hari ini terik, dengan aku, Dimas, yang masih teramat sangat ngantuk.... mencoba melanjutkan tidurku. tapi, suara ketukan pintu dipintu kamarku, serta suara seseorang memanggilku, membuatku tak bisa melanjutkan tidurku.
"sapa sih?" tanyaku sambil menahan ngantuk serta jengkel.
"bangun Dim.... dah siang...." ujar seseorang yang aku kenal suaranya. Yanda, teman satu kostku.
"masih ngantuk Yan.... mang kenapa sih?" keluhku.
"yeee.... kamu nggak kul? dah jam sepuluh lo...." katanya memaksaku.
"aku masih ngantuk. kamu berangkat aja sendiri...."
"nggak ah.... aku males kalo nggak ada temennya...."
"ya udah, gak usah kuliah aja...." gerutuku masih jengkel.
"buka dong....!!!!" pintanya.
aku bangun dari tidurku dengan enggan. ku buka pintu kamarku. lalu kembali berbaring diatas tempat tidur.
Yanda duduk disebelahku.
"woi.... bangun...." paksanya.
"mmmmhhhh...." gerutuku.
"bangun...." dia menggoyang-goyang tubuhku.
"ya...." ujarku akhirnya. aku masih saja jengkel. "ada apa sih?" tanyaku. mataku masih setengah terbuka.
"nggak ada apa-apa kok...." jawabnya.
"kalo nggak ada apa-apa, ya dah, ku mau tidur lagi...." ujarku.
"jangan dong...." katanya melarang.
"trus ngapain? aku bener-bener ngantuk nih...." ingin rasanya aku tonjok wajahnya.
"pasti gara-gara tadi malem kencan ma cowok ya?" katanya curiga.
degg!!! aku kaget dan mataku sepertinya langsung etrbuka. ngantukku terasa langsung hilang.
"kamu, kamu... tahu darimana?" tanyaku selidik.
"aku tahu. tadi malem kamu pulang dengan seorang cowok, kan? jam 12 malem...." jawabnya.
aku hanya diam.
"sapa dia? pacarmu ya?" tanyanya curiga.
aku bener-bener kaget dan syok.
"kamu kok ngomong gitu sih Yan.... jangan asal ngomong dong...." aku bener-bener marah dengan kata-kata Yanda yang memfonisku seperti itu (walaupun sebenarnya iya).
"kamu nggak usah nyangkal deh Dim....." jawabnya santai.
"maksudmu ak..."
"kamu gay, kan?" kata-katanya yang diucapkan sangat santai, seolah seperti pedang yang tajam.
"kamu ngomong apa sih Yan...." kataku mencoba mengelak.
tanpa aku duga, kedua tangan Yanda memegang kepalaku. lalu matanya dengan tajam menatap mataku.
jantungku berdetak tak terkendali.
"kamu gay, kan?" tanya dengan sangat tajam, serta tatapan yang tak kalah tajam pula.
aku tak bisa menjawab. aku hanya diam. hingga beberapa saat dan dia melepaskan tangannya, aku masih saja dia,.
"berarti benar bahwa kamu gay...." ujarnya. "Thanks...." dia beranjak dan keluar dari kamarku. dia masuk kamarnya dan menutup pintunya dengan agak keras.
aku, yang ditinggal olehnya, masih diam, syok, dan takut....
Comments
setelah hari itu, tak ada lagi komunikasi antara aku dengan Yanda. tak seperti biasanya yang selalu berkomunikasi. selain itu, selalu bersama kemana saja. tak ada lagi sapa ataupun senyum saat kita bertatap muka.
aku sudah mencoba biasa saja, tapi.... sangat sulit bila dia masih saja seperti itu, tak pedulu lagi padaku.
teman-teman kost yang lain, merasakan keanehan antara aku dengan Dimas. hingga akhirnya, pada suatu hari, mereka mempertemukan kami dan menyidang kami. karena mereka pikir, kami sedang ada masalah.
aku hanya berkata bahwa aku dan Yanda tidak terjadi suatu masalah saat mereka menanyaiku. tapi, aku benar-benar terkejut saat mendengar jawaban dari Yanda yang mengatakan bahwa ada masalah antara aku dengannya.
"maaf, ni masalahku dengan Dimas, jadi tolong temen-temen nggak usah ikut ambil pusing". itu kata-katanya sebelum dia meninggalkan persidangan malam hari itu.
aku benar-benar heran dengan sikapnya yang telah berubah. tak hanya padaku, tetapi juga dengan teman-teman yang lain.
"kamu harus tanggung jawab ya.... kamu harus bisa mengembalikan Yanda seperti dulu lagi...." pinta mereka sebelum meninggalkan aku yang etrbengong-bengong.
AAAAAARRRGGGGHHHHHH
ingin aku teriak. tapi aku nggak tahu karena masih bingung dengan masalah yang aku hadapi.
hari demi hari, Yanda masih dengan sikapnya yang nggak mau menegur dan berbaur dengan teman-teman yang lain. dan aku yang selalu jadi sasaran teman-teman atas semua pertanyaannya. dan tetap saja, aku menjawab tidak tahu.
g rada bgung neh ma jln critane.... coz ada kal
lalu ada kal
nah g bnun bro, coz sbnerna si "Aku" tuh dimas ato Yanda?? :? :?
sry" bkn mksdna apa, cma jd rada nda ngerti za ><
hehehehehheheehhe.....
yg jelas knapa tokoh utamanya namanya dimas si??
tuh kan nama gw...
brasa gw dituduh jd gay ajah!!!! :evil:
cuman memang ada beberapa kejanggalan disitu. apa memang salah ketik, atau keburu mau di posting aku gak tau...
Soal Underline sih gak masalah... mungkin gak sengaja..
Saran gue, kak penulis baca dulu ceritanya sebelum di posting.. bacanya dari segi pembaca yang gak taw ceritanya... liat apa udah bagus, atau penulisannya ada yang salah.. perbaiki lalu posting..
keep posting... 1 atau 2 pembaca yang senang merupakan kebanggaan bagi seorang penulis.
salam
Rio
yang "kamu ngomong apa sih Yan...." kataku mencoba mengelak" tu yang ngomong si Dimas.
trus yang "merasakan keanehan antara aku dengan Dimas" tu harusnya merasakan keanehan antara aku dan Yanda. thanks bgt masukannya.
selebihnya.... karena aku harus berkali2 ketik karena pas mau dikirim, aku harus berkali2 login, jadinya ya.... ngetik lagi dari awal. sampe 5 kali loh,,,, hiks....
hari ini mau aku selesaikan deh ceritanya....
tu nama yg cocok sebagai orang yng bertanggung jawab.... menurutku...
Di (dari Adi yang berati satu ato yg utama) dan Mas (kakak=jawa), yang dituakan atau yang lebih.
gitu....
maaf ya Dimas.... aku pinjam namanya.
dua minggu setelahnya, saat teman-teman yang lain sedang kuliah semua, hanya aku dan Yanda yang ada di kost (aku dan Yanda satu kelas dan satu jurusan di kampus). aku paksa Yanda untuk membicarakan semua masalahnya).
"Yan.... kamu tu kenapa?" tanyaku di depan pintu kamarnya. Yanda diam tak menjawab.
"Yan.... jangan kamu siksa kayak gini dong...." pintaku. Yanda masih saja diam.
"oke.... aku gay.... aku memang kencan dengan cowok itu.... tu kan yang kamu mau dengar dari aku atas pertanyaanmu...." aku benar2 geram dibuatnya. dan aku berteriak di depan kamarnya. "dah tahu kan kamu sekarang.... terus maumu apa sekarang?" tanyaku masih dengan berteriak.
Yanda masih tetap diam dalam kamarnya. hatiku benar-benar mulai sakit rasanya dengan perlakuannya.
"aku harap kamu puas Yan...." aku melangkah meninggalkan kamar Yanda.
aku masuk ke kamarku. rasa penat dalam dadaku terasa sangat sakit sekali....
ku nyalakan radio, ku cari acara yang mungkin bisa menenangkan hatiku. aku mendapatkan sebuah lagu yang terdengar asyik. kudengarkan lagu itu....
mungkin aku bisa bercinta dengan kamu
kendati kata-katamu selalu
menusuk jantung melukaiku
mungkin ku mau memaafkanmu kembali
demi cinta yang ada di hatiku
meloloskanmu dari kata pisah
mungkin sang fajar dan sayap-sayap burung patah
menyaksikan kita berseteru selalu tak pernah damai
mungkin cintaku terlalu kuat dan menutupi
jiwa yang dendam akan kerasmu
sehingga kita bersama mungkin
dst....
aku terdiam dan aku sedikit larut dengan lagu yang aku tahu dari penyiar bahwa itu lagunya potret yang berjudul mungkin.
hari itu, waktu berlalu dengan agak lambat. sehari saja, terasa amat lama.
hingga akhirnya sore tiba, teman-teman sedang asyik ngobrol di teras depan kost. mereka asyik bercanda....
aku ikut nimbrung dengan mereka. ku coba dengantetap tersenyum di depan mereka, walau ada kemelut serta rasa sakit dalam hati. aku tidak mau memperlihatkan kesedihanku serta sakitku pada mereka.
kami berbicara apa saja dari hal-hal yang nggak penting sampai hal-hal yang benar-benar nggak penting. bahkan, kami tertawa saat salah satu dari kami melucu. walaupun itu benar-benar tidak lucu. ya, namanya teman dekat.
"wah.... kok lagi seru-seruan, aku nggak diajak...." kata-kata Yanda menyeru diantara tawa kami. langsung saja, kami berhenti tertawa.
"boleh joint, kan?" pinta Yanda.
tak ada jawaban dari kami, tapi Guntur, salah satu temen kostku, menarik Yanda dan mendudukkannya di sebelahku.
"ayo aja.... kamu kan juga temen kami...." ujar Guntur. dia tersenyum, begitu pula dengan yang lain. kecuali aku yang tersenyum nggak ikhlas.
"kalian sudah nggak ada masalah lagi, kan?" tanya Andri, salah satu teman kostku juga.
"nggak... sudah clear semua...." jawab Yanda, tangannya merangkul pundakku. seolah-olah kami antara aku dan dia memang sudah tidak ada masalah lagi.
"kok kamu diem Dim?" tanya Andri agak curiga dengan sikapku yang masih kikuk di dekat Yanda.
"ya.... ya kok.... ku sudah baikan dengan Yanda...." jawabku agak gagap dan sambil mencoba untuk tersenyum manis.
malam, jam sembilan, Yanda masuk ke kamarku. duduk di sebelahku yang sedang tengkurap di tempat tidur. dari sikapnya, seolah-olah tidak pernah ada masalah antara aku dan dia.
"Dim, mmmm.... kan besok kita kuliah siang ya, gimana kalo kita nongkrong di malioboro?" ajak Yanda.
"ngapain? males ah Yan, lagian kan dingin...." aku menolak. aku masih belum bisa sepenuhnya cuek dengan hal-hal yang sudah-sudah.
"ayolah.... lagian kamu ngapain juga dikamar terus.... ntar bertelur loh......" paksanya dengan gurauan yang menurutku terdengar sangat tidak lucu.
"bagus dong, kan ntar gak usah repot-repot beli lauk...." ujarku ketus.
"kamu kok gitu, Dim.... ayolah.... bentar aja...." Yanda masih tetep maksa.
"Lagian mau ngapain sih.... kalo mau nongkrong, ngapain jauh-jauh ke malioboro. tuh, nongkrong aja di teras...." aku masih tetep nolak.
"plis...." pintanya mengiba. aku masih enggan. "mmmm.... gini aja, sebagai gantinya, aku beliin kamu wedang ronde deh, ma sate juga deh...." rayu Yanda.
"ogah.... lagian Yan, ku nggak tahan ma yang namanya dingin.... masuk angin lagi ntar...." ujarku beralasan.
"kalo soal masuk angin, gampang deh.... ntar aku beliin obat. atau.... aku kerokin deh...." kata Yanda tambah merayu. aku males menanggapinya lagi. "oke, gini aja, aku akan kasih tahu kamu mengenai sikapku yang kemaren-kemaren.... gimana, mau?"
kata-kata terakhir Yanda, seolah menjadi bius diotakku. dan aku menyanggupi ajakannya.
di malioboro, tempat duduk sebelah utara traffic light o km.
hanya sibuk dengan sate dan wedang ronde yang di pesan oleh Yanda. tak ada sedikitpun kata-kata yang diucapkannya yang berhubungan dengan sikapnya yang kemaren-kemaren. dia sibuk dengan segala cerita masa sma nya dengan teman-temannya.
aku benar-benar tidak terlalu tertarik dengan sate yang ada ditanganku apalagi dengan cerita-ceritanya yang menurutku sangat tidak penting.
"kamu kok, satenya nggak dimakan?" ujarnya sambil melihatku yang hanya memegangi sate saja.
"aku nggak terlalu lapar Yan...." kataku.
"oh.... ya dah, buatku aja ya...." Yanda mengambil sisa sate yang aku pegang, ya masih ada 7 tusuk.
dan aku, tambah merasa jengkel ma Yanda.
"apa sih yang dipikirin ma anak ini....????" pikirku.
"mmmm.... pedes banget sih sate punyamu?" Yanda kepedasan. kontan saja, dia langsung minum wedang rondenya yang masih agak hangat.
kontan aja, Yanda langsung merah mukanya. dah pedas, panas lagi.
aku, tersenyum.
sudah hampir dua jam aku dan Yanda berada disitu. tapi, sepertinya belum ada tanda-tanda kalau dia akan memulai berbicara mengenai sikap-sikapnya. padahal, perutku sudah kembung banget, gak tahan sama dingin. bener-bener BT banget deh.
"Yan, sudah malem nih.... aku sudah kedinginan...." kataku, memancing agar dia cepat berkata.
"mmm.... kamu sih, tadi nggak mau pake jamper atau sweater...." kata Yanda menyalahkanku. "nih, pake ni jaketku...." Dia menyerahkan jaketnya.
"hah....????" tanya dalam pikiranku. dan, "AAAAARRRRGGGGHHHH....." teriak dalam hatiku.
"mmmm.... kayaknya kamu dah bener-bener kedinginan deh Dim, mukamu merah tuh...." ujar Yanda sambil memperhatikan wajahku.
"BANGET....!!!!" ujarku ketus. "dah ah, aku mau pulang...." kataku sambil melangkah meninggalkan Yanda yang masih asyik.
"tunggu Dim...." pinta Yanda sambil menarik tanganku dan berjalan dibelakangku.
kedua tangan Yanda menarik tangan kananku. dia menahanku agar tidak lagi berjalan.
"oke.... sorry.... aku akan cerita sekarang...." ucap Yanda. "jadi, kamu jangan pulang dulu, ya...." pintanya.
sebenarnya, rasa jengkelku sudah hampir meledak. tapi, ternyata rasa ingin tahuku mengalahkannya. hingga aku menuruti pinta Yanda.
aku duduk lagi di tempat duduk kami duduk tadi. yanda duduk disebelah kiriku.
setelah beberapa menit hanya diam saja, akhirnya Yanda mulai untuk bicara.
"kena..."
"jangan tanya dulu Dim.... biarin aku menjelaskan semuanya dulu...." Yanda berkata dengan wajah serius, aku hanya bisa diam. aku ingin mendengarkan apa yang ingin disampaikan sebenarnya.
"aku nggak suka dengan sikapmu yang seperti itu, mengajak cowok pulang ke kost tengah malam, lalu pulang pagi-pagi..... hhhmmmm.... seperti maling saja.
lagian.... apa sih yang kamu cari? tidur sekamar dengan dengan cowok yang nggak jelas...." di sela-sela ucapannya, tawa kecil menghina menyeringai di bibir Yanda.
sakit rasanya hati melihat senyum hina serta tawanya. mendengar kata-katanya saja, rasanya aku sudah ingin menonjoknya.
"ya.... menurutku, kamu seperti pelacur saja...." tambah Yanda, yang menambah lara di hatiku.
aku masih mencoba untuk menahan rasa sakit dan penat didada.
"kamu tuh, kayak nggak ada harga dirinya....
rendah banget. mungkin aku akanmemakluminya Dim, kalo hanya satu orang saja, dan tidak dibawa pulang ke kost.... aku maklum untuk itu.... tap..."
"jadi aku sehina itu ya dimatamu? jadi aku sekotor itu dipikiranmu?" mulutku sudah nggak sanggup lagi menahan gejolak dalam dada yang sakit banget.
saat itu juga, aku menyesal kenapa aku ingin mendengar alasan yang sungguh menyakitkan hatiku.
"bukan gitu Dim.... aku hanya nggak suka dan aku nggak mau melihat kamu yang seperti itu...." ujar Yanda mencoba memperjelas maksud perkataannya.
"maksudmu?" tanyaku.
"aku nggak mau, kamu mengulangi hal kayak gitu lagi.... itu maksudku...." kata Yanda. kata-katanya, terdengar agak aneh ditelingaku.
"Yan, sekarang kamu dengerin aku ya.... yang jelas, aku tidak seperti apa yang sudah kamu katakan tadi. itu nggak benar Yan.... dan satu lagi, kenapa aku tidak boleh seperti itu, seperti apa yang kamu pikirkan, walaupun nggak benar, maksudku, apa salahnya?" tanyaku dengan sedikit rasa jengkel.
"aku hanya nggak mau saja. lagian, ya karena aku ini kan... aku ini.... ya karena aku sa.... ya, sahabatmu.... itu aja...." jawab Yanda dengan agak gagap.
aku tersenyum mendengar jawabannya. kupikir, itu sangat aneh, lucu dan terkesan dibuat-buat.
"sahabat?, bukannya sahabat itu akan mengerti apapun tentang sahabat yang lain? dan kamu.... kenapa kamu marah dengan segala sikapku?" tanyaku mencoba mencari arti dari kata-katanya.
"ya, aku mencoba untuk mengerti. tapi, aku juga nggak mau kamu seperti itu lagi.... oke?" ujar Yanda menjawab pertanyaanku yang sama sekali tidak menjawab apa yang aku tanya.
"demi aku, jangan kamu ulangi lagi ya.... oke? demi persahabatan kita...." pinta Yanda.
aku diam. tak menjawab ataupun memberi suatu tanda bahwa aku mengiyakan ataupun mentidakkan.
Yanda selalu ada disebelahku kemanapun aku pergi dan berada. alasannya, karena dia nggak mau bila aku mengulagi hal-hal yang sudah-sudah. sebenarnya, aku nggak tahan dengan semua sikapnya, tapi ya sudah lah.... toh, dia nggak 24 jam mengawasiku, itu pikirku.
memang, ku akui bahwa Yanda semakin jauh lebih baik dan menyenangkan dalam bersikap dan berbicara. bahkan, dia selalu bisa membuatku bisa tertawa, baik itu dengan guyonannya, ataupun sikapnya.
tentu saja, aku tidak bisa lagi bertemu dengan teman-teman cowok yang aku kenal. kalau mau Online saja, itu harus malam setelah Yanda tidur. Tapi, apapun itu, aku menyukai hal ini.
setengah tahun sudah, dan aku sudah benar-benar memahami sikapnya, yang ternyata, dia adalah orang yang sangat peduli dengan orang lain, terutama aku tentunya.
tapi, akhirnya masalah kembali ada karena kesalah-pahaman.
Yanda marah kepadaku karena sebuah sms yang masuk di hp ku yang dibaca olehnya.
hi Mas, gmn kbrny? smbg y skrg....
Mas, Q kngen nih, dah lm g ktmu.
Ntar mlm ktmu y dit4 yg biasa dl jam 8.
ok? o y, ni no brQ. Dr. Dana.
Yanda berpikir bahwa itu adalah teman cowokku. dan dia marah karena katanya aku mengulangi lagi hal yang seperti dulu....
saat itu juga, Yanda keluar pergi entah kemana, sebelum aku sempat menjelaskan siapa Dana sebenarnya.
benci, marah dan jengkel, itu yang aku rasakan.
malam....
aku bertemu dengan Dana disebuah fast food. banyak hal yang kami bicarakan, mulai dari kabar Dana, sampai kabar keluarganya dan keluargaku dirumah. ya, Dana adalah sepupuku.
banyak tawa, banyak canda yang terjadi, sampai akhirnya banyak pula amarah dan benci yang tercurah saat dengan tiba-tiba Yanda datang dan langsung menghajar Dana yang sama sekali tak mengerti akan masalah yang ada. ternyata, Yanda telah mengawasi dan mengikutiku.
setelah di lerai oleh beberapa pengunjung, akhirnya Yanda bisa dikendalikan dan tidak menghajar Dana lagi. tapi, dia langsung pergi meninggalkan aku dan Dana.
"siapa dia Mas?" tanya Dana kepadaku, dia memanggilku Mas, bukan Dim seperti teman-temanku yang lain.
sebenarnya aku enggan menjelaskan siapa Yanda ke Dana, tapi aku akhirnya menjelaskan, karena aku nggak tega dengan Dana yang sudah di hajar oleh Yanda.
ku jelaskan semuanya.... dari masalah awal sampai siapa aku sebenarnya ke Dana. untunglah Dana mau mengerti. dan 1 kata darinya yang membuatku sangat terkejut dan berpikir bahwa apa yang dikatakannya itu sangat aneh.
"Mas, itu karena Yanda, sebenarnya suka sama kamu. ya.... mungkin bisa dikatakan cinta, lah...." ujar Dana.
aku lumayan syok mendengarnya.
Yanda, kecelakaan saat sedang dalam perjalanan pulang malam setelah kejadian menghajar Dana.
aku segera menuju ruangan tempatnya dirawat. saat aku masuk, didalam kamar, terlihat Yanda yang penuh dengan balutan perban. serta seorang wanita, dia adalah ibunya Yanda.
"Dimas, ya?" tanya wanita itu.
darimana dia tahu namaku?, pikirku.
seolah dia bisa membaca pikiranku, wanita itu berkata,
"tante tahu dari Yanda...." katanya.
aku agak heran....
"Yanda juga yang meminta tante untuk mengabari kamu dan meminta kamu untuk datang kesini...." ujar wanita itu menambahkan.
"katanya, ada hal yang ingin disampaikannya...."tambahnya.
"apa itu tante?" tanyaku.
"lebih baik kamu tanya saja ke Yanda ya...." pintanya.
"tapi, kan Yanda lagi tidur, tante...." ujarku sambil melihat kearah Yanda.
"hhhmmm.... dia pura-pura itu.... barusan aja asyik menulis apa gitu, tante nggak tahu...." kata tante sambil tersenyum kecil. "ya dah, tante tinggal dulu ya...." ujar tante maninggalkan aku dan Yanda berdua dikamar itu.
aku berdiri didekat Yanda yang terbaring dan memejamkan matanya.
"kamu beneran tidur, Yan?" tanyaku sambil melihat wajahnya.
setelah beberapa saat diam, akhirnya Yanda tersenyum dan membuka matanya.
Yanda menulis beberapa kata di sebuah kertas.
dia tak dapat berbicara, karena ada beberapa luka dirahangnya.
maaf ya Dim, aku sudah salah sama kamu....
maaf juga aku dah sakitin temen kamu....
Yanda menyerahkan kata-kata itu padaku. setelah kubaca, kuberkata
"ya, ku maafin kok...." kataku.
"tapi, kenapa kamu sampai melakukan itu semua?" tanyaku.
Yanda kembali menulis beberapa kata.
maaf, aku nggak bisa bilang....
kamu tahu kenapa?
ku baca kata-kataku itu, dan aku kembali bertanya padanya
"nggak tahu. mang kenapa?"
Yanda menulis lagi
ya, karena sekarang aku lagi nggak bisa bilang.
lihat deh leherku ma rahangku penuh perban.
aku nggak bisa bilang, tapi aku bisa tulis....
mau tahu nggak?
"iya lah Yan.... mang kenapa? jadi penasaran nih...." ujarku.
Yanda tak langsung menulis, dia tampak berpikir sambil sesekali melihat kewajahku.
"apaan sih? cepetan dong?" bujukku nggak sabaran.
setelah aku paksa, akhirnya, dia menulis sebuah kalimat yang menurutku sangat gimana, gitu....
jantungku deg-degan dan gimana lah.... susah menjelaskannya.
itu karena, aku sayang ma kamu.... ya, sayang banget ma kamu....
mungkin tepatnya " i love u "
itu kalimat yang ditulis ma Yanda.
aku tersenyum, aku bingung dengan perasaanku. tapi,
Yanda meronta kesakitan karena aku menyenggol luka-lukanya uang diperban saat ku peluk dia.
aku melepas pelukanku, air mata meleleh dipipi Yanda. aku tersenyum melihatnya yang merintih kesakitan.
"kasihan ya kamu Yan.... hanya bisa merintih...." ujarku. " ya hitung-hitung itu sebagai balasan atas semua rasa sakit hati yang sudah kamu perbuat ke aku." tambahku. Yanda masih merintih.
"pasti kamu akan teriak-teriak kalo bisa bicara ya...." ejekku sambil tertawa kecil.
"aku nggak tahu kenapa Yan, padahal. aku kesini dengan rasa benci yang amat sangat, tapi setelah aku melihatmu dan membaca tulisanmu, rasa itu jadi hilang dan berubah jadi rasa sayang juga...." kataku sambil mengelus-elus rambut Yanda.
"aku, juga sayang ma kamu Yan...." ujarku. dan ku kecup kening Yanda.
setelah aku kecup keningnya, aku berkata lagi padanya.
"mudah2an, nanti kamu bisa mengatakan rasa sayangmu itu, nggak hanya dalam tulisan aja ya...." pintaku.
Yanda mengangguk.
mungkin sang fajar dan sayap-sayap burung patah
menyaksikan kita berseteru selalu tak pernah damai
mungkin cintaku terlalu kuat dan menutupi
jiwa yang dendam akan kerasmu sehingga kita bersama.... mungkin
END....
bkin yg bru lg dunk, hehehe cma klo isa d cek lg, msh ada yg slh tuch ><
( bawel amit y?? pdhal g sndiri jg ga bisa bkin... :oops: :oops: )