It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
cerita tentang di KL dooong, supaya nanti gw ga kaget niih
@bitter_ballen ceritanya ga di update
"Mau sarapan apa?", tanya Adit. Guratan letih terlihat olehku.
"Ke apartemenku aja deh. Kamu capek kan?"
"Nggak kok. Aku malah seneng."
Aku tersenyum.
"Ke apartemenku. Kamu tidur sebentar aku siap-siap juga. Ga enak ah kucel gini. Lagian kan semalem abiisss.. Heheheh.."
Adit mengacak rambutku.
"Thank you for everything."
"It's pleasure."
Mobil Adit berbelok menuju apartemenku.
***
Aku mengantar oatmeal berisi pisang dan kismis ke kamar. Adit masih terlelap diatas kasurku. Aku meletakkan mangkuk oatmeal di nakas. Membelai rambut Adit dan mencium hidungnya. Aku beranjak dari kasur dan menyantap oatmeal dengan coklat milikku.
***
"Yaaaang..", Adit memaanggilku. Manjanya kumat nih. Aku melihat Adit duduk bersandar headboard dengan mangkuk yang sudah kosong.
"Enak?"
Adit tersenyum puas.
"Apa sih yang ngga enak?"
Adit menciumku. Aku memegang lehernya. Hangat.
"Kamu demam. Nggak enak badan yah?"
Adit mengedikkan bahu.
"Ngga tau."
"Ih. Kumat deh manjanya."
Adit menggesekkan hidungnya di lenganku. Tanda kalau dia memang sedang manja dan mencari perhatian.
"Hmmm.. Ya udah kamu tidur. Aku ntar kabarin Chef Surya kalo kamu ga masuk."
"Kamu?"
"Kerjalah."
"Aku sendirian dong?"
"Ga aka ada yang nyulik kamu juga, Yang."
Adit mnegerucutkan bibirnya. Ngambek.
"Aku udah janji sama kak Nila, Yang. Mau bantuin buat promo bulan depan. Mau minum obat?"
Adit mengedikkan bahunya. Aku beranjak menuju kotak obat. Mengambil paracetamol dan segelas air.
"Buka mulutnya. Aaaa.. Minum." Aku menyidorkan gelas berisi air. Adit meminumnya setengah. aku membetulkan posisi tidur Adit. Menaikkan bed cover hingga sebatas dada.
"Cium."
"Mananya?"
Adit menunjuk bibirnya. Aku tersenyum. Mengecup bibirnya. Adit bermain lidah.
"Udah. Get well soon, Sayang"
Adit memejamkan matanya.
***
Can't bear waiting for the next chapter...
"Ji, kakak liat kamu deket ya sama Adit?", tanya Kak Nila sementara aku sedang memilih piring untuk presentasi.
"Iya. Deket. Kenapa?"
"Hmmm.. Nggak kenapa-kenapa sih, Ji. Tapi, apa nggak terlalu deket?"
Aku menghentikan aktivitasku. Berbalik badan kearah Kak Nila.
"Maksudnya?"
"Iya, Kakak nggak mau kalo orang lain tahu kalo kamu itu..."
"Apa kak?"
"Udahlah. Jadinya pakai piring yang mana, Ji?"
Aku menghela napas. Menyodorkan sebuah piring persegi panjang dengan warna coklat dan hijau.
"Oya Ji, malem ini manajer kita yang baru dateng."
"Oya Kak?"
"Iya. Namanya Bram."
"Oooh.. Tau dari mana kak?"
"Ada deeeeh."
"Kak, itu mau digimanain lagi?"
***
Sore hari kami mengadakan briefing. Memperkenalkan manager restaurant yg baru. Aku menebak umurnya sekitar 35 tahun lebih. Berperawakan tinggi besar, berambut cepak, berkulit coklat, dan mata yang lumayan tajam. Ketika tersenyum tampak gingsul yang menurutku, menambah kesempurnaannya. Ganteng.
Chef Surya juga memeperkenalkan dirinya. Disusul yang lain.
"Hai, Pak Bram. Saya Aji, tempura section."
"Hai, Aji. Kamu paling muda ya disini?"
"Eee.. Kebetulan pak."
Pak Bram tersenyum. Aku menganggukan kepala.
"Oke, mari kita kembali bekerja.", ucap Chef Surya.
***
Aku mengecek suhu tubuh Adit. Udah tidak sehangat tadi. Adit masih terlelap.
"Dit.", aku berbisik di telinganya. Adit membuka matanya. Menguap dan memandangku. Tersenyum.
"Kangen."
"Manja.", aku menyentil hidungnya. "Udah makan kamu?"
adit menggeleng. "Males bangun."
"Euh.", aku beranjak dari tempat tidur. Menyambar handuk dan membuka pintu kamar mandi. Sepuluh menit kemudian aku keluar dengan handuk yang melilit di penggang. Adit sudah bangun. Ia bersandar di headboard sambil memainkan handphonenya.
"Kasihan tadi teppanyaki sibuk banget. Nggak ada kamu.", aku berkata sambil memakai baju.
"Hmmmm.."
"Oiyah, manager yang baru udah dateng. Namanya Abraham Bharata."
Adit meletakkan handphonenya dan memandangku.
"Kenapa kamu?"
"Abraham Bharata?"
"Iya. Kayaknya umurnya sekitaran 35 keatas deh. Belum tua-tua banget. Terus aku juga ga tau deh kok dia tau yah kalo aku yang paling muda di dapur?"
Adit hanya diam mendengarkan.
"Kalo senyum lucu. Ada gingsulnya."
"Pak Bram. Diaa..."
Aku memandang Adit. Mengernyitkan dahi.
"Dia mantanku."
Aku melongo.
***
Aku menyeruput hot ocha yang sudah mulai mendingin. Bandung sedang memamerkan indahnya kilauan lampu-lampu malam hari. Sendiri. Dan sepi. Restaurant ini ramai sebenaarnya. Aku menegeluarkan sebatang rokok, yang sudah ke lima malam ini, menyulutnya dan menghisapnya dalam-dalam..
***
Aku sudah tak bekerja. Bosan, alasanku yang sebenarnya. Bukan karena ada masalah dengan Adit. Gantinya, aku jadi supir Mama bolak balik workshop. Mama seneng-seneng aja. Karena ada teman dan yang pasti bisa disuruh buat belanja dan masak.
Handphoneku berbunyi. Ada BBM.
"Ji.."
Dari Adit.
"Iya?"
"Apa kabar?"
"Not so good."
"Why?"
Nggak peka yah? Aku mengutuk dalam hati.
"Nggak. Nggak papa. Knp?"
"Aku"
"Aku dapat tawaran kerja di Jepang."
Aku diam. Jepang?
"Glad to hear that. Congrats!"
"Thank you. Tapi aku tahu, itu bukan jawaban yang jujur dari hatimu."
Skak!
"Yaaaa.. Gimana ya, Dit? Pak Bram udah tau?"
"Udah. Nanti aku tinggal sama dia."
"Kalian?"
"Sorry, Ji. Aku gak maksud. Tapi, mungkin kita memang harus kaya gini."
"Okay. So, there's no more me and you."
"I'm so sorry."
"It' okay."
"Next Wednesday, first flight."
"OK."
"I hope we can meet before the flight."
"I hope so."
***
I'm not going to airport. Tapi aku disini, disebuah tempat yang hanya aku yang tahu. Sebilah pisau berlumur darah. Aku mengamati nadiku. Tersenyum.
###