It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
klo mo mampir (promosi~>w<):
http://2x3b.wordpress.com/
@gr3yboy-> ^^ thank you >w< mungkin pengaruh kbanykn baca komik ya~ -w-
ato mau awalannya dlu? 0w0/
kok histeris? 0w0/
part 1-
.
“KYYAAAAAAAAAAAA!!!”
“WAAAAAAA!!”
Terdengar riuh penonton dari samping dan belakangku. Aku yang berada di pojok paling depan tak kalah ikut hesteris saat permainan combo Yurefa dan Roni berhasil mencetak angka dengan gaya yang sangat keren. Meski gendang telingaku hampir pecah oleh teriakan-teriakan itu, aku sempat tersenyum lebar dan member sign ‘goodjob’ dengan kedua tanganku saat Yurefa menoleh padaku. Dia balas tersenyum dan tiba-tiba saja melempar ciuman jarak jauh padaku.
Otomatis aku membeku di tempat. Terlihat Yurefa tertawa pelan. Aahh!! Dia pasti melihat wajahku merah!! >///<
“KYAAAAA!!” beberapa cewek di belakangku berteriak. Mungkin mereka pikir diri mereka yang mendapat ciuman Yurefa. Ah, pe-de! Takkan kuberikan ciuman Yurefa pada kalian, cewek-cewek bego! -_- Cuma nge-fans Yurefa waktu dia lagi keren-kerennya. Eh! Tapi menurutku Yurefa selalu keren~
Hey! Tunggu dulu! Kenapa aku jadi berfikir begini?! Seperti cewek saja…
Dan lagi dengan expresiku berubah-rubah tadi, orang-orang di sekitarku melempar tatapan aneh padaku.
Ayo, Ainar! Focus! Focus!
<><><>
<>Yurefa pov<>
DORR
Ribuan potongan kecil kertas warna-warni ditembakan ke udara. Menghambur ke tubuhku dan pemain lainnya di belakangku.
“SELAMAT!!!”
“YEEEEIII!!!”
Ainar, Wend dan beberapa pemain pengganti menyambut kami di ruangan (gk tau namanya it… t4.a pemain ganti baju n diskusi ma tim, yg kepisah2 loker it…) dengan kejutan yang tak terduga. Para pemain tersenyum senang lalu segera berhambur mengambil minuman yang disiapkan. Beberapa mengajak ngobrol yang lain.
Ainar menghampiriku sambil terus tersenyum. Dengan pelan dia meninju pundakku, tepatnya lenganku. “Congrats! Kemenangan kali ini benar-benar besar!” Dia memberiku sebotol minuman.
Aku mengangguk dan tersenyum. Kubuka lalu kuminum minumanku. Segar air langsung membasahi kerongkonganku yang nyaris dehidrasi. Sambil menyeka air yang menetes keluar dair sisi mulutku, kuedarkan pandanganku ke seluruh ruangan ini. Teman-teman semua tertawa senang dan saling menyemburkan air satu sama lain. Terlihat Wend dan Roni sedang membicarakan sesuatu. Mungkin sesuatu tentang klub? Atau tidak? Wend manajer klub basket sementara Roni ketuanya. Dan kurasa mereka juga tetap akrab di luar kegiatan klub. Aku agak curiga sih dengan kedekatan mereka. walau aku tahu yang lain juga curiga dengan kedekatanku dengan Ainar…
TEPP *?*
“Eh?” aku menoleh cepat pada Ainar ketika kurasakan sesuatu yang halus dan lembut menyentuh pipiku.
“Keringatmu banyak …” gumam Ainar pelan sambil menyeka keringat di wajah dan leherku.
Aku tersenyum memandanginya. Dia terlihat lumayan serius, padahal hanya hal begini.
“BAIK!!! MINTA PERHATIAN SEMUANYA!!!” seru Roni tiba-tiba. Seketika semuanya terdiam, menghentikan aktivitas mereka dan menoleh pada Roni. Patuhnya~
“Untuk merayakan kemenangan besar kali ini, pestanya harus besar, kan?” ucap Roni dengan seringai lebar. Serentak yang lain menyahutnya dengan teriakan gembira. Mengiyakan.
“Besok malam, jam 8. Di rumah Wend. Boleh bawa teman atau pacar.”
“YEEEEEEEEIIII!!!” semua berteriak senang.Wend terkenal tajir, tapi tak sombong, hanya saja memang kalem, dan sedikit lebih dewasa dari yang lain. Tentu saja pasti makanannya nanti mewah. Dan lagi sekarang boleh bawa pacar, pasti semuanya ingin pamer pada kekasih mereka tentang kemenangan ini, jika saja punya pacar.
“Tapi maximal satu orang.”
“HUUUUUU!!!”
Roni hanya terkekeh pelan. Kemudian dia kembali menoleh pada Wend. Sedetik setelahnya yang lain mulai berisik membicarakan siapa yang akan mereka ajak.
Sementara aku… melirik cowok di hadapanku yang ternyata juga menatapku. Sesaat kami terdiam lalu bersamaan senyum muncul di wajah kami. Dan akhirnya tertawa pelan bersama.
Kami mengerti satu sama lain
<>Ainar pov<>
“Besok malam, jam 8. Di rumah Wend. Boleh bawa teman atau pacar.” Jelas Roni pada kami semua. Barusaja diberitahu kalau kami akan merayakan kemenangan besar kali ini.
“YEEEEEEEEIIII!!!” sambut yang lain gembira.
“Tapi maximal satu orang.”
Secepat kilat aku menoleh pada Yurefa. Aku penasaran dan sedikit cemas. Siapa yang akan diajaknya? Bolehkah aku berharap?
Yurefa masih menyimak Roni.
“HUUUUUU!!!” beberapa teman menyoraki Roni. Tapi aku tahu jelas mereka tidak kesal, karna mereka tersenyum saat menyoraki Roni, aku dapat membaca dari aura dan suara(?) mereka.
Terdengar kekehan pelan Roni. Yang kemudian disusul oleh suara yang lain tentang siapa yang akan diajak ke pesta nanti.
Aku mendapat sedikit harapan ketika Yurefa tiba-tiba menoleh padaku.
“…”
“…”
Dalam diam kami saling tatap, mengantarkan sinyal khusus yang hanya kami yang tahu arti dan maksudnya.
Tanpa sadar aku tersenyum ketika menatapnya. Wajahnya terlihat lucu. Seperti berharap atau apapun itu. Dan Yurefa juga tersenyum tepat ketika aku tersenyum.
“Hehehe.” Dia menyentil hidungku lembut. Aku tersenyum menanggapinya.
Apa itu artinya dia memilihku?
Yurefa segera bersiap pulang saat yang lain mulai beranjak membereskan seragam mereka.
Dan seperti biasa, Yurefa mengantarku pulang.
Tapi ada yang special kali ini. Yurefa mengajakku berkeliling sebentar sebelum ke rumahku. Hanya sebentar. Hanya ke taman kota dan istirahat sembari mengobrol di sana. Keadaan cukup ramai karna ini malam minggu.
“Kamu benar-benar hebat! Kombinasi dengan pemain yang lain dan hampir selalu masuk.” Pujiku lalu meneguk milk tea di tanganku.
Yurefa tersenyum. Lalu matanya mengarah pada langit malam. “Telingaku sakit mendengar teriakan penonton.”
“Bukannya dah biasa?” tanyaku bingung. Aku juga ikut berteriak tadi, walau memang tak terlalu keras. Tapi kurasa tiap pertandingan penonton memang selalu teriak, kan? Ah, mungkin karna penontonnya lebih banyak?
“Aku nggak biasa diteriakan cewek-cewek kayak gitu.”
Hmm?
Ah, ya… Roni sedikit overprotective. Dia melarang cewek-cewek sekolah berteriak saat melihat permainan tim basket, takut memecah konsentrasi atau semacamnya. Dan entah kenapa sepertinya itu berhasil dalam metode pendidikannya. Buktinya tim kami menang melawan tim yang dikatakan kuat dari kota sebelah.
“Kamu popular, tuh.” Aku terkekeh pelan.
Yurefa kembali menatapku. “Benarkah?”
Aku mengangguk. “Tapi cuma waktu main basket.”
“Dasar!” Yure meninju lenganku pelan.
“Hehehe.”
“Menurutmu aku keren, nggak?” tanyanya tiba-tiba.
Aku mengagguk. Yure tersenyum lebar, bangga. “Tapi dari sisi mana dulu… tergantung.”
“Emang aku kurang di mana?”
“Eum…” Aku berfikir. Yure nggak keren saat… “Waktu sama tomat.” Yurefa langsung menekuk wajahnya. “Kamu kayak anak kecil yang kesenengen dikasih permen atau mainan.”
“Itu karna tomat belahan jiwa-ku!” bantahnya. Haha, aku tahu itu, Yu. Tapi kamu benar-benar seperti anak kecil saat melihat tomat. Dengan mata yang membesar dan bibir yang selalu terbentuk senyum. Manis^^
“Lalu aku apa?” Entah kenapa pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibirku.
“Eh?”
“Kalau tomat belahan jiwamu, aku siapamu?”
“S-sahabatku.”
“Hanya itu?” hey! Ada apa denganku?! Kenapa aku merasa tak puas dengan jawabannya?!
“Err…” Yurefa menggaruk pipinya. “Aku bingung dengan hubungan kita. Kurasa semakin lama, semakin…”
“Mendalam?”
Yurefa menggeleng ragu.
“Dekat?”
Kembali menggeleng sambil mengangkat bahu.
“Lalu apa?” tanyaku frustasi.
“Dunno. Membingunkan!”
“…” aku memilih diam. Menatapnya dan menunggu jawaban.
“…” Yurefa hanya diam sambil menggaruk tengkuknya.
“Pulang, yuk!” ajakku akhirnya.
“Hmm? Oh. Baiklah.”
<><><>
Kujatuhkan tubuhku ke atas ranjang dengan sedikit keras, hingga dipan bergeser dan mengeluarkan bunyi saat bergesek dengan lantai. Ahh~ nyamannya!! >w<
Aku membalikan tubuhku hingga menghadap atas, menatap langit-langit yang tinggi. Jauh.
Hmm, besok minggu libur dan ada pesta…
Ah, ya! Pesta itu…
Aku masih ragu Yurefa memilihku atau tidak…
Kuraih ponselku dan mengetik pesan untuknya.
+Km k pesta ma syp?+
Kuletakan ponsel di sampingku, di ujung ranjang dekat dinding.
Kembali kupandagi langit-langit saat tiba-tiba perutku berbunyi minta diisi.
Aku bangkit dari ranjangku dan keluar kamar menuju dapur.
Kubuka pintu kulkas, mencari sesuatu di sana. Ada beberapa buah, telur, sosis, nugget dan… hey! Apa ini?
Kuambil kaleng berwarna hijau tersebut. Kuamati sesaat. Oh, manisan. Kembali kuletakan kaleng tersebut ke dalam kulkas dan kembali mencari sesuatu untuk dimakan.
<><><>
<>Yurefa pov<>
“Enggh…” aku mengerang pelan saat sesuatu yang lancip menusuk-nusuk pipiku hingga aku terbangun. Cahaya mentari serasa menusuk mata saat mataku sedikit terbuka, membuatku kembali menutup mata. Ahh! Siapa yang berani mengusikku?!
Mimpi enak juga…
Eh, mimpi apa tadi? Aku sedikit lupa. Kalau tidak salah…
“Cuiit! Cuiit!! Cuiittt!!”
Hmm?
“!!”
Secepat kilat aku membuka mataku lebar-lebar saat menyadari yang membangunkanku adalah seekor burung. Dengan paruhnya dia menusuk-nusuk pipiku. Dengan segera aku bangkit dari tidurku. Burung tersebut hanya bergeser saat aku bangun, tidak pergi atau kemanapun.
Kulirik sekilas burung tersebut lalu kembali berbaring. Aku mengusap wajahku dengan tangan kananku. Burung siapa ini yang menggangguku?! Pasti dia masuk lewat jendela kamarku. Kenapa aku sebodoh ini lupa menutup jendela saat tidur?!
Burung berbulu kuning hijau itu masih menatapku. Aku kembali menoleh padanya. Dengan mata hitam kecilnya burung tersebut terus-menerus menatapku, seolah ingin menyampaikan sesuatu.
Sedetik kemudian aku teringat. Dia burung kecil yang pernah kutolong bersama Ainar dan Roni.
Cepat-cepat aku duduk dan meraih burung itu ke tanganku. Dia menurut ketika aku tuntun ke telapak tanganku. Manisnnya^^
“Cuiitt!” dia mematuk telapak tanganku, membuatku terkejut dan nyaris menjatuhkannya.
“Hei!! Don’t do that!” ucapku pura-pura kesal. Burung itu mendongakan kepalanya, kembali menatapku. Ahh… dia tak faham juga. Dia kembali mematuk telapak tanganku.
Kutaruh burung tersebut di jariku. Menyuruhnya bertengger di sana. Dengan kalemnya dia menurut dan bertengger di jari telunjukku dan diam.
“Bagus. Pintar!” aku mengelus kepala mungilnya pelan. Eh, kurasa sentuhan tak begitu berefek untuk unggas. Biarlah. “Hmm? Kau lapar?” tanyaku saat dia menatapku lagi.
Kuturunkan kakiku menginjak lantai dan berjalan menuju dapur. Aku mengambil beberapa jenis kacang-kacangan, beras dan jagung. Aku tak tahu dia jenis apa, dan tak tahu dia suka apa. Jadi kucampur semuanya menjadi satu. Biarkan dia yang memilih. Dulu saat dia dirawat, saat sayapnya luka, dia memakan semua biji-bijian yang kami beri. Eh, atau…?
Kuletakan burung tersebut di meja, di samping piring kecil yang sudah kuisi tadi. Kusiapkan selembar kertas bekas dibawahnya, jaga-jaga kalau dia buang kotoran atau makanan berserakan.
Sembari mengamati burung tersebut, aku bermain ponselku.
+16 pesan masuk+
16? Sebanyak itu? Ah! Aku ingat! Tadi malam begitu pulang aku langsung terlelap di kasur, tanpa ganti baju. Dan sekarangpun masih memakai baju kemarin…
Kubuku satu per-satu pesan yang masuk.
+FROM: Ayah
Lusa ayah pulang+
+FROM: I-nar
Km k pesta ma syp?+
+FROM: I-nar
Kugh gk d jawb?+
+FROM: I-nar
Dah tdr y?+
+FROM: Ron-i
Dh ktmu pasngan utk pesta.a? dy, kn? dy udah banyk bantu klub kt, lho…+
Ahh!!! Dia ini! Menggodaku.
Hmm? Beberapa pesan lainnya juga berisi tentang pertanyaan siapa pasangan pestaku. Dan sebagian besarnya, memasangkanku dengan Ainar. Dasar mereka! Pura-pura tak melihat tapi sadar. Dan malah mengamati kami…=_=
Kuketik balasan untuk mereka.
+TO: Ayah
Ok. Ak ttip mochi+
+TO: I-nar
Cbb,., ak ktidurn~ bru buka pgi ini
psangn psta? Mnurutmu?
o y, burng yg wktu it kt tolng datng k humzku pagi ni… dy bangunn ak+
+TO: Ron-i
Dy? Syp?+
Aaah! Pura-pura tak tahu sajalah!
Kumasukan ponselku ke saku lalu mengamati burung tadi. Hmm… aku haus…
Kuambil air dingin dari dalam kulkas. Walau kurasa tak baik langsung minum air dingin setelah bagun tidur. Biarlah…
Kuteguk minumku saat sebuah pesan masuk. Ainar… cepat sekali.
+Katakn dg jels! Jngn b-tele2!
Eh? Benrkh? Burung yg 2 buln llu it kn? Yg bulu.a kuning-hijau, kn? Pengen ketmu~+
Aku tertawa pelan. jadi ingat saat dulu Ainar merawatnya… sok bisa merawat tapi agak berantakan gitu. Tapi mengingat wajah tersenyumnya saat itu aku jadi ikut tersenyum. Wajah tersenyumnya sangat lembut, hangat… entahlah aku menjelaskannya. Mungkin…, keibuan? Yang jelas tidak kekanakan seperti biasa…
Kuketik balasan untuknya.
+Main ja!+
+Bolh?+
+Tntu,., ayahku pulng bsok. Cept, y!+
Kembali kutaruh ponselku. Lalu mengamati burung kecil sambil mencari sesuatu untuk dimakan.
Karna aku tak menemukan sesuatu untuk dimakan, ah, tidak, tepatnya aku malas jika harus masak, aku mengajak si burung pergi menonton tv setelah dia selesai makan. Hewan bisa mengerti acara tv manusia tidak, ya? Eh, mungkin saja. Hamster Ainar-yang sekarang sudah mati- menonton drama yang ditayangkan di tv, sementara Ainar mengobrol denganku saat itu. (pengalamn cherry haha~ XD) Dan kata Ainar, hamsternya pernah menangis saat menonton sad film. (pengalaman temen X3)
Ada-ada saja.
“Cuiitt!!” tiba-tiba saja burung kecil itu terbang dari tanganku dan keluar lewat jendela di sebelah pintu.
TING TONG
Ah, Ainar datang! Cepat.
“Ya!” segera kuberlari menuju pintu dan membukanya. Benar saja, aku mendapati Ainar berdiri di sana dengan burung kecil di tangannya. Dia memanjakan burung tersebut dengan elusannya.
Ainar menoleh padaku dengan senyum. “Dia masih ingat aku.”
“Tentu saja. Kamu kan ibunya.” Ucapku sambil tersenyum juga sambil menuntun Ainar masuk ke dalam. Ainar terus saja menatap burung itu. Tatapannya sama seperti dulu. Penuh kasih sayang dan sangat lembut.
Ainar mendudukan dirinya di sofa. Aku duduk di sampingnya. Mata kami sama-sama tertuju pada burung tersebut.
“ Namanya siapa?” tanya Ainar.
“Hm? Nama?”
“Iya.” Ainar menoleh, menatapku. “Nama yang bagus agar diakui… ah, tidak… agar dia tahu paggilan untuknya dari kita. Agar dia ingat pada kita kalau kita beranjak besar nanti.”
“Emang dia bisa bahasa manusia?”
Ainar memutar bola matanya. “Tau aja…”
“Ya udah, deh…” aku mengalah. Dia akan kesal kalau permintaannya tak dipenuhi. Lagipula permintaan sederhana gini juga… “Kamu punya ide apa untuk namanya?”
“Umm… Aireni! Ainar, Yurefa, Roni.” Ucapnya manis.
“Kaya nama cewe, tapi nggak papa.”
“Atau… Narero? Ah, jangan! Terdengar aneh…”
Hahaha. Iya, sih. “Narero” ya? Terdengar lucu ketika Ainar mengucapkanya.
Ainar masih terus berfikir sambil menggoyang-goyangkan jarinya. Hingga burung kecil itu terus bergerak berusaha menyeimbangkan diri. Tapi sepertinya Ainar suka mempermainkannya… Dia tertawa senang saat burung itu nyaris jatuh dan diselamatkannya. Dasar usil!
“Eitts!!” lagi-lagi burung itu jatuh. Kali ini dengan cepat aku menangkapnya dengan tangan kananku. Dan saat aku mengulurkan tangan, Ainar juga menjulurkan tangannya. Dan tentu saja tangan kami bersentuhan. Ainar lebih cepat menangkap burung kecil, jadi sekarang tangannya berada dalam tanganku.
Ainar terdiam menatap tangan kami berdua. Semburat merah mulai muncul di pipinya. Saat dia akan menarik tangannya kembali, aku menahannya.
Ainar menoleh padaku, meminta dilepaskan. Tapi aku hanya melempar senyum misterius padanya. Aku punya ide. Suatu ide menarik…
Kuangkat burung tersebut dari tangannya dan menaruhnya di tangan kiriku, tanpa melepas tanganku dari tangannya. Kuambil posisi di bawah sofa, berlutut di depannya sambil mendongakan kepalaku.
Kutatap kedua bola matanya yang mulai terlihat gugup itu. Dia terlihat sangat manis sekarang, dengan kegugupan dan semburat di pipinya saat aku mengecup tangannya yang ada dalam genggamaku.
“Bersediakah kau menjadi pasanganku dalam pesta nanti?” aku bertanya sambil terus menatap matanya. Ainar terlihat terkejut dan cepat-cepat menarik tangannya. Tapi dengan cepat juga aku menarik kembali tangannya.
“Will you…?” tanyaku ulang.
Dari mata Ainar aku dapat membaca sirat kesenangan di sana. Ainar menganggukan kepalnya pelan lalu menunduk, menyembunyikan warna tomat di pipinya. Aih, lucunya!
Tapi tiba-tiba saja…
KRUYUUKK
Perutku berbunyi. Lapar. ><
Kenapa di saat yang nggak pas~?
“Belum makan?” tanya Ainar. Masih tersisa warna merah di pipinya. Dan dari senymnya yang kaku, terlihat dia menahan tawa. Menyebalkan!
Aku mengangguk. “Malas masak.”
“Aku yang masak deh…” Ainar beranjak dari duduknya berjalan menuju dapur.
Eh!? Tunggu! NO!!! Takkan kubiarkan dia masak sendiri! Tapi aku juga terlalu malas untuk menemaninya.
“Ainar! Jangan! Nggak usah!” cegahku menahan langkahnya.
Aku nggak mau perutku sakit lagi makan masakan percobaannya Ainar~ TT____TT
“Tenang aja. Kali ini bukan masakan percobaan…” ucap Ainar meyakinkanku sambil menggulung lengan bajunya. Dia mulai mencuci sayur-sayuran dan memotongnya.
Yaaah… mau bagaimana lagi. Hadapi saja nasibmu, Yu! Siap-siap kalau sampai perutmu sakit dan tak bisa ikut pesta nanti malam. Berdo’alah!
Sudahlah. Akhirnya aku mengajak burung kecil kembali menonton tv sambil menunggu Ainar.
5 menit berlalu…
KOMPRYANGG
“Apa itu?! Ainar baik-baik saja?”
“Ahh~~!! Tidak apa-apa, Yu! Kamu tenang saja! Tunggu di sana!”
10 menit…
Bau gosong tercium… ah, bukan gosong… tapi bau yang aneh…
“Masakannya tak apa-apa, kan?”
“Err… yahh…”
“Apa? Kenapa?”
“Eits! Gak usah kesini! Kamu tunggu di sana bentar lagi!”
15 menit…
Terdengar suara blender… yang dihidup-nyalakan. Hihihi, Ainar malah bermain sendiri.
“Aku menunggu~”
“Eh?! Iya!”
20 menit…
“AWWWWWWWWW!!”
“Kenapa!?”
“Ah… nggak papa! Cuma kesetrum!”
25 menit…
Aku terus menggonta-ganti channel. Bosan~
Tiba-tiba si burung pergi dari tanganku menuju dapur. Aku malas mengejarnya.
“Eh?! Aireni?!”
Jadi namanya jadi Aireni…
28 menit…
Akhirnya mereka muncul juga. Ainar berjalan ke meja dengan senampan makanan di atasnya. Dari tampang dan baunya sih… ada beberapa makanan yang mencurigakan. Aku beranjak ke meja makan setelah mematikan tv. Kutarik salah satu kursi dan duduk di atasnya. Tepat di hadapan Ainar.
Aireni duduk di pinggir meja, ikut mengamati masakan Ainar.
“Apa ini?” tanyaku sambil menunjuk ‘sesuatu’ dalam mangkuk.
“Sup sayuran.” Jawab Ainar sambil mengambil sendok dan menyuapkannya padaku.
GLEK
Ukh… rasanya… yaah, tak terlalu parah tapi bumbunya terlalu banyak.
“Bumbunya kebanyakan.”
“Oh.”
“Eh! Hey! Apa yang kamu lakukan?!” Aku berteriak saat Ainar menuang air putih ke dalam sup.
Ainar menatapku polos. “Biar merata bumbunya, kan?”
Aku menatapnya horror. Lalu menghela nafas . Sepertinya kepalanya terbentur saat turun dari ranjang tadi pagi. Biasanya dia nggak sebego ini…
Aku jadi tak begitu bernafsu pada sup itu, walau di sana ada tomatnya. Kualihkan mataku menuju makanan penutup. Ainar membuatnya benar-benar lengkap. Dengan makanan pembuka, dessert dan minuman. tapi aku lewatkn makanan pembuka karna terlihat mencurigakan dan Ainar tersenyum jahil sangat lebar saat aku hendak mengambilnya. Pasti masakan percobaannya lagi…
“Lalu… apa ini?” Aku menunjuk minuman dalam gelas panjang. Warnanya… abu-abu. Walau terlihat menggoda, aku sedikit ragu juga. Aromanya manis, sih, dengan taburan sereal di atasnya. Tunggu dulu! Sereal?!
“Ini…” Aku menatap Ainar, member kode dengan mengangkat sereal dalam minumanku menggunakan sendok.
Ainar tersenyum lebar. “Itu resep buatan seseorang yang kuambil dari internet. Oreo di blender dengan susu dan buah-buahan lalu di taburi sereal.” (resep cherry~ >w<)
Aku mengernyitkan keningku. Terdengar aneh..., dan mencurigakan bagiku. Bukan karna oreonya, karna serealnya.
“Oreonya hanya biskuitnya saja, creamnya aku makan. Hehehe.” Ainar tertawa pelan sambil membentuk tanda peace dengan tangannya. Dasar anak ini~
Akhirnya dengan ragu-ragu aku meneguk minuman itu. Bagaimaapun Ainar sudah membuatnya susah payah-walau diselingi bermain tadi-. Dan memang aku penasaran bagaimana rasanya.
GLUKK
Lumayan…
PARAH!!!!!!!!!
Segera aku berlari menuju kamar mandi dan meludahkan apa yang baru aku minum, belum kutelan.
Ainar berjalan menghampiriku dengan tangan di tekuk di dada. “Nggak usah lebay! Aku sudah mencobanya. Rasanya nggak terlalu parah.”
“Bagimu… bagiku!” Kuambil air dan berkumur dengannya. Ukhh~ rasanya sungguh~!!
“Apa yang kamu masukan? Rasanya… seperti buah yang dicampur.” tanyaku menyelidik pada Ainar saat kami sudah kembali duduk di meja makan.
“Semangka, wortel, melon, strawberry, apel, kelengkeng, durian, nanas…”
Aku membulatkan mataku.
“Gila loe!”
“Heh? Apanya?” Ainar menatapku, dengan jari masih menghitung jumlah jenis buah yang dia campurkan.
Kepalanya benar-benar terbentur tadi. Aku jamin!
“Semua buah tadi kamu campur ke sini?!” Aku mengangkat gelas minumanku.
Ainar menggeleng. Aku menatapnya bingung. Terus?
Sebuah seringai lebar muncul di bibirnya. “Aku masukin ke perutku.”
“Oh… gitu, ya… kalau gitu… sekarang keluarkan!!” Aku beranjak menuju Ainar dan menggelitiki perutnya.
“HWAHAHAHAHA!!! Stop, Yu! STOP!!! GYAHAHAHAHA!!!”
“Rasain!”
Hahaha. Rasakan pembalasanku telah meracuni seorang Yurefa yang tak bersalah ini(?). -_-/*
Aku terus menggelitiki Ainar sampai dia berlari mengelilingi rumah. Aireni terbang mengikuti kami, melihat aksi kami. Beberapa kali aku nyaris kena pukul dan tendangan Ainar. Dan aku terus mengejarnya dan menyerang perutnya. Hingga akhirnya kami terduduk lemas di sofa. Lelah…
Aku melirik Ainar yang masih tertawa kecil. Ternyata dia cukup gesit. Ah, ya. Aku ingat! Akhir-akhir ini dia sering ikut latihan basket daripada hanya menonton seperti biasanya. Jadi fisiknya lebih terlatih. Baguslah^^
Akhirnya aku makan makanan buatan Ainar hanya yang ‘layak’ dimakan. Err, tepatnya sangat sedikit.
Jadi kami sekarang jalan-jalan keluar mencari sarapan setelah aku mandi tadi.
“Ayo, pergi!” ajakku sambil meneguk minumanku. Ahh, sudah kenyang sekarang.
“Kemana?” Ainar menoleh padaku. Tangannya menyuapi Aireni dengan jagung rebus.
Aku tersenyum lebar. “Mempersiapkan nanti malam!”
Dapat kulihat pipi Ainar sedikit memerah. Dan dia tersenyum lebar tapi malu-malu. “Ayo!”
<><><>
<>Ainar pov<>
Aku tersenyum-senyum sendiri memandangi diriku di depan cermin. Pakaian yang kugunakan terlihat beda dari biasanya. Lebih keren, menurutku. Dan lebih manis, menurut Yurefa--a. Walau bukan pakaian baru, tapi ini pakaian yang cukup jarang kugunakan, jadi masih terlihat baru.
Aah!!! Aku sudah tidak sabar! 3 menit lagi Yurefa datang…
Aku sangat senang mengetahui dia benar-benar memilihku. Aku sangat senang! ^_^
Entah kenapa… rasanya dadaku terasa sesak sekarang. Sesak menahan perasaan gembira yang ingin meluap.
Kembali teringat hari ini… saat aku, Yurefa dan Aireni jalan-jalan tadi. Sangat menyenangkan! Tiap detiknya Yurefa selalu di sampingku. Yah, saat ke toilet terkecuali. Okey, yang barusan sedikit berlebihan tapi itu nyata karna dia menyeretku kemaa-mana. Dan hampir sepanjang jalan kami berpegangan tangan satu sama lain. Kata Yurefa itu demi keselamatanku. Yah, memang tadi jalannya sedikit berbahaya dan penuh sesak manusia. Dia takut aku tersesat. Menyebalkan. Dia menganggapku anak kecil yang mudah tersesat. Sebal… tapi aku suka. Aku suka dengan sifat protectivenya. Dan juga… orangnya. Aku suka Yurefa.
Ahh, sudahlah! Dadaku rasanya tak enak memikirkan hal itu. kembali kuingat saat-saat tadi bermain…
Aireni beberapakali terbang mengelilingi kami berdua. Dan kadang juga hinggap di bahuku atau bahu Yurefa. Dan entah karna apa, Aireni sering buang kotoran di bahu Yurefa.
Aku tersenyum-senyum sendiri mengingatnya.
TING TONG
Ah, dia datang!! ^^
Dengan berlari kecil aku mendekat pada pintu dan membukanya. Langsung saja, tanpa kendali diriku, tubuhku menghambur dalam pelukannya. Menyesap seluruh aroma tubuhnya saat itu juga. Kembali membuat dadaku bergemuruh kencang. Dan wajahku menghangat.
Yurefa segera menarikku menuju motornya. Di wajahnya tercetak senyum lebar. Sangat lebar dan penuh kegembiraan. Ahh, dia juga senang rupanya!^^
Kami berlama-lama di perjalanan ke rumah Wend karna pesta masih berlangsung 15 menit lagi. Sepanjang jalan tanganku melingkar erat di pinggang Yurefa. Saking senangnya tanpa sadar aku sedikit menekan di sana. Untung saja Yurefa tak keberatan kupeluk seperti itu. Akkh! Jangan pasang seperti itu! Senyum itu yang selalu berhasil membuat jantungku berdetak lebih cepat. Tatapan teduh yang kusukai saat dia menatapku.
Boleh, kan, aku berharap? Berharap tatapannya itu hanya untuku.
Kami sesekali mengobrol saat memungkinkan. Yurefa bercerita bagaimana nasib Aireni setelah kutinggal pulang tadi. Katanya Aireni pulang saat Yurefa mandi. Dia bilang dia menemukan sehelai bulu burung berwarna putih di jendela. Mungkin itu keluarga Aireni yang datang menjemputnya.
Hmm… malam ini cukup dingin. Tapi karna suhu tubuh Yurefa yang kupeluk, tubuhu jadi hangat. Ahh… atau karna terlalu semangat suhu tubuhku naik?
Aku tak peduli. Yang manapun… sekarang kami sudah sampai di rumah Wend. Perjalanan tak terasa.
Aku tercengang di tempat saat melihat rumah Wend.
Hwaaaaaaaaaaa!! Aku tahu rumahnya besar, tapi tak kusangka disulap jadi tempat pesta jadi terlihat sepeti ini. Hebat! Benar-benar hebat!! Lebih megah dari pesta-pesta istana, menurutku.
“Yu! Ai!” Roni berjalan menghampiri kami. Dia tersenyum pada Yurefa lalu melirikku. “Tepat dugaanku.” Gumamnya pelan sambil tersenyum misterius.
“Hmm.” Sahut Yurefa sambil menarikku menuju meja yang penuh makanan di atasnya. Dia ini… datang-datang langsung cari makan. Tak tahu diri.
“Hai, Wend!” sapaku ramah saat melihat Wend datang menghampiri kami. Lelaki manis itu tersenyum lembut padaku.
“Hai!”
Yah, walau kami tak cukup akrab setidaknya harus menghormati penyelenggara pesta, kan?
“Hai, Yu!” sapa Wend pada Yurefa.
“Hm? Oh, hai, Wend! Pesta yang meriah.”
Wend masih tersenyum. “Terimakasih. Kalian nikmati saja pestanya! Aku ada urusan sebentar. Dah!” Wend berjalan meninggalkan kami.
Sudah kuduga, dia menghampiri Roni.
Hmm, benar-benar pesta yang meriah. Semua anggota basket inti maupun cadangan bergabung jadi satu dengan teman atau kekasih masing-masing. Terlihat seperti kumplan semut mengerubungi makanan dari atas. Dan memang, di sini banyak makanan.
TUK TUK
“Hmm?” aku menoleh saat merasa ada yang menoel bahuku.
“Nih!” Yurefa mengoperkan minuman kaleng dingin padaku. “Nikamati saja! Aku pergi dulu, ya?”
Aku mengagguk sambil tersenyum. Yurefa melambai kecil lalu berlari kecil menuju anggota basket lainnya. Hahaha, sudah kuduga. Dia membuat keributan dengan anggota lainnya. Menjahili satu sama lain dengan air yang disemburkan atau yang lain.
Kuteguk minumanku setelah membuka kalengnya. Ah… terasa sedikit bosan.
Angin malam bertiup. Dingin~! Aku butuh seseorang untuk menghangatkan tubuhku.
Aku melongokan kepalaku ke kanan-kiri, mencari seseorang yang bisa diajak bicara. Hmm, semua sudah ada teman ngobrol dan aku…
BRRR
Kebelet pipis.
<><><>
Terdengar suara deburan air saat aku menekan tombol flush di toilet.
Tanganku terulur pada knop pintu lalu memutarnya, membukanya.
Tapi belum sempat badanku keluar dari balik pintu toilet, mataku menangkap pemandangan yang…
Entah bagaimana menggambarkan… dua orang lelaki sedang berciuman dengan nafsunya.
Seorang diantara dua orang lelaki itu menyadari keberadaanku lalu mendorong cowok satunya hingga ciuman mereka terlepas.
“Kenap—“ si lelaki memutar kepala cowok berambut panjang ke belakang hingga melihatku. Terlihat keterkejutan di matanya tapi kemudian kembali datar dan kembali menghadap lelaki di depannya. Tapi begitu dia menarik dagu lelaki itu, lelaki tersebut mendorong cowok itu lalu lari keluar kamar mandi.
“Tch.” Cowok itu berbalik menatapku tajam.
“So-sorry…”
Gawat! Apa yang harus kulakukan sekarang!? Lari? Tidak! Tak bisa lagi karna cowok itu berjalan mendekatiku.
“Hey…” cowok itu menepuk pundakku.
“Y-ya?” sahutku gugup. Tatapannya begitu tajam, membuatku sedikit ngeri menatapnya.
Hwaaaa!! B-bagaimana ini?!
<>Yurefa pov<>
PUKK
“Oy!” Roni menepuk pundakku, membuatku menoleh padanya.
“?” Aku melempar tatapan tanda tanya padanya. Sementara mulutku masih mengunyah kue.
“Mana Ai?”
Aku mengangkat kedua bahuku. Kuedarkan pandanganku pada seluruh penjuru tempat ini, tanganku membershkan rempahan kue yang menempel di bibirku. Sosoknya tak kutemukan walau dalam tempat terang seperti ini. Di mana dia?
Hey! Ada apa ini?! Kenapa aku punya perasaan tak enak?!
Dan dari tatapan Roni, tergambar kalau dia terlihat sedikit cemas dan khawatir.
“AYO SEMUA FOTO!!!” teriak salah seorang cowok dari sisi lapangan. Di salah satu tangannya terdapat kamera sementara tangan lainnya melambai, memberitahu yang lain untuk ke arahnya. Roni dan aku saling lempar pandang. Memutuskan ikut berfoto bersama yang lain atau mencari Ainar.
Sesaat kami hanya terdiam. Mengandalkan telepati, yang entah sejak kapan kami bisa satu sama lain, dan mencapai satu jawaban. Roni tersenyum dan mengangguk, meyakinkanku untuk mengambil langkah.
<>Ainar pov<>
Dinginnya suhu mala mini makin terasa saat kami terjebak dalam diam.
“Maaf. Aku tak sengaja.” Aku kembali minta maaf dengan sedikit membungkuk.
Beberapa saat kami terdiam. Hingga terdengar kekehan pelan. Kolaps saja aku mendongakan kepalaku, menatap cowok itu bingung. Dia… dia tertawa…
“Eh!?” dia yang menyadari tatapan anehku langsung menghentikan tawanya dan mengacak rambutnya frustasi.
Ada apa dengannya?! Kenapa sikapnya berubah-rubah seperti itu?!
“Sorry.” Ucapnya lalu menatapku. “Sorry bikin kamu takut tadi. Tapi wajah ketakukanmu lucu. Hehehe.” Dia menggaruk tengkuk belakangnya. Tak terlihat bersalah sama sekali.
“A-ah. Nggak papa.”
Dia tersenyum lalu mengulurkan tangannya padaku. “Kamu Ainar, kan? Yang bareng Yurefa terus itu? Aku Haneva, anggota baru tim baket.”
Aku menyambut uluran tangannya dengan ragu. Tapi melihat senyum lebarnya, akhirnya aku berani menjabat tangannya.
“Aku jarang melihatmu. Sejak kapan ikut basket?”
“Aku agak jarang ikut latihan. Dan lagi… aku sibuk dengannya.” Jawabnya diiringi senyum misterius.
“Dia… pa—temanmu tadi?” Nyaris! Nyaris! Hampir saja kelepasan bilang “pacar”. Gawat~
“Hehehe. Iya, dia pacarku.”
A-apa!? Dia bisa mengatakan hal itu dengan mudahnya!?
“Dia… cowok?” tanyaku hati-hati.
Haneva malah tersenyum makin lebar. “Iya. Hebat, kan?”
“A-ah… ya~” Bagaimana aku harus menghadapi orang ini!?
<>Yurefa pov<>
TEP
Aku sudah memantapkan langkahku saat seseutu menarikku dari belakang. Aku terseret ditariknya.
“Eh?” Aku menoleh dan mendapati Roy menyeretku menuju teman-teman yang sudah berkumpul untuk berfoto.
Roy menoleh padaku lalu mengerlingkan matanya. “Ayo foto!!”
Aku berusaha menolak, tapi Roy cukup cerdik. Dia menyuruh teman yang lain untuk membantunya menyeretku berfoto.
Dan berakhirlah aku berfoto bersama yang lain.
Selama berfoto ada perasaan yang mengganjal. Seperti sesuatu… akan terjadi pada aku dan Ainar. Ahh!! Sudahlah! Positive thinking, Yu!
Tapi, benar… ada sesuatu yang mengganjal. Cemas.
Akhirnya berakhirlah gila-gilaan malam dengan pesta kembang api.
DORRR
DORRR
DORRR
Terdengar suara merchon (tulisannya bener gk? 0w0;;) yang memekakan telinga.
Semua orang duduk di tempat masing-masing, menikmatinya dengan orang yang mereka bawa ke pesta ini.
Dan tentu saja… Ainar duduk di sebelahku.
Kupalingkan wajahku pada Ainar, mengacuhkan bunga api yang meletus dengan indahnya di langit malam. Terlihat ketertarikan di wajahnya. Dia terlihat bersemangat memandangi langit. Tapi… aku menemukan kekosongan dalam sorot matanya. Tatapannya mulai sayu seiring senyumnya yang awalnya lebar jadi senyum lembut. Ada apa dengannya? Dia terlihat sedikit berbeda sekembalinya dari toilet tadi.
“Ai…” aku menepuk pundaknya pelan. Dia menoleh padaku dengan senyum masih menghias wajahnya.
Terlihat begitu… mempesona di mataku.
Aku terdiam. Sempat kami hanya saling terdiam, menatap satu sama lain.
Perlahan tanganku mulai naik menyusuri lehernya, menuju pipinya. Mengelus lembut pipi putih itu. Menatap lembut kedua bola matanya. Membuat kami terperangkap dalam suasana yang tak ingin kuakhiri.
“Yu…” panggilnya lirih padaku.
“Hmm?” sahutku tak kalah pelannya. “Ai…”
Jarak diantara kami semakin menipis seiringi detak jantungku yang semakin cepat.
“Aku menyukaimu, Yu…”
<><><>
<>Ainar pov<>
Aku tak menyangka saat itu
Saat tiga kata itu terlanutun dari bibirku
Dan itu mengubah segalanya
<><><>
“Ke ruang ganti! Olahraga! Olahraga! Ayo, Yu!” aku menggamit tanganku pada Yurefa. Tapi dengan cepat dia menarik tangannya sebelum aku berhasil menggapainya. Dan dia berlari mendahuluiku menuju ruang ganti.
“A-ayo!!” serunya. Aku tahu itu ditujukan padaku, tapi dia tak menatapku sama sekali.
Aku menghela nafas. Dengan langkah tak minat aku menyusulnya di belakang.
Inilah yang terjadi. Yurefa menunjukan sikap aneh semenjak aku menyatakan perasaanku padanya. Dia seolah… menghindariku. Bukannya menjauh, hanya saja mengambil jarak. Ya, mengambil jarak. Seolah aku sesuatu yang akan menular jika beredekatan.
Apa dia membenciku? Karna sudah melaggar ‘norma’ sebagai lelaki? Apa salahnya lelaki menyukai sesama jenis?
Haneva bilang itu tak masalah. Dia menjelaskan panjang lebar padaku tentang cinta sebenarnya. Cinta itu tak boleh mengekang, seharusnya. Tak pandang bulu jika mencintai seseorang. Dan tentang sesama lelaki… dia bilang tak usah dipermasalahkan. Itu orientasi seks bawaan sejak lahir, jadi wajar jika aku tertarik pada Yurefa.
Haneva bercerita tentangnya dan kekasih lelaki-nya. Sebenarnya dulu mereka sama seperti aku dan Yurefa, sama-sama menyadari perasaan satu sama lain tapi tak berani mengungkapkannya. Hingga akhirnya Haneva-lah yang mengambil langkah untuk memastikan hubungan mereka. Dan mengesahkan diri mereka sebagi sepasang kekasih hingga sekarang.
Dia bilang aku juga patut mencoba… mengambil langkah.
Tapi yang terjadi… huh… kamu tahu sendiri, kan?
<><><>
Segalanya jauh dari perkiraanku
Tak terjangkau olehku
<><><>
Kuarasa aku terlalu percaya diri. Mengira Yurefa punya perasaan yang sama denganku.
Kututup buku pelajaran di hadapanku. Kulirik lelaki yang duduk di pojok kelas sambil membaca buku. Tatapannya sedikit kosong. Berbeda dari biasanya.
Kuarahkan mataku pada jendela di sampingku. Menghela nafas cukup panjang.
Bel akhir sekolah berbunyi.
Segera saja ku pack barang-barangku ke dalam tas setelah guru keluar kelas. Buru-buru aku berlari menghampiri Yurefa yang berlari keluar kelas.
Secara cepat kutarik bahunya hingga dia berbalik menghadapku. Tapi dia menepis tanganku kasar. Matanya menatapku sedikit terkejut, dengan kecanggungan di sana.
“Ah, hai, Ai!”
Aku menatapnya serius. “Yu!”
“A-apa?”
Aku menghela nafas cepat sebelum menariknya menuju tempat yang sepi. Dia tak memberontak, hanya sedikit mengeluh karna langkahku tak sama dengannya.
Aku ingin segera menyelesaikan ini. Kalaupun itu sama dengan mengakhiri hubunganku dengannya, aku akan coba bertahan.
TEP
Langkahku terhenti. Perlahan tanganku lepas dari pergelangannya. Kubalikan badanku menatapnya.
“Kenapa menjauhiku?” tanyaku langsung. Dengan sedikit penekanan di sana, menandakan aku serius.
Yurefa menatapku. Matanya mengarah padaku tapi ada sesuatu yang aneh dari tatapannya. Sebuah perasaan yang tak kutahu.
“Apa karna yang aku katakan waktu itu?”
Yurefa sedikit bereaksi. Matanya semakin penuh menatapku.
…
“YU!!” bentakku saat dia tak kunjung bicara. Sepatah katapun. Penuh penegasan. Tekanan.
“Aku…”
Aku diam menunggu dia bicara.
“Aku berencana mengambil langkah pelan-pelan saat itu, tapi kamu mendahuluiku. Jadi…”
Kalimatnya terhenti. Dia kehilangan kata-kata. Wajahnya sedikit merah.
Senyum tipis tersungging di pipiku. Aku mengerti. Dia gengsi aku yang ambil langkah. Lucunya^^
Kutarik badanku mendekat padanya. Kujiwit pipinya dengan gemas. Yurefa hanya menatapku dengan wajah memerah. Dia mulai tersenyum. Senyumku semakin lebar melihatnya.
Yurefa menurunkan taganku dari pipinya, menggenggamnya dengan satu tangan sementara tangan lainnya mengelus pipiku lembut. Dia mendekatkan wajahnya dan mengecup ujung hidungku.
“Jadi… kita resmi?” tanyaku.
Yurefa tersenyum. “Resmi apa?”
Aku menggembungka pipi. Dia menyebalkan! Dia tertawa melihat reaksiku yang dijahili.
Tanganku terangkat akan memukulnya, tapi Yurefa lebih cepat memelukku. Menarik diriku dalam hangatnya.
“Of couse, my Ai…”
FIN. ^^
Hwahaaa~~ maaf klo endingnya gk enak~~ >< cherry paksain malh jd gt…~~ TT^TT
“Ai” yg dikatn yure terakhir tuh baca.a “ai” jepang (love) bukn “ai” eye~~ -w-
thank you & BIG HUG u/ yg dah baca~~ >w<
Otte~~!! ^0^/ next series:;: At Least I Still Have You
season 2 dong
season 2 dong