Ini email yang aku dapat dari kuasa hukum Judicial Review UU Pornografi.
Kemudian untuk menjadi pemohon dalam Uji Materiil di MK, meskipun sebagai individu, kita membutuhkan bukti bahwa teman2 adalah seorang LGBT. Hal ini bisa dibuktikan dengan Surat dari Psikiater atau surat nikah (mungkin ada) dengan sesama jenis dll yang pada intinya menerangkan bahwa rekan2 adalah seorang LGBT.
Kita minta agar rekan2 mengirimkan bukti tersebut paling lambat hari Senin, 2 Maret 2009 di YLBHI.
Demikian pemberitahun, atas perhatiannya terima kasih.
Komen Toyo:
Kebayang gak teman - teman, aku saja sudah coming out dan berani jadi pemohon "mewakili" kelompok gay. Sudah sebuah perjuangan berat buat aku. Eh masak disuruh buktikan kalau aku gay melalui legalitas dari psikolog. Bagaimana kalau psikolognya kalau kacau pandangannya. Terus kalau ada bukti bahwa aku gay secara resmi, terus mau diapain aku? Aduh aku jadi aneh saja dengan cara pandang orang - orang ini.
Menurut teman - teman aku mesti gimana?
Salam
Toyo
Comments
dari Daftar Gangguan Jiwa
Pada Desember 1973, Dewan Pengawas Asosiasi Psikiater Amerika menghapuskan homoseksualitas dari tatanama resmi gangguan kejiwaan, "Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Second Edition" (DSM-II). Tindakan ini diambil setelah mereview literatur ilmiah dan konsultasi dengan para ahli dalam bidang ini. Para ahli menemukan bahwa homoseksualitas tidak memenuhi kriteria untuk dianggap sebagai suatu penyakit jiwa.
Kondisi mental yang dianggap sebagai suatu kelainan psikiatris, haruslah menimbulkan disfungsi pada seseorang yang menyebabkan penderitaan (mis. gejala kesakitan), ketidakmampuan (mis. melemahnya kemampuan pada satu atau lebih area yang penting), atau secara signifikan meningkatkan resiko kematian, kesakitan, ketidakmampuan, atau kehilangan kebebasan. Seorang homoseksual atau biseksual mungkin mengalami konflik dengan lingkungan yang homophobia, namun konflik tersebut bukanlah suatu gejala atau disfungsi dalam individu tersebut.
Dewan APA mengetahui bahwa kaum homoseksual dan biseksual dalam jumlah yang cukup signifikan dengan jelas menunjukkan kepuasan akan orientasi seksual mereka dan tidak menunjukkan gejala psikopatologi. Juga didapati bahwa mereka mampu untuk melaksanakan fungsinya dalam masyarakat secara efektif, dan bahwa mereka yang berusaha mencari pengobatan seringkali melakukannya untuk alasan yang sama bukan untuk orientasi seksual.
Ketika DSM-III diterbitkan pada 1980, homoseksualitas tidak lagi disebutkan meski "ego dystonic homosexuality" tercantum sebagai kategori bagi orang "yang ketertarikan seksualnya terutama mengarah kepada sesama jenis dan mereka yang merasa terganggu, mengalami konflik, atau ingin merubah orientasi seksual mereka". Pada Revisi DSM-III terbitan 1987 (DSM-III-R), "ego dystonic homosexuality" dihapuskan sebagai kategori diagnostik tersendiri dengan pengakuan bahwa "Di Amerika Serikat, hampir semua orang yang homoseksual pada awalnya mengalami suatu fase dimana homoseksual mereka adalah ego dystonic".
"Reparative Therapy"
Terapi reparatif, yang juga dikenal sebagai terapi konversi, adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan usaha perawatan untuk merubah orientasi seksual seseorang dari homoseksual atau biseksual menjadi heteroseksual. Tidak ada bukti ilmiah yang telah diterbitkan yang mendukung keefektifan terapi reparatif sebagai suatu perawatan untuk merubah orientasi seksual seseorang. Hal itu tidak dijelaskan dalam literatur ilmiah, ataupun disebutkan dalam Laporan APA's Task Force, "Treatments of Psychiatric Disorders" (1989).
Orientasi seksual, sebagaimana identitas gender, nampaknya ditentukan pada awal kehidupan. Tidak ada bukti bahwa merubah orientasi seksual adalah tujuan yang tepat dalam perawatan psikiatris. Ada laporan kasus tunggal mengenai perubahan atau peningkatan fleksibilitas dalam kapasitas untuk merespon heteroseksualitas - atau homoseksualitas - selama psikoterapi, tapi tidak ada perawatan spesifik untuk menyadari perubahan tersebut secara permanen yang telah didokumentasikan. Pengalaman klinis menyatakan bahwa usaha untuk merubah orientasi seksual adakalanya bisa menimbulkan perubahan perilaku pada beberapa individu yang termotivasi untuk jangka waktu yang terbatas, tetapi perubahan tersebut seringkali diikuti dengan depresi, kecemasan dan gejala lain.
Homoseksual dan biseksual - sebagaimana yang lainnya - tumbuh dalam lingkungan yang homophobia dan sering mengalami "internalized homophobia". Beberapa orang mungkin mencoba perubahan ke heteroseksual dikarenakan alasan itu. Pengalaman klinis menganjurkan bahwa pemulihan homophobia memungkinkan fungsi psikologis yang lebih baik. Mereka yang telah menyatu dengan orientasi seksual mereka pada perasaaan diri yang positif dapat melakukan fungsi psikologis pada tingkat yang lebih sehat daripada mereka yang belum bisa.
Pada Desember 1988, Dewan APA mengeluarkan pernyataan atas perawatan dan orientasi seksual psikiatris yang menyebutkan:
"Resiko potensial dari terapi reparatif adalah sangat besar, termasuk depresi, kecemasan, dan perilaku yang merusak diri sendiri, dikarenakan sikap terapis yang mendukung prasangka masyarakat untuk melawan homoseksualitas dapat memperkuat kebencian pada diri sendiri yang sebelumnya telah dialami oleh pasien. Beberapa pasien yang telah menjalani terapi reparatif mengungkapkan bahwa mereka secara tidak akurat diberitahu bahwa homoseksual adalah orang yang kesepian, individu yang tidak bahagia yang tidak akan pernah memperoleh penerimaan atau kepuasan. Kemungkinan bahwa seseorang akan mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan hubungan interpersonal sebagai seorang pria gay atau lesbian belum dipresentasikan, begitu juga pendekatan alternatif untuk menangani pengaruh-pengaruh "pengutukan" (stigmatization) masyarakat belum didiskusikan.Oleh karena itu Assosiasi Psikiater Amerika menentang segala bentuk perawatan psikiatrik, seperti terapi reparatif dan konversi yang berdasarkan asumsi bahwa homoseksualitas adalah kelainan jiwa atau berdasar asumsi awal bahwa si pasien harus merubah orientasi homoseksualnya".
Beberapa organisasi profesional besar lainnya termasuk Assosiasi Psikologi Amerika, Asosiasi Nasional Pekerja Sosial dan Akademi Pediatris Amerika juga membuat pernyataan yang melawan "reparative therapy" karena peduli dengan kerusakan yang ditimbulkan terhadap pasien.
Terapi Sensitif dan Affirmatif
Pria dan wanita homoseksual dan biseksual telah mengalami pengakuan dan penerimaan sosial yang semakin meningkat selama beberapa dekade terakhir. Bias, prasangka dan "pengutukan" (stigmatization) terhadap individu tersebut - dan terhadap homoseksualitas itu sendiri - bagaimanapun terus berlangsung. Faktor ini dapat menimbulkan rasa malu dan penghargaan diri yang rendah, dan menjadi suatu komponen dalam penampilan kesehatan mental beberapa homoseksual dan biseksual yang mencari psikoterapi atau psikofarmakologi.
Terapi yang "gay sensitive" - yaitu, terapi yang dilakukan seorang terapis yang cukup mendapatkan informasi mengenai homoseksualitas dan masalah menghadapi orang homoseksual dan biseksual yang ditimbulkan lingkungan yang homophobia - adalah yang sangat menolong bagi mereka. Begitu juga terapi yang "gay affirmative" - yaitu, terapi yang dilakukan oleh seorang terapis yang bersikap positif dan supportif dalam menerima orientasi homoseksual dan biseksual seseorang.
Menjamur atau mulai berani out? :roll:
1.sabar
2.HAHAHAHA ketawain mereka aja dlu
udh tanya ke mereka, bagaimana kita tau kl dia hetero ... dan bukti surat nikah kan gak cukup bukitiin kl dia hetero
emg jd keanggotaan dlm suatu lmbaga LGBT ga cukup sbg bukti ya??
btw ... gud job sampe MK, mudah2an bs membuka pikiran untuk ke depannya lg kl sekrg mengalami kemandekan ...
eh ini ttg UU APP yah ...
kayaknya salah satu cara mempersulit aja ...
kayaknya harus dimasukin kekandang neh....... :twisted: