It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Awal sebuah pertemuan
Kulangkahkan kakiku perlahan ke rumah tetua klan, langkahku limbung saat kudapati di dalam ternyata sudah berkumpul beberapa orang yg manjadi tulang punggung klan kami, termasuk ayahku.
Tatapan semua mata menusukku tajam, sekejap nyaliku ciut, namun ketika kudapati ayah yg memberiku segaris senyum, nyaliku langsung membuncah. Aku mengambil posisi duduk di samping ayah, bahkan ketika aku duduk pun mata-mata sialan itu tetap mengekori seperti melihat seorang Aero.
Tatapan mata yg mengintimidasiku itu telah kuwaspadai sedari aku belum masuk keruangan kecil beratap rumbia berdinding kayu jati yg dibangun panggung dengan ventilasi di beberapa dinding ini.
Kupastikan bahwa mereka sedang membahasku sebagai penerus ayah untuk menjadi panglima perang. Namun sepertinya aku keliru.
Wajah ayah tersirat ada sedikit kekecewaan yg tersembunyi, kulihat raut wajahnya hanya sebagai topeng plastik yg hanya menutupi sedikit saja dari ekspresi sebenarnya.
Huuuuh, aku menarik nafas dalam. Aku sudah siap dengan resiko ini. Kukumpulkan kekuatanku untuk mendapatkan apa yg akan diberikan oleh tetua klan, apalagi konon katanya dia memiliki dua elemen pengendalian yg sangat disegani oleh para pengendali disini. Dia menyatukan dua elemen yg akhirnya dapat menjadi sebuah elemen yg kuat, dengan kata lain dia adalah seorang Dynamokinesis. Sampai saat ini hanya dialah yg bisa melakukan itu, aku tak, ayah juga tak, tak juga seluruh pengendali di klan ini.
Ya, kami adalah klan Hidro.
Secara turun temurun kami adalah seorang hidrokinesis, atau pengendali air. Secara spesifik, kami adalah musuh klan Aero, si pengendali udara.
Sepasang musuh bebuyutan yg saling membenci karena dendam masa lalu dan kasta.
Aku acapkali jengah ketika ayah menuturkan seluk beluk terjadinya perang antara klan Hidro dan Aero. Namun, aku tak mau mengecewakan ayah yg notabene adalah harapan dari seluruh pengendali di klan kami. Jadi aku bertingkah antusias padahal sebenarnya sangatlah muak.
Ayah, seorang panglima perang klan Hidro. Memiliki tubuh kuat alami tempahan aktivitas fisik dan latihan teknik pengendalian, walau dalam latihan pengendalian air dibutuhkan yg namanya gerakan melingkar dan butuh ketenangan, kelenturan, keindahan serta konsentrasi yg akurat namun itu hanyalah latihan dasar saja yg sudah ia pelajari sejak kecil, dia menempah fisiknya dengan apapun yg dapat menambah performanya termasuk crystallokinesis, pengendalian air menjadi kristal.
Dia mahir sekali.
Sebagai anaknya tentu akulah yg diharapkan untuk menjadi penerusnya, tak selamanya bunga kan selalu merekah, pasti ada saatnya dia layu, tak selamanya ayah kan kuat pasti dia kan lemah termakan usia. Disamping itu kemampuanku memang sudah tertempah epik oleh ayah, dari belia aku sudah mahir. Tak salah lagi, ini akan menjadi penentuan akhir!
"Teus!"
"Iya."
Aku gelagapan saat tetua klan Erban memanggilku.
"Damus!"
"Iya."
Tetua klan Erban memanggil ayah. Ayah menjawab lantang.
"Damus! Teus! Duduk dihadapanku."
Tetua Erban berseru, kami saling pandang dan akhirnya bersama duduk bersila dihadapanya, ia duduk di kursi yg terbuat dari anyaman rotan yg sudah terlihat tua.
"Katakan apakah itu benar?"
Tanya tetua padaku.
Aku gelagapan.
"Saya tidak tau tetua!! Untuk masalah anak saya, saya serahkan kepada kepada tetua, apapun keputusannya akan saya patuhi sebagai wujud loyalitas tak terbatas dan pengabdian penuh sebagai panglima di dalam klan ini!!"
Ayah menjawab panjang, aku melihat ayah tertunduk rapuh setelah menyelesaikan kata-katanya barusan. Dia bahkan tak mau menoleh kepadaku.
"Apa pembelaanmu Teus?"
Tanya tetua kepadaku.
"Hmmmm.."
Belum sempat aku berkata, seseorang bernama Ermus mencibirku, sialan kau cucu tetua.
Kupastikan dia selalu iri padaku.
"Dasar penghianat!!" Katanya tajam.
"Ermus!! Diam kau!"
Kata tetua sambil berdiri.
"Hah! Kau pikir aku sepertimu Ermus? Kau hanya membanggakan posisimu sebagai cucu tetua, aku tak bodoh menjadi penghianat di klan ini." Kataku datar pada Ermus.
"Teus, kita sedang bicara, abaikan saja Ermus." Tukas tetua menengahi.
"Penghianat ya akan tetap menjadi penghianat Teus! Kau sombong sekali, kau hanya anak dari seorang panglima tua yg hendak mangkat! Hahaha." Sambut Ermus.
Aku kalap, kata-kata dari mulutnya itu telah menusuk hatiku layaknya panah yg menembus perut rusa, aku pun berbalik ke arahnya dan mengeluarkan teknikku, kutarik air dari cangkir suguhan para tamu disini, kubekukan segumpal air itu dan hendak mengarahkan bongkahan es itu kekepalanya. Aku tak berniat membunuhnya, aku tak mau mengurangi jumlah anggota klan kami, namun setidaknya itu akan dapat menyakitinya dan memberinya pelajaran. Aku tahu betul kemampuannya, dia takkan bisa menghindar apalagi aku selalu menyerang dengan kecepatan tinggi.
Belum sempat aku mengambil ancang-ancang, sebuah akar pohon membelit tubuhku dan meresmaku erat, aku terduduk lemas. Otot-ototku terasa nyilu sekali, aku merasa seperti tulang-tulangku patah. Kulihat ayah hanya menatapku miris namun tak bisa berbuat apa-apa.
Tetua Erban mengeluarkan Phyllokinesisnya, ia menggambungkan kedua tekhnik pengendalian untuk menghasilkan tekhnik itu. Yaitu air dan tanah dan menhasilkan tumbuhan. Dia pengendali tumbuhan.
Ermus tersenyum sambil menatapku tajam, ia puas sekali melihat keadaanku seperti ini, dari tatapan matanya tampak kemenangannya, namun semua itu hanya sementara.
Sebuah batang pohon besar menghantam tubuhnya hingga terpental kebelakang, ia meringis kesakitan dengan luka-luka kecil yg kini menghiasi tubuhnya. Aku tak mau memberi tanggapan apapun karena akupun sedang dalam kesakitan yg sama, aku tak tau rasa sakit siapa yg paling sakit, arrrhhggh.. Ototku nyilu!
"Jaga kata-katamu Ermus!! Sekarang kau keluar!" Kata tetua Erban berteriak.
Setelah menyelesaikan kata-katanya batang pohon itu menyusut dan kembali ketangannya. Dia hebat sekali meski hanya menggerakkan tangannya sekali ke arah target, maka batang, akar, atau bagian dari pohon akan keluar dari tangannya dan membesar lalu menyerang target.
Ermus keluar dengan tertatih-tatih, sedangkan orang-orang di dalam sini memilih bungkam seolah mereka tak melihat apa-apa. Sedangkan aku masih meringis kesakitan, perlahan rasa sakit itu hilang dan akhirnya aku kembali ke posisi semula.
Lagi-lagi ayah tak membelaku, dia hanya diam dan tertunduk lemas.
Ayah? Apakah kau tak sakit melihatku disakiti?
Disinilah aku sekarang, duduk di hadapan sidang klan. Diadili karena kesalahanku yg memang kuanggap fatal, karena aku..
Menjalin hubungan dengan seorang pemuda Aero.
_____________________________________
Aku adalah Teus, pemuda dari klan Hidro berusia 20 tahun, dengan tinggi 170 cm, kulit coklat, aku memiliku rambut panjang yg kuikat keatas. Mataku berwarna coklat terang. Dan memiliki tanda lahir berbentuk air di lengan kiri atasku sebagai bentuk pertanda bahwa aku adalah keturunan klan Hidro murni.
Ibuku adalah seorang hidrokinesis juga, makanya aku disebut keturunan murni. Namun sayang ketika aku beranjak ke usia 3, perang dengan klan Aero mengambil Ibuku dariku. Ayahku pun selalu ingin membalas dendam atas kematian ibuku, sehingga dengan susah payah akhirnya dia menjadi penglima. Padahal kejadian tersebut sudah terjadi 17 tahun yg lalu tapi itulah tujuan hidupnya, hingga akhirnya aku terabaikan, dia tak lebih hanya kuanggap sebagai panglima perang klan Hidro dari pada seorang ayah.
Saat itu..
Tepat 2 tahun sebelumnya.
Kutelusuri jalan setapak yg berlumut di sisi-sisinya, tanganku menepis daun-daun yg terumbai di hadapanku, terkadang aku menarik embun dan menjadikanya sebagai pisauku. Aku menarik embun dengan teknik pengendalianku, seketika aku langsung menggerakkan tangan dengan cepat, layaknya pisau daun-daun itu berjatuhan seperti terpotong.
Kau pasti tau jika kau adalah seorang Hidrokinesis, itu tekhnik yg gampang!
Kau hanya membutuhkan kelenturan dan konsentrasi yg akurat, jika sudah terlatih sejak kecil, kau akan menjadikan air sebagai boneka kecilmu.
Akhirnya aku tiba di tempat aku bisa memperoleh kenyamanan, sebuah tempat yg membawa berjuta energi positif, tempat yg terlalu jauh dari pusat desa. Perbatasan. Tetapi masih daerah kekuasaan kami. Tempat dimana aku menghilangkan rasa lelah saat aku di tempah oleh ayah untuk menjadi hidrokinesis handal. Tempat yg sudah kujumpai 10 tahun yg lalu, sama sekali tak berubah.
Air terjun yg jatuh dari bukit diatas sana, jatuh menimpah kepulan air yg ada dibawahnya. Pohon-pohon tua menjadi dinding air terjun itu, airnya sejuk dan ritme suara air itu menenangkanku, membawaku kembali ingatan saat aku pertama kali melihat tempat ini, saat aku tersesat diusia 8, aku sudah turun ke medan perang.
Aku mengangkat tanganku pelan, mataku tertutup. Kurasakan air di hadapanku ikut terangkat. Seluruhnya.
Kuturunkan kembali.
Ku acungkan jariku ke depan, kuangkat. Segumpal air terangkat ke atas, ku genggam tanganku, air itu pecah dan membasahi wajahku.
Haaaah! Perasaan nyaman itu kini menyelimuti hatiku.
Kulakukan kembali, sampai aku benar-benar merasa cukup puas.
Namun..
'Sssssstttt'
Air yg kuangkat seketika terpental ke kiri. Dia pecah berhamburan, aku terkejut. Sebuah gumpalan udara yg berpusat ke arah air itu telah menghacurkannya utuh.
AERO!!!
Kutarik seluruh air di hadapanku itu, tangan kanan ku mengangkat setengah air dan membekukannya serta mengubahnya menjadi bongkahan-bongkahan es yg tajam.
Tangan kiriku mengangkat air utuh, untuk menjadi pelindungku.
Aku siap bertempur.
Sebenarnya aku sudah menduga hal ini akan terjadi, apalagi ini adalah wilayah perbatasan. Namun kenapa baru sekarang. Biarlah, lagipula aku tak lemah, untuk apa takut!
"Uh waw, sebentar! Aku tak bermaksud untuk menyerangmu, aku hanya ingin sekedar mengejutkanmu."
Kata-kata itu keluar dari seorang pemuda yg kutaksir sebaya denganku, wajahnya tirus dengan bola mata hijau, rambutnya ikal pendek, dengan ikatan dahi berwarna biru lambang klan Aero.
Tingginya sekitar 180 cm. Sebenarnya aku baru melihat bola matanya, apalagi ketika dia mengeluarkan teknik pengendalian udaranya, seluruh matanya berwana putih terang.
"Hah! Kau kira aku bodoh? Kau pasti membawa beberapa orang untuk mengepungku! Itu sia-sia, kita lihat seberapa kuat dirimu!"
Kataku melawan.
"Tidak-tidak, sungguh, aku juga sering melihatmu kesini, aku selalu menunggu di ujung bukit sana. Namun baru kali ini aku memberanikan diri."
Tukasnya.
"Diam kau!"
Aku melemparkan lempengan es yg tajam ke arahnya, seketika matanya berwarna putih dan mengeluarkan gumpalan udara ke arah es yg kulemparkan dan terpental.
"Baik-baik dengarkan!! Sekarang apapun yg kamu lakukan, terserah. Aku takkan melawanmu, aku hanya ingin berteman."
"Berteman?"
"Iya" katanya sambil mendekat padaku.
Aku mundur dan masih keadaan posisi ingin menyerang, sialan! Dia mementalkan teknikku, tapi kenapa dia tak langsung menyerangku saja?
Kini dia semakin dekat. Aku ragu-ragu. Dia sudah dihadapanku dan mengulurkan tangannya.
"Irdan!" Katanya sambil tersenyum.
Aku luluh dengan senyumnya, kukembalikan air yg beku ke bentuk aslinya, dan kuletakkan kembali ke bawah air terjun.
Aku ragu-ragu menyambut tangannya, namun dengan sigap dia langsung memegang tanganku.
"Siapa namamu?" Katanya sambil tersenyum manis, tidak! Maksudku dia benar-benar manis.
"Aaaa aaku Teus!" Kataku tergagap.
Ada apa ini? Aku tal pernah merasakan hal ini sebelumnya.
"Wah namamu lucu!" Katanya berkelakar.
"Tapi..tapi..kita musuh!" Jawabku pelan.
"Hahahaha, aku tau, walaupun kita musuh tapi aku tak pernah membencimu!" Jawabnya
"Maksudmu?"
"Aku selalu menunggu mu di ujung bukit sana, kau akan datang kesini setiap sore hari pada 3 hari di akhir minggu, dan aku melakukan itu selama 5 tahun. Namun, karena aku tak punya keberanian saat itu jadi aku hanya memperhatikanmu saja." Jawabnya panjang.
"Benarkah?" Aku mulai hanyut terbawa arus pecakapannya.
"Iya, sepertinya kau sama sepertiku, aku merasa seperti itu. Apa kau tak merasakannya?" Tanyanya padaku.
Aku diam saja tak berani menjawab, perkataannya sedikit benar dan tak sepenuhnya salah, lalu apa yg terjadi? Mengapa aku bisa tergagap saat dihadapannya? Bahkan aku luluh dengan senyumannya. Bukankah di medan perang aku tak pernah begini.
"Tidak, ini tidak benar."
"Baiklah, baik. Lakukan saja apa yg ingin kamu lakukan, terserah! Bahkan jika kau bunuh pun, Aku takkan melawan." Jawabya.
"Kau serius?" Tanyaku sambil melihat matanya, wah! Dia serius!
Dia mengangguk.
Aku tak tau apa yg akan aku lakukan, yg pasti aku tak mungkin membunuhnya, dia tak melawan. Itu sama saja melanggar harga diriku sebagai ksatria.
Aku mengangkat tanganku pelan, segumpal air pun terangkat, dengan cepat kuarah kan air itu ke lengan kananya, tergores! Darah mengalir.
'Ssssshhh' dia merintih pelan.
Kulakukan sekali lagi, kali ini giliran lengan kirinya.
'Aaaarrrgghh' dia sedikit berteriak.
Darah yg keluar terlalu byk, lukanya cukup dalam.
"Apa ini sudah cukup?"
"Baiklah, ini cukup, kemarikan kedua lenganmu!"
Ucapku ketus.
Dia menjulurkan tangannya kepadaku. Aku mengangkat tanganku dan mengangkat segumpal air dengan telapak tangan yg terbuka, air itu kubentuk menjadi berbentuk bola. Ya.. Ini adalah teknik penyembuhan.
Namun tak dapat mengobati lukanya secara keseluruhan, hanya menghentikan pendarahan, karena aku tak terlalu mahir dalam teknik ini.
"Wah, kamu hebat Teus!"
"Yah, begitulah."
"Tapi kau terlalu sombong!"
"Apa?"
"Hahahaha, jgn tersinggung Teus, kau terlalu sensitif! Sama sepertiku!"
"Apakah kau benar-benar menganggap kita ini sama?"
"Iya Teus!"
"Kalau begitu kau pasti hebat dalam Aerokinesis mu!"
"Tidak juga!"
"Kalau begitu kita tidak sama!"
"Hanya kesombonganmu yg membuat kita beda Teus!"
"Kau keras kepala!"
"Kau juga!"
"Apakah kau ingin aku mengatakan bahwa kita sama Irdan?"
"Iya."
"Iya kita sama! Sama-sama berada di tempat yg terindah di pulau ini!"
"Hahaha, kau mulai bercanda denganku Teus, kau sudah merasa nyaman ternyata"
Ya, aku sudah merasa nyaman bersamanya. Matanya yg hijau itu seperti menyihirku, aku terpikat oleh wajah tampannya. Namun, aku masih harus mengendalikan diri. Ini berbahaya.
"Sepertinya begitu."
"Dan sepertinya aku menyukaimu Teus!"
Aku terkaget mendengar ucapannya, baru pertama dalam hiduku aku mendengar ucapan seperti itu, dan itu terlontar dari mulut yg berhias bibir ranumnya Irdan. Bagaimana bisa kata-kata itu keluar setelah 10 menit saja berjumpa.
"Apa maksudmu?"
"Kau tak mengerti Teus?"
"Berhenti memanggil namaku berulang-ulang!"
"Tapi aku menyukainya Teus! Namamu lucu! Hahaha"
"Sudahlah..Tapi,Secepat itukah?"
"5 tahun bukan waktu yg lama Teus, tapi mungkin memang ini terlalu cepat untukmu. Lagipula kau merasakan hal yg sama kan saat berjumpa denganku?"
Aku kembali terdiam, lagi-lagi pertanyaannya mendiamkan lidahku, aku tak tau harus berkata apa lagi. Aku juga merasakan hal yg sama, hanya saja lidah ini belum bisa berucap. Dia begitu mudahnya mengatakan itu. Dia frontal.
'Wuuusshhh'
Gumpalan udara menyerangku, tapi tak terlalu kuat, aku terpental keras namun tak jauh.
"Sialan kau Irdan."
"Kau terlalu byk diam Teus!"
"Apa harus seperti ini?"
"Iya."
"Jadi kamu menantang?"
"Iya, tangkap aku!"
"Baik, bersiaplah."
Matanya memutih terang, ia hendak terbang dengan bantuan udaranya. Tapi tak kubiarkan, belum sempat kakinya terangkat dari tanah, airku sudah membeku di kakinya. Dia tertahan, namun mencoba melawan, gumpalan udara mengarah padaku, kutepis dengan benteng airku. Dan dia raib.
Aku mecoba mencarinya sampai mataku tak berhenti menjejaki wilayah sekitar. Lalu..
"Sampai jumpa minggu depan Teus!"
Dia dibelakangku, aku menyerang.
Hampir saja aku menggorok lehernya dengan sabetan air, aku tak menyangka dia sedekat itu. Namun untungnya refleksku juga cepat dan langsung menghentikan serangan. Dia lihai juga, jika di medan perang aku akan terbunuh, tak kuragukan lagi dia memang hebat sepertiku, sepertinya aku harus mengurangi kesombonganku.
Kepalanya mendekati kepalaku, mata kami saling pandang, aku tak bisa berbuat apa-apa, aku seperti menatap Medusa. Membatu.
"Wajahmu memerah Teus! Ternyata kau pemalu.. Hahahaha."
"Tidak!"
"Haha, wajahmu tampan sekali Teus! Matamu meneduhkan orang-orang yg berjiwa sekarat sepertiku."
Kembali terdiam dan tersipu, aku jadi merasa asing dengan diriku sendiri saat ini. Apa maksud kata-katanya tadi. Sudahlah, aku tak bisa berlama-lama disini. Ayah pasti mencariku.
"Sudah, pergilah."
"Kau tak sabar ya untuk berpisah denganku Teus?"
"Iya."
"Hahaha, kau lucu sekali"
"Hahaha, pergilah mata putih sialan!"
"Kau.. Sudahlah!"
"Irdan!"
"Ya?"
"Datanglah kesini lagi! Kita akan bertemu lagi."
"Pasti."
Aku tak tau mengapa aku mengatakan itu, dia hanya tersenyum dan kembali matanya memutih dan terbang meninggalkan aku yg tersenyum sendiri.
Apa aku juga menyukainya?
Kumulai langkahku untuk meninggalkan tempat ini, baiklah ayah, kita mulai lagi latihannya.
Kalo cerita yg sifatnya fiksi aku jarang baca bahkan maless less lesss.
Teus & Irdan
Kembali.
Aku latihan kembali.
Ayah mementori aku dengan ajaran kakunya, sama sekali monoton dan membosankan, aku dicekoki hal ini setiap hari, dan dalam hatiku rasa bosan sudah menyeruak layaknya gelas yg terlalu penuh di isi air, aku sudah kenyang, sedangkan makanan masih terhidang di depan, sementara itu aku dipaksa untuk menghabiskan makanan menyebalkan itu, sungguh kau bisa rasakan kebosanan yg kurasakan saat ini.
"Teknik dasar! Uraikan!" Tanya ayah memulai latihan dengan teorinya. Aku yg bosan sampai tak lagi berpikir, sepertinya kata-kata itu sudah berada di ujung lidahku, aku tak perlu memakai otak untuk ini, itu karena saking terbiasanya.
"Dasar dari latihan adalah konsentrasi atau fokus! Konsentrasi adalah kemampuan seseorang untuk fokus dalam satu hal dan secara bersamaan mengabaikan hal lainnya. Jadi jika kita hanya mampu berkonsentrasi di tempat sunyi itu bukanlah bentuk konsentrasi, karena fokus kalah dengan pengabaian untuk itulah konsentrasi tidak hanya di tempat yg sunyi melainkan di tempat ramai sekalipun."
"Lanjut!" Kata ayah.
"Kedua, konsentrasi terdiri dari 2 hal. Yg pertama adalah konsentrasi pada level pikiran atau sadar pikir, kemampuan yg dapat mengarahkan pikiran kita pada satu titik pemikiran yg kita inginkan. Otak adalah pusat konsentrasi. Yg kedua adalah konsentrasi pada level emosi atau sadar rasa, kemampuan yg dapat mengarahkan emosi pada satu titik yg kita inginkan, dan jantung hati sebagai pusat konsentrasi.
Sebagai hidrokinesis, teori diatas adalah sebuah pedoman paling dasar, untuk gerakan dasar adalah gerakan melingkar, dengan mengutamakan kelenturan dan keindahan, membutuhkan ketenangan lahir dan batin. Serta dengan jari yg lembut dan tidak kaku agar dapat menyamaratakan dengan sifat air itu sendiri." Jawabku gamblang.
"Bagus!"
Aku tak memberi tanggapan.
"Kau tau mengapa ayah selalu mengulang-ulang hal yg sama?"
Tanya ayah padaku.
Aku menggeleng.
"Ini adalah suatu pedoman teori yg dapat dijabarkan dengan jelas dan dapat di amalkan dengan mudah pula, suatu saat ketika kau menjadi penerus ayah, lakukan hal yg sama kepada para prajuritmu, bahwa pondasi dari sebuah ajaran adalah teori."
"Baik ayah!"
"Sudah cukup hari ini!"
Apa? Hanya penjabaran teori? Secepat ini? Ada apa?
"Ayah ada urusan mendadak, sepertinya kita akan memulai perang lagi dengan klan Aero, Ermus dan teman-temannya di temukan terluka parah di ujung bukit perbatasan sana, mereka mengatakan bahwa mereka diserang oleh penduduk klan Aero, karena telah memasuki daerah kekusaan mereka. Tetua tak diterima cucunya diperlakukan seperti itu, dalam 3 hari ke depan kita akan perang! Siapkan dirimu."
Aku diam, tak menggeleng tak mengangguk. tak senang tak juga sedih. Kosong.
"Baiklah, ayah pergi dulu."
Aku mengangguk.
Baiklah.. Ermus berulah lagi, kekolotannya mengakibatkan perang lagi, dia memang orang yg sama sekali tak berguna di klan ini, selain kemampuannya yg tak berkembang, dia juga tak punya apapun untuk dibanggakan kecuali dia adalah cucu tetua. Hanya karena hubungan darahnya itu, dia dipertahankan dan dipercayai juga mempunyai potensi pengendalian sama dengan kakeknya. Haaah! Tak mungkin.
Pikiranku tersentak.
IRDAN!!
Aku melangkahkan kakiku cepat, ini adalah hari yg akan kami lewati melalui pertemuan kami yg kedua.
Entah mengapa hatiku berbunga-bunga, seperti sedang meminum ramuan pembuat senyum, aku tersenyum sepanjang jalan. Jalanku terasa melayang, pohon-pohon tua yg kulewati mungkin marah kepadaku yg mulai sombong pada mereka, itu karena ketika aku melewati jalan ini aku selalu melihat sekeliling, melihat semua tetumbuhan disini, ingin sekali aku bisa mengendalikan mereka seperti yg dilakukan tetua, tapi tak bisa, aku adalah hidrokinesis murni, bentuk pengendalianku adalah air, dan saat aku mencapai umur 20. Aku akan mendapat bentuk pengendalian baru. Darah! Aku akan menjadi Biokinesis.
Aku tak sabar, disatu sisi aku bersyukur karena menjadi hidrokinesis murni, namun di satu sisi aku kecewa karena aku tak bisa menjadi seperti tetua klan. Tak apalah, takdir memang terkadang membawa kita mengingat kembali, bahwa kita memang lahir di dunia ini hanya berjalan diatas garis yg telah ditentukan.
Perhatianku sekarang sudah buyar saat kulihat air terjun itu bertambah volume airnya, waaw! Ini pasti seru.
Ini berat! Untuk mengangkat semua air disini, pasti berat.
Lalu untuk apa aku latihan selama belasan tahun jika aku tak bisa berkembang? Itu sama saja ketika sebuah pohon yg tak tinggi meski diberi pupuk dan air. Itu bodoh dan terkesan sia-sia.
Kupusatkan konsentrasiku, ya. Ini terasa berat, aku mencoba menyerap energi alam, kurasakan energi positif menyerang masuk ke pusat chi-ku.
Kuayunkan jariku lembut dan tak kaku, air itu bergerak mengikuti alunan jari dan tanganku, namun hanya sebagian. Aku gagal.
Ya, emosiku belum fokus.
'Hhhhmmmm haaaaa' kuhembuskan nafas perlahan.
Kuayunkan tangan dan jariku perlahan, dan! Semua air disana mengikuti ayunan tanganku!! Arghh, aku bangga pada diriku sendiri. Aku harus menyombongkan ini pada Irdan jika dia datang nanti.
'Wwwuuuusshh'
Gumpalan udara dari dua sisi -kanan dan kiri- mengepungku!
Dengan sigap kutarik air dan kugerakkan tanganku melingkar, hingga air itu melingkari tubuhku dan berputar cepat. Namun sial, gumpalan udara itu terlalu cepat hingga menyebabkan airku berhamburan setengahnya.
"Hahahaha, pertahananmu masih lemah Teus!"
"Diam kau Irdan, aku belum sempat membekukannya."
"Terlalu lambat."
"Tidak, aku hanya mengetahui bahwa itu dirimu makanya aku tak memaksakan diri."
"Alasanmu diterima."
"Baiklah."
"Oh hey, kemarilah. Oh tidak, kau tetap disitu biar aku yg menghampirimu."
Aku langsung duduk di atas pohon berlumut yg sudah tumbang, kupastikan di dalamnya pasti sudah bersarang beribu-ribu jenis serangga. Ah, yg pasti aku merasa ada yg aneh denganku, aku tetap merasa ada yg bergemuruh di dadaku saat aku melihat Irdan, apalagi saat dia mendekatiku dengan senyuman manisnya itu, mata hijaunya terpampang jelas. Kali ini dia tak memakai ikat kepala.
"Aku sudah menunggumu Teus."
"Hmm, duduklah."
Aku memberikan ruang untuk dia duduk disampingku.
"Aku latihan bersama ayahku, dia panglima perang klan kami."
"Panglima? Jadi kau anak seorang panglima klan musuhku?"
"Iya Irdan."
"Hahaha, aku hanya seorang anak penasihat tetua klan."
"Itu lebih terkesan berkasta Irdan."
"Hentikan membahas kasta Teus, itulah yg menyebabkan klan kita bermusuhan."
"Iya, kasta. Apakah hanya karena kesombongan akan masing-masing dari mereka menyebabkan mereka menjadi musuh, bukankah setiap manusia punya apa yg disebut kelebihan serta kekurangan."
"Kau jgn menjelaskannya padaku Teus, aku sudah mengerti dengan semua itu, hanya saja para generasi terdahulu lah yg membangun tembok antara kedua klan kita."
"Tapi Irdan, walau aku juga marah ketika tau bahwa ibuku mati kerena perang, namun aku sekarang sadar bahwa balas dendam takkan membuat kita menjadi lebih baik, kita akan disamakan dengan orang yg berbuat jahat pada kita, selain itu juga dapat membekukan hati kita, seperti ayahku."
"Baiklah Teus, sepertinya pembahasan ini membuat kita menjadi canggung, aku tak mau itu. Teus.. Aku ingin klan kita damai."
"Damai? Apakah itu mungkin."
"Mungkin! Jika kita bersatu."
"Irdan.."
"Teus.."
Irdan menggenggam tanganku erat, matanya melihatku tajam. Kini dia memelukku erat. Aku merasa hangat dan nyaman. Aku dapat merasakan darahnya mengalir cepat menuju jantung dan paru-parunya. Suara darahnya tampak jelas di telinga seorang hidrokinesis sepertiku. Dan aku rasa..
Dia juga dapat mendengarkan betapa menderunya nafasku.
"Irdan.. Apa yg bisa kita lakukan?"
"Kau tau Teus, sebenarnya aku adalah yatim piatu, penasehat itu adalah orangtua asuh bagi anak seorang pejuang sepertiku, dari situ aku sadar bahwa semakin kita berperang dengan mengikuti ego kita disaat itulah kita akan semakin tersiksa, semakin banyaklah anak yg bernasib sama sepertiku, aku.. Hanya ingin menghentikan ini. Dan entah kenapa aku selalu yakin bahwa kau juga mempunyai pemikiran yg sama denganku. Mungkin ini adalah kehendak Sang Hyang." Jawabnya panjang.
Aku tertohok dengan kata-katanya, ternyata dia tak lebih beruntung dariku. Aku semakin yakin untuk menghentikan perang ini, walau tidak dengan waktu yg cepat, perlahan kami akan bisa mendamaikan kedua klan ini. Ya kami. Teus dan Irdan. Sepasang pemuda yg mungkin sama dalam memandang hidup, mungkin sama dalam merasakan penderitaan, mungkin sama dalam hal kemampuan, dan mungkin sama-sama saling... Mencintai.
"Irdan.."
"Teus.."
"Aku.."
"Aku juga.."
"Aku belum mengatakannya."
"Tapi aku sudah mengerti Teus."
Aku memegang pipinya, menatap matanya yg sedikit sendu detelah mengeluarkan apa isi hatinya.
Kudekap kembali tubuhnya.
Dia juga mendekapku erat.
Secercah cahaya tergambar dibalik awan, diiringi oleh sebuah dentuman menggelegar. Hujan.
Kubiarkan diriku berhujan dengan Irdan. Kami saling pandang tak bertukar kata. Tiba-tiba terbesit dihatiku.
"Irdan!"
"Ya.."
"Kau Aerokinesis , aku Hidrokinesis."
"Ya, aku tau.."
"Bagaimana jika kita menggabungkan keduanya?"
"Bagaimana bisa? Itu pasti sulit."
"Kita akan selalu berlatih disini."
"Baiklah, apa menurutmu kita bisa, dan apa tujuanmu?"
"Aku hanya ingin membuktikan, bahwa dalam menggabungkan dua buah elemen bisa dapat menjadikan satu elemen yg lebih kuat, apalagi menyatukan dua klan? Tentu akan menjadi kekuatan yg sangat besar, akan kita buktikan bahwa dendam dan kasta adalah dongeng bawaan nenek leluhur yg iseng untuk membuat kita mengikuti apa yg mereka yakini."
"Hahaha, kau terlalu byk berfikir. Tapi aku setuju."
"Kita akan menjadi.. Atmokinesis."
Cepet bgt bg @centraltio
Imajinasi gue dulu deh... hahaha
Masa sih bg rora? Hahaha
Tapi risetnya susah bg !
Sep juga