CHAN….
Senin pagi….di kelas.
Bel masuk sudah dari tadi berbunyi, seperti biasanya aku terududuk diam di pojok kelas ini sendirian, pandanganku menatap keluar jendela kelas, ke arah lapangan basket yang basah oleh hujan yang sejak pagi tadi jatuh membasahi sekolah ini, hujan membuat suasana di sekolah ini semakin dingin dan muram,
Suasana riuh sama sekali tidak membuatku ikut larut dalam keriuhan itu, aku selalu tenggelam dalam kesendirianku, dalam duniaku sendiri. Perlahan aku menyentuh kelopak mataku yang agak lebam, rasa sakit menjalar di seluruh wajahku, seakan terlintas kembali peristiwa semalam, saat beberapa kali pukulan papa mendarat di wajahku, kata kata kasar yang dilontarkannya juga seakan masih bergema di telingaku
“anak tidak tahu diri!!”
“memalukan!!!”
dan malam itu aku tidak mampu berbuat dan berkata apa apa, hanya bisa menatap sengit Papa, bahkan aku sudah tidak mampu menangis.
Semalam… secara tidak sengaja Papa menemukan aku sedang sembunyi sembunyi mematut diri di depan cermin… dengan memakai baju mama…
Aku menghela nafas panjang, tatapanku kembali tertuju pada tetes tetes hujan yang perlahan semakin deras… saat ini yang kurasakan dunia ini berputar kea rah yang salah, hujan turun dengan tujuan yang salah…semuanya salah, bahkan aku merasa memiliki hidup yang salah…
Seharusnya aku tidak disini, menjalani kehidupan yang seperti memakai topeng, semua orang yang melintas di depanku setiap hari semuanya memakai topeng. Ada kekuatan yang besar sekali ketika aku mencoba untuk membuka topeng yang selama ini menutupi wajahku, dan berteriak pada seluruh dunia bahwa ini aku….ini aku…ini aku
Dunia ini penuh dengan pembohong…
***
Comments
“selamat pagi anak anak” ucap pak maman seatelah ia telah berdiri di depan kelas, dengan pandangannya dia mengitari seluruh kelas.
“pagi paaaak…!!”
hamper seluruh penghuni kelas ini menyambutnya, kecuali aku, pandanganku kembali menatap rintik rintik hujan yang tampak di luar jendela
“baiklah anak anak, ada kabar bagus, sekarang kalian akan mendapatkan teman baru”pak maman berhenti sejenak untuk menngambil nafas.
“dia pindahan dari amerika, bapak harap kalian bisa berteman baik dengan dia” ucap pak maman, kelas kembali riuh, semuanya menebak nebak seperti apa murid baru yang akan dating itu.
“rico, silakan masuk…”
pandanganku menangkap sesosok laki laki berseragam SMA memasuki kelas ini, badannya tinggi, lebih tinggi dari kebanyakan murid kelas ini, kulitnya pun lebih putih, wajahnya terlihat seperti actor indo yang kadang kulihat sekilas di TV.
Ekspresiku masih belum berubah, tapi ada sesuatu yang bergetar dalam dadaku saat aku menatap matnya… biru, mata yang teduh, untuk sekejap aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari biru matanya…
“nama saya Rico, Rico Hadisubrata, asal sekolah saya dari St Xavier High School, Tennesse USA” ucapnya memperkenalkan diri dengan aksen bahasa yang agak aneh dan kaku.
Aku melihat hamper semua murid perempuan di kelas ini riuh sambil memandangnya nakal…
“menjijikkan…” cibirku dalam hati , aku kembali memandang tetesan hujan yang mulai reda di luar jendela.
Setelah perkenalan singkat di depan kelas dan beberapa pertanyaan tidak penting dilontarkan oleh beberapa murid, kini saatnya dia mengikuti pelajaran.
“baiklah Rico, kamu bisa menampati bangku yang kosong”ucap Pak Maman,
dia memandang sejenak seisi kelas ini. Di kelas ini ada tiga buah bangku yang masih kosong, satu bangku di pojok depan, yang sebangku dengan Ardo, kutu buku di kelas ini, satu bangku di barisan tengah, sebangku dengan Meti, biang gossip di kelas ini yang hamper setiap hari selalu menyempatkan diri untuk melemparkan komentar tajam ke arahku, dan satu lagi di pojok belakang dekat jendela, sebangku denganku…
dengan langkah yang tegap dia melewati barisan depan dan memasuki barisan tengah, sudah jelas Ardo tidak dipilihnya untuk menjadi teman sebangkunya, dia mendekati bangku barisan tengah, senyuman Meti tampak semakin melebar saat dia melewati mendekati bangkunya, dan tanpa diduga dia melewati bangku meti, senyumannya pun memudar, dia memilih untuk sebangku denganku.
“hai, can I have a seat with you? Ups sorry, boleh saya duduk disini?” tanyanya sambil manatapku dengan tatapan yang seolah berkata “gue jago bahasa inggris! elu?”
untuk sejenak aku balas menatapnya dan menjawab pertanyaannya dengan seulas senyum tipis dariku…
aku kembali menatap rintik hujan yang sekarang telah hamper reda dan menyisakanbasah diluar jendela, sekolah ini semakin muram…
anyway temanz ditunggu komentnya yaaaa
Selasa pagi…di rumah
I need you right now…
You are the only one that I have
I know that’s all my fault
But somehow I need you…
Please…help me
Aku membuka mata dan terbangun, pagi ini tidak ada sinar matahari yang biasanya menyilaukan mataku, diluar tampaknya awan mendung menghalangi matahari untuk menyinari bumi
“mimpi itu lagi…” gumamku dalam hati, sudah beberapa bulan ini seringkali aku memimpikan hal yang sama sehingga kini bagiku tidur tidak selalu berarti terlelap dalam damai, berulangkali mimpi mimpi itu mengoyak lelap tidurku.
Perlahan aku bengkit dari ranjangku dan segera bersiap siap untuk pergi ke sekolah, dengan tatapan mata yang masih muram aku berpamitan kepada nenek yang seperti biasanya terduduk di kursi halaman belakang sambil membaca Koran pagi dan menikmati the hangat.
Suasana pagi itu lengang, tidak banyak orang yang berlalu lalang di jalan kompleks perumahan ini, hanya satu dua orang yang kulihat berpapasan acuh denganku, mungkin suasana mendung pagi ini membuat orang orang malas untuk keluar rumah, pikirku.
Aku mempercepat langkahku, jarak yang tidak terlalu jauh antara sekolah dan rumjahku membuatku memutuskan untuk berjalan kaki ke sekolah, walaupun papa telah membelikanku sebuah mobil, tetapi aku jarang memakainya.
Di kejauhan aku melihat sesosok tubuh yang berjalan searah denganku yang kurasakan tidak asing, walaupun hanya terlihat punggungnya namun bisa kulihat dari rambut pendek lurusnya yang acak acakan dan tas yang diselempangkannya, kukenali dia sebagai teman sebangkuku yang bau kukenal kemarin, aku semakin mempercepat langkahku untuk menyusul dia.
“chan…! Tunggu…” panggilku.
Sosok yang kupanggil Chan itupun menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.
“cahn, kamu mau kesekolah kan? Bareng yah.” Ajakku saat aku berhasil menyusul lengkahnya, dia hanya mengangguk dengan ekspresi datar, kulihat ada biru lebam yang melingkari mata kirinya, yang sebelumnya juga kulihat kemarin, tapi biru itu semakin biru… kuberanikan untuk bertanya sekaligus membuka percakapan diantara kami.
“oh iya chan, muka kamu kenapa??kamu kecelakaan?” tanyaku hati hati.
Ekspresi wajah Chan berubah terkejut tapi dia berusaha setenang mungkin menjawab pertanyaanku.
“oh… iya… enggak… gue enggak kenapa napa, ini kemarin…emm nabrak pintu.” Jawabnya kemudian dia kembali tertunduk, suaranya halus, terlalu halus untuk seorang lelaki pikirku.
“oh, begitu ya” ucap ku pendek.
Dalam beberapa saat aku dan Chan tidak saling berkata apa apa, chan tetap berjalan dengan tertunduk diam dan aku seakan tenggelam dalam mendung yang kulihat semakin menghitam di langit.
Gerbang sekolah sudah tampak di kejauhn, aku dan Chan masih belum berbicara apapun, walaupun kami masih berjalan, beriringan. Di gerbang sekolah kulihat baru ada satu atau dua orang yang sampai di sekolahku, aku melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tanganku.
“memang masih kepagian” gumamku.
“rico..!!tungguin dong…”
dari belakang kudenganr suara seorang wanita memanggilku, kuhentikan langkahku dan membalikkan badanku untuk melihat siapa yang memanggilku.
Seorang perempuan yang kukenali sebagai salah satu murid di kelas yang sama denganku berlari ke arahku, dengan tersenyum lebar dia langsung menggelayut di lenganku manja.
“rico…pagi banget datengnya? kayaknya kita jodoh ya? bareng yah ke kelasnya?”
tanyanya panjang tanpa melepaskan tangannya.
“oh..emm, iya…kamu…?”aku lupa siapa namanya
“meti!!! Nama aku METI, masa lupa sama cewek secantik aku sich, sebel deh…”ekspresi kesal tampak di mukanya, namun sekejap kemudian dia menarik tanganku mengikuti langkahnya yang lebih cepat memasuki gerbang sekolah, sempat kulihat Chan masih berjalan perlahan di belakangku sambil menatapku dalam diam, kutangkap sedih dalam wajahnya
wah kebeneran atuh.....
yupz masih opening neh, grafik emosinya masih slow but sure....heheheh...nuhun atas atensi dan sarannya kang.....
salam kenal jugaaaaa
Suasana rumah ini sepi, seperti biasanya papa pergi keluar kota untuk urusan kongsi bisnisnya, memang biasanya rumah ini sepi, aku mendesah pelan… rumah bergaya cina yang besar ini memang hanya diisi oleh 2 orang, aku dan papa, mama telah meninggal sejak aku berumur tujuh tahun karena penyakit kanker rahim, sejak itu aku dan papa tinggal berdua di rumah besar ini, dulu ada seorang pembantu yang membantu mengurusi rumah ini tapi entah kenapa dia mendadak berhenti dari pekerjaannya, mungkin dia tidak tahan atas perangai keras papaku yang tidak segan mencibir dan membentak jika dia melihat sedikit ketidak beresan, otomatis sejak itu yang bertanggung jawab untuk mengurusi rumah ini adalah aku, karena papa terlalu sibuk mengurus perusahaan dagangnya yang sekarang sedang berkembang pesat.
Mulai dari membersihkan rumah hingga memasak sudah biasa kulakukan sendiri, papa kadang hanya dating seminggu sekali ke rumah ini, pekerjaannya menuntutnya untuk sering melakukan pekerjaan ke luar daerah.
Aku melangkah masuk ke dalam kamar mama, sebuah kamar yang besar yang dulu dipakai sebagai kamar tidur papa dan mama, namun semenjak mama meninggal, papa lebih memilih untuk menggunakan kamar tidur yang lain sehingga kamar ini menjadi semacam museum untuk baran barang peninggalan mama
Dalam kamr ini banyak terdapat foto foto dan lukisan lukisan mama yang terbingkai dalam figura figura berukir yang besar, setiap kali aku menginginkan kehadiran mama, aku selalu memasuki kamar ini dan memandangi lukisan lukisan mama, saat saat itu aku merasa tidak sendirian.
Aku duduk di sebuah kursi dihadapan sebuah meja rias antic dengan sebuah cermin bulat yang lebar yang menempel di tepi meja rias ini di atas meja rias ini berjejer alat alat rias dan koleksi rambut palsu beraneka gaya peninggalan mama, ketika mama masih berjuang melawan kanker rahimnya dia mengorbankan rambutnya demi menjalani kemoterapi sehingga terpaksa ia harus memakai rambut palsu Untuk sejenak pandanganku tertuju kepada sebuah bingkai kecil yang memuat sebuah foto yang terletak di atas meja rias ini. Dalam foto itu mama terlihat sangat cantik dengan terbalut gaun Cheong sam berwarna merah cerah dengan motif bunga sakura yang mekar membuat mama tampak lebih cantik lagi, rambutnya yang lurus dengan tatapan mata yang lembut dan teduh, seulas senyum menghiasi bibirnya yang tipis, mama memang cantik…
Dalam foto itu mama tampak sedang memangku seorang anak kecil yang lucu dengan kulit yang putih seputih mama, anak itu berusia kira kira 3 tahun, anak itu tersenyum lebar dalam pangkuan mama dan matanya berbinar polos. Anak itu adalah aku…
Perlahan aku bangkit dari tempat dudukku dan berdiri menatap bayanganku sendiri dalam cermin, dengan perlahan aku menanggalkan kaus putih yang kukenakan dan juga celana jeans pendek yang kupakai hingga sekejap kemudian aku telah berdiri di depan cermin ini dalam keadaan telanjang tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuh polosku, aku menatap bayangan diriku yang telanjang melalui cermin….
Mama mewariskan kulitnya yang putih kepadaku, mata sayu dan bibir tipis yang agak merah inipun kuwarisi dari mama, bayangan tubuhku dicermin tampak sangat polos, dengan tubuh langsing yang tidak bisa dikatakan turus sehingga tidak tampak tulang rusuk yang menonjol bahkan hamper tidak ada rambut rambut yang tumbuh di kaki, tangan dan dadaku , aku memandang tubuhku dari atas ke bawah dan pandanganku terhenti si suatu benda yang terkulai lemas diantara selangkanganku, dalam hati aku membatin “mengapa aku harus mendapatkan benda itu menempel di tubuhku…?”
Kemudian aku membalikkan tubuhku dan berjalan menuju pintu sebuah lemari besar, dengan perlahan aku membuka pintu lemari ini, tampak didalamnya berjejer baju baju peninggalan mama yang tergantung rapi, mataku tertuju pada sebuah gaun cheong sam berwarna merah cerah bermotifkan bunga sakura yang sedang mekar, baju yang sama yang dipakai mama dalam foto itu, aku mengambil gaun itu dan melepaskannya dari gantungan bajunya, aku berbalik dan berjalan kembali ke depan cermin meja rias.
Dengan perlahan aku memakai gaun itu, ukuran baju mama dan aku memang tidak terlalu beda bahkan aku cenderung lebih kurus sehingga bisa memakai baju ini tanpa merasa kekecilan ataupun kebesaran, setelah semua kancing terpasang aku menatap diriku dalam balutan gaun cheongsam ini dalam cermin, lalu aku kembali duduk di depan meja rias ini, dan meraih bedak untuk memoles wajahku, kemudian lipstick untuk memerahkan bibirku dan hamper semua alat alat rias peninggalan mama yang berjejer rapi di atas meja rias ini aku pakai, setelah itu aku pakai juga rambut palsu yang hitam dan lurus tergerai yang juga peninggalan mama sehingga dalam sekejap aku melihat seseorang yang baru dalam cermin, seseorang yang cantik dengan wajah memukau dan rambut panjang lurus tergerai, aku terenyum…aku merasa menjadi aku… menjadi aku yang sebenarnya… beginilah aku seharusnya….
Aku berdiri dan sekali lagi menatap aku yang baru dan berbeda dalam cermin, aku kembali tersenyum lebar, aku merasa menjadi seorang wanita yang sebenarnya, seorang wanita yang cantik, aku menghentikan senyumku, terasa ada yang kurang… dadaku belum mengembang layaknya seorang wanita, aku meraih dua gulungan kapas wajah di meja dian memasukannyua kedalam sela sela baju cheongsamku dan kembali menatap aku yang baru di cermin, sekarang dadaku lebih membusung seperti seorang wanita, aku kembali tersenyum… inilah aku…pikirku.
Aku berjalan menuju sebuah gramofon tua warisan dari orangtua mama yang terletak di pojok kamar ini, sebuah piringan hitam telah terpasang diatasnya, aku memasang gramofon itu sesaat kemudian di kamar ini terdengar sebuah musik china klasik mengalun, seiring iramanya yang lambat aku mulai menggerakkan tubuhku, kugerakkan pinggulku ke kanan dan kekiri selaras dengan alunan musik yang menyayat, aku tenggelam dalam gerakanku dan terlena dalam khayal
Tanpa kusadari pintu kamar ini telah terbuka dan papa berdiri di belakangku dengan pandangan marah dan jijik……..
ngga menarik ah 8)
@xeifer: prolognya keren tuh. flashbacknya juga oke. bisa mempertajam karakter tokohnya. di lanjut ya. gue tunggu.