It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Pulang kampung. Kerinduan pada kampung halamanku akan segera terobati. Pagi ini, dengan menggunakan bus umum yang kunaiki dari terminal, aku pulang. Menuju kampung tempatku tumbuh dan berkembang. Menemui orang-orang tersayang yang menantiku pulang. Berjumpa dengan mereka dalam kehangatan. Kampung halaman, aku segera datang.
==gw udah di bis nih.lu hti2 ya dsno sndrian.jgn sdih,gw nnti kmbali lg.he==
Dengan senyuman kukirimkan sms perpisahan kepada dia di sana. Orang yang kutinggalkan di kamarnya, yang semalam kami tiduri berdua. Pagi tadi dia mengantarku sampai di jalan tempat angkot membawaku menuju terminal. Saat terakhir kulambaikan tanganku, seperti ada yang hilang dari diriku. Aku tidak rela meninggalkannya. Aku benar-benar selalu ingin bersama dia. Kalau bukan demi orang-orang yang kusayang di rumah, sungguh, aku sebenarnya tak ingin pulang.
Sepanjang perjalanan kunikmati pemandangan. Melihat ke luar jendela, memandangi pepohonan yang berlari, rumah-rumah yang terlewati, kebun-kebun dan sawah-sawah yang hijau. Jalanan naik turun, membuatku terayun. Kelak-kelok, membuatku mabok. Aku pusing. Kepalaku pening. Perutku mual. Melilit. Tadi pagi enggak sarapan. Gak nafsu makan. Gak sempat juga.
Setelah perjalanan panjang dan melelahkan ini berakhir, hari telah siang. Matahari hampir tegak berdiri. Dan sampailah aku di sini. Di kampung halamanku. Kota yang sedikit panas karena udara pantainya. Tapi udara sejuk juga berhembus, karena gunung di belakangnya. Perpaduan pantai dan gunung, membuat hangat kotaku ini. Kampung halamanku.
Baru sehari di rumah, aku terus kepikiran dia. Apakah aku akan kuat? Hidup tanpa dia? Walau aku tahu ini Cuma sementara. Tapi kesepian telah mengusikku, mengganggu pikiranku, dengan bayangan-bayangan tentang dirinya. Seorang pangeran yang indah di sana. Ingin rasanya aku kembali hari ini saja. Segera menemuinya lagi. Bersamanya lagi. Tapi, keluarga juga begitu berharga, membuatku berat untuk berpisah. Akhirnya, siang menjelang sore ini, aku tidur saja. Melepas lelah, semoga memimpikan dia. Mimpi indah.
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
==Lg pa,friend.dah mkan blm?gw udah nih,nikmtin mskan nyokap.enak tenan.lg pa nih?==
Selesai menikmati makan malam bersama keluarga tercinta, aku sms dia. Mencoba melepas rindu. Padahal belum sehari kami berpisah, tapi hati seperti sudah tak kuasa menahannya. Kerinduan karena tidak bersamanya.
Hampir setiap hari kami lalui bersama. Tiap malam selang-seling kami selalu tidur berdua. Malam ini di kamar dia, malam berikutnya di kamarku, dan malam besoknya lagi kembali lagi ke kamar dia. Selang-seling. Selama seminggu kebersamaan kami. Setelah pulang liburan bersama teman-teman yang lain tempo hari.
Kebersamaan yang baru seminggu itu, telah membuat hati dan pikiranku semakin terikat dengan dirinya. Makanya, sekarang, saat aku di rumah, aku uring-uringan tak karuan. Kayak ada yang kurang. Aku kesepian.
Aku bertanya-tanya, apakah dia juga merasakan hal yang sama? Apakah dia juga kepikiran aku terus? Kadang aku merasa perih ketika membayangkan bahwa dia tidak sama sepertiku. Aku perih membayangkan kalau Cuma aku saja yang seperti ini. Sedihnya. Memikirkan orang yang tak pernah mikirin kita.
Untungnya, teknologi selalu membantuku. Dengan mengeluarkan uang sembilanpuluhsembilanrupiah, aku bisa merasa dekat dengan dia. Kami sms-an. Sampe malam, sampe mata kami terpejam. Tiap malam selama aku di rumah kami merangkai kata, saling balas, saling kirim. Kata-kata yang hampir selalu sama, pertanyaan sederhana, jawaban seadanya, obrolan ke mana-mana, tapi tak pernah ada kata tentang perasaan cinta. Kata-kata tentang itu belum pernah ada, di antara kami.
Tapi itu semua sudah cukup membuatku bahagia. Dapat dekat dengan orang yang kupuja. Orang yang selalu mengganggu tidurku. Mengusik hari-hariku, menemani kesendirianku, menanamkan kebahagiaan dan kesedihan di hatiku, hampir bersamaan.
Menjadi teman dekatnya, adalah anugerah yang indah untukku. Aku dapat lebih mengenal dia. Lebih tahu tentang dia. Luarnya, dan perlahan dalamnya. Memahaminya, membuatnya nyaman denganku, agar dia tidak menjauh. Lagi. Karena aku tak mau itu terjadi.
Kurencanakan dari total sebulan liburan ini, aku hanya dua minggu saja di rumah. Lalu, dua minggu sisanya aku kembali ke Bandung. Kembali bersama dia. Menikmati sisa liburan bersama. Karena aku sedang jatuh cinta. Pengennya selalu deket. Jauh dikit, perasaan melilit-lilit. Apalagi jauh banget, hati jadi seret.
Liburan di rumah kuisi dengan mengunjungi teman-teman lama. Berkumpul bersama mereka, mengenang masa-masa muda, saat kami masih SMA. Lama tak jumpa, membuat kami rindu untuk bersua. Tertawa-tawa bersama, bercanda-canda seperti orang gila. Ada Dede, Cici, Yayan, Aap, Wanwan, Jojo, Susu, Benben, Asas, Dindin, dan teman-teman lain. Seneng banget.
Tapi, tetap saja. Dalam kehangatan bersama teman-teman, pikiranku terus melayang. Bayangan dia terus terbang, di seputaran otakku. Membuatku senyum-senyum sendirian, kayak orang edan. Membuatku termenung gak karuan, kadang juga mengenaskan, sedih tanpa alasan, senang tanpa gurauan. Udah aneh aja. orang yang lagi jatuh cinta. Makan inget dia, tidur mimpiin dia, mandi pun ngebayangin dia. Membuatku gila. Kadang tertawa, kadang juga merana.
Teman-teman menggodaku karena sikap anehku. Mereka menyangka aku sedang memikirkan seorang wanita, padahal dalam pikiranku selalu dia, seorang pria. Mereka memaksa untuk menunjukkan fotonya, orang yang telah meluluhkan hatiku. Tapi aku tak kuasa, karena aku tak mungkin menunjukkannya. Bisa-bisa mereka jadi gila. Ketularan aku yang memang sudah gila, seorang pria yang menyukai pria.
Tapi aku hanya manusia. Yang tak punya kuasa untuk menahannya. Perasaan yang tiba-tiba ada. Tak tahu asalnya bagaimana. Dan aku pun tak bisa menyalahkan siapa-siapa. Mau menyalahkan Tuhan? Mereka bilang ini ujian. Mau menyalahkan orang tua? Apa yang salah dari mereka? Mau menyalahkan teman? Aku tak punya alasan. Mau menyalahkan lingkungan? Kata orang lingkungan memang memberi peranan. Tapi aku tahu, aku mendapatkan ini bukan dari lingkunganku. Aku berfikir ini adalah bawaan lahir. Tapi mungkinkah? Guruku bilang setiap bayi yang lahir itu dalam keadaan suci. Tanpa dosa. Apakah ini dosa? Agama bilang iya. Norma juga menyetujuinya. Dan mereka yang menganggap diri mereka normal juga mengecamnya.
Sungguh, aku hanya manusia. Seperti yang orang-orang sepertiku katakan, kami tak pernah menginginkannya. Lalu kenapa ini ada? Kenapa ini salah? Bagaimana jalan keluarnya? Bagaimana membenarkannya?
Tuhan. Engkau pemilik segala yang ada. Maafkan kami karena kami tidak seperti yang mereka inginkan. Ampuni kami karena kami berdosa kepada-Mu. Kalau ini memang benar-benar sebuah dosa. Tolong, bimbinglah kami dalam kasih-Mu. Rengkuhlah kami dalam sayang-Mu. Berilah kami petunjuk-Mu. Karena Engkau pasti tahu, ini begitu berat untuk kami jalani. Berjalan menapaki kebingungan. Di atas jalan yang orang bilang sebuah kesalahan. Semoga kami dapat selalu menjadi hamba-Mu yang Engkau kasihi.
“”Christ. Aku rindu kamu. Aku kangen kamu. Aku selalu mikirin kamu. Apa kamu tahu? Aku menyukaimu, aku mencintaimu, aku juga menyayangimu. Aku ingin selalu bersama kamu. Aku ingin menikmati semuanya denganmu. Saat aku di sisimu, aku nyaman dan senang selalu. Saat kamu jauh dariku, hatiku selalu memanggilmu. Apakah kamu mampu mendengarnya? Wahai sayangku. Pujaan hatiku. Aku harap kamu mampu mendengarnya, atau merasakannya, kerinduanku, kepadamu. Aku-cinta-sama-kamu-Christ.””
Hatiku memanggilnya, pikiranku membayangkannya, kesepianku merindukannya, kesedihanku karena jauh darinya, kebahagiaanku karena aku kini sudah menjadi temannya. Aku orang yang gila. Jatuh cinta tanpa mampu berkata. Hanya berharap dia merasa.
Mari menyusun seroja bunga seroja
Hiasan sanggul remaja puteri remaja
Rupa yang elok dimanja jangan dimanja
Pujalah ia oh saja sekedar saja
Mengapa kau bermenung, Adik berhati bingung?
Janganlah engkau percaya dengan asmara.
Sekarang bukan bermenung jaman bermenung
Mari bersama oh adik memetik bunga
BUNGA SEROJA
VERIS YAMARNO & MARAKAMA (OST LASKAR PELANGI)
Jatuh Cinta Membuatku Jadi Sedikit Gila.
Hari Minggu. Saatnya pergi ke Gazibu.
Hari Sabtu kemaren aku baru dateng dari rumah di kampung sana. Sore-sore aku sampe ke Bandung, dan langsung cabut ke kosan Christ. Tidak terasa lelah, tidak terasa nyerah. Aku ingin segera berjumpa. Dua minggu berpisah membuatku kelimpungan tak berdaya. Gunung kudaki, lautan kuseberangi, dan, sampailah aku di sini. Pintunya tertutup.
Kulihat rak sepatu di depan kamarnya. Sepasang sandalnya tidak ada di sana. Kemanakah dia? Dia sedang pergi. Udah jauh-jauh ke sini. Padahal mau kasih kejutan lagi. Aku datang ke sini tanpa memberi tahu dia sebelumnya. Supaya dia kaget. Dan aku pengen melihat reaksinya setelah lama tak jumpa denganku. Karena sungguh aku ingin tahu apa yang dirasakannya terhadapku.
Aku duduk di teras kecil di depan kamarnya. Sepi, masih pada pulang kampung. Jangan-jangan dia juga pulang kampung. Tapi enggak deh. Kan semalem kami masih sms-an dan dia bilang masih di sini.
Sambil melepas lelah aku menunggunya di depan kamarnya. Lama banget. Hari mulai gelap. Aku mulai kalap. Kucoba sms dia. BT. Udah kelamaan nunggu.
==Bro.lg pa neh?==
Aku sms dia. Seolah-olah aku tidak sedang berada di sini. Aku masih pengen ngejutin dia dengan datang tiba-tiba. Walau aku sudah menunggu lama. Pesan terkirim. Kupandangi terus layar Hpku. Nunggu dia bales. Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Empat menit. Lima menit. Enam menit. Tujuh menit. Delapan menit. Sembilan menit. Sepuluh menit. Hari mulai magrib.
BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE BETE.
Belum ada tanda-tanda dia akan bales. Aku udah cape mandangin layar Hpku. Dia lagi apa sih? Pergi ke mana sih? Sama siapa sih? Kok lama sih? Kok gak bales smsku sih? Aku capek sih. Au ah.
“”CALLING CHRIST””
Aku coba telpon dia. Nyambung. Bunyi nut nut nut. Nut nut nut. Nut nut nut. Lama gak diangkat-angkat. Lagi apa sih? Aku jadi bertanya-tanya. Kepalaku muter-muter menertibkan berbagai pertanyaan.
“”Halo, Gung.””
“Halo. Lu lagi apa? Kok sms gua gak dibales?”
“Sory. Gue baru selesai renang nih.”
“Oh, ya udah deh. Sms aja ya. Sayang pulsa gue.” Dasar. Pelitnya gak ilang-ilang.
“Pelit, lu. Ya udah. Gue juga mau bilas dulu nih.”
Sore-sore gini renang. Gak ngajak-ngajak. Jadi aku mesti nungguin dia pulang renang dong. Dia juga belum bilas. Bakal lama dong. Semoga saja dia langsung pulang. Tapi aku gak yakin.
==Eh,lgsung plg ya.gw lper nih.==
Aku ngantuk banget. Dari tadi duduk mulu di sini. Perut juga laper. Mau tak mau aku nyerah. aku kasih tahu dia kalo aku sudah di sini. Kejutanku sia-sia lagi. Dasar. Nyebelin. Kucoba pejamkan kedua mataku di rumah kos-kosan yang sepi ini. Hari telah gelap. Dan aku terlelap.
“Gung. Bangun.” Kurasakan badanku digoyang-goyang seseorang.
Kubuka mataku. Dan kulihat dia sedang tersenyum di depanku. Manis banget. Dia udah dateng. Padahal aku merasa baru saja memejamkan mataku. Hari sudah benar-benar gelap. Kulihat beberapa lampu telah menyala.
“Kok dateng gak bilang-bilang?” Dia sedang membuka pintu kamarnya yang sedari tadi aku tungguin. Dia pake celana selutut warna krem, kaos warna kuning, tas punggung nyantol di punggungnya. Rambutnya masih sedikit basah.
Kulihat layar HP dalam genggamanku. Ada sms. Tiga biji.
==Eh?lu dmana?== Satu
==Gung?== Dua
==Lu msih idup kn.== Tiga
Semuanya dari dia. Dalam tempo tidak lebih dari sepuluh menit. Aku tidur lumayan lama. Badanku kurasakan seger kembali. Tidur yang berkualitas.
“Dateng kapan?” kami sudah berada di dalam kamar. Dia sedang sibuk dengan tas punggungnya dan mengeluarkan kantong plastik yang berisi pakaian basahnya. Kolor plus sesuatu berbentuk segitiga yang dipakainya tadi saat renang. Dimasukkannya sepasang pakaian basah itu ke dalam ember di dekat kamar mandi.
“Tadi.” dengan malas kubalas pertanyaan dia. Kunyalakan TV. Kuambil toples yang berisi biskuit dan kuambil segelas air dari galon. Kunikmati hidup ini dengan santainya. Tanpa dosa aku menikmati miliknya. Aku laper. Haus. Cape. Bete.
“Oleh-olehnya mana?” pertanyaan yang umum kudengar saat baru pulang atau baru datang. Manusia.
“Tuh di tas.” Kutunjukkan tas selempangku yang kugeletakkan di atas kasur. Aku enak aja makan dan minum dan nonton di kamar dia. Sementara yang punya sedang sibuk dengan pakaian basahnya. Dia habis merendam cucian. Busyet. Sore-sore gini mau nyuci. Yah, biar kolornya gak bau sih.
Dia menghampiri tas warna hitamku. Membuka resletingnya dan menarik ke luar plastik putih di dalamnya. Dan ke luarlah oleh-oleh dari kampungku yang kubawa spesial untuk dia seorang. Sekotak tape ketan. Dibungkus dengan kotak yang terbuat dari anyaman bambu. Dia menikmatinya. Sepertinya dia suka. Tidak sia-sia aku membawanya. Aku senang, melihat dia senang.
.................................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................................
Sekitar jam tujuh kami berdua berangkat. Sampe jalan gede, kami naik angkot warna ijo dengan striping item di bodinya. Pergi menuju Gazibu. Lapangan di depan Gedung Sate yang BUSYET-RAME-BANGET kalo hari Minggu.
Dan sampailah di sini. Gazibu, here we go.
Langsung kaki kami berjalan menyusuri keramaian di hari Minggu ini. Mata sibuk melihat kanan dan kiri. Sibuk memandang keramaian aneka barang jualan dan berbagai macam orang. Makanan, cemilan, pakaian, pajangan, tanaman, hiasan, peralatan, mainan, hiburan, cd bajakan, ramalan, dan semua-mua hampir ada di sini. Lengkap dengan harga yang sungguh lumayan murah.
Berjalan beriringan berhimpitan, desak-desakan, tabrakan, senggol-senggolan, tabok-tabokan, rebutan jalan. Aku dan Christ sedang nyari sarapan. Mau isi perut dulu sebelum beraksi tawar-menawar memborong barang-barang kebutuhan. Weh, bingung mau makan apa. Terlalu banyak pilihan.
Kupat tahu? Udah bosen. Siomay? Lagi gak pengen. Bubur ayam? Lagi gak nafsu. Mi kocok? Waduh, pengen yang agak berat dikit. Nasi timbel? Weh, lagi pengen yang agak aneh. Bubur kacang? Kayaknya enggak aneh deh. Batagor? Sama saja. Soto Bandung? Yah, paling mirip sama soto Betawi. Sate Padang? Pedes. Kan masih pagi. Ntar mules. Sate Madura? Please deh, lagi gak pengen sate. Kerak Telor? Kayaknya enak. Emang enak. Tapi udah pernah. Burger? Weh, makanan bule. Tapi enggak deh. Coto Makassar? Soto yah? Nanti saja deh. Apa dong?
Tenang, masih banyak kok. Tapi kok malah jadi bingung yah. Lihat es lilin, pengen. Bubur pacar Cina. Mau dong. Es cendol? GLEK. Ngiler. Kue bawang? Baunya gak nahan. Bikin perut tambah laper. Manisan? Nanti dulu deh. Asinan? Sama, nanti juga. Sushi? Makanan jepang? Kayaknya mahal. Bubur Manado? Apaan tuh?
Mataku tak henti-hentinya menatap ke mobil yang bertuliskan Masakan Khas Sulawesi. Sedia : - Coto Makassar, - Coto Konro, - Es Pisang Ijo, - Bubur Manado, - bla bla bla. Jadi pengen. Kutanya dia yang berjalan di sampingku. Dan diapun mau.
Akhirnya pagi ini kami berdua menikmati bubur Manado. Warnanya kuning. Kayak jagung. Tapi bukan. Kunyit. Yah, kuning kunyit. Ada ikan asin kerempeng di atasnya. Kasihan. Kering kerontang. Beberapa helai daun bawang menghiasi mangkoknya. Teh anget sudah siap di samping mangkok. Tanpa tunggu lama kulahap juga semangkok bubur aneh di depanku ini. Wew, rasanya lumayan aneh. Agak gimana gitu. Sedikit kuat rempah-rempahnya. Aroma bumbu racik khas Indonesia. Enak dan hangat. Lembut di mulut, agak nakal di lidah, nikmat di kerongkongan dan hangat di perut. MAKNYUS. Kumakan juga ikan asin yang sedari tadi memelas memandangiku meminta dimakan juga. Benar-benar ikan yang menyedihkan. Kerempeng tanpa daging seperti hanya menyisakan tulang saja.
KREK. Kok enggak asin yah? Tawar. Kukunyah perlahan. Enak juga. Walau tampangnya ogah banget, tapi sensasinya mantap banget. Perpaduan sempurna. Sarapan kami hari ini. Makanan aneh yang kami coba. Bubur dari Manado. Entah yang masaknya orang Manado atau bukan. Yang penting ini adalah bubur Manado. Enak, Bo.
Selesai makan, kami langsung lanjut keliling-keliling muter-muter. Lihat kolor dipajang di lesehan di atas aspal jalanan yang teduh. Bapak-bapak berdiri di sampingnya. Begitu kami datang mendekat, dengan semangat beliau berpidato. Menawarkan barang dagangan. Tanpa ragu kami memilih-milih tumpukan kolor berbagai warna dan rupa. Panjang, pendek, pendek banget, agak pendek dan tanggung banget. Ada yang gombrang, ada juga yang ramping. Murah, yang panjang 20 ribu, yang pendek 15 ribu. Ha ha, kuambil dua yang pendek dan dua yang panjang. Buat renang dan buat tiduran. Barang murah meriah, melengkapi koleksi dalam lemariku. Dan dia yang rupawan itu juga beli satu-satu. Panjang atu, dan agak pendek atu. Dan stan kolor pun berlalu.
Kulihat tulisan di atas hamparan kaos kaki berbagai warna dan ukuran.
“”5.000 Tiga””
WEW. Serius? Busyet. Udah kayak permen aja. kaos kaki lima ribu dapet tiga pasang. Jadi, dapet enam potong. Seribu satu. Bonus satu. Tapi aku tidak berminat. Soalnya rame banget dikerubutin orang-orang berbagai ukuran. Ibu-ibu, bapak-bapak, akang-akang, teteh-teteh, adek-adek, nenek-nenek, lengkap deh. Sampe-sampe pantat akang yang jualnya tidak kelihatan. Hanya suaranya saja yang membahana menjerit-jerit bilang, “LIMA RIBU TIGA LIMA RIBU TIGA . AYO-AYO DIPILIH-DIPILIH. MURAH MERIAH MUMPUNG MASIH ADA.” Ampun deh. Capek enggak tuh orang.
Kami berdua berjalan ke tengah lapangan. Di sini agak sepi. Panas juga sih. Gak ada pohon memayungi, hanya tenda-tenda di kanan kiri. Ada orang jualan kaktus. Lucu-lucu. Jadi pengen. Kuning, merah, hijau, abu-abu, biru, cokelat. Wew, kayak pelangi. Kaktus warna-warni. Potnya imut-imut. Tapi Akang yang jualnya amit-amit.
“Berapa, A?” petanyaan bodoh. Baru saja bibirku selesai berucap, kulihat papan yang berdiri di antara pot-pot kaktus yang lucu-lucu itu. Aku malu. Dasar, saking mupengnya lihatin barisan tanaman gurun berduri, sampe-sampe tak terlihat tulisan warna merah “”RP 2.500/BH”” ini. Be-Ha yang murah. eh, bukan, kaktus yang murah. (lagi)
Aku dan dia yang begitu indah sekarang sibuk dan bingung milih-milih kaktus-kaktus yang lucu-lucu. Bagus-bagus, jadi susah mutusinnya. Mau ambil yang merah? yang kuning kayaknya lebih indah. Mau ambil yang kuning? Yang abu-abu menggoda. Yang abu-abu? Yang hijau pun tidak kalah. Ya udah, yang cokelat aja, agak aneh tuh. Tapi, yang biru begitu lucu. ARRRRRRRRGGGGGGGGGG. Jadi bingung. Akhirnya, yang kuning yang aku ambil setelah berdiskusi agak lama dengan pangeran yang rupawan. Dia juga beli satu, yang biru. Uang lima ribu pun berlalu, berganti dengan dua pot kaktus kuning dan biru.
Nafsu belanja semakin menggila. Walau panas, tidak tersiksa. Berdesak-desakkan, tidak membuat lelah. Banyak barang yang begitu menggoda. Lapangan semakin rame saja. Kami berjalan ke arah utara. Melewati ibu-ibu yang jualan aneka makanan di tangga. Bau ikan pindang wangi menggoda, otak-otak goreng juga. Tapi aku udah kenyang, jadi gak pengen beli. Jalanan yang macet sudah terlewati, kami terus menyusuri keramaian pagi ini. Ada orang jualan ikan hias. Aku mendekat. Lihat-lihat. Agak lama, trus pergi lagi. Pengen beli, tapi gak jadi. Kapok. Nanti mati lagi. Kasihan. Aku kan gak telaten melihara hewan. Jadinya, dengan agak tidak rela aku say good bye kepada ikan-ikan yang dibungkus plastik bening dan digantung itu.
Aku jalan di depan. Dia di belakang. Sempit banget. Desak-desakkan lagi. Anak kecil jerit-jerit nangis dalam gendongan bapaknya. Ibunya sibuk ngelapin keringat si anak dari belakang. Kasihan. Kayaknya si anak kepanasan. Tangisannya keras banget.
Aku nengok ke belakang. Eh? Dia gak ada. Aku cari-cari di belakang sana. Wew. Dia jauh banget. Di sela-sela keramaian manusia. Dia terlihat begitu indah. Ketinggalan jauh di belakang. Gak bisa nyelip-nyelip nglewatin kerumunan orang. Aku minggir ke orang yang jualan aneka kaos. Sekalian berteduh, kutunggu dia. Kok dia gak nyampe-nyampe yah? Kulihat ke arah belakang lagi. Dia ilang. Ke mana ya? Ada orang jualan celengan. Kulihat dia jongkok di sana. Lagi milih-milih.
“Mau beli?” tanyaku saat udah ikutan jongkok di samping dia. Ikutan milih-milih juga. Celengan yang terbuat dari kayu yang diberi hiasan ukiran dan diolesi plistur hingga mengkilap halus. Bagus-bagus. Aku jadi kepengen juga. Padahal aku gak suka nabung. Tapi tergoda juga melihat barisan celengan-celengan yang mungkin hanya ada di Indonesia itu. Dia lagi tawar-menawar dengan bapak-bapak yang kayaknya udah hampir tua, rambutnya udah ubanan, wajahnya cokelat keriput kayak selimut.
“Dua Puluh aja ya, Pak.” Aku bantu dia menawar. Si Bapak nawarnya tiga lima, si ganteng mintanya lima belas. Setelah agak lama akhirnya dapet juga. Empat lima asal beli dua. Dan kamipun rela. Dua celengan itupun dibungkus dengan harga satunya duapuluhdualimaratusrupiah. Lumayan mahal. Karena ada ukirannya mungkin. Keren juga sih, citarasa seninya tinggi. I think. Padahal aku gak ngerti seni.
Habis nenteng celengan kami pun lanjutin jalan ke depan. Mau nyari yang laen. Entah apa itu. Kami gak ada tujuan pasti mau beli apa di sini. Kami hanya pergi, melihat-lihat dan mendekat. Kalo suka, dan ada uang, kami beli. Kalo gak suka, buat apa. Kalo suka tapi gak ada uang, saat itulah kami begitu sedih. Pergi dengan tampang mengenaskan. Nasib anak kos-an. Punya uang jajan pas-pasan. Andai saja kami punya perusahaan, yang uangnya terus ngalir ke tabungan, kami jadi bebas beli apa saja yang kami inginkan. Sayang, itu Cuma hayalan.
Ada yang jual es Unyil. Aku menelan ludah. Mupeng banget. Aku dekati gerobak yang didorong akang-akang itu. Aku beli satu potong. Kutawari dia. Dia mau. Aku beli yang rasa susu, dia beli yang rasa duren. Es Unyil yang enak. Jadi inget masa kanak-kanak. Tahu es Unyil kan? Itu loh, es yang panjang yang dibungkus dengan plastik bergambar si Unyil, trus dipotong dan ditusuk dengan potongan bambu, selanjutnya tinggal pegangin bambunya, kayak makan es krim. Dijilat-jilat, diemut-emut. Enak lho. Sekarang sudah mulai langka sih yang jual es ini. Waktu SD dulu hampir tiap hari jajan es ginian. Enak sih, rasanya macem-macem rasa buah, dengan sedikit rasa asin. Ada juga yang rasa susu dan cokelat. Mantap.
Sekarang kami udah kayak finalis Indonesian Idol. Kalo mereka, nenteng mikropon sambil mangap-mangap nyanyiin lagu-lagu, sementara kami nenteng es unyil sambil mulut kami sesekali mangap, melet, manyun, monyong, nyiumin dan nyipokin tuh es Unyil. Sambil terus jalan dengan desak-desakan. Kayak bocah kesasar.
Hari sudah mulai siang. Matahari semakin sadis manasin rambut dan seluruh tubuh kami. Tangan kanan kiri sudah sibuk nentengin plastik. Plastik gede, plastik kecil, warna item, warna putih, semua ditenteng. Gak bawa tas, jadi terpaksa harus rela menjadi seperti ibu-ibu yang doyan belanja. Habis borong barang murah meriah di pasar Mingguan di lapangan Gazibu. Setelah benar-benar lelah dan dompet mulai bercelah, kamipun kembali mencari angkot ijo berstriping item. Kami kembali pulang. Ke kosan tercinta.
Berdua jalan-jalan sama dia, sang pangeran terindah dari negeri antah berantah, membuatku bahagia. Menikmati kebersamaan dengan orang tercinta. Walau hati ini selalu bertanya-tanya. apakah dia juga menyimpan perasaan yang sama? Ataukah hanya aku saja? Betepuk sebelah kaki semata? Betapa sakitnya.
Tak ada sedikitpun keberanian untuk berkata, mengatakan kepadanya bahwa aku cinta. Dia dan seluruh dirinya. Setiap kata-kata cinta dan sayang, hanya lahir di hati saja, tanpa mampu mengalir ke bibir hingga bersuara. Aku bisu, dalam mencintainya. Aku buta, dalam mengaguminya. Aku lemah dalam memujanya. Aku rela, dalam menyayanginya. Aku bodoh, dalam ketidakmampuanku untuk membuat dia tahu, bahwa cintaku ada, untuknya.
Saat matanya terpejam, saat itulah aku berani lekat-lekat memandangnya. Wajahnya, matanya, hidungnya, pipinya, bibirnya, alisnya, dagunya, kupingnya, lehernya, dan seluruh tubuhnya. Menikmati keindahannya dalam sunyi, meresapi pribadinya dalam sepi, mengenali seluruh dirinya dalam diam, tanpa sentuhan. Dengan mataku aku menaburkan cintaku. Tanpa kata, tanpa suara. Hanya memandang, tak mampu memegang.
Saat dia terjaga, aku hanya bicara. Tak mampu memandangnya lama-lama. Tak berani menyentuhnya lama-lama. Semua hanya sesaat. Sesaat yang sangat berat. Padahal dalam hati ini tersimpan keinginan untuk dapat memeluknya, membelainya, menciumnya, mengatakannya, bahwa aku cinta dia. Dalam hayalanku selama ini ingin sekali dapat menjalin cinta dengannya. Mencumbu keindahannya, menikmati seluruh tubuh dan cintanya.
Ketidakmampuanku untuk mengatakan yang sebenarnya, dan ketidakmampuanku untuk menerka dia dan pikirannya. Membuatku hidup dalam ketidaktahuan dan pertanyaan. Apakah yang dia rasakan? Apakah yang dia pikirkan? Apakah yang dia inginkan? Dariku, tentangku, dan terhadapku. Aku tak pernah tahu.
Gazibu, Kau Salah Satu Tempat Favoritku.
dua minggu ke depan gue izin gak ol yah. coz mau pulang kampung nih. ninggalin Bandung tercinta untuk ke sekian kalinya. gue juga agak sedikit tidak rela, karena bakal tidak melihat dia lagi walau hanya sementara.
maaf kalau kalian merasakan cerita gue agak lebay. memang lebay. ini gaya gue. dalam keseharian pun gue suka melebaykan diri sedikit-sedikit. lumayan biar semangat.
maaf juga kalau cerita gue kurang enak, gue nulisnya tergantung mood. kalo gue lagi BT, maka tulisan gue jadi ngebosenin. kalo gue lagi seneng, tulisan gue jadi gak karuan. kalo gue lagi sedih, mungkin tulisan gue jadi menyebalkan. kalo gue lagi males nulis, berarti boyzforum bakal aman dan terselamatkan, karena bakal gak kemasukan tulisan gak karuan dari orang yang urakan.
oke, the last but not the lastest, semoga kalian menikmati, terimakasih sudah mau mampir dan baca, semoga kalian tabah.
selamat hari lebaran bagi yang merayakan, bagi yang tidak merayakan, selamat bersenang-senang. mohon maaf lahir dan batin.
lamaaa...
met berlibur gung..
SeRu, lucu, ngegemesin, ih jadi pengen. Hehe... Lanjut teRus ceRitanya yah? B-)
MEMANGNYA INI AGUNG SEMARANG YG.........NYA OM SAT YA?