Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh
Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.
Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.
Stories ¦¦ Colorful but Blur
Next part ---> "Aku kembali membayangkan saat aku melihat otot-ototnya yang kekar saat di kolam renang tadi dan membandingkannya dengan siswa kelas 2 yang kini berada di depan mataku, aku kembali lagi merasakan perbedaan yang besar tapi aku tak dapat menjelaskan dengan jelas perasaan apakah ini?"
Read more :
http://boyzforum.com/discussion/comment/1142868#Comment_1142868
Comments
Siswa-siswi baru terlihat berjalan kaki menuju sekolah dengan wajah penuh rasa antusias tapi tidak dengan Arlon yang duduk santai di dalam mobil pribadi ayahnya beserta supir pribadi lengkap dengan seragam khusus. Arlon melirik kesisi jalan, ia melihat sekelompok siswi sedang mengerubungi seorang siswa yang lumayan tinggi. Ia hanya melihat sekilas lalu mulai merapikan rambutnya lewat kaca spion dalam mobil sebelum turun, rambutnya yang pendek dan halus disisir rapi lengkap dengan kacamata berbingkai putih dan seragam sesuai aturan sekolah kemudian ia turun dan melangkah menuju aula sekolah.
Upacara penerimaan siswa baru berjalan membosankan bagi siswa-siswi kelas 2 dan 3 yang wajib ikut mengawasi adik kelas mereka, tapi kesenangan mereka baru akan dimulai setelah upacara selesai. Sudah menjadi tradisi sejak dulu bahwa setiap siswa-siswi baru wajib mengikuti perintah kakak kelasnya selama seminggu dan entah siapa yang mempelopori aturan ini. Para siswa dan siswi yang mencolok langsung menjadi bulan-bulanan para kakak kelas dan anehnya Arlon menjadi salah satu korban pada saat itu. Penampilannya yang seperti kutu buku langsung dikomentari macam-macam oleh beberapa kakak kelasnya.
"Wah, wah lihat ditahun milenium seperti ini masih ada saja kutu buku sepertimu..hahaha."
"Lihat kacamatanya itu! Wah, lucu sekali...hahha!" sindir seorang siswi senior dan mengambil kacamata Arlon
"Wow...lihat tenyata wajahnya juga cantik sekali seperti perempuan."
Arlon hanya terdiam sedikit menunduk dengan bahu sedikit bergetar, salah seorang dari mereka yang menghina Arlon maju ke depan.
"Mark! Buat apa kau membela dia?" tanya seorang gadis dengan nada kesal.
"Tidak, tidak....aku hanya ingin melihat lebih dekat wajahnya yang ketakutan." ucap Mark sambil memamerkan senyum jahilnya.
Mark mengira akan mendapati wajah ketakutan adik kelasnya yang dibilang culun oleh teman-temannya tapi ia malah mendapatkan ekspresi datar seakan-akan hinaan yang sedari tadi ia terima tak pernah didengar olehnya.
Mark yang tak puas dengan ekspresi tersebut mencoba menjahili Arlon sekali lagi.
"Wah, wah ternyata wajahmu benar-benar cantik seperti perempuan, bulu matamu juga panjang dan lentik."
Masih tak ada reaksi dari Arlon dan itu membuat Mark kesal,
"Ekspresi yang bagus beautiful boy, I like that!"
Jeritan para siswi meledak saat Mark mendekatkan wajahnya ke pipi kiri Arlon, namun jeritan dan gerakan Mark terhenti saat bel pelajaran berikutnya berbunyi. Pipi Arlon selamat dari kejahilan Mark saat itu dan dengan penuh kesadaran ia tahu kehidupannya selama seminggu ini tak akan setenang yang ia bayangkan.
Sial, kenapa bel harus berbunyi disaat yang tidak tepat? Eh, tunggu dulu setelah kupikir-pikir lagi tindakanku terlalu jauh terhadap kutu buku itu. Tapi....kulitnya lembut sekali, dari semua perempuan yang pernah kusentuh tak ada yang kulit yang selembut miliknya. Aduh! Sepertinya ada yang aneh dengan diriku. Ah, sudahlah lupakan saja.
::END POV::
Tapi penderitaannya akan segera berakhir karena hari ini tepat seminggu sejak hari pertama sekolah yang berarti perlakuan para senior yang keterlaluan itu hanya akan berlangsung 3 jam lagi tepat saat bel usai sekolah berbunyi.
Arlon tak sabar menunggu sekolah berakhir hari ini, selama pelajaran berlangsung ia menahan senyumnya dengan menunduk.
::Mark POV::
Siang ini adalah saat terakhir kami para senior bisa memperlakukan junior semau kami dan aku tak ingin melewatkan kesempatan ini, namun sayangnya aku harus segera berangkat ke tempat part time ku jika tak ingin gajiku dipotong lagi. Ku lebarkan langkahku dan mulai berlari melewati godaan-godaan para wanita yang selalu mengejar-ngejarku. Jujur saja aku bosan dengan kehadiran mereka dan terganggu dengan teriakan-teriakan mereka.
Ku percepat lariku namun sesaat aku melihat perkelahian di gang arah tempat kerja part time ku.
"Hey, cowok cantik....mana mobilmu?" goda seorang siswa senior.
"Ya, apakah pangeranmu belum menjemputmu?" goda yang seorang lagi.
Oh, bukan kah dia si kutu buku? Malang nasibnya...
ia ditangkap 5 senior paling kejam di sekolah kami. Untung saja aku seangkatan dengan mereka, jadi mereka tak bisa menghajarku meskipun mereka sangat ingin melakukannya.
Wah, kondisinya sudah parah. Seragamnya sobek dibagian lengan, rambutnya acak-acakan dan kacamatanya tergeletak tak jauh dari kakinya dalam keadaan rusak.
Si kutu buku berlutut hendak memungut kacamatanya yang rusak, aku tahu ia bisa melihatku dengan jelas karena sekarang mata kami beradupandang namun aku tak ingin terlibat masalah dan memutuskan untuk mundur beberapa langkah.
"Hey! Jangan mengacuhkan kami dasar BANCI!" seorang dari para senior itu menyiramkan seember air yang aku sendiripun tak tahu darimana ia mendapatkannya.
Sejenak namun pasti, bagaikan adegan laga dalam film-film hollywood... mataku melihat dengan jelas sorot mata si kutu buku berubah drastis dan dalam sekejap ia mencengkram leher baju senior yang menyiramnya.
"Coba bilang sekali lagi apa yang baru saja kau katakan?" Nada suaranya begitu datar dan dingin ditelingaku.
"APA-APAAN KAU BANCI? LEPASKAN BAJUKU!" bentak senior tersebut, wajahnya tampak kaget.
"He...hehe..." Tawa si kutu buku membuat bulu kudukku berdiri.
"Bukankah kalian yang lebih pantas disebut BANCI? Mengeroyok seorang pria yang kalian anggap lemah? Bagaimana bisa perkelahian lima lawan satu kalian anggap adil dan jantan?" si kutu buku melepas leher seragam senior itu.
Mendengar hinaan dari mulut si kutu buku yang selama ini tak pernah melawan tentu saja membuat lima orang senior ini naik darah dan perkelahian pun tak terelakkan.
Masih dalam keadaan basah kuyup si kutu buku menghindari semua pukulan dan tendangan yang di arahkan padanya, sesekali tangannya menahan tendangan dan membalikkan keadaan dengan memutar persendian kaki senior yang tendangannya dapat ia tangkap. Empat orang senior sudah babak belur dibuat olehnya namun si kutu buku lengah, sebuah tinju melayang dan mendarat tepat di pipi sebelah kirinya. Si kutu buku mundur beberapa langkah dan kulihat sedikit darah mengalir dari ujung bibirnya.
"Ah, ah...aku lupa masih ada seekor tikus lagi rupanya."
"Kau tak perlu banyak omong, BANCI!" gertak si senior, aku tahu betul sang senior merasa ketakutan sekarang dari caranya berbicara.
"Cuih!" si kutu buku membuang ludah bercampur darah ke jalan, "apa perlu ku rontokkan semua gigimu!"
Wow, kalimat yang ia ucapkan bukan pertanyaan melainkan pernyataan perang.
Sang senior maju tanpa taktik apapun dan dengan mudah tinju sang senior ditahan dengan sempurna oleh si kutu buku. Si kutu buku tersenyum lalu tanpa basa-basi dilayangkannya sebuah tinju tepat ke mulut sang senior, tinju tersebut sukses merontokkan beberapa gigi depan sang senior sekaligus membuatnya pingsan.
Mereka berempat yang masih sadar dan merasa kesakitan memutuskan untuk mundur dan membawa temannya yang pingsan. Si kutu buku memandangi kepergian mereka sejenak lalu berbalik melihat ke arahku. Ia hanya melihat sejenak lalu memungut kacamatanya yang rusak dan memakainya, kemudian ia mengeluarkan sebuah saputangan putih dari saku celananya dan mengusap darah dari ujung bibirnya yang terluka.
Aku tak tahu apa yang ia pikirkan tapi menurutku perkelahian tadi sungguh hebat karena dari perkelahian 5 lawan 1 ini ia hanya mendapat sebuah pukulan telak di ujung bibirnya. Kepribadian dan keahlian yang tidak bisa ditebak, penampilannya hanya kamuflase saja. Aku tertarik dengan kepribadiannya, aku ingin mengenalnya lebih dekat tapi moodnya sedang tidak bagus jika dilihat dari ekspresinya.
Ukh, Mark... kau ternyata hanya seorang pengecut berwajah tampan apa sulitnya menanyakan sebuah nama pada seseorang...pria pula. Kau payah Mark! aku mengejek diriku sendiri.
"Tuan muda Arlonsius, sudah saatnya anda kembali." ucap seorang pria paruh baya berjas hitam.
Oh, jadi namanya Arlonsius..... nama yang bagus. Aku jadi tertarik kepadanya
::END POV::
anak ketua mafia yg nyamar jd kutu buku ya?
Cast 1,
Nama : Arlonsius Utomo
Umur : 18 tahun
Karakter : Dingin, cuek, imut, dan esp. he's gay
Parents : Ayah, Handiko Utomo ( pemilik Utomo corp ). dan alm. Ibunya ( Anisa Utomo ) merupakan wanita yang anggun, cantik, dan mempunyai karir yg sukses sewaktu hidupnya dulu.
after the fight scene
::Arlon POV::
Sial! Gara-gara lima tikus itu seragam dan kacamataku rusak parah. Kalau bukan demi ayah sudah sejak hari pertama kuhajar mereka semua. Ku pandangi sejenak sesosok pria yang sejak awal perkelahian berdiri di dekat tiang, jika kacamataku tak rusak tentu aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Ah, sudahlah...itu tak penting lagi sekarang, untung saja hanya ujung bibirku yang terluka sehingga tak mencolok perhatian nantinya.
Ku pungut kacamataku dan mengusap darah yang mengalir dari ujung bibirku.
"Urgh, sial!" rasanya sakit juga ternyata.
"Tuan muda Arlonsius, sudah saatnya anda kembali."
Oh, supirku sudah menjemput ternyata.
"Kemana saja kau dari tadi? Gara-gara keterlambatanmu aku jadi harus berurusan dengan lima tikus tidak berguna tadi."
"Maaf tuan muda, tadi ada telepon dari tuan besar bahwa beliau hari ini tidak bisa menghadiri pesta ulang tahun Presdir Maroon dan meminta tuan muda menggantikannya."
"Ah, ah...lagi-lagi. Baiklah apa boleh buat, perusahaan kita bisa jatuh dalam masalah jika tak ada satupun dari keluarga yang hadir di pesta itu."
Ini lah resiko sebagai satu-satunya anak laki-laki dari keluarga yang memiliki salah satu perusahaan besar di Indonesia.
Aku berjalan menuju mobil ku dan melewati pria yang sedari tadi diam mematung dan mengingatkanku akan sesuatu.
"Tolong kau urus pria yang sedang berdiri di dekat tiang itu dan sebelum kita pulang...aku perlu kacamata yang baru."
"Baik tuan muda."
Semoga saja pria di dekat tiang itu tak berbicara macam-macam tentangku di sekolah besok karena jika hal itu terjadi aku bisa berada dalam masalah besar dan berhadapan dengan kemurkaan ayahku.
::END POV::
Terima kasih
Ditunggu ya
iya. follow up terus ya
ditunggu lanjutannya
kirain namanya arlong, jadi ingat manusia ikan onepiece
Karakter misterius,,
Asik ada tempat nongkrong baru..
Arlon hadir dengan setelan jas Armani terbaru dan lengkap dengan kacamata berbingkai putih yang ia beli sebelumnya dalam perjalanan ke pesta.
Sebenarnya Arlon tak menikmati sedikitpun acara glamor ini tapi ia tidak bisa menolak permintaan ayah nya karena ia tahu perusahaan milik Maroon berada satu tingkat di atas perusahaan milik ayahnya, sekali saja ada perilaku yang dianggap tidak menyenangkan perusahaan Maroon dapat dengan mudah menyingkirkan saingannya tidak terkecuali perusahaan ayahnya.
Hidup Arlon serasa kelabu dengan tugas perusahaan yang sedikit-sedikit dilemparkan padanya yang baru menginjak bangku SMA dan harus menuruti permintaan ayahnya. Ia diharuskan menjadi teladan bagi dua adik tiri perempuan yang masih berada di bangku SD.
Lamunan Arlon terusik karena ia disapa oleh beberapa teman senasibnya dari beberapa perusahaan terkenal, sayangnya teman-temannya tersebut sudah duduk di bangku kuliah jadi setidaknya mereka punya waktu yang cukup untuk bermain ketika masih di bangku sekolah.
Mereka berbincang-bincang dengan asyik, sedangkan Arlon mendengarkan dengan seksama tapi tiba-tiba perhatiannya terpecah pada sesosok pelayan yang rupanya ia kenal.
Dihampirinya pelayan tersebut untuk meyakinkan bahwa dirinya tidak salah orang.