nin lanjutan.y???
    ga sbar,,, critanya simple tpi tokohnya msih itu"aja,, tmbahin donk biar ada konflik gmna gtu,,
    ska dgn sosok andre #mnurut hayalan q sih,, hehe
  • Maaf baru bisa posting lagi >.<

    @Idans_true : siapppp..

    @Vioboy : Iya nih telat,kmrn ada kerjaan ke luar kota, memang gak banyak tokoh terlibat, paling nanti juga hanya ada beberapa tokoh tambahan saja, but thx bwt masukan nya :)
  • edited March 2012
    PART VI

    (Love 2011)

    Bohong jika ku bilang aku tidak kesepian, bohong bila aku saat ini merasa tenang, bohong juga kalau sekarang aku tidak sedang memikirkan dia. Sudah hampir satu minggu Alvin tidak pernah menemuiku, telp ku pun tidak pernah di terimanya, hanya berujung pada suara sang operator yang menyuruhku meninggalkan pesan, puluhan kali ku kirim pesan dan tidak lebih dari 3 kali dia membalas, isinya singkat saja “Maaf bebs,aku lagi ada kerjaan”.

    Mengapa rasa tak mau kehilangan ini begitu membesar sejalan dengan sulitnya aku menemui Alvin?, semakin lama semakin membumbung, mengembang tak terkendali tak sedikitpun menyisakan ruang tenang dalam kepala, mungkin benar bila semua tak sejalur, jika itu memang sebuah pilihan tentu saja jawabannya “TIDAK”, bukan tak mau berusaha, bukan tak ingin mencoba, tapi dia mengalir sendiri tanpa bisa diselami, dulu rasa kehilangan itu begitu menyengat, dan tetap ku hadapi sampai saat ini masih kucoba hadapi, kini rasa itu hanya menggelitik, tapi sekali lagi… tetap saja “Menyakiti”, lagi-lagi harus selalu ku hadapi, aku sudah kebal dengan yang namanya sakit hati, aku sudah mati rasa dengan yang namanya kesepian, tapi ketakutan akan di tinggalkan masih saja me-nyarang di hati.

    Sulit rasanya mengajak mata ini untuk terpejam, lebih dari 30 menit aku hanya berbaring gelisah di atas tempat tidur, tak pernah kutemukan posisi nyaman untuk bisa tertidur, tiba-tiba saja sesuatu yang tidak pernah kuharapkan terjadi dan kini memenuhi isi kepala, aku yang sudah bersumpah untuk tidak mengingatnya lagi hanya bisa pasrah mengingkari janji masa lalu, jauh sebelum aku bertemu Alvin dan akhirnya memutuskan untuk bersama, aku pernah salah membuka hati dan menyerahkan cinta pada seorang laki-laki yang ku anggap sempurna, dan itulah kenyataannya dia seorang manusia yang nyaris sempurna dalam fisik maupun pribadinya, dan di sini di kamar ini aku dipaksa untuk merelakan kepergiannya yang tidak pernah ku sadari jika aku telah melakukan kesalahan dengan membiarkannya pergi, harusnya aku pertahankan, harusnya aku perjuangkan agar tak aku alami penyesalan besar seperti saat ini, aku terlalu terlena dengan semua ketergantungan-ku padanya hingga tak kusadari aku telah jatuh cinta padanya, dia seperti racun yang membuatku ketagihan, melumpuhkan dengan keindahan, dan akhirnya kudapati mati yang tak kekal.

    Hari sudah hampir pagi ketika kuputuskan untuk beranjak dari tempat tidur dan berlalu menuju dapur untuk membuat secangkir teh sangat dan di tambahkan sedikit madu yang katanya bisa mengatasi keadaan sulit tidur, namun langkah ini terhenti saat kudengar Hp ku mengalunkan sebuah lagu tanda pesan baru masuk, kembali kedalam kamar dan melihat layar handphone, dari Alvin?? Isinya “Bebs maaf, aku gak bisa ketemu kamu dulu kerjaan lagi banyak banget, sorry bebs, love you :(” kubaca malas, kembali pada niatku semula tanpa ada keinginan untuk membalas pesan itu sedikitpun.

    (Simple 2008)

    Mengagumi adalah Awal dari menyukai.

    # Mengapa harus mengecap bila tak bisa merasakan
    Mengapa harus mencoret jika tak mampu menggambar
    Seperti memanggil sebuah nama tanpa pemilik
    Merangkai makna dalam kata yang tak dimengerti.

    -I’m in a bad mood- seolah kata itu tertulis di wajahku saat Khrisna menyapa pagi ini “Kenapa muka kamu Ndre, kusut banget?” Tanya Khrisna sambil menggulung lengan tangan kemeja yang di kenakan-nya, seperti biasa dia terlihat Fresh dan menyegarkan, terlebih dalam keadaan baru selesai mandi.

    Aku tersenyum tipis, tau aja nih si ganteng kalo aku lagi gak mood, ucapku dalam hati. “Hah? Gak ah biasa aja, lupa di setrika kali nih jadi kusut” ku jawab asal, dia bergabung di meja makan, mengambil 2 lembar roti tawar lalu mengoleskan selai coklat di sana, “Garing ah becandanya” ucap khrisna.

    Tanpa perlu alasan, hari ini aku merasa sedang tidak dalam keadaan mood yang baik, khrisna masih menjalankan kegiatan sarapan-nya, “Jadi kita mau kemana hari ini?” Tanya-nya, “Ya tar liat aja sendiri, yang pasti masih ke tempat-tempat yang jadi ciri khas kota Bandung” jawabku dan hanya dibalas anggukan kecil oleh Khrisna.

    Selesai sarapan kami pun bergegas menuju mobil untuk berjalan mengitari kota ini, di tengah perjalanan Khrisna seperti terburu-buru merogoh saku celana ketika ada panggilan masuk di Hp-nya,melihat sebentar ke layar Hp lalu menekan tombol Reject, aku yang melihat kejadian itu sempat mengerutkan kening, kenapa di reject?, Khrisna sepertinya menyadari raut wajahku yang terlihat heran dengan semua itu, “Nomor gak kenal, males juga nerimanya” dia berkata dan memalingkan wajah ke samping jendela, aku hanya mengangguk tambah heran sambil memainkan jari di atas setir, memang aku meminta penjelasan dari dia??, bukan urusanku dia mau menolak telp dari siapapun, orang yang aneh.

    semenjak kejadian itu Khrisna tak banyak bicara, hanya sesekali melihat jam berwarna hitam yang melingkar di pergelangan tanganya, jadi setengah dari sisa perjalan kita untuk sampai di tempat tujuan hanya di isi dengan saling diam.

    Mobil ku lajukan menuju sebuah kawasan di jl. Asia Afrika dekat sungai Cikapundung,sungai yang membelah kota kota Bandung, aku memarkirkan mobil di sebelah sebuah sedan mewah berwarna silver, pemiliknya baru saja meninggalkan area parkir.

    Aku membuka pintu turun dari mobil dan menghempaskan nya lagi, di susul Khrisna sambil bersiap-siap dengan camera DSLR nya, “Ini Tempat apa Ndre?” Tanya Khrisna berjalan menyusul langkah-ku, “Ini namanya Sumur Bandung Khris..” Khrisna terlihat sedikit bingung, aku tak menyalahkan sikap nya karena memang bangunan ini adalah gedung PLN kenapa aku bilang ini Sumur Bandung? Karena di dalam gedung PLN ini sumur bandung itu berada, “Sumur tempat keluar mata air maksudnya Ndre, bukannya ini sebuah gedung modern, dimana sumur-nya?” pertanyaan itu memberondong ku dalam satu kali tarikan nafasnya, “Sumur-nya di dalem Khris, dulu bangunannya tidak seperti ini” dia Cuma ber- Oh-oh ria di ikuti anggukan-anggukan kecil.

    “Kamu tau Khris, di sinilah asal mula kota Bandung” aku mulai bercuap-cuap bak Tour Guide, padahal sebenarnya aku pun tak banyak tau tentang tempat ini, yang pasti Sumur Bandung di anggap tempat Sakral dan mistis oleh sebagian warga, “Kok aku baru denger yah tentang Sumur ini?” Khrisna mulai membidik lewat lensa camera-nya, “Memang tempat ini kurang di Publikasikan oleh media” aku menjelaskan,walaupun letaknya di tengah-tengah keramaian kota tapi Sumur nya sendiri berada di dalam gedung tertutup, tidak di alam terbuka.

    Kita memasuki Gedung itu dan mulai berjalan menuju letak Sumur-nya, “Eh Khris, tadi kamu mandi kan?” tanyaku spontan , “Ya iyalah, memang kenapa?” Tanya Khrisna heran tanpa melepaskan kegiatannya dengan camera yang menggantung di leher, “Soalnya kalau masuk ke area Sumur Bandung, kita di sarankan harus dalam keadaan suci or bersih” masih terus berjalan aku menjelaskan, bahkan dulu warga sekitar mewajibkan para pengunjung untuk ber-“wudhu” (kegiatan membasuh sebagian anggota tubuh bagi umat muslim sebelum menjalankan ibadah sholat) jika mau memasuki area Sumur Bandung, saking dianggap sakralnya tempat ini, “Harus yah, se-sakral itu memang Ndre?” khrisna menghentikan langkahnya, “Yang kudengar sih begitu,bahkan kalau wanita yang sedang haid di larang untuk datang ke tempat ini, katanya kalo memaksa masuk bisa-bisa kena sial” Aku bukan orang yang terlalu percaya akan hal-hal mistis, tapi menghargai adat setempat itu wajib hukum-nya untuk-ku, setiap tempat di manapun itu pasti mempunyai aturan dan ketentuannya sendiri-sendiri, dan kita harus menghargainya.

    “Itu Ndre sumur nya?” Khrisna menunjuk sesuatu kecil berwarna keemasan seperti mahkota dan di kelilingi rantai pembatas, “Iya itu yang namanya Sumur Bandung khris, konon katanya air dari sumur itu bisa meyembuhkan berbagai macam penyakit” tambahku, lebih dari 6 kali Khrisna mengambil gambar dari berbagai sudut, “Kita bisa ngambil air nya gak Ndre?” Tanya Khrisna terlihat penasaran sambil mengamati batu prasasti yang terletak di sana, “Sepertinya gak bisa Khris, gak semua orang bisa sembarangan mengambil air di sini” jawabku.
    Untuk yang terakhir kalinya Khrisna mengambil gambar, dan objeknya adalah sebuah batu yang bertuliskan :

    Sumur Bandung mere karahayuan ka rahayat Bandung
    Sumur Bandung mere karahayuan ka dayeuh Bandung
    Sumur Bandung kahayuning dayeuh Bandung
    Ayana di gedung PLN Bandung

    Jangan Tanya artinya karena akupun tidak tau apa itu, saat Khrisna mengambil gambar dengan camera-nya, aku berjalan ikut memperhatikan, kini posisiku tepat di belakang Khrisna, Punggungnya tegap dan terlihat padat berisi, kemeja yang di kenakan sangat pas dengan tubuhnya, bagaimana rasanya jika memeluk tubuh itu dari belakang?, nyaman dan hangat tentunya pikirku, lalu “Brugh” tiba-tiba Khrisna membalikan badannya menabrak tubuhku cukup keras,hilang keseimbangan lalu jatuh dengan posisi tepat di atas tubuhku, “Aw.. kamu ngapain di sini?” Tanya Khrisna sedikit meringis.

    “Kan lagi liat kamu Photo Khris” jawab-ku sambil membetulkan posisi, Khrisna lalu beranjak dan duduk tepat di hadapan ku dengan kaki berselonjor mengangkang sambil sesekali mengusap sikut dan lututnya, celana jeans hitam yang di kenakan Khrisna seperti sengaja memperlihatkan setiap lekuk kejantanan-nya, kepalaku pening dan sedikit berdenyut, entah karena jatuh tadi atau karena apa yang kulihat barusan,belum lagi ditambah dengan perut nya yang rata dan berbulu di bagian pusar sampai ke bawah, pemandangan itu tercipta karena kemeja dan kaos yang dia pakai sedikit terbuka usai kejadian jatuh tadi.

    Oh tuhan jangan kau berikan aku pemandangan itu, bukan aku tak mau, bukan aku menolak tapi aku tak kuat jika hanya kau ijinkan untuk dilihat saja, kepalaku semakin pening karena ulah dari setiap bagian tubuh itu.

    TO BE CONTINUE....
  • Aih,makin seru nih..bnykin momen roman-nya ya,hehe..
    *gataudiri
  • aku boleh kasih masukan nga ?
  • ni cerita nya da dua tah
  • LANJUTANNYA MANA??
  • Apa2an nih gak ad lanjutannya...
Sign In or Register to comment.