This thread is one of place that i wish to be able to cope for my depression.
I advice you to close this threadquick
21/05/2017
Prologue
Sejak sekian lama akhirnya aku berani memberanikan diri untuk bertemu seseorang yang kukenal lewat aplikasi.
Bukan karena apa, tapi orang ini percaya aku orang baik dan aku pun juga.
Pada tanggal, 20/05/2017 aku bertemu dengan dia.
Dikenalkan lah pula aku dengan sahabat ceweknya yang memang tulus juga.
Obrolanku dengan teman perempuannya itu menohokku dengan sangat kuat.
Ketika aku pulang, ya, hari inj 21/05/2017.
Percakapan kemarin sepertinya memang berhasil mebuatku sedikit berfikir.
Apakah aku ingin mencari pasangan hanya ingin lari dari rasa sepi? Apakah aku siap mencintai? Apakah aku siap untuk berbagi? Apakah aku mau berkorban untuk orang lain?..
Haha lucu, aku tidak siap.. Aku tidak siap menjalin ini dengan perempuan manapun.
Aku iri dengan teman2ku yang dengan percaya diri menggandeng perempuan dan bergandengan tangan. Tertawa manis, dengan dunia yang ceria penuh warna.
sedangkan aku? Meringis, teriris.
Aku yang sedari dulu lemah, kecil, rapuh, pendek.. Tidak tahu mengapa, mungkin melihat ketidak berdayaanku aku dibully habis2an.. Diganggu, dipermainkan.
Aku salah? Iya.
Dimana? Aku melawan? Tidak
Aku tidak meminta bantuan? Tidak
Aku menunggu seseorang yang sadar? Iya.
Lemah. Mungkin memang aku lemah.
Pengecut. Iya, karena melawan pun aku tidak.
Karena aku tidak berani untuk berkata, maupun melawan,
meski aku lelaki, yang kata mereka aku harus bisa semua. Hingga suatu hari aku dibantu oleh seorang laki2.. Dia menganggapku adik, tapi aku yang pertama kali diberi perhatian lebih pun akhirnya jatuh hati.
Tapi masih saja aku tolak rasa yang dianggap masyarakat hina, nista, kotor dan dosa.
Iya aku tersiksa..
Mengetahui keberadaan manusia lain yang keberadaannya kurang lebih sama, aku menganggap gay pun kesepian
Oh aku salah, mereka tidak kesepian. Hanya aku, lagi-lagi aku merasa kesepian ini makin mendalam, menggerogoti, mengurungku dalam kotak gelap tanpa cahaya. Maupun lampu
Aku pun mencoba untuk ikut dan terjun masuk.
Namun, Iya aku menyesal.
4 tahun aku terjun, aku tidak menemukan apapun.
Hanya seks dan fun yang mereka tawarkan padaku. Tapi
Apakah dengan seks dan fun hatiku yang kosong ini akan mampu terisi? Tanyaku.
Tentu saja tidak kata hatiku yang lain..
Ku buka aplikasi dan menawarkan pertemanan. Wajahku yang biasa saja hanya diterima 1/10 orang.
Tapi aku juga merasa berdosa karena tidak menerima pertemanan dari orang yang bukan tipeku.
Serves me right. Aku ditolak karena aku menolak, iya itu karma.
Tapi lucunya aku percaya dan masih percaya.
Aku berusaha lepas tapi tidak bisa.
Aku terbayang pelukan lelaki yang meskipun sementara tapi rasa hangat didada itu benar2 menyamankan hati.
I feel safe, protected.
Will i feel that again? Dunno hehe..
Comments
Friendship
Hi, how am i today? Dunno, it seems i lack of sleep tonight. My eyes keep burning.
So, apa yang ingin aku tulis hari ini ada hubungannya dengan apa itu sahabat. Well, mungkin hal ini akan jauh berbeda dengan pendapat orang lain tentang apa itu yang disebut dengan pertemanan. Yup, tiap orang pasti punya pandangan dan pendapat yang berbeda dalam tiap2 hal. Yah bisa kita lihat pada pilkada baru2 ini, sampai pada tingkat kecil misal bubur diaduk atau tidak maupun soto dipisah dengan nasi atau dicampur.
Kembali lagi terhadap apasih itu pertemanan di mata saya. Dimulai sejak kecil, teman adalah yah simply pal to play. Teman main bareng bercanda, dan yeah just like that. Tapi, it keeps changing sejalan dengan umur saya bertambah. Mungkin disisi ini saya harus bersyukur karena dalam umur saya yg masih kecil itu saya sudah merasakan "despair" iy, umur 6 tahun kelas 2 SD (karena saya sekolah kecepetan). Saya berfikir dan sadar akan ketidak adilan, pengkhianatan, dan kelicikan orang. Mungkin sebenarnya saya diberikan sebuah personality yang benar2 baik, terlalu positif malah. Tapi kepositifan ini yang mungkin membuat terjadinya konflik internal antara saya dan saya sendiri. Bagaimana tidak kepositifan saya berbanding terbalik dengan kekejaman dunia. Sehingga sering terjadi konflik internal yang mungkin menjadi salah satu depresi yang mungkin akan saya ceritakan lagi nanti.
Alright back to topic tentang pertemanan. Saya dulu selalu berfikir hmm, lebih tepatnya tidak berfikir apa2 tentang apa arti teman. Namun, kelamaan saya sadar. Mereka datang karena ada maunya, saya sadar ketika jauh dari ujian atau seminggu sebelum ujian mereka pasti habis2an mempermainkan saya, baik itu topi, maupun ketika olahraga dijadikan sasaran tembak atau yang lain. Tapi, ketika sudah dekat ujian entah mengapa, kita bermain seperti anak2 bahagia lainnya. Hal ini terus terjadi sampai smp. Dimana hal itu terus berulang. Salah satu hal ini pun yang menyebabkan saya menjadi kurang percaya terhadap seseorang. Atau istilah kerennya adalah distrust issue. Saat SMA saya mulai muak, saya memilih untuk menjadi orang jahat. Apalagi setelah satu kejadian yang benar2 mengahncurkan mimpi saya. Well thanks to my teacher that i'll tell that later for different part. Saya menjadi publik enemy tepatnya saat mulai ips. Meski hanya dalam internal kelas, bukan satu sekolahan. Saya, berbeda dengan anak2 yang merasa bahwa masa sma adalah masa yabg paling bahagia. Menurut saya, masa sma adalah part of my dirty memories. Saya menjadi bermulut setan, dengan mudahnya mengatakan seorang tolol dan goblok pada pelajaran2 yang tidak mereka kuasai. Temanku saat itu? Ada dikit sekali haha.. Malah dari jurusan lain yang malah akrab sampai saat ini.
Melihat masa SMA saya yang sangat jelek. pada waktu kuliah, saya berusaha memperbaiki semuanya. Yeah, mungkin saat kuliah s1 adalah rise time saya. Saya menemukan teman2 yang luar biasa, meskipun pada prosesnya saya benar2 belajar. Ada orang yang berteman sedikit dan menganggap kita very valueable ada yang nemplok pindah-pindah, ada yang nyari teman yang cakep2, ada nyari temen yang asik2 dan nyari temen yang pinter2. Wow, i'm so cupu yeah baru tau hal2 itu dr kuliah. Jujur saya bertemu dengan teman2 yang luar biasa. Saya pun menemukan orang2 yang mampu menghargai saya dan saya mampu menghargai mereka. Well kita masih sering berkomunikasi sampai sekarang. Meskipun hanya sedikit2 lewat media sosial, saya melakukannya kemereka so does mereka ke saya. Itulah teman, iya, saya mengakui kalau mungkin saya memang tipe orang yang meminta timbal balik saat berteman. Saya, pernah membantu kamu, dan saya harap kamu akan membantu saya ketika saya meminta tolong kepada kamu. Wow, apakah saya tidak ikhlas?. Terserah anda mau bilang apa tetapi nyatanya saya hampir tidak meminta imbalan apapun.
Well, sedangkan sahabat adalah orang2 yang melakukan hal diatas, tapi. Dalam satu tingkat kedekatan saya dan dia harus saling mengingatkan jika saja saya atau dia saling melakukan kesalahan maka wajib kita memberi nasehat. Dengan cara apapun kita memberi nasehat. Sahabat juga ada disaat kesusahan, maupun kegembiraan. Tapi, saat aku berpindah dari tempat rantau satu ke tempat yang lain. Dan kita berpisah sahabat itu akan diuji. Akankah kita tetap berkomunikasi atau sudah cukup sampai disini.
Akan saya bawa cerita dimana saya berfikir bahwasanya mungkin kita menganggap seseorang itu sahabat kita, tapi dia belum tentu berfikiran bahwasanya kita bukan sahabatnya. Atau mungkin lebih tepatnya saya memiliki standar yang beda dengan dia dalam mengartikan apa itu sahabat. Panggil saja dia L. Dia, si L ini adalah satu2nya sahabat PLU saya (was?). Both of us look normal bahkan tidak berfikiran kalau mungkin kita berdua adalah gay. Well, dengan alasan berkenalan karena game dan ketemu saat main game disalah satu wifi spot. Everyone believe that. Dengan dialah aku bisa menceritakan segalanya apalagi yang berhubungan dengan aku yang menyukai seseorang. Begitu juga dia. Well not gay, both of us biseks buti haha lol. Dia berbeda dengan saya dapat dikatakan cakep. Kalau melihat grindr atau hornet. Perbandingannya adalah hutan hujan tropis dan gurun sahara. Aplikasi saya seperti gurun sahara. Bukan karena saya yang tidak berani memasang foto asli. Jujur, gaya bahasa dia asik, dan orang mana yang tidak bahagia chatting dengan dia. Sedangkan saya? Mungkin nanti bakal ada ceritanya. Cara bercanda dia kasar, saya pun juga. Namun, yang tidak saya suka dari dia adalah sifat telat dan sifat dia yang menjelek2kan saya di depan orang. Dia sering bilang pada semua orang bahwa saya gampang baper, padahal ketika saya baru cerita tentang satu orang. Biasanya dia sudah cerita suka dengan 3-4 orang yang berbeda. Tapi saya malas berdebat, maka dari itu saya sering diam.
One day, tiba2 teman saya ini ke kosan dengan alasan urgen dan bingung dia mengaku kena penyakit menular. The one which is the most dangerous dan incurable untuk saat ini. Pada saat itu aku takut tertular. Tapi dengan berbagai riset aku jika tidak melakukan apa2 dengan dia ya tidak akan tertular. Sering kali dia bilang akan bertobat tapi hanya dimulut saja. Setelah 1 bulan dia udah mulai kenalan dengan aplikasi2nya. Meski katanya hanya sebatas kenalan, tidak ada seks2 an. Aku tidak tau itu benar atau salah, aku hanya percaya saja. Kasarnya aku selalu ada ketika dia butuh uang karena kebetulan aku bekerja dan sudah lulus kuliah. Menjadi pendengar setia bahkan rela diajak chat ketika dia ada masalah. Tapi satu tahun yang lalu aku memutuskan untuk merantau jauh dari dia. Dengan janji dia yang akan membayar hutangnya. Saya berangkat pergi. Disini saya memilih keputusan yang salah sehingga masalah menumpuk dan aku bingung cerita kesiapa. Ya, aku curhat kedia. Tapi apa? Dia malah menyalahkan keputusan saya, bilang saya lemah, baper, segalanya dipikirkan. Jujur, saya jarang sekali mau bercerita. Setelah itu saya berhenti curhat dan dia balik curhat kepada saya. Otak positif saya pun berkata mungkin dia lagi ada masalah. Hal ini berlangsung berkali2. Hingga pada puncaknya saya benar2 butuh uang dan meminta dia mengembalikan hutangnya. Dia bilang akan diusahakan 2 minggu lagi. Tapi apa yang dia lakukan? Bukannya membayar hutang dia malah beli kaset ps4 well you know the price yang bahkan harganya 2x hutang dia kesaya. Sayapun memutuskan untuk cerita terakhir kalinya, tapi bukannya menjawab, dia malah cerita masalahnya lagi. Well saya bukan mesin pendengar saya bilang kedia pun berkali2 kalau saya juga butuh curhat sepertinya tidak dianggap. Saya memutuskan sudah, daripada makan hati, ya sudah seadanya saja saya ke dia. I lost my trust apalagi ada beberapa hal yang membuat saya benar2 menyeleksi apa itu teman disini.
Last thing to say, semakin kita dewasa maka akan semakin sukit membedakan mana kawan kita. Semakin kita jauh merantau akan terlihat, mana yang benar2 kawan kita apakah dia stay atau pergi. Kata sahabat nggak akan seenteng waktu kita mengucapkannya. Kata sahabat akan lebih berat pada pembuktiannya. Bagai membuat tali sepatu yang sempurna jika satu tangan menarik tidak sama kuat maka bentuk kupu2 tidak akan sama2 besar. Begitu juga persahabatan. Jika menarik satu sisi terlalu kuat akan berat sebelah bahkan lepas.
@Llybophi : silahkan
@lulu_75 : sama2 kak lulu
Feelings/face
Hi, its me again, alive yet, feels so empty. Living dead? Dunno. Well, i've decided to name this thread as memento mori. Kenapa? Karena keberadaan seseorang yang sedang dilanda depresi, bagaikan manusia yang berjalan diatas jembatan goyang yang menghubungkan 2 buah ujung jurang. Jembatan yang dapat putus setiap saat dan merenggut siapapun yang beruntung/tidak beruntung ketika melewatinya. Saya juga akan memberikan mini title di setiap post saya setelah tanggal.
Dan once again, this is my last reminder please close this thread as if there's almost no good thing written in this place. And it might make you remember anything bad in your life.
In the night when I got sopping wet,
I can't control myself
Still, I could hide it well
But now, I can't hide it anymore
To be honest, I want to say the truth
of my true, true, truest feelings
I don't need feelings
that framed in picture
To be honest, I want the genuine
of the true, true, truest feelings
Truths or lies
My captured heart
will reveal them all
Who am I in your eyes?
Who are you in my eyes?
Well itu, adalah cuplikan lagu dari seorang penyanyi yang menurut saya setiap albumnya merefleksikan hidup saya yang mungkin akan saya ceritakan di sub bab berikutnya.
Hari ini saya akan membahas tentang feelings/face. Atau mungkin lebih mudah dipahami jika disebut sebagai personality. Menurut salah satu teori yang saya baca. Segala hal yang ada pada di dunia ini berasal dari 2 hal yaitu; pemberian tuhan dan pembentukan akibat pengalaman dan lingkungan. Pernahkah suatu saat kita berfikir darimanakah sifat ini berasal? Dari tuhan kah? Dari lingkungan kah?. Well me? Saya rasa keduanya. Bagaikan sebuah komputer, mungkin ketika lahir setiap manusia diberikan Operation system berisikan AI yang sebenarnya memiliki string yang sama. Namun, AI yang kosong ini tentu saja merupakan penggabungan string dan koda dimana string tersebut diambil dari kedua orang kita. Sehingga sebenarnya sudah ada perintah yang terprogram. Dimana nantinya ketika kita sudah matang tinggal menunggu perintah tersebut di execute oleh lingkungan. Dan inner self tersebut akan muncul secara otomatis dan mewarnai tampilannya.
Namun, tentu saja, tidak semua hal yang ada didunia ini, dengan mudah dapat diterima. Ada yang ditolak, ada yang dicemooh, ada yang dibuang. Secara gampang disini yang bisa saya katakan adalah kaum kita LGBT lah ya kasarannya. Mungkin ada beberapa orang yang proudly presents themselves. Well I? I nearly hid everything deep down in my closet.
Kembali ke personality, saat saya masih kecil. Saya inget betul bahwa saya benar-benar tertarik dengan buku, dengan gambar-gambarnya dan dengan segala isinya yang menarik, baik nyata maupun fiksi. I was known, as those nerdy boy, yang dull, boring weak dan lebih suka dirumah daripada main diluar.
Tapi, meskipun seperti itu saya ingat bahwa saya adalah anak yang cukup aktif dikelas. Bertanya ketika tidak paham dan sering kali membaca banyak hal. Namun, kebiasaan saya ini sepertinya tidak disukai oleh banyak anak2 dikelas. Sering ketika dikelas saya diteriak i sok, dicibir ketika bertanya. Lebih sering juga saya dibully oleh teman2 selepas dikelas setelah "kebanyakan nanya" atau buku saya dilempar ketika membaca.
Waw, terima kasih teman-teman SD saya yang telah mengahncurkan keberanian saya. Selamat karena berhasil membunuhnya . Well, anak SD bisa kejam dengan caranya sendiri.
Melihat saya yang lemah, sering sakit dan suka membaca buku. Tidak tahu kenapa saudara saya adik dari nenek saya yang paling muda. Memanggil saya dengan sebutan bencong sampai sekarang. Meskipun jika saya ingat2 saya tidak sissy sama sekali waktu SD. Dan mungkin hal ini yang memberikan saya sedikit personality swift ketika smp dimana saya mencoba menjadi sissy. Waw thanks again relative.
Hingga saat smp, kebiasaan saya bertanya dan membaca banyak buku berkurang. Dan akhirnya hilang. Well, satu hal yabg paling saya ingat adalah perkataan. "wah, sok rajin lu ya baca-baca buku". Wah buku terus dibaca lu mau mati sama buku? Dikubur sama buku? Mati digotong buku? . Tidak tahu ya, saya selalu sial. Ketika kuliah 12 tahun tidak pernah sekali pun dikumpulkan pada kelas dengan teman-teman cowok yang baik. Padahal, mingkin jika saja saya dimasukkan kelas yang berbeda kemungkinan besar, akan terjadi perubahan signifikan yang besar terjadi pada hidup saya. Tapi mungkin hanyalah mungkin. Life's go on.
Kembali ke personality, saat smp, saya tidak ingat apa yang menyebabkan saya memilih untuk menjadi sissy. Itupun saya tidak melakukan dengan waktu yang lama. Disinilah saya mulai bereksperimen. Membuat tampilan baru "personality" / atau bahasa gaulnya alter ego. Berusaha diterima masyarakat. Saya waktu smp, berusaha menjadi everyone clown. Pernah selama setahun ketika kelas 2 saya berusaha tidak tampil menjadi sang pintar. Hanya untuk dapat bergaul dan bercanda. And wow. Its perfect, saya yang biasa saja akhirnya bisa mengobrol dan tidak begitu dibully dikelas. Hingga, saat kelas 3 dimana segalanya ditentukan saya kembali serius dengan pelajaran. Well, and you know it's happening again.
Kemampuan saya menshifting wajah Ini saya terus gunakan hingga SMA. Dimana semakin lama saya semakin mahir menggunakannya. Dirumah? Disekolah? Dijalan? Belajar? Like i create different part of it untuk beberapa situasi dalam hidup saya. Hanya untuk apa? Bertahan hidup. Yeah i create masks, to survive. Pada SMA pula, disaat mimpiku dihancurkan oleh seorang guru. Saya membuat topeng lain. Untuk menyimpan dan menumpuk semua ingatan buruk saya. Yang ternyata keputusan ini fatal. Baik untuk saya, kemampuan mengingat saya dan kemunculan depresi saya. Lulus sma. Disaat saya kuliah saya berusaha untuk tetap menggunakan topeng2 itu. Tapi tentu saja masalah datang silih berganti, hingga saya dengan topeng yang berisi ingatan dosa-dosa saya membuat sebuah kondisi baru. Dengan kondisi baru ini saya mampu melupakan sebuah kesalahan, yang saya lakukan hanya dalam waktu 2 detik.
Dalam buku psikologi hal ini adalah sejenis self defense. Dimana seseorang yang memiliki trauma akan cenderung melupakan hal2 yang membuatnya trauma. Dengan menggunakan sistematika yang sama saya dan atas dasar inilah saya melakukannya. Tapi tidak ada didunia ini yang tidak memiliki efek samping. Awalnya hidup saya sangat enteng hingga. Tanpa saya sadari. Akibat dari kondisi yang saya buat diatas. Kotak atau mask tersebut dapat pecah sewaktu2. Dimana efeknya dapat Memberikan ingatan2 buruk yanv saya buang disitu muncul secara bertubi2. Membuat tubuh ini menggigil dari ujung kaki hingga kepala. Membuat kepala ini sakit, sesak nafas hingga jantung terasa sakit dan sesak.
Saya tidak tahu garusberbuat apa. Hinga saya menggaruk keras kulit dilengan. Menggigit kulit. Dan yang paling parah menyayat kulit dengan silet atau benda tajam apapun yang ada. Yeah physical pain could heal. Tapi. Mental pain tetap ada. Dan lukanya? Meski tidak terlihat akan tetap teringat.
Puji tuhan, keadaan saya makin membaik, saya dikelilingi teman2 yang menyanyangi saya dimasa kuliah. Tapi, suatu hal terlintas dipikiran saya. Iya, siapa saya? Terlalu banyak topeng yang saya pasang. Saya yang asli ada dimana? Saya yang asli seperti apa? Apakah saya adalah saya? Apakah saya bisa menjadi saya?. Nyarlathotep. Adalah iblis/monster di legenda eropa yang mampu berubah, baik suara, wajah dan sifatnya. Saya merasa menjadi dia. Saya, monster yang kehilangan jati dirinya. I want to be my former self .
@Llybophi : mungkin lly bisa sharing juga saya sangat senang jika bisa saling mengerti
@banaaaaanaaaa : well, here..
Dari masa kecil saya sebenarnya termasuk anak yang supel dan mudah akrab. Tapi ada satu trait yang bagi kebanyakan orang kurang patut. Saya terlalu nyablak, kasar dan impulsif. Berbagai nasehat diberikan ke saya hingga akhirnya ketika masuk masa sekolah saya jadi pribadi yang pendiam. menahan watak yang kurang disenangi orang. Membentuk kepribadian lain yang pendiam dan selalu berpikir sebelum bicara.
Kemudian, saya ketika SD pernah mogok sekolah. Terjadi sepertinyakarena kesalahan saya sendiri juga awalnya. Berawal dari sering telat, dan telat itu jadi bahan bully-an. Lalu merasa tak nyaman, akhirnya gak berangkat sekolah sesekali, jadi bahan cibiran lagi, pas masuk. Akhirnya mogok deh.
ada beberapa faktor lain sih tapi saya lelah mengingat nya haha.
akhirnya pindah sekolah. Beberapa kali coba ke beberapa sekolah tidak berhasil karena saya selalu tantrum tidak mau sekolah. Hingga akhirnya lelah sendiri.
Di sd terakhir pun saya masih ogah ogahan. Saya sudah seperti orang yang hilang akal saat itu. Menambah cibiran sembunyi sembunyi di tempat baru itu. Pokoknya absen sampai sebulan lebih jika ditotal ada lah dalam satu semester.
Lalu terjadi keajaiban di semester selanjutnya. Kepribadian saya jadi lebih kaku dan cuek. Kata teman terhapus dalam kamus saya. Saya fokus ke pelajaran sekolah.
Pernah ada rasa senang ketika bisa berinteraksi dengan 'teman' sekelas tetapi selalu teringat omongan di belakang itu mungkin akhirnya ketika momen itu usai ya sudah mereka tidak saya anggap siapapun.
Pola ini terus berlanjut sampai akhir SMP. Terpikir sesuatu sih, kalau seperti ini terus tidak sehat. Terutama sikap datar tadi sampai bikin salah satu guru prihatin sampai-sampai bilang ke murid-muridnya dari kelas lain "kalau ketemu bophi, bilang 'senyum dong phi'".
Baru deh pas SMA mulai bisa berteman. Tidak ada drama atau sindiran maupun bully-an. Atau mungkin sayanya yang masih tersisa sifat cueknya yang lumayan parah. Bukan cuek sih, lebih tepatnya unaware.
tl;dr : karena sesuatu terjadi di masa SD, saya jadi berubah total kepribadiannya. Soal pertemanan, saya payah. Bahkan sampai sekarang, saya masih bingung konsep sahabat dan siapa yang bisa disebut sahabat karena rasanya saya belum pernah memilikinya.
@Silvestr : tahun ini 24 silv, mohon maaf kenapa ya?
Tapi jujur aja sih, mungkin karena saya sudah pernah menuliskan nya rasanya gak terlalu gimana gitu.