salam. ini cerita ketigaku sebenarnya, tapi masih aja grogi buat upload. sebelumnya aku minta maaf buat cerita 'The Curse' yang belum aku rilis part ketiganya. ideku macet soalnya, hehe.. jadi skali lagi maafin ke-inkonsistenanku ini.. untuk sementara aku upload ceritaku yang ketiga ini, judulnya Hymn of My Heart. cerita ini adalah hasil pengalamanku saat beberapa bulan singgah di Jember (kotanya Anang, hehe) dan kebetulan mendapat teman satu kos yang ikut kegiatan paduan suara (Padus) di kampusnya. ternyata dunia padus/choir itu menarik loh, itulah kenapa aku tertarik untuk bikin cerita seputar dunia choir ini. aku memang ga begitu paham betul masalah choir dan musik, jadi maaf kalo ada hal2 di bidang musik yang salah dalam ceritaku.
oke, selamat menikmati, aku tunggu kritik dan sarannya.
Nue menghentikan sepeda motornya di halaman Gedung S, Universitas J. Dalam boncengannya tampak seorang gadis yang mengalungkan tangannya dengan mesra pada pinggang Nue.
“eh, udah nyampek? Hehe.. keenakan deh dibonceng Nunu..” ujar gadis itu dengan ekspresi kocak.
Nue hanya tersenyum simpul saat melihat gadis itu turun dari sepeda motornya. “kamu nggak ke fakultas aja?”
“ehm.. nggak dulu deh Nu, aku sibuk ini di pusat, tau sendiri kan aku juga ikut tampil buat choir LPSAF? Jadi harus latihan mulai sekarang.. Nunu nggak apa-apa kan?” ujar gadis itu sambil mengorek-ngorek isi tasnya.
Mendengar kata-kata gadis itu, lagi-lagi Nue hanya tersenyum. “iya.. nggak apa-apa kok. Kenapa? ada yang ketinggalan?” tanyanya saat heran melihat gadis di depannya tampak heboh mencari-cari sesuatu dari dalam tasnya.
“ehmm.. ini cari partitur... nah ini dia.. ya ampun aku lipet-lipet begini.. hehehe... iya udah deh nu, grace latian dulu yah..”
“honey, tunggu..” cegah Nue pada grace yang sudah berjalan beberapa langkah meninggalkannya.
Gadis bernama grace itupun menoleh padanya lalu berjalan kembali ke arahnya. “heum..... katanya ga mau dipanggil honey, tapi nunu sendiri manggil grace gitu..hehe..”
Nue cengengesan dan mendekatkan wajahnya ke wajah grace lalu mengecup lembut pipi grace yang langsung membuat pipi grace memerah.
“ih,, apaan sih nu, kan malu kalo diliat temen-temen...” protes grace yang celingukan ke kanan-kiri, masih dengan wajah memerah. Sementara itu Nue masih tersenyum puas.
“hehe.. dah honey..”ujar Nue lantang sambil melajukan sepeda motornya.
“ih.. nakal nunu ya..!”
Nue tersenyum kecil saat melihat bayangan grace di cermin spion lalu kembali melayangkan pandangannya kembali ke depan, menuju kampusnya.
***
Bar 1, Nue and Anggian
Sesampainya Nue di halaman kampus, tampak tempat parkir yang dipenuhi dengan belasan sepeda motor. Nue pun bergegas memarkir sepeda motornya dan berjalan menuju ruang aula. Mata Nue sempat terbelalak sesampainya di aula, melihat banyak yang hadir pada latihan perdana malam ini.
“hei! Telat! Denda Rp.5000,00 ya..?!”
Nue kaget saat seorang gadis menepuk pundaknya dengan buku absensi. “apaan si mbak? Baru juga telat semenit!” protes Nue pada gadis bernama nurul itu.
“eits, entah kamu telat semenit kek, setengah menit kek, satu detik kek, kalo namanya telat ya telat, dan sesuai komitmen kita di awal, telat sama dengan denda Rp 5000,00!!”
Nue hanya mendengus pendek dan mengeluarkan dompetnya. “hmm.. tahun ini banyak juga yang ikut.” Ujar Nue saat merogoh isi dompetnya.
“iya nih, hehe.. ga percuma kita promosi pas puasa-an, hehe..” jawab nurul yang memandangi para Maba (Mahasiswa Baru) yang sedang menyiapkan barisan.
Nue tersenyum kecil lalu menyodorkan selembar uang limaribuan pada nurul. Nurul pun menyambut uang itu dengan sigap.
“nanti kamu yang seleksi tenor ya..”ujar nurul yang sedang berusaha menarik uang di genggaman Nue.
“oke”jawab Nue santai, masih memegang erat uangnya.
“nu, lepasin.” Kali ini nurul memandang Nue dengan tatapan mengancam.
Nue pun melepaskan uang limaribuan itu sambil cengengesan nggak jelas. Ya namanya juga uang lima ribu, siapa yang rela juga ngelepas gitu aja? :P
Nurul mendengus sesaat pada Nue lalu memasukkan uang itu ke dalam buku absensi lalu berjalan menuju barisan Maba yang sudah tertata rapi. Sementara Nue berdiri bersandar pada bingkai pintu sambil menyilangkan lengannya di dadanya. Tampak beberapa maba cewek yang mencuri-curi pandang ke arahnya. –resiko cowok ganteng-
“selamat malam..” sapa Nurul.
“malam...”jawab para maba serentak.
“terima kasih atas kehadiran kalian malam ini. Aku sampai terharu...” ujar nurul sambil berpolah mengusap kelopak matanya.
“kak.. ga usah lebay kak..” ujar Radit yang langsung direspon dengan gelak tawa para senior dan beberapa maba.
Namun para senior langsung menahan tawanya ketika nurul melotot pada mereka. Nurul pun melanjutkan kata-kata sambutannya.
“oke, saya selaku ketua umum UKM Paduan Suara fakultas Sastra menucapkan terima kasih atas partisipasi kalian pada latihan LPSAF malam ini. Kalian pasti sudah tahu apa itu LPSAF kan? Karena pada ospek kemarin kami sudah menjelaskan panjang lebar mengenai hal itu, tapi disini saya akan jelasin lagi. Jadi, LPSAF, atau Lomba Paduan Suara Antar Fakultas adalah event tahunan yang diadakan oleh PSM (Paduan Suara Mahasiswa) UJ. Lomba ini dikhususkan bagi mahasiswa baru dari setiap fakultas. Karena LPSAF ini adalah acara yang dibuat UKM PSM, sudah pasti yang dilombakan adalah paduan suara. Dalam lomba ini, kita diharuskan menyanyikan 3 lagu. Dua diantaranya adalah lagu wajib, yaitu Hymne dan Mars UJ sedangkan satu lagi adalah lagu pilihan atau bebas. Lagu-lagu tersebut akan dibawakan dengan empat suara, yaitu sopran, alto, tenor dan bass. Huu... kalian pasti bingung nyanyi aja sampek ada 4 jenis suara gitu. Tenang saja, karena kami akan melatih kalian hingga 4 bulan kedepan, tepatnya sampai lomba itu dimulai, yaitu awal desember. Jadi, sebelumnya saya perkenalkan dulu ya kakak-kakak yang akan melatih kalian selama 4 bulan kedepan.” Nurul menghentikan kata-katanya lalu memberikan isyarat pada para senior termasuk Nue untuk berbaris di depan.
“nah, dimulai dari saya sendiri, saya Nurul Aini, ketua umum PSM Fakultas Sastra. Nah lalu yang di samping saya ada kak Lily, dia adalah wakil saya sekaligus menjadi kakak pengajar suara sopran. Lalu yang disebelah saya, kak Nue, adalah satu-satunya cowok di sini..”
“heh! Maksudmu??” potong salah satu cowok senior dengan suara ‘cetarrr’nya..
“upss.. ya, maksudnya kamu juga Mi, hehe... ya ini kak Nue, dia adalah anggota bidang 1 dan akan menjadi kakak pengajar tenor, trus yang sewot tadi kak Omi , juga akan ngajar tenor."
Nue tersenyum sekilas saat namanya dipanggil, begitu juga para maba cewek juga ikut-ikut tersenyum tidak jelas.
“oh iya, sebenarnya ada kak Grace, dia ketua bidang 1 sekaligus pengajar suara sopran, tapi hari ini dia tidak bisa hadir karena harus berlatih di PSM Pusat. Oh ya dan satu lagi, buat yang cewek-cewek jangan deket-deket kak Nue ya, nanti Kak Grece bisa jadi monster, hehe..”
Langsung saja Nue menyenggol siku nurul dengan ekspresi sewot, namun nurul masih cengengesan saja. Seperti ingin mengacuhkan Nue, nurul segera mengganti topik dan melanjutkan sambutannya.
“well, kalian yang berdiri disini adalah maba pilihan yang telah kami seleksi pada masa ospek kemarin. Tapi kalian masih belum dipilah-pilah berdasarkan jenis suaranya, jadi malam ini kita akan memilah kalian berdasarkan 4 suara tadi. Yak, langsung saja ya, setelah ini, yang cewek ke bagian kanan tangan saya. Kalian akan diuji oleh saya, kak lily dan kak Ruri. Sementara yang cowok ke sebalah kiri saya, kalian akan diuji oleh kak Omi dan kak Nue. Oke, silakan!”
Langsung saja barisan itu terbagi dua dan Nue pun berjalan menuju barisan Maba cowok.
“oke, nanti kalian maju dua-dua.Kalian harus membunyikan nada do re mi fa sol la si do re mi fa sol la...” tampak Omi mempraktekkan membunyikan notasi dari do sampai pada notasi tertinggi yang bisa ia capai, yaitu la tinggi. Beberapa maba cowok tertawa kecil saat mendengar suara Omi yang memang sedikit.. ehm... ‘cetar’ lah istilahnya.
“ngapain ketawa?!”semprot omi sewot. Maba pun kembali diam meski masih menahan senyum.
“nah, sekarang kamu dan kamu, maju. Bunyikan nada do dari kunci C sampai nada yang sekuat kamu. Segini ya ‘do’-nya, ‘doo...’ ayo Nu, kamu urus yang satunya!” ujar Omi, Nue pun segera memberikan instruksi singkat pada maba yang ia uji, setelah itu aula pun mulai dipenuhi dengan suara-suara doremifasol.
Setelah beberapa menit, terpilihlah delapan suara tenor dan sepuluh suara bass. “oke, sip. Jadi sudah terpilih ya, mana yang bass, mana yang tenor. Langsung saja kita mulai latihan lagu Hymne UJ ya.. Bass akan diajari oleh saya, sedangkan kak Nue dan kak Radit akan mengajar tenor.” Terang Omi.
Ya, Omi memang bisa menyanyikan 2 suara, Tenor dan Bass.
“eh, aku di bass aja..” rengek radit pada omi.
“yakin? Emang situ bisa nada rendah?” tanya Omy dengan nada menyebalkan.
“ya bisa lah..! udah aku di bass aja..!” ujar rfadit yang segera nyelonong ke arah barisan bass.
Omy hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, “dasar tuh, banci gatel..” umpatnya yang seketika membuat nue menahan tawa.
Anak-anak bass memang lebih tegap-tegap badannya jika dibandingkan dengan anak tenor, wajahnya pun oke-oke. Pantas saja radit lebih memilih ke bagian bass (dan pantas saja omy mengejeknya dengan sebutan itu.)
Kelompok bass pun berjalan menjauh, mencari spot yang lumayan jauh dan terpisah dari tenor suapaya tidak terpengaruh saat latihan. Nue pun mulai membagikan partitur lagu Hymne UJ pada adik-adik bimbingannya.
“oke, sudah dapat semua ya partiturnya. Jadi langsung kita mulai aja ya latihannya. Sebelumnya biar aku contohkan dulu bagaimana lagu hymne ini berdasarkan suara tenor, kalian diam dulu dan dengarkan, oke?”
“ya kak.”jawab para maba singkat.
“sip. Aku mulai ya.. ehm.. sebentar, Mi', ‘sol’-nya semana?” teriak Nue pada omi yang kini berada di depan tempat parkir.
“soool...!!” suara omi menggema hingga sampai di telinga Nue.
“sol.. oke. Sol fa mi...”
“kak...!”
Nue menghentikan suaranya. Ia segera menoleh ke arah suara itu. Di depannya kini seorang cowok datang sambil terengah-engah. Nue hanya memperhatikannya sambil mengeryitkan dahi.
“kak, maaf terlambat..”ujar cowok itu dengan nafas masih terengah-engah.
“hmm.. oke, besok jangan diulang lagi. Sekarang mending kamu atur nafasmu dulu, setelah itu aku uji kamu, masuk suara bass atau tenor.”
“hosh..iya kak..”ujarnya, ia pun duduk di sebuah kursi tak jauh dari tempat tenor latihan.
“oke, aku lanjutin lagi ya.” Nue pun mulai menyanyikan Hymne itu. Suaranya mengalun dengan halus dan tertata. Bahkan di bagian nada tinggi pun suaranya masih tetap utuh dan tetap‘laki’ (ga kayak si Omi tadi.)
Saat mata Nue sedang fokus pada partitur, diam-diam, sepasang mata yang bulat memandanginya dari sela-sela punggung para maba tenor. Tampak rasa kekaguman dari sinar matanya itu.
Nue pun mengakhiri lagu hymne dan diambut dengan tepuk tangan para maba tenor.
“ya, itu tadi hymne UJ dari suara tenor. Dan untuk..”
“kak, saya belum diuji!” ujar seorang cowok yang tadi terlambat.
“ya.. aku juga mau bilang. Ya udah sini kamu.”
Cowok itu pun berjalan melewati teman-temannya menuju ke hadapan Nue.
“bunyikan nada do, re, mi, sampai nada tertinggi yang bisa kamu bunyikan. Rileks, oke?”
“oke.”jawabnya mantap.
“sip, segini ‘do’-nya, doo... ayo bunyikan.”
“do.. “
Nue seketika mengeryitkan alisnya ketika mendengar suara cowok itu. “kurang tinggi. Do...”
“do..” cowok itu membunyikan nada do sekali lagi, kali ini Nue mengangguk, tanda sudah benar.
Cowok itu pun melanjutkan lagi ke nada berikutnya dengan suara pelan dan ragu. “re.. mi.. fa.. sol.. la..si..do..”
“kok berhenti, ayo teruskan, kalo bisa sampe ‘fa’ tinggi.”ujar Nue.
Cowok itu mengangguk kecil lalu mengambil nafas dalam-dalam.
“do..re..mi..fa...sol.las..si..do..re..”
Suara cowok itu lagi-lagi tertahan. Ia menengok ke arah Nue lagi, lalu mencoba membunyikannya lagi.
“do..re.. mi.. fa..sol..la..si..do..re...................................mii..”
Seketika semua tertawa setelah mendengar nada ‘mi’ cowok itu yang tercekik dan terdengar seperti tersedak. Cowok itu segera menundukkan wajah dan menggaruk-garuk kepalanya. Sementara Nue hanya tersenyum kecil.
“ayo lagi, jangan ragu-ragu. Langsung saja tembak nadanya. Mi...”ujar Nue sambil mempraktekkan bunyi ‘mi’ yang benar.
Cowok itupun mencoba lagi, namun lagi-lagi ia ‘miss’ pada nada ‘mi’, meskipun ia telah mencoba berkali-kali.
Nue pun mengujinya dengan membunyikan nada do ke bawah, jadi do, si,la,sol,fa,mi,re,do. Namun cowok itu ternyata hanya sampai pada nada sol, itupun suaranya sudah seperti dengkuran. Lagi-lagi teman-temannya tertawa.
Akhirnya Nue pun menghembuskan nafas cukup panjang. “oke, kalo gitu, kamu mending masuk suara bass saja. Karena sepertinya kamu ga akan mampu nembak nada suara tenor yang tinggi.Di lagu mars, nada tertinggi tenor adalah ‘mi’ tinggi ('mi' titik atas) dari kunci C. Jadi..”
“jadi, saya harus bisa nada ‘mi’ tinggi suapaya bisa masuk tenor ya kak?”potong cowok itu.
“hm.. yeah.. idealnya seorang tenor minimal harus sampai nada ‘fa’ tinggi, tapi kalau kamu bisa sampai ‘mi’ tinggi ya boleh lah.. soalnya suara kamu di bass juga lemah.”terang Nue.
“kalo gitu, biar aku coba sekali lagi kak!” tantang cowok itu.
Nue hanya memandangnya dengan tatapan heran, begitu juga temannya yang lain. Kenapa dia begitu kukuhnya ingin masuk tenor, padahal dia tahu sendiri batasannya sampai mana.
“oke.”jawab Nue.
Cowok itupun tersenyum sesaat lalu menarik nafas dalam-dalam.
“do,re,mi,fa,sol,las,si,do,re....” dia menghentikan sejenak untuk bernafas, sementara Nue memandangnya dengan antusias.
“mii.....!!”
Nue tersenyum, akhirnya cowok itu bisa membunyikan nada ‘mi’ dengan benar meskipun sedikit memaksa.
“oke, kamu bisa masuk tenor.”kata Nue.
“uhuu,, yeah!”teriak cowok itu yang kemudian langsung bergabung dengan teman-temannya yang langsung mengacak-acak rambutnya.
“oh ya, aku belum tahu nama...”
“anggian kak!”
Lagi-lagi cowok itu memotong kata-kata Nue.
“namaku Anggian Dwitama! Cukup dipanggil Gigi saja, hiiiiii...”ucapnya sambil memamerkan gigi-giginya yang kecil-kecil dan putih.
“apaan sih kamu, nggi..! sok imut banget!” celetuk salah satu temannya yang bernama Tony.
“sok imut apaan coba? Aku memang imut, hahaha.. aduh!” segera saja kepala cowok bernama anggian itu dijotos teman-temannya yang gemas.
Sementara itu Nue hanya tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya lalu mendekati keramaian itu.
“sudah?”tanya Nue kepada mereka yang langsung diam dan kembali pada posisi semula.
Nue pun memandang wajah anggian yang semula menunduk.
“Namaku Nue, Nue Lazuardy.”
***
Comments
bagus, lanjut terus y ceritanya
@coffeeBean: hehe slm knl coffeebean, thx dah bc n comment.
Bar 2, I Can’t
“Nue Lazuardy..” gumam Gigi pelan. Saat ini dia sedang tiduran di kamar kosnya yang sempit. Matanya menerawang kosong pada langit-langit.
‘hehe.. nama yang aneh’ batinnya. Ia sebenarnya sudah tahu nama Nue sejak masa Ospek, tapi ia tidak mendengar dengan dengan jelas nama lengkapnya. Ternyata bagus juga.
Lazuardy berarti langit (tau dari google :P), sesuai dengan penampilan orangnya yang tenang dan menyejukkan seperti langit yang kebiruan dengan anginnya yang sejuk.
"hmm... andai aku bisa jadi awan yang mengisi langit itu..” gumamnya lagi, lalu ia tertawa sendiri mendengar kata-katanya sendiri. (dasar orang aneh)
Gigi sudah lama memendam perasaan pada Nue sejak ia SMA. Secara tidak sengaja ia bertemu dengan Nue saat ia sedang mencetak tugasnya di salah satu warnet di Jember. Begitu melihatnya, Gigi langsung tertarik padanya. Nue adalah cowok yang tinggi dengan kulit putih dan bersih. Rambutnya dibiarkan agak panjang dan poni buang samping. Dari matanya yang dalam, Nue kelihatan memiliki darah arab ditambah dengan hidungnya yang mancung dan bibirnya yang tipis, wew... Nue benar-benar menghipnotis Gigi sejak pandangan pertama.
Langsung saja saat itu Gigi berusaha mengorek informasi tentangnya dan dengan jurus byakugan seorang Gigi (emangnya neji??), dia berhasil mengetahui nama Nue dari tugas yang ia print. Walaupun cuma terlihat nama depan dan fakultasnya aja sih, tapi itu sudah cukup bagi anggian. Dan sejak hari itu, Gigi (yang saat itu sedang duduk di bangku SMA kelas 12) bertekad untuk memasuki Fakultas Sastra di UJ. Cukup gila memang ide Gigi itu, mengingat dia sama sekali bego dalam masalah Bahasa Inggris. Nilai Bahasa Inggrisnya selalu pas-pasan (itupun juga ga pure hasil kerjaan sendiri, hehe) dan dari pihak orang tua juga sempat melarang niat Gigi, tapi toh akhirnya mereka menge-golkan setelah Gigi dengan gigih membujuk mereka.
Yah, ga percuma juga Gigi memilih fakultas Sastra UJ, akhirnya dia ketemu dengan Nue. Tapi, masih ada kejutan lain, Nue ternyata tergabung dalam UKM Paduan Suara Mahasiswa.
‘hah? Padus?? Kok bisa sih, cowok macho kayak dia gabung di UKM begituan??’ gumam Anggian dalam hati ketika mendengar nama Nue disebut dalam jajaran pengurus UKM PSM Fakultas Sastra pada waktu pengenalan UKM-UKM di masa ospek.
Paduan Suara dalam benak sebagian orang juga berhubungan dengan suatu kegiatan menyanyi yang halus, megah dan elegan, kontras sekali dengan penampilan Nue yang lebih seperti personil band metal. Namun pikiran itu langsung berubah ketika Nue masuk ke dalam kelas dan tersenyum pada semua yang hadir disana.
‘jlebb...’
Gigi langsung terpancing kail pancing yang dilempar Nue. Di lain sisi, Gigi mendapat suatu pencerahan.
‘sebentar, kalo dia suka di Padus, berarti kemungkinan dia..’ehemm..’ juga ada,donk?!’
Sejenak Gigi merenungi gagasan hatinya itu lalu tersenyum-senyum sendiri. Kalian pasti tahu apa yang Gigi maksud ‘ehemm’ itu. Yup, Gigi memang berbeda dengan cowok yang lain, terutama pada orientasi seksualnya, dan saat ini dia sedang gencar-gencarnya mencari pacar. Sudah kelamaan jomblo sih, ckckck..
Setelah lama Gigi bengong sambil tersenyum-senyum sendiri (bayangin kalo Nue juga ‘ehemm’ dan pacaran dengannya) tiba-tiba ia sadar akan sesuatu yang –penting, besar, mendesak, dan fatal bila ditinggalkan-.
“wahh,,!! PR Writing-ku..!!!”
Gigi pun segera membongkar is tasnya dan mengambil bindernya.
Baru saja hari pertama kuliah langsung ada dosen, dan langsung ngasih tugas pula, dan parahnya harus dikumpulkan besok pula!
‘duh, gila nih dosen, ga ngasi kesan yang baik di pertemuan pertama’ protes Gigi dalam hati. (enak-enak bayangin Nue juga..)
Kini anggian meletakkan ujung bolpoinnya di kertas binder. Beberapa lama dia hanya diam dengan mata menerawang kertas putih bergaris di depannya.
“......................................................................................(thinking)..................................................................................................................................(thinking)...................................................................................................................................................(still..thinking)....................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................... (banting bolpoin) AKU GA BISAAAA..!!!”
***
Malam ini adalah malam latihan PSM yang kedua. Dengan langkah gontai (karena masih kepikiran tugas writing yang belum kelar –sama sekali-), Gigi menuju ruang aula, tempat PSM berlatih. Tampak Kak Nurul berdiri di depan dan para tim LPSAF berbaris rapi di depannya. Gigi juga bisa melihat kak Nue berdiri di samping barisan tenor, memberinya isyarat untuk segera memasuki barisan.
“ayo dek, cepet taruh tasnya terus masuk ke dalam barisannya ya!” perintah kak nurul yang sedang mengambil kastanyet (benda seperti cangkang kerang yang menganga -malah pertama kali ngliat kayak tempat bedak-, gunanya untuk memberikan ketukan. ‘tak-tek’ gitu deh bunyinya.)
Gigi pun segera meletakkan tasnya di kursi dan bergabung dengan barisan tenor, Gigi spontan mengambil posisi di sebelah Nue. (hmm... modus)
“oke, kita mulai pemanasan dulu ya..! tarik nafas 1x4 lalu tahan napas selama 2x8 ya! yo mulai tarik napas.. 1..2..3..4..tahan! 1..2....”
Pemanasan pun berjalan kurang lebih 15 menit setelah itu kak Nurul meletakkan kastanyet di meja.
“oke, sekarang kita langsung aja latihan lagu Hymne per suara ya.. Yang sopran latihan sama aku dan Lala, alto dengan Ana, tenor dengan Nue, dan Bass dengan Omy. Yok, menyebar!”
Barisan pun memecah menjadi 4 bagian, sopran,alto,tenor, dan bass, begitu juga Gigi yang langsung mengikuti arah langkah kaki Nue.
Nue membimbing mereka ke luar aula, tepatnya di tempat parkir.
“ayok, bentuk lingkaran aja biar enak latihannya.”ujar Nue.
Gigi dan teman-temannya pun segera membentuk lingkaran yang terdiri atas sembilan orang tenor.
“nah, kemarin kan kita sudah berlatih sampai baris kedua ya? jadi sekarang kita review lagi sekali terus lanjut ke bar selanjutnya.” Nue pun mulai membuat ketukan dengan tepukan di pahanya.
“1..2..3..yak.. solfami..sol..sol...”pandu Nue.
Gigi pun membunyikan lagu itu not per not dengan hati-hati. Ia tidak ingin fals di awal-awal latihan seperti ini, terlebih lagi kemarin dia sudah berlatih sungguh-sungguh untuk dua baris lagu hymne ini.
“yak, sip. Untuk dua baris ini sudah oke, Cuma Gigi, powernya ditambah lagi ya..”ujar Nue yang diikuti anggukan Gigi.
Gigi hanya tersenyum kecil saat Nue mengomentarinya, itu tandanya dia mendapatkan perhatian Nue walaupun suara Gigi pelan.
“kita lanjut ke baris ketiga ya..” Nue pun membunyikan notasi baris ketiga sementara yang lain diam sambil membaca partitur, hanya anggian sendiri yang justru memperhatikan Nue saat bernyanyi.
“Ssekarang kalian coba. 1..2..3..yak!”
Gigi segera kewalahan dan matanya celingukan mencari beris ketiga. Nue yang tahu Gigi masih mencari-cari bagian yang akan dinyanyikan pun akhirnya menghentikan ketukannya, dan para maba pun berhenti bernyanyi.
“Yang sini, Gi.” Kata Nue sambil menunjukkan bagian ketiga.
Gigi pun mengangguk-angguk. “oh iya.. hehe...”
Melihat Gigi yang cengengesan Nue hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.”hmm.. makanya jangan bengong mulu, Gi..”
“oke, siap..!”jawab Gigi ringan.
Nue pun mulai mengetuk lagi. “1...2..3.. ya..”
Gigi pun berusaha membunyikan notasi-notasi itu. Meskipun Nue juga ikut menyanyikan bagian tersebut, tapi tetap saja Gigi masih kelabakan untuk membunyikan notasi-notasi yang ‘naik-turun ga karuan’ itu (setidaknya begitulah yang Gigi pikir). Tampaknya tidak hanya Gigi saja, teman-temannya yang lain juga sedikit kewalahan membunyikan notas-notasi itu. Akhirnya Nue menghentikan ketukannya dan kembali mempraktekkan bunyi notasi yang benar.
“nah, jadi begini.. sol..fa..re..mi..fa...sol........sol. solsoldo...do..la..do..sol.....”
Langsung terdengar kata “wuh..!” pelan dan serempak di antara tim tenor itu saat mendengar nada ‘do’ tinggi, begitu juga Gigi yang belum apa-apa tengoorokannya sudah seperti tercekik.
Melihat respon adik-adik tenornya itu, Nue hanya tertawa kecil. “haha... kenapa? ga tinggi-tinggi amat kok, asal caranya benar, kalian pasti bisa. Ayok kita coba lagi..”
Mereka pun mulai berlatih bagian ketiga itu lagi. Gigi masih terbata-bata. Dia benar-benar heran dengan teman-temannya yang begitu cepat menangkap nada baru. Baru Nue praktekkan tiga kali, mereka sudah hampir bisa membunyikan bagian ketiga itu dengan sempurna.
‘oowh.. what’s wrong with they (‘them’ kali Gi..)?? No! What’s wrong with me..??!!’
Nue melihat gelagat Gigi yang gelisah dengan bibir megap-megap seperti ikan kehabisan air. Ia pun berjalan mendekati Gigi dan bernyanyi di sampingnya. Dekat banget! Gigi bahkan bisa merasakan hembusan nafas Nue di belakang telinganya.
‘deg! Deg! Deg!..’
‘gilaa.. ngapain sih Nue deket-deket segala? Malah bikin ga konsen!’
Jadilah suara Gigi berantakan bagai butiran debu (?). Gigi pun menghembuskan nafas panjang sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“kenapa Gi?”tanya Nue.
Gigi menatap Nue, ingin sekali ia bilang ‘itu gara-gara kamu tahu..’ tapi ia urungkan niatan itu (sudah seharusnya).
“ehmm.. tau nih kak, aku masih ga nangkep-nangkep, apalagi yang ‘do’ tinggi ini nih.. ketinggian, jadi susah nembak nadanya, terus kebelakangnya jadi ikut berantakan deh.”
Nue hanya manggut-manggut. Ia pun memalingkan wajahnya pada teman-teman tenor anggian yang lain. “oke, kalian istirahat dulu.”
Mereka pun segera berjalan menuju aula. Saat Gigi juga mulai berjalan menuju aula, suara Nue menahan langkahnya. “Gigi.. mau kemana kamu?”
Gigi dengan heran menoleh ke arah Nue. “loh.. aku mau istirahat sama yang lain...”
“nggak! Apaan? Masih belum bisa juga. Ayo latihan privat sama aku!” ujar Nue sambil mengisyaratkan pada Gigi untuk berjalan kembali di sampingnya.
‘deg’
Spontan anggian berubah nerveus. ‘privat? Cuma berdua sama kak Nue?? Mana bisa konsen..?” jeritnya dalam hati.
“ayo.. kok bengong sih? Sini, kita mulai dari awal.”panggil Nue.
“i..iya kak..” jawab Gigi yang dengan langkah kaku menuju ke arah Nue.
Merekapun berlatih berdua. Gigi berusaha menenangkan dirinya selama 15 menit itu. Sementara Nue bersikap biasa saja, seolah tidak ada perasaan tertarik sedikitpun pada Gigi (memang sudah begitu seharusnya).
Terlepas dari rasa gugup Gigi, bagian ketiga itu memang cukup sulit, apalagi bagian nada tertingginya. Beberapa kali Gigi mencoba, selalu saja ia salah pada bagian yang sama. Dengan sabar Nue mengulang lagi bagian tersebut dan ikut memandu Gigi.
"Sol sol do.... hufft.. ga bisa kak..”keluh Gigi sambil membungkuk, bersandar pada lututnya yang capai.
Nue pun menghembuskan napas pendek. “ya udah, kamu minum dulu sana, terus kamu panggil anak-anak yang lain buat latian lagi.”
Gigi mengangguk dan berlari menuju aula. Tenggorokannya sudah benar-benar kering.
Sementara itu, Nue duduk di pagar tempat parkir saat ponselnya berdering. Ia pun membuka ponselnya dan ternyata itu sms dari Grace.
‘Nunu honey... nanti gag usah jemput aq ya, ‘cause aq maw bljr kelmpk d kosq.. jadi nanti aq bareng sm temn.. maaph ya honey, ga bisa nemenin nunu maem malem ini.. luv u nunu honey, *kiss..’
Nue menghembuskan napas pendek setelah membaca pesan itu. Agak kecewa juga Nue setelah tahu Grace belajar kelompok dengan teman-temannya. Padahal biasanya mereka makan malam bareng setelah latihan.
Nue pun mengetikkan balasan untuk kekasihnya itu, mengetikkan kata-kata yang sebisa mungkin tidak menyiratkan kekecewaannya.
‘ok honey. Kamu baik” dsana ya, jgn lupa mkn mlm mskipun dikit. *Kiss back’
Setelah ia selesai mengirim pesan, ia pun memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya dan beranjak dari tempat itu.
‘ok, sudah waktunya latihan lagi’
***
Nue menyanyikan lagu terakhirnya dengan apik. Ia pun langsung menjatuhkan dirinya di kursi sambil menegak botol air minumnya.
“oke guys, trimakasih buat latihan Yudisium untuk malam ini, jangan lupa kita besok ada latihan lagi, seperti biasa, kita mulai latihan yudisium setelah latihan LPSAF berakhir. Sampai jumpa lagi besok, wassalam..” ujar Nurul.
Tim Yudisium pun satu persatu meninggalkan ruang aula. Sementara itu Nue masih duduk di kursi dan menghabiskan air dalam botol minumannya.
PSM memang punya dua agenda saat ini, yaitu LPSAF untuk maba dan acara yudisium untuk para anggota PSM senior, dan Nue salah satunya. Jadi ia harus marathon, mulai dengan melatih tim LPSAF dari pukul 19.00-21.00, dilanjutkan dengan latihan yudisium sampai pukul 22.00. belum lagi latihan khusus yudisium di hari lainnya, membuat Nue nyaris tidak memiliki hari yang senggang
.
“gimana Nu, anak tenor buat LPSAF? “
Nue segera menelan air dalam mulutnya saat Nurul bertanya padanya. “ehm.. ya okelah.. banyak yang sudah bisa.. Cuma mungkin..” sekilas Nue melihat sosok Gigi di gazebo yang sedang sibuk mengutak-atik laptopnya. “mungkin ada satu yang masih harus digembleng lagi, hehe..”
Nurul mengangguk-anggukkan kepalanya. “ya itu wajarlah, kan masih maba. Yang penting kamu jangan putus asa ya. harus mengajari adek-adekmu sampe bisa!”
“itu pasti, mbak..” jawab Nue sambil mengacungkan jempolnya.
“sip! Aku pulang dulu ya, bye..”
“bye..”
nurul pun pergi meninggalkan Nue yang menutup botol minumannya. Lalu Nue mengambil tasnya dan mematikan semua lampu aula sebelum akhirnya ia meninggalkan ruang aula.
Dilihatnya Gigi masih duduk di gazebo, Nue pun berjalan menuju gazebo itu dan menepuk bahu Gigi.
“woaa..!” jerit Gigi.
“woy.. apaan?”tanya Nue setengah terkekeh melihat anggian.
“yah..! kaget kali kak!” protes Gigi yang tengah mengontrol nafas dan detak jantungnya. “untung aku ga jantungan.”
“Hehehe... malem-malem ngapain nih, kok masih gentayangan di kampus?”canda Nue sambil duduk di kursi sebelah Gigi, mencoba melihat layar laptop.
“gentayangan? Wah aku manusia kali kak, bukan setan! Ini nih lagi ngerjain tugas..” kilah Gigi yang segera membuka tab google translate.
“tugas, apa tugas? Kok itu ada tab facebook?” selidik Nue setengah terkekeh saat menunjuk sebuah tab dengan icon ‘F’ di sudutnya.
“ya.. ngerjain tugas sambil FBan lah..” lagi-lagi Gigi berkilah dengan alasan yang sama sekali tidak membantu melainkan hanya membuat Nue terkekeh lebih lebar. (meskipun sebenarnya diam-diam Gigi senang ketika melihat ia tersenyum seperti itu.)
“btw, ini google translate buat apaan?” tanyanya.
“ini nih, ada tugas writing, disuruh buat karangan tentang profil diri.. pake bahasa Inggris lagi!”
“ya iya lah, namanya juga writing! Eh, kamu anak Sastra Inggris?”
“i..iya.” Gigi baru sadar kalau selama ini Nue tidak tahu jika Gigi juga dari sastra Inggris. “emang napa?”tanya Gigi balik.
“em.. gapapa sih. Cuma tugas gitu doang kan, coba liat hasil karanganmu..” Nue dengan sigap mengambil buku binder Gigi yang terbuka sebelum Gigi sempat mencegahnya.
“jangan diliat..! masih belumm..”cegah Gigi, namun percuma, binder itu sudah ada di tangan Nue.
Untuk beberapa detik Nue terdiam melihat isi binder itu. Yang isinya cuma 1 kalimat: “My name is Anggian.”
“apaan nih? Daritadi disini Cuma dapet 1 kalimat ini doank?”Nue setengah membanting buku binder itu di atas meja yang langsung ditangkap oleh Gigi.
“ya gimana lagi? Aku juga dasarnya ga bisa Bahasa Inggris, ga ada inspirasi juga.”protes Gigi.
“hehe.. kamu apa-apa ga bisa. Trus kenapa masuk sini?”
Gigi terdiam mendengar pertanyaan Nue yang sedikit menyakitkan itu. Tampaknya Nue juga menyadari jika kata-katanya sedikit kasar, ia pun langsung menghapus senyum di wajahnya.
“ehm,, maaf gi, maksudku..”
“justru karena ga bisa, aku masuk di sini, di fakultas sastra, biar aku bisa!”
Nue terhenyak sesaat mendengar kata-kata lantang Gigi. Sementara Gigi menatap mata Nue dengan tajam.
Seketika Nue tersenyum. “haha... sip! Memang gitu harusnya. Hahaha... aku ga nyangka kamu bakal bilang gitu.” Ujar Nue sambil menepuk pundak Gigi yang tersipu.
Setelah itu Nue menyandarkan bahunya pada sandaran kursi dan tersenyum menatap Gigi. “aku suka orang dengan semangat seperti kamu Gi.”
Jantung Gigi serasa akan copot. Rasa malu menjalar sampai ke wajahnya. Gigi hanya bisa menutupi rasa malunya dengan senyum ganjil dan garukan di kepala.
“ga usah kepedean, mending kamu kerjain tuh tugas semampumu, jangan pake google translate, ngawur itu. Nanti aku koreksi kalo udah kelar.” Ujar Nue yang meletakkan tas pinggangnya di atas meja gazebo.
Gigi segera mendongakkan wajahnya ke arah Nue “hah? Serius nih? Aku bakal lama lo , ngerjainnya.”
“it’s ok. Malah enak, kamu ngerjakan, aku Fban pake laptopmu, hehe..”ujar Nue enteng sambil menggeser laptop Gigi.
“yah, aku belum selesai Fban..!!” protes Gigi yang mencoba meraih laptopnya.
Dengan gesit Nue mengambil laptop Gigi dan menjauhkannya dari jangkauan tangan Gigi “udah.. kerjain dulu.. aku pake sebentar..! ini Fbmu aku log out ya.”
Gigi pun tidak punya pilihan lain selain menurut da merelakan Nue menggunakan laptopnya. Sedangkan Gigi berbingung-bingung ria dengan tugas writingnya.
”kak, Bahasa Inggrisnya ‘saya sangat senang dan bersyukur pada Tuhan Yang Mahaesa karena berhasil masuk di Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra, UJ tercinta ini’ apa??”
“woi! Emang aku google translate?? Satu-satu napa?!”
***
tarik juga @yuzz n @coffeebean hehe..
Bar 3a, Qualified or Not.
“kriing...kriiing..”
Suara alarm ponsel Nue berdering dengan lantangnya dan seketika Nue terbangun dari mimpi indahnya. (mimpi apaan, kasih tau ga ya...).
Dengan mata masih setengah terbuka, ia mencari ponselnya dan mematikan alarm yang berisik itu.
Matanya sedikit memicing ketika melihat pesan singkat yang masuk di ponselnya. Ternyata dari Gigi. ya, saat duduk di gazebo semalam, Gigi sempat menanyakan nomor hapenya.
‘makasih kak, buat koreksi tgas, tebengan + nasi gorengnya, hehe.. srg2 ya kak! #Gigi’
Segurat senyum tergores di wajah Nue sekilas. Semalam ia memang membantu Gigi mengoreksi tugasnya. Tidak sekedar mengoreksi sebenarya, karena hampir semua yang Gigi tulis itu ngawur, jadi Nue seperti membuat ulang yang baru. Setelah itu ia juga memboceng Gigi karena sudah sangat malam, ia juga membelikannya sebungkus nasi goreng karena ia juga belum makan malam (gengsi kan, kalo senior ngga beliin juniornya..).
Jika dipikir-pikir Nue sangat baik pada Gigi, entah apa yang Nue harapkan dari makhluk(?) itu.
Ia meletakkan kembali ponselnya di atas meja dan ia mengambil peralatan mandi serta handuknya lalu pergi ke kamar mandi.
Beberapa menit kemudian dia masuk lagi ke dalam kamarnya dengan kulit dan rambut yang masih agak basah. Ia pun berpakaian lalu memanaskan sepeda motornya. Setelah persiapannya selesai, ia pun melajukan sepeda motornya menuju kos grace, kebetulan hari ini jadwal kuliah pertama mereka sama, yaitu pukul 7.00.
“maaf honey, aku kesiangan tadi.” Sesal nunu setibanya di kos-kosan grace, dan Grace sudah berdiri di depan pintu menunggu dirinya.
Tampak grace sedikit mendegus lalu duduk di boncengan Nue. “iya deh, jangan kesiangan mulu dok honey...”
“iya.. “jawab Nue, ia pun melajukan sepeda motornya menuju kampus.
Nue dan Grace memang satu fakultas, tapi beda jurusan. Nue di Jurusa Sastra Inggris sedangkan Grace di Jurusan PSTF (Program Studi Televisi dan Film).
Mereka bahkan baru bertemu saat ospek dan darisanalah hubungan mereka mulai terjalin hingga menjadi pasangan kekasih sampai sekarang.
Dari Grace jugalah Nue bertemu dengan UKM PSM. Grace yang mengajari Nue yang pada mulanya sama bodohya dengan Gigi (maaf ya Gi, nggak bermaksud menyinggung, hehe). Grace sejak kecil sudah belajar bermain piano, itulah sebabnya ia sudah mahir membaca notasi. Terlebih lagi ia tergabung dalam UKM PSM UJ (atau sering disebut PSM Pusat, karena disitulah mahasiswa dari setiap fakultas berkumpul dan tergabung menjadi sebuah tim paduan suara UJ), kualitasnyapun tidak diragukan lagi.
“hmm... gimana belajar kelompoknya kemarin?”tanya Nue tiba-tiba saat dalam perjalanan.
“eh? Apa? Oh.. iya.. semalem bikin tugas ilustrasi banyak banget honey.. untung bisa selesai.”jawab grace dengan sedikit tergugup.
Nue menatap ekspresi grace dari cermin spionnya. Alisnya mengeryit sedikit, namun ia segera menghapus ekspresi dan menggantinya dengan senyuman di bibirnya.
“oh.. ya bagus deh kalo gitu.. ga lupa makan kan honey?”
“udah honey.. ih nunu udah kayak mamaku aja deh..”kata grace yang mengalugkan lenganya di pinggang Nue sambil meyadarkan pipiya di bahu Nue.
Nue hanya tersenyum dan menikmati momen itu sampai sepeda motor Nue tiba di depan kampus Sastra.
“oke, see ya honey..” pamit Grace sambil melambaikan tangannya pada Nue.
Nue hanya menanggapi dengan senyuman dan memandang Grace hingga ia memasuki kelasnya. Nue pun berjalan menuju kelasnya. Dalam langkah kakinya, pikirannya melayang pada Grace. Ekspresi gugup Grace tadi sempat membuat pikiran Nue goyah. Nue memejamkan matanya rapat-rapat dan menghapus prasagka-prasangka di kepalanya.
‘i’m believe in you and always will be..’
***
Gigi duduk di kursi aula dengan hati berbunga-bunga. Ia sedang menanti kedatangan Nue. Ia ingin memberitahu sekaligus berterimakasih atas tugas writingnya yang mendapat nilai sempurna. Nilai itu tidak akan mungkin ia peroleh tanpa bantuan Nue (oh..you are my savior.. *gumam Gigi).
Dibukanya lembaran partitur lagu hymne yang mulai lusuh itu. Ia mencoba mereview apa yag ia dapat kemarin. Ia tidak ingin tampil menyedihkan di hadapan Nue lagi. Di kos-kosan pun ia berusaha mempelajari lagu itu dengan mendengarkan rekaman lagu hymne untuk bagian tenor.
“oi, tumben ga telat,GI?”
Gigi segera mengangkat wajahnya, mengira itu Nue. Namun ekspresinya berubah kecut ketika tahu yang meyapanya adalah Budi (namanya..sesuatu banget), teman sesama tenor.
“iya lah.. ga mungkin aku telat terus. Bisa dihukum aku entar.” Jawab Gigi yang kembali mempelajari partiturnya.
“hemm.... semangat bener bacanya..” tukas Budi lagi yang meletakkan tasnya di samping Gigi.
“yah.. namanya juga usaha. Enak kamu sudah bisa! Ayo ajarin aku gih, ini gimana bunyiinnya?”
Budi pun mulai mengajari Gigi, sementara Gigi sedikit-sedikit menoleh ke jendela, melihat apakah Nue sudah datang atau belum.
‘plakk..!!’
“aadoh.. apaan sih Bud?” jerit Gigi saat budi memukul kepala Gigi dengan kertas partitur.
“kamu tuh, yang apa-apaan?! Diajarin malah celingukan ga jelas!” balas budi dengan nada sama tingginya. (dasar tenor, sukanya main nada tinggi)
“ya ga usah mukul napa? nih!” Gigi pun balas memukul kepala budi dengan partitur. Terjadilah perang pukul diantara mereka hingga akhirnya suara super sopran mengagetkan keduanya.
“hoooiii....!!! berantem pake bogem aja! Jangan pake partitur! Itu fotocopynya pake uang tahu!!”bentak kak Nurul. Suaranya seperti 10 TNT diledakkan bersamaan.
“woi..woi.. ada apa nih, mbk?”
Gigi segera menoleh ke arah suara yang familiar itu. Suara yang daritadi ia nantikan.
Tampak Nue berjalan dari balik pintu dengan santai. Ia mengenakan jaket biru dan headset terkalung di lehernya.
‘ohh.. akhirnya kak Nue datang jugaa..’ batin Gigi dengan wajah cerah.
Namun, dibelakang Nue, tampak seorang gadis yang sagat manis dengan rambut panjang dan sedikit bergelombang..
Gigi mengeryitkan alisnya saat melihat gadis itu. Selama ini dia belum pernah melihat gadis itu.
“itu tuh, anak buahmu berantem pake partitur... ayo deh, ayo semuanya baris sesuai suaranya masing-masing.” Perintah kak Nurul.
Tim LPSAF yag semula duduk-duduk pun bangkit dan membentuk barisan.
“nah, kita mulai aja latihannya... oh ya, kelupaan. Ini dia, kakak yang cantik dan pake jaket pink ini yang namanya kak Grace.. hehe.. dan ini dia nih pacarnya kak Nue..”
‘jedaarrrrrr.....’
Petir menyembar-nyambar di mata Gigi saat mendengar kak nurul mengatakan gadis cantik itu adalah.......... pacar Nue!!?
‘appppaaaaaaaaaaaa.....!!?’ jerit Gigi dalam hatinya yang mendadak gelap dan penuh dengan badai halilintar cetar-cetar.
Sementara Gigi tercengang, Nue hanya tersenyum salting sambil menggaruk-garuk kepalanya. “apaan sih mbak, pake diomongin segala!” protes Nue.
Sedangkan Gigi, kini tertunduk lesu. Hilang sudah semangatnya tadi yang menggebu-gebu. Dia sama sekali tidak kepikiran kalau Nue sudah punya cewek. Harusnya ia menyadari itu sejak awal.
‘ooh... bego baget kamu Gi...!!’
“oke, sekarang kita langsug latihan persuara ya. eh, Nue.. tolong ajarin bass-nya ya! si Omy ga dateng.” Ujar Nurul.
Nue pun mengeryitkan alis. “lha? Terus yang gurus tenor siapa??”
“ya kan ada aku, Lala, Grace... kalo aku yang ngajar bass, ga bisa aku. Nadanya bass kan rendah banget.” Tukas nurul.
“udah mbak, nunu.. biar aku yang pegang tenor.”
Gigi menengadah dengan tatapan tidak percaya pada pemilik suara itu, yang tak lain tak bukan adalah Grace.
‘hah?? Belum cukupkah kamu bikin aku sakit hatii??’ protes Gigi dalam hati.
Sementara Nue menatap heran pada Grace yang masih dengan ekspresi santai. “beneran nih, honey? “ bisik Nue padanya.
Grace tersenyum santai lalu mendorong tubuh Nue menjauh darisana. “udah nggak apa-apa.. aku juga sekali-kali pengen tahu notasinya tenor. Udah sonno, ke bass.. aku mau ngajar tenor!”
Nue pun akhirnya bersama dengan anak-anak bass. Sesekali ia melayangkan pandangannya ke arah Grace yang tengah memberikan instruksi pada anak-anak tenornya.
Sebenarnya bukan apa-apa jika grace mengejar tenor atau suara lainnya. Tapi... (kali ini Nue memandang Gigi) Nue tahu betul sifat Grace. Entah kenapa Nue merasa khawatir pada anak buahnya.
‘semoga ga bakal kenapa-kenapa..’ batinnya.
Ia pun mulai memandu anak-anak bass dengan memberikan ketukan.
20 menit telah berlalu, perasaan Nue mulai sedikit tenang. Namun saat menit ke 24...
“doo..!! gitu lo..! kamu bisa denger ga sih?!”
Nue seketika menghentikan ketukannya. Ia segera menoleh ke arah sumber suara itu. Ternyata firasatnya benar. Grace tengah berteriak kepada anak-anak tenor. Dan yang ia marahi itu adalah.. Gigi!
Nue pun menghampiri Grace dengan tergesa. “ada apa honey? Kok sampe teriak-teriak segala sih?” tanyanya setengah berbisik.
Grace pun menoleh pada Nue, “ini lo, Nunu! Anakmu yang satu ini kok bebel banget sih diajarin?! Dari tadi, cuma sampe baris ketiga aja ga bisa-bisa!” terang Grace dengan suara melengking.
Saat itu, kecantikan dan keanggunan yang semula terpancar seketika berubah menjadi seperti iblis.
Nue menoleh kepada orang yang Grace tunjuk. Tampak Gigi menunduk namun matanya masih menatap Nue dengan tatapan memelas.
“sudah lah honey... namanya juga masih baru, kalau diajarin pelan-pelan..”
“pelan-pelan mau sampai kapan, nu? Dia tuh bebel banget! Masak nembak nada gini aja ga bisa-bisa?! Tadi aku juga ngecek ke bagian selanjutnya dan notasinya berantakan banget! Ga Cuma notasi, ketukan dan napasnya... aduh... tahu deh! Ini sudah pertemuan ke berapa coba? Masa’ lagu gini aja belum rampung-rampung..”
Sementara Grace masih terus mengoceh, Nue berusaha menenangkan emosi grace dengan mengusap pundaknya.
Dilihatnya juga Gigi yang kini benar-benar menunduk, menyembunyikan matanya di balik poni sampingnya.
“sudah sabar honey..”
“sabar gimana honey...?? kamu juga gimana sih? Katanya maba yang ada disini adalah maba pilihan yang diseleksi ketat kan? Kok anak kayak gini bisa lolos?? Masuk tenor lagi! Udah, daripada kedepanya bikin rusak dan ngerepotin kamu juga, mending dia dibebastugasin aja sekarang!”
Mata Gigi yang tertutup oleh rambut seketika menyempit. tangannya gemetar begitu juga bibir tipisnya.
“ck, apa-apan sih kamu honey? Udah donk sabar... bagaimanapun pelatih yang menyeleksi. Kalau dia keterima, berarti dia juga qualified buat masuk tim LPSAF. Udah biar aku aja yang ngajarin..”
Nue pun berjalan ke arah Gigi yang masih menundukkan wajahnya.
“Gi, coba kita nyanyikan bagian ketiga ini bareng ya.. yok.. 1..2..3.. solfaremifasol...sol..solsoldo..”
Gigi memegang partitur dengan gemetar, begitu pula dengan suaranya yang bergetar lirih. “solfaremifasolsol...sol..do..”
Segera saja grace menyolot masuk setelah mendengar nada sumbang Gigi. “tuh kan, aku bilang juga apa? Dia ga qualified buat masuk tim! Loh, kamu! Ngapain nangis?!”
Nue yang semula memandang grace segera menoleh ke arah Gigi. Gigi menundukkan wajahnya dalam-dalam, namun terdengar suara sesengukan dan satu-persatu bulir air menetes dari wajahnya ke lantai aula.
“Gi,, kamu kenapa nangis?” Nue yang terkejut segera mengguancang pelan bahu Gigi. tapi Gigi masih menunduk dan meringis menahan getir.
bagaimana Gigi ga nangis? sejak awal dia sudah merasa down saat ia tahu nue sudah punya pacar, dan sekarang pacarnya terus membentaknya tanpa ampun di depan teman-temannya. itu menjadi pressure tersendiri untuk Gigi.
Melihat itu, grace memalingkan wajahnya dengan ekspresi masam. “halah,, cowok apaan? Baru dibentak gitu aja nangis..”
Nue memandang kepergian grace dengan tatapan sendu, ia sungguh merasa prihatin karena Grace tidak bisa menjaga emosinya. Iapun kembali melihat kondisi Gigi yang masih menggigil. Ia memberikan instruksi pada anak teor lainnya untuk istirahat, sementara ia membawa Gigi ke luar aula.
Di kursi gazebo, Nue membiarkan Gigi duduk disana dan menghabiskan kesedihannya.
Dirogohnya saku celananya dan dikeluarkannya sebuah saputangan berwarna biru pada Gigi. “nih, hapus air matamu itu. Malu nanti kalo diliat orang..”ujar Nue.
Gigi pun mengusap air matanya dengan punggung tangan lalu meraih sapu tangan Nue dan menyeka sisa air matanya dengan sapu tangan itu.
“makasih kak..”ujarnya lirih.
Nue menghembusakan nafas panjang.
“maaf ya Gi, atas perlakuan garce ke kamu..”
Gigi hanya diam dan menundukkan wajahnya.
“dia memang gitu orangnya. Disiplin banget waktu latian dan dia gak akan segan-segan untuk bicara jujur. Dan kalau dia blak-blakan gitu biasanya kasar juga.. tapi sebenarnya dia baik kok. Dia Cuma parno-an orangnya.” Jelas Nue.
Gigi masih terdiam. Dia mencoba mencerna kata-kata Nue, dan akhirnya ia berani menatap wajah Nue meski perlahan.
“apa.. apa kualitasku seburuk itu,kak?”
Nue terdiam sejenak lalu menyilangkan lengan di dadanya lalu mendongakkan wajahnya ke langit seperti berpikir. “ehmm... ga buruk-buruk amat sih, hehe... kamu harus liat aku dulu saat masih maba kayak kamu. Aku bahkan lebih parah dari kamu.”
Gigi menghapus lagi air matanya dan membelalakkan sedikit matanya ke arah Nue. “ha? Masa’ sih kak? Trus kok kakak bisa...”
“ya belajar donk.. awalnya aku juga pendiem, suaraku lemah dan sama sekali ga bisa baca notasi. Setelah aku pergi klinik tongfang, suaraku jadi kuat dan bisa baca notasi dengan lancar!”
Gigi seketika tersenyum tipis mendengar gurauan garing Nue. “aku serius lagi kak, kenapa bawa-bawa klinik tongfang segala,coba?”
“hehe... selingan lah.. sebenernya orang yang paling berjasa membentuk aku yang sekarang ya dia..”ujar Nue sambil menunjuk sosok bayangan grace di jendela aula.
Gigi mengikuti arah telunjuk Nue, dilihatnya grace sedang berbicara serius dengan Nurul.
Nue hanya tersenyum melihat cara bicara grace yang menggebu-gebu, sementara Gigi hanya bisa memandang Nue dan grace bergantian dengan tatapan sendu.
“Dulu grace yang ngajak aku ke UKM PSM ini. Dia yang ngajari aku dari nol. Dia memang agak keras orangnya (agak??? #batin Gigi), aku juga dulu sering dibentak pas aku fals atau melakukan kesalahan lainnya.” Nue tampak tersenyum-senyum sendiri seolah menikmati nostalgia masa lalu.
“haha.. dia juga sering mukul aku pake partitur. Jadi kamu tadi masih mending ketimbang aku dulu, hehe...”
Gigi masih menatap Nue dengan tatapan sendu juga heran. Jika Nue saja diperlakukan seperti itu oleh grace, bagaimana Nue bisa bertahan bahkan bisa mencintai grace?
“terus kak, kakak kok bisa sih tahan digituin sama kak grace?”
Uups... tampaknya Gigi tidak kuasa menahan rasa penasaran dalam pikirannya. Nue yang semula menerawang aula, kini berpaling menoleh Gigi sambil tersenyum.
“karena aku sayang sama dia.”
***
bersambung ke Bar 3b
jangan bilang TUNGGU 3 BULAN LAGI!!!!!! :-\"
hehe... plg lama besok.. ato mngkin nnti mlm kalo byk yg comment, #modus
baca cuga ceritaku yang sudah tamat. "Aku Bisa Membuatmu Jatuh Cinta Kepadaku Meski Kau Tak Cinta Kepadaku"
http://boyzforum.com/discussion/16733989/aku-bisa-membuatmu-jatuh-cinta-kepadaku-meski-kau-tak-cinta-kepadaku-tamat/p1
oke tq kak @hwankyung69 atas masukanx
_____________________________________________
baca cuga ceritaku yang sudah tamat.
"Aku Bisa Membuatmu Jatuh Cinta
Kepadaku Meski Kau Tak Cinta
Kepadaku"
http://boyzforum.com/
discussion/16733989/aku-bisa-
membuatmu-jatuh-cinta-kepadaku-
meski-kau-tak-cinta-kepadaku-tamat/
p1
hmm.. seburuk itulah critaku sampe jrg bgt yg komen..? T_T
okelah, fine.. T_T
Bar 3b
Suara angin malam menggerakkan ranting dan dedaunan, menciptakan suara gesekan pelan dan menyebarkan hawa dingin di antara kedua pemuda itu. Begitu pula hati Gigi yang terasa seperti membeku setelah mendengar jawaban Nue. Jawaban yang sama sekali berada di luar perkiraan dan harapan Gigi.
Gigi kini hanya memandang wajah Nue dengan ekspresi kosong, sementara Nue, yang tidak mengetahui perasaan Gigi, kini bangkit dari kursinya setelah mendapat pesan di ponselnya.
“oke, kak nurul mau bicara sama aku. Aku tinggal dulu ya.. untuk malam ini kamu ga usah latihan dulu ya, nggak apa-apa kan?”
Suara Nue segera menyadarkan kebekuan Gigi. ia pun segera mengangguk dan mencoba menghapus kegetirannya.
“oke, sip.” Ujar Nue setelah melihat respon Gigi. ia pun segera berjalan menuju aula.
“kak!”
Nue berhenti dan menoleh ke arah Gigi yang memanggilnya.
“ada apa Gi?”
Perlahan, Gigi yang semua menunduk mulai menatap wajah Nue dengan mata sendunya. “aku... ga akan dikeluarkan dari tim, kan?” tanyanya dengan suara getir.
Nue terdiam sesaat, sebelum akhirnya senyum lebar menggantung di wajahnya yang cerah. “aku yang jamin, kamu akan tampil di LPSAF nanti.”
Jawaban Nue yang lantang dan tegas bagaikan suntikan stimulan bagi Gigi. Gigi pun melengkungkan senyumnya meski tipis.
“nah, gitu dong... tunjukin senyum dan ‘Gigi’ kamu!”ujar Nue lagi.
Gigi mengangguk sambil memamerkan gigi-gigi mungil dan putihnya itu, begitu juga Nue.
Setelah itu Nue pun berbalik dan berlari menuju aula, meninggalkan Gigi yang duduk sendiri di gazebo.
Senyum Gigi yang tadi mengembang dengan cerahnya,
perlahan mulai meredup. Kembali pada wajahnya yang beku.
Di tempat lain, yaitu aula. Nue sudah sampai dan menemui nurul dan Grace yang masih dengan serius membicarakan suatu hal. Entah kenapa Nue sudah tahu apa yang mereka diskusikan.
“nah Nue, ini gimana? Ada usulan dari Grace untuk mencoret nama Gigi dari tim, menurutmu gimana, selaku pembimbingnya?” tanya nurul
Nue langsung mengangkat alisnya pada Grace lalu memalingkan lagi pandangannya ke arah nurul. “ehm.. gini mbak. Dia memang agak susah..”
“bukan agak, nunu.. tapi susah, pake banget!” potong Grace.
“tunggu..tunggu aku selesai bicara dong honey..” ujar Nue dengan kalem pada Grace, Grace pun mendengus pelan dan menyilangkan lengannya di dada. Sementara Nue kembali mengarahkan pandangannya pada nurul.
“ dia memang agak susah menyerap yang aku ajarin. Pertama,mungkin karena aku yang belum bagus ngajarnya. Aku juga baru ini ngajar maba, jadi mungkin cara mengajarku masih belum matang. Kedua, aku belum ngajarin dia teknik yang benar, jadi mungkin itu salah satu alasan suaranya sering ga pas/ ketiga, masalah utama Gigi adalah kurang percaya diri. Dia masih takut untuk mengeluarkan suaranya. Aku yakin dia sebenarnya bisa kalau lebih pede. Jadi begitu mbak, aku yakin Gigi masih bisa ikut tim LPSAF. Tinggal bagaimana kita mengajari dan menyemangati dia. Bagaimanapun dia adalah hasil seleksi pelatih, Pak Selo. Jadi pastinya ada potensi yang Gigi punya, yang bikin Pak Selo meloloskan dia.”
“tapi mau sampai kapan nu... ? ini sudah pertemuan keberapa dan dia masih belum bisa baca notasi lagu hymne dengan benar. Kalau dia masih dipertahankan dalam tim, dia bisa menghambat progres temen-temennya yang lain! Bayangin aja, kalo yang lain sudah sampe baris keenam, dia masih nyampe baris ketiga. Nah, kalo gitukan ga maju-maju jadinya..” terang Grace.
“oke! Kasih aku waktu, 2 minggu buat melatih dia. Kalo semalama dua minggu itu dia belum bisa menguasai lagu hymne, mbak bisa mencoret nama dia dari Tim LPSAF.”
Tantangan Nue tersebut membuat Grace sedikit terperangah dan menatap Nue dengan tatapan heran. Sementara nurul memejamkan matanya sambil mengangguk-aggukkan kepalanya.
“oke Nue, aku setuju. Kamu latih dia selama 2 minggu, tapi dengan satu syarat, dia harus dilatih secara privat, terpisah dari teman-teman tenor yang lain, dan harus menambah waktu latihan diluar waktu latihan rutin. Gimana?”
Grace spontan menurunkan tangannya yang semula tersilang di dadanya. “loh, kok gitu mbak..? itu artinya nambah kerjaan Nue aja mbak.. terus pas latihan rutin, siapa yang ngelatih tenor?”
“ya aku serahin lagi ke Nue. Pertimbanganku melatih Gigi secara terpisah dan dengan waktu tambahan, supaya dia ga menghambat progres latihan temen-temen yang lain seperti yang kamu katakan tadi Grace. Nanti pas waktu latihan rutin, aku atau kamu bisa ngajarin tenor. Nanti aku juga menghubungi mas Rommy buat bantu ngajar tenor. Tapi yah.. aku serahin lagi ke Nue, apa Nue mau dan sanggup melaksanakan syarat yang aku kasih.” Kini nurul melayangkan pandangannya ke arah Nue.
“oke.”
Jawaban Nue seketika membuat Grace menoleh padanya dengan tatapan protes.
“it’s okay.. kurasa Gigi juga memerlukan latihan privat itu. Aku juga semester ini banyak nganggurnya. Jadi.. aku terima syaratnya mbak nurul.”
Belum sempat Grace mengajukan protes, nurul sudah menepuk tangannya. “oke! Berarti deal ya.. kalo gitu ga ada masalah lagi. Now, Grace, kamu latih tenor! Terus kamu Nue, omongin masalah tadi ke Gigi! silakan kalian atur jadwal latian kalian sendiri!”
“oke..”jawab Nue cepat, sementara Grace menjawab dengan setengah hati.
***
Sementara itu, di gazebo, Gigi masih bertahan pada kegetirannya. Matanya menerawang kosong, menyisakan bayangan hitam kelam di pupil matanya.
‘ternyata kak Nue benar-benar menyayangi kak Grace. Berarti benar kalau kak Nue adalah cowok tulen, yang ga mungkin suka sama aku. Cintanya dengan kak Grace kelihatannya juga ga main-main..Terus, buat apa aku kuliah disini? Untuk apa aku bersusah payah mengikuti UKM ini? Berlatih mati-matian untuk lagu hymne ini? Untuk apa, jika akhirnya seperti ini? Karena semua ini kulakukan untuk dia!’
Gigi menjatuhkan kepalanya diatas pangkuan kedua lengannya yang menyilang di atas meja. entah kenapa dia merasa menyesal. Semua yang ia usahakan selama ini ternyata tidak ada gunanya. Orang yang ia kasihi ternyata sudah dicuri hatinya oleh orang lain. Orang lain yang sukses mempermalukan Gigi malam ini.
hal Ini memang ironi yang menyedihkan. Tapi apa boleh buat, ini sudah terjadi. Malam itu, Gigi tidak tahu apa yang harus ia lakukan, yang jelas hanya satu pertanyaan yang menggaung di kepalanya.
‘mampukan aku bertahan?’
‘brukk!!’
Gigi spontan menengadahkan wajahnya ketika seseoreang memukul meja gazebo dengan keras dan tiba-tiba.
“hehe.. ngapain? Jangan kosong pikiranmu, entar digrayangin setan!”
Gigi tersenyum tipis. Ternyata dia adalah Nue. Nue pun duduk di depannya.
“loh, kakak ga ngajar?”tanya Gigi.
“kak Grace yang ngajar tenor.” Ujar Nue santai lalu menguap sambil menjulurkan tangan dan merentangkan badannya.
“loh, terus kakak..?”
“hoaammm.... ya aku ngajarin kamu..”jawab Nue dengan ekspresi santai.
Melihat ekspresi kebingungan Gigi, akhirnya Nue pun menjelaskan semuanya.
“gini, Gi.. kamu ga keberatan kan, kalo kita latihan secara privat dan nambah waktu latihan?”
Gigi spontan membelalakkan matanya. “hah? Privat? Maksudnya.. aku latihan berdua sama kakak doank gitu?”
“iyaa.. namanya juga privat. Gimana? Setuju gak?”Tawar Nue.
Gigi terdiam sejenak. Di satu sisi sebenarnya dia sangat ingin menyetujui tawaran itu. Kapan lagi dia bisa berduaan dengan Nue? Namun di satu sisi yang lain, dia tidak yakin, apakah ia mampu bertahan dengan perasaannya pada Nue yang –bagi Gigi- tidak ada harapan untuk terbalas. Sebenarnya Gigi sudah ingin menghapus perasaannya pada Nue, tapi bagaimana bisa ia melakukan itu jika setiap waktu dia akan bertemu dengannya dan berlatih berdua dengan jarak yang sangat dekat?? Huaaaa.... Gigi serasa ingin berteriak dalam kebingungannya saat itu.
Nue sendiri kian menyadari kekalutan di wajah Gigi (meskipun tentunya ia tidak tahu pasti apa yang dirisaukan Gigi).
“please Gi.. Cuma ini yang bisa aku lakuin buat mempertahankan kamu di tim. Aku tahu, buat kamu mungkin berat atau kamu mungkin merasa terkucil karena dibedakan dengan teman-teman yang lain. Tapi bukan itu maksudku.. aku Cuma pingin kamu juga bisa membuktikan kalau kamu memamng pantas di tim LPSAF ini, dan aku yakin kamu bisa! Kamu cuma butuh waktu dan perjuangan lebih GI.. tapi ya..”nada suara Nue yang semula menggebu-gebu, kini mulai melemah. “kalau kamu memang ga mau ya nggak apa-apa, aku nggak maksa.. aku juga maklum kalau kamu ga terima dibegitukan.. maaf..karena cuma ini yang bisa aku lakuin..”
Kata-kata Nue yang persuasif itu membuat Gigi menunduk lebih dalam. Dia tidak menyangka jika Nue kan membelanya begitu kerasnya. Gigi tidak tahu apa sebenarnya yang Nue harapkan dari dirinya. Kini Gigi semakin tersudut. Mendengar ucapan Nue tadi membuatnya tidak punya pilihan. Dia tidak mungkin tega menyia-nyiakan usaha Nue. Nue juga sudah rela mengorbankan waktunya untuk melatih Gigi.
Tiba-tiba setitik senyum mengembang di wajah Gigi. ia pun mendongakkan wajahnya dan menatap Nue.
“nggak” jawabnya mantap.
Wajah Nue pun berubah menjadi lesu. Segera saja Gigi mengembangkan senyum tengilnya.
“nggak nolak maksudnya..”
Nue mendengus sambil memukul meja dengan pelan. “hmm.. sialan kamu Gi. Korban iklan kamu ya..”
“selinganlah.. hahaha..” balas Gigi yang meniru kata-kata Nue dulu.
Nue pun ikut tertawa mendengarnya. Suasana kembali menjadi hangat, dan merekapun mengatur jadwal latihan mereka.
Selama itu, Gigi menatap Nue sambil memangku pipinya dengan telapak tangannya. Dilihatnya Nue yang tengah menulisi buku binder Gigi dan membicarakan sesuatu yang –anehnya- tidak dapat Gigi dengar. Perhatian Gigi sepenuhnya terpusat pada penglihatannya ke arah Nue.
‘kak, aku mencoba untuk nggak menyesal. Aku mencoba untuk bertahan. Dan aku juga mencoba untuk mengejar kakak. Aku nggak tahu, kenapa kakak begitu baik padaku dan mau berbuat sejauh ini buat mempertahankan aku. apakah itu tanda suka atau hanya delusiku belaka? Tapi entah kenapa aku masih berharap, kalau masih ada ruang di hati kakak yang bisa aku singgahi. Aku akan mencoba menunggu dan bersabar, berharap kelak kakak mau menyisihkan tempat untukku, seorang laki-laki, yang sama sepertimu.’
“woi!”
Gigi mengerlipkan matanya ketika suara Nue membuyarkan lamunannya. “hah? Kenapa kak?”
“kenapa apanya? Kamu daritadi kemana aja pas aku jelasin tentang jadwal latihan kita? Niat nggak?”kata Nue dengan nada sedikit kesal.
“ya niat donk!”jawab Gigi tegas.
“terus?”
“miapah?”jawab Gigi spontan.
“huuft..” (Nue facepalm mode:on)
“hahaha... sorry otakku lagi hang nih. Jadi bisa diulangin nggak kak? Hehe..” Gigi dengan santai tersenyum sambil memamerkan giginya yang mungil dan putih itu.
Sementara Nue? Dia hanya tersenyum tipis, tersembunyi oleh telapak tangan yang menutupi dahinya.
***
untuk masalah koment,yang gak ada di cerita lu ini,, mungkin karna lu gak mention, orang orang yang lu kenal or orang yang pernah baca cerita lu,, menurut ku sih itu penyebab cerita lu sunyi komentar,,
@Beepe: hmm,, mngkin jg. ya berikutnya bakal ku invite tmn2 lama.
kuharap mereka g kberatan.
izin invite ya, ma fren..
@touch, @sagida, @adam08, @aries07, @monic, @Ziezey_fatt, @dirpra,
Bar 4, Do=Mi
Jalanan kota Jember mulai lengang saat ini. Tenda-tenda warung yang semula padat menghiasi trotoar jalanan di sekitar kampus, satu per satu mulai menghilang. Gerobak-gerobak sudah di dorong pemiliknya kembali ke rumah. Kendaraan juga sudah mulai kian jarang. Di jalan yang lengang itu nue mengendarai motornya, sementara Grace dalam boncengannya. Tidak ada banyak kata yang terucap dari keduanya, kecuali nue yang diam dan fokus pada setirnya dan Grace yang menyandarkan pipinya di punggung nue dan melingkarkan pelukannya dengan manja.
“nu..” panggil Grace.
“ya?” jawab nue.
“kamu kok baik banget sama anak itu, nu?”
“anak itu? Maksudnya?”
“ya siapa lagi? Si Anggian itu.. kok kamu segitu getolnya belain dia.. kenapa sih?”
Mendengar pertanyaan Grace, nue terdiam sesaat lalu tertawa pelan. “haha.. aku juga ga tau tuh.. mungkin karena dia sama kayak aku..”
Grace melepaskan sandarannya dan memasang raut heran. “sama apanya, Nu?”
Nue tersenyum kecil, “ya sama.. dulu aku juga kayak dia. Kayak kamu ga inget aja, dulu kamu kan yang sering mukulin aku pake kertas partitur? Hehe..”
“hmm.. nggak juga sih.. kamu beda, honey.. kamu ga nangis waktu aku omelin..” ujar Grace yang menyandarkan lagi pipinya pada punggung nue.
Nue hanya menghembuskan nafas sekejap dan tersenyum. “temenin aku makan ya honey..” tawarnya.
“ehm.. maaf honey.. aku capek banget malem ini.. pengen cepet tidur..”jawab Grace sedikit merengek.
“oh.. oke..” kata nue yang tersenyum meski terdengar sedikit rasa getir dari suaranya.
Setelah itu tidak ada lagi perbincangan diantara keduanya. Membiarkan suara angin yang terbelah saat motor nue melaju menjadi musik serenade bagi keduanya.
Sementara itu, Gigi duduk di bingkai jendela kos-kosannya. Merenung dan menatap bulan yang bersinar anggun. Di tangannya, selembar kertas partitur lusuh melambai-melambai tersambut angin malam yang dingin. Sementara di tangan satunya, tergenggam ponsel yang menyala redup. Tampak message box yang kosong dan kursor berkedip-kedip, menunggu input dari pemiliknya. Namun Gigi masih terdiam. Wajahnya tampak seperti pualam yang dingin saat sinar malam berbulan yang putih kebiruan menerpa wajahnya. Perlahan ia angkat ponselnya, dan melihat kursor yang berkedip padanya. Jarinya sudah menyentuh keypad, mengetikkan nama ‘Kak Nue’ di kotak nomor tujuannya. Dan tangan Gigi berhenti lagi saat akan menulis pesannya. Cukup lama Gigi diam melihat layar ponselnya. Hingga akhirnya ia meminimize message boxnya dan meletakkan ponselnya ke lantai.
Wajahnya kembali menatap langit. Mencoba mencari alasan, mengapa ia tidak sanggup meski hanya mengirimkan ucapan ‘selamat tidur’ padanya. Pada akhirnya hanya sebuah jawaban pahit yang ia dapat.
#Talking to the Moon
By: Bruno Mars
I know you're somewhere out there
Somewhere far away
I want you back
I want you back
My neighbors think
I'm crazy
But they don't understand
You're all I have
You're all I have
At night when the stars
light up my room
I sit by myself
Talking to the Moon
Try to get to You
In hopes you're on
the other side
Talking to me too
Or am I a fool
who sits alone
Talking to the moon
I'm feeling like I'm famous
The talk of the town
They say
I've gone mad
Yeah
I've gone mad
But they don't know
what I know
Cause when the
sun goes down
someone's talking back
Yeah
They're talking back
At night when the stars
light up my room
I sit by myself
Talking to the Moon
Try to get to You
In hopes you're on
the other side
Talking to me too
Or am I a fool
who sits alone
Talking to the moon
Ahh Ahh,
Ahh Ahh,
Do you ever hear me calling?
Cause every night
I'm talking to the moon
Still trying to get to you
In hopes you're on
the other side
Talking to me too
Or am I a fool
who sits alone
Talking to the moon
I know you're somewhere out there
Somewhere far away
***
“well.. sudah siap?” tanya nue.
Gigi mengangguk dan membuka partitur hymnenya. “siap..!”
“oke, kita mulai dari awal ya.. 1..2..3.. solfami..sol..sol..” pandu nue, yang diikuti oleh Gigi.
Malam ini adalah latihan eksklusif Gigi yang pertama. Dibilang eksklusif karena berlatih hanya berdua dengan nue dan di waktu yang terpisah dengan jadwal latihan rutin. Gigi sudah pernah mengalami latihan semacam ini begitu juga dengan semua sensasinya. Sensasi saat bernyanyi hanya berdua dengan nue, saat nue berjarak begitu dekat dengannya... ini sudah terjadi di pertemuan sebelumnya. Tapi Gigi masih belum bisa menghilangkan perasaan gugup saat berdua dengan nue. Bayangkan Gigi harus mengalami ini selama beberapa minggu ke depan..! @_@
“eit,, salah Gi.. sol sol do...” koreksi nue.
Gigi menghela nafas panjang. Sudah berkali-kali ia ‘jatuh’ di bagian yang sama. (aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi~... #nyanyi)
“ayok lagi, ikutin aku ya.. solfaremifasol..sol.. solsoldo...la..do..sol..”pandu Nue dengan sabar.
Gigi pun mencoba mengikuti suara nue, tapi tetap saja, ia salah pada bagian ‘do’ tingginya. Gigi pun berjongkok sambil mengacak-acak rambutnya.
‘kenapa aku ga bisa-bisa sih? Ini karena ada nue, apa akunya yang keterlaluan bego’nya??’ racau Gigi dalam hati.
Nue melihat rasa frustasi Gigi itu. Ia pun berjalan menuju tasnya yang ia letakkan di meja gazebo tak jauh dari sana. Di ambilnya sebotol air mineral dan ia lemparkan pada Gigi.
“nih, minum dulu.”ujarnya.
Tidak siap dilempari botol, Gigi pun dengan gelagapan menangkap botol itu. “eits,, pwuh.. bilang-bilang dulu lah kalo kalo mau lempar..! kena kepala lumayan nih..!”
“haha.. biar deh kena kepala, kali aja otakmu langsung nyambung, hehe..” gurau nue yang duduk di kursi gazebo.
Gigi menatap nue dengan tatapan protes sambil meminum airnya. Setelah puas menghilangkan dahaganya, ia pun menutup kembali botol itu dan melemparnya pada nue.
“mau di lempar botol kek, sepatu kek, sepeda kek, pembalut kek, aku juga ga bakalan bisa nyanyiin lagu hymne ini! Huuft... tau deh, kayaknya ada yang salah sama lagunya.”
Dengan sigap nue menangkap botol itu dan membuka tutupnya, “sabar... buat bisa nyanyi lagu hymne itu butuh waktu Gi.. lagunya emang agak sulit, tapi begitu kamu sudah matang notasinya, yakin deh, kamu ga bakal lupa sama lagu itu sampai kapanpun.” Terang nue yang kini menegak airnya. (sebentar, pembalut? #batin nue heran.)
Mendengar itu, Gigi memiringkan bibirnya lalu menepuk pelan partitur di tangannya. ‘lagu kayak gini, jangankan mateng, hapal aja susah!’ batin Gigi.
Nue terus melihat reaksi Gigi itu meski sedang minum. Setelah beberapa tegukan, ia menutup botol air minumnya dan memasukkannya kembali ke dalam tas pinggangnya. “kamu nyerah, gi?” tanya nue tiba-tiba.
Gigi menoleh pada nue sesaat lalu kembali menatap partitur di tangannya sambil menghembuskan nafas dalam. “ya nggak nyerah sih.. Cuma pesimis aja, aku bakal bisa nyanyiin lagu ini..”
Nue terdiam dan mengangguk pelan. Ia tahu perasaan Gigi. mempelajari sebuah lagu memang tidak mudah. Ini bukan lagu yang bisa dinyanyikan hanya dengan mendengarkannya lewat headset dan menyanyikannya dengan beberapa improvisasi-improvisasi seperti penyanyi di televisi. Ini paduan suara. Semua lagu yang dinyanyikan harus sesuai dengan partitur yang ada. Lagu itu harus dibaca dan dihafal. Tidak seperti menyanyi biasa yang bisa berlatih hanya dengan mendengarkan lagunya dan menghafal liriknya, melakukan beberapa improvisasi saat lupa lirik atau notasinya, dalam paduan suara, setiap not harus dibunyikan dengan tepat dan dengan ketukan yang tepat pula. Salah sedikit saja, sudah merusak keindahan seluruh lagu itu. Itulah kenapa nue dengan cermat mendengarkan notasi Gigi dan tak segan untuk menghentikannya bila ia salah. Pasti itu juga yang membuat Gigi merasa frustasi. Nue tidak bisa membiarkan Gigi bertahan dengan perasaan seperti itu.
“Gi, kalau boleh tahu, apa sih alasanmu masuk PSM?”
Mata Gigi sedikit terbelalak saat mendapat pertanyaan seperti itu dari nue. Karena memang sejak awal motivasi Gigi untuk masuk UKM itu adalah karena Nue.
‘hah? Masak aku harus jawab “karena kamu”..? waaaahhh.. bisa kacau entar..! hmmm.. tenang Gi.. pake alasan klise aja dah..’
“ehmm... soalnya pingin cari pengalaman aja dalam bidang tarik suara..”
Yup, sebuah jawaban yang klise. Setidaknya Gigi tidak perlu mengutarakan isi hatinya.
Tidak ada perubahan ekspresi pada wajah nue, tanda bukan itu jawaban yang ia harapkan. “well.. yang lain?”
‘mampus.. harus jawab apa? Ga ada alasan yang lebih kuat apa ya?’ tanya Gigi pada dirinya sendiri, celakanya pikirannya tidak mampu menjawab pertanyaannya.
Melihat Gigi yang masih terdiam berpikir, nue melanjutkan pertanyaannya, seperti detektif yang kelaparan. “pastinya ada alasan lebih dari itu yang bikin kamu mau gabung ke PSM ini. Aku liat dari karakter kamu, kayaknya kamu bukan tipe orang yang suka dengan seni tarik suara.. aku harap aku salah sih.. tapi apa sih yang kamu inginkan dari PSM ini?”
Gigi terdiam beribu bahasa. Analisis nue tepat sekali. Ia bukan orang yang suka berkompromi dengan nada-nada, juga bukan orang yang telaten. Secara kasat mata, PSM sangat tidak sesuai untuk dirinya. Sungguh beruntung dia bisa lolos seleksi, meskipun akhirnya saat ini dia sukses membuktikan bahwa pilihannya masuk ke PSM adalah salah. Kini Gigi tidak punya waktu untuk menyesali keadaan. Nue disana sedang menunggu jawaban darinya.
“hmm.. yang pasti ada lah.. rahasia tapi.” Ujar Gigi final.
Nue mengeryitkan dahi sesaat pada Gigi. Gigi membalasnya dengan senyuman tanpa dosa. Melihat itu, nue hanya tersenyum kecut sambil mengusap hidungnya. Lalu ia pun memandang Gigi, Gigi langsung saja menghindari matanya, ia tidak sanggup melihat langsung mata orang yang ia taksir. Bisa mati salting dia..
“kamu masih inget saat kamu diuji pemilahan suara?”tanyanya.
Gigi mencoba mengingat-ingat kejadian itu, saat ia nyaris masuk suara bass karena tidak sanggup membunyikan nada ‘mi’ tinggi. “ehm.. ya.. kenapa?”
“saat itu, kamu nyaris gagal masuk tenor kan? Tapi pada akhirnya kamu bisa juga masuk tenor setelah mencoba berulang kali. Aku sendiri heran kenapa kamu getol banget buat nyoba, aku pikir kamu nggak akan sanggup. Tapi ternyata kamu bisa, menembak nada ‘mi’ tinggi itu.” Ujar nue.
Gigi hanya terkekeh saat mengingat kejadian itu.
Nue pun berdiri dan berjalan ke arah Gigi duduk.
Gigi sempat ‘dag dig dug’ ketika nue duduk tepat disampingnya.
“kamu tahu, nada ‘do’ tinggi dalam lagu hymne ini.. sebenarnya adalah nada ‘mi’ tinggi dalam kunci C, nada yang sama yang bisa kamu bunyikan saat itu.”
Mata Gigi sedikit terbelalak, dan dengan perlahan ia melihat partitur lagu hymne di tangannya. Di bagian kiri atas, terdapat tulisan do=E.
“tapi kak.. ini kan kunci E, ‘do’ tingginya tinggi banget, nggak kayak nada ‘mi” tinggi saat itu..”kilah Gigi.
Mendengar itu, nue tersenyum lalu memegang tangan Gigi. “ayok ikut aku..”
‘deg...’ mungkin tangan nue menggenggam lengan Gigi saat ini, tapi rasanya nue seperti menggenggam jantung Gigi erat-erat hingga rasanya akan meledak. Ini pertama kalinya nue menggenggam lengannya.
“ke.. kemana kak?”tanya Gigi sedikit tergopoh-gopoh saat nue menariknya ke suatu tempat.
“Ke aula..” jawab nue singkat.
“ngapain?? Di situ kan angker??” protes Gigi.
“ah, cemen... udah ikut ajaa..” ujar nue yang membuat Gigi tidak bisa mengelak lagi.
Setelah nue mendapat kunci aula dari security, ia pun membawa Gigi masuk ke ke dalam aula.
Di salah satu sudut ruangan aula itu terdapat sebuah piano yang biasa dipakai PSM untuk latihan. Nue pun membawa Gigi menuju piano itu. Disana nue melepaskan genggaman tangannya pada Gigi dan membuka tutup piano itu.
Gigi hanya berdiri diam melihat nue yang sedang memainkan tuts-tuts piano itu sambil memegangi lengannya yang tadi digenggam nue, rasanya masih hangat.
“nah Gi.. ini ‘do’ biasa dari kunci C.. denger dan liat ya.. do..re..mi..fa..sol..la..si..do..re..mi..” nue menekan tuts-tuts itu satu persatu lalu memandang Gigi, melihat apakah Gigi mengerti atau tidak.
Gigi mengangguk-angguk, meski ia masih tidak tahu apa yang nue ingin tunjukkan.
Lalu nue menekan tuts-tuts yang berbeda. “nah, ini ‘do’ sama dengan E, do..re...mi..fa..sol..la..si..do...”
Bibir Gigi menganga sedikit dan matanya berbinar. Kini ia mengerti. Ternyata benar apa yang nue katakan sebelumnya. Jari nue berhenti pada tuts yang sama saat ia memainkan nada kunci c. Meski berbeda kunci, dan nada lagu Hymne terdengar begitu tinggi, tapi ternyata nada tertingginya, ‘do’ tinggi, sebenarnya sama dengan ‘mi’ tinggi dalam kunci C.
“hehe.. kok bisa gitu ya..”ujar Gigi dengan nada bodoh.
“nue tertawa pelan.” Ini uniknya musik. Not mungkin cuma ada tujuh, tapi dari tujuh bisa menjadi berbagai bunyi yang berbeda-beda tergantung kunci nadanya. Termasuk bunyi ‘do’ tinggi dalam lagu hymne yang bikin kamu frustasi itu sebenernya cuma nada ‘mi’ tinggi dalam kunci C, kamu dulu bisa kan membunyikan nada itu? Trus, kenapa kali ini kamu pesimis?” nue mengerling pada Gigi yang masih termenung pada piano itu.
Ya, selama ini dia cuma menganggap nada ‘do’ itu begitu tinggi dan susah untuk diingat apalagi dibunyikan. Padahal itu adalah nada yang sama yang ia perjuangkan saat mencoba masuk ke dalam suara tenor.
“aku mungkin nggak tahu apa motivasimu saat itu, saat kamu berusaha membunyikan nada ‘mi’ itu. Tapi, kenapa kamu nggak gunakan motivasi itu untuk lagu hymne ini? Kalau dulu aja kamu bisa, kenapa sekarang ga bisa? “
Gigi menimbang kata-kata nue. Kata nue itu benar adanya. Dulu dia memang memiliki motivasi dan semangat yang meletup-letup. Tapi kini, setelah semua yang terjadi, pantaskah ia berharap lebih jauh dari itu?
“tapi kak, memangnya aku bisa, menggunakan alasanku itu.. karena alasan itu bagiku sudah tidak mungkin terwujud..”
“tentu aja bisa.”jawab nue cepat.
Gigi membelalakkan matanya menatap nue yang tersenyum penuh kehangatan.
“siapa bilang alasanmu itu nggak akan terwujud? Sebelum kamu mencoba, alasan dan keinginan kamu ga akan terwujud. Aku yakin, apapun keinginanmu itu, pasti akan terwujud. Asalkan kamu mau mecoba dan bersabar.”
Wajah Gigi bersemu sedikit, ia pun menundukkan wajahnya. Nue tidak tahu, jika motivasi utama Gigi adalah dia.
bagai percikan api yang meledak-ledak, semangat di hatinya pun mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia pun berpaling dan menatap wajah nue. “aku mau coba lagi kak! Coba kakak iringin pake piano.” Ujar Gigi tegas.
Nue tersenyum dan mengangguk, ia pun kembali melayangkan fokusnya pada tuts-tuts piano. ingat.. pernapasan perut.. dapetin powerya.."
Gigi mengangguk kemudian menatap partiturnya. ‘saat itu, satu motivasiku, yaitu bagaimana caranya aku bisa masuk dalam suara tenor jadi aku bisa makin dekat dengan nue. sekarang? Pantaskah aku berharap jika aku bisa mendapatkan cintanya? Dia bilang ‘bisa’ dengan tegasnya. Aku tahu dia tidak menyadari apa yang telah ia ucapkan dengan apa yang kupikirkan. Yang jelas, setidaknya kini bolehlah aku merasa pantas, untuk mencintaimu..’
Gigipun mulai melantunkan lagu hymne itu, ia tuangkan semua obsesi dan harapannya pada tiap notasinya, hingga ia sampai pada bagian tersulitnya.
‘demi kamu, kak.. ‘
“solfaremifasol..sol..solsoldo...do..ladosol...”
Gigi mengatupkan bibirnya. Nue-pun menghentikan permainan pianonya. Dengan tatapan harap-harap cemas Gigi menunggu nue menoleh padanya. Hingga Gigi akhirnya bisa melihat wajah nue yang tersenyum cerah padanya.
“nah, itu bisa kan?”
Gigi mengembangkan senyumnya dan menundukkan wajahnya. Ia ingin menyembunyikan wajahnya yang memerah saat ini. Namun jantungnya serasa akan berhenti ketika tangan nue merangkul bahunya. Saat Gigi menoleh, wajah nue begitu dekat dengannya meskipun nue tidak menoleh padanya melainkan ke arah langit-langit.
“kamu ngerti kan Gi? Sebenarnya ga ada yang sulit dan ga mungkin di dunia. Tergantung bagaimana dan dari sudut pandang mana kita melihat masalah itu. Sama seperti nada ‘mi’ dan ‘do’ tadi. Sekilas, nada ‘do’ kunci E itu begitu tinggi, tapi nyatanya, nada itu sama aja dengan nada ‘mi’ dalam kunci C. Kalo kamu ga bisa, dengan nada ‘do’ tinggi E, ya pake aja nada ‘mi’ tinggi C, sama aja kan? Hehe... So, be positive, Gi..!” ujar nue yang kemudian tersenyum dan mengacak-acak rambut Gigi.
“aduuh.. iya iya..! ga perlu ngacak-acak segala lah!”
“haha... udah ah, capek, ayok pulang!”ujar nue yang saat ini sudah beberapa langkah meninggalkan Gigi.
“looh, kak? Kok pulang..? tunggu!!” tanya Gigi yang berlari kecil mengejar nue.
Malam itupun Gigi dibonceng oleh Nue. Selama perjalanan itu, Gigi bisa mendengar nue yang bersenandung pelan, melantunkan suatu lagu yang terdengar familiar di telinga Gigi tapi ia tidak tahu judulnya. Gigipun dengan tersenyum simpul memandang wajah nue dari cermin spion.
‘ya.. kak nue benar.. jika kita merasa itu sulit dari 1 sisi, lihatlah dari sisi yang lain. Begitu juga denganmu kak.. di satu sisi kakak mungkin ga akan cinta sama aku. tapi di satu sisi, bukankah aku bisa mencintai kakak? Haha.. konsep itu memang terlalu sederhana, nyatanya mencintai tanpa balasan cinta itu rasanya tidak akan begitu menyenangkan.. tapi... apa sih cinta itu? Aku rasa yang kakak tunjukkan padaku selama ini sudah seperti cinta buatku.. Ini cuma soal kunci nada, hehe ‘
“Gi, makan yuk..!”
“Oke dah.. traktir tapi..”
“habuh.. maunya gratisan mulu!”
“haha... namanya juga mahasiswa.. “
“aku juga mahasiswa kali..”
***
Lanjut dunk,,,, makin penasaran nih,,,