Warung ini saya khususkan untuk cerita2 yang mudah2an dapat menginspirasi kita dalam menjalani kehidupan amphibi ini.
Sebagian besar materi (bahkan 100%) berasal dari copas situs2 hasil surfing di internet, dunia maya yang ada tapi tiada.
Semoga warung ini bisa bertahan lama dan memberi arti pada kita, jiwa yang penuh gejolak rasa.
Saran2 dan komentar tentu sangat diharapkan.
Yang baik2 silakan... makasih tentunya.
Yang sadis2 juga gakpapa... itulah dinamika.
Tapi satu hal yang pasti warung ini tidak dimaksudkan untuk mengurui apalagi mengkuliahi.
Ambil hikmahnya siapa tau berguna.
Rekan2 yang punya cerita silakan kalo ingin berbagi.
Salam.
Comments
Jangan berpikiran negatif, baca saja dulu.
Ini adalah kisah Dina.
Dina adalah seorang anak berumur 7 tahun. Ibunya sudah meninggal 2 tahun lalu dan ia sekarang hidup bersama ayahnya. Ayahnya adalah pengusaha sukses yang mapan. Dina pun disekolahkan di sekolah internasional yang mahal dan berkualitas. Namun, Dina jarang sekali bisa bertemu ayahnya karena ayahnya pulang kerja di atas jam 9 disaat Dina sudah tertidur dan pergi sebelum Dina terbangun.
Suatu hari Dina terlihat sangat senang sekali. Hal ini karena malam itu ini merencanakan untuk tidur lebih larut karena esok harinya kebetulan hari libur.
Ia menghabiskan malamnya dengan menonton film kartun kesukaannya sambil menanti ayahnya pulang. Rupanya malam itu ayahnya sedikit terlambat karena urusan di kantor. Namun saking rindunya Dina kepada ayahnya, iya memaksa untung tetap terjaga walaupun matanya sudah memerah karena terkantuk.
Akhirnya ayahnya pun pulang. Dengan gembiranya Dina berlari menghampiri ayahnya sambil memeluknya….
“Papa, Dina kangen banget deh sama Papa….!”
“Iya, Papa juga kok Dina. Tapi ini sudah malam.. Papa capek. Dan kamu juga seharusnya sudah tidur, ini kan sudah jam 11 malam.”
“Tapi Dina mau ngobrol-ngobrol dulu dengan papa…” jawab Dina dengan manja.
“ya sudah. Kamu mau ngobrolin apa sama papa?”
“Begini, Pa. Gaji papa sebulannya berapa sih…?”
Dengan sedikit bingung dan malas papanya menjawab, “buat apa kamu tanya hal seperti itu? itu bukan urusan anak kecil.”
“Ah…Papa.. DIna kan mau tau… Berapa sih Pa…??”
“Sudah ah..papa ga mau membahasnya…”
Sambil terus merengek Dina terus bertanya kepada ayahnya. Namun, ayahnya tetap tidak menjawab. Ia pun mengubah pertanyyaannya, “kalau begitu begini. Bos papa, bayar papa berapa perjamnya?”
“hemm…Rp 40.000,00 dan sehari ada 8 jam,” jawab ayahnya yang akhirnya terpancing juga….
“Kalau begitu saya mau minta uang Rp 5000,00 donk Pa..?” pinta Dina dengan polosnya.
“Buat apa sih?! Besok kan bisa papa kasih lagi uang jajan. Lagi pula buat papa kamu minta uang tengah malam begini?” jawab ayahnya sedikit kesal karena lelah.
“Sudah lah Pa… Pokoknya DIna minta dulu sekarang… Nanti Dina kasih tau ke papa.”
“Kamu tuh ngapain sih sudah malam minta yang aneh-aneh saja..!”ayah Dina bertambah kesal.
“SUDAH MASUK SANA KE KAMAR…!” perintah ayahnya dengan nada keras.
Dina pun berjalan ke kamarnya sambil menangis. IA menangis karena takut, sedih dan kaget. Dari luar kamar masih terdengar Dina menangis di kamarnya.
Ayah Dina pun menjadi tidak bisa tidur karena merasa bersalah. Lalu ia datang ke kamar anaknya untuk menjenguk dan meminta maaf…
“Dina, maaf ya tadi Papa marah dan bentak kamu. Habis kamu juga sih malam-milam minta yang aneh-aneh. Lapi pula Papa kan capek baru pulang kerja.”
Lalu ayahnya memeluk DIna sambil bertanya, “memangnya tadi kamu mau minta uang Rp 5000,00 buat apa sih? emangnya kamu mau jajan tengah-tengah malam begini?”
“Begini lho Pa. Aku kan punya uang Rp 15.000,00. Aku mau minta uangg Rp 5000,00 ke papa supaya uang saya jadi genap
Rp 20.000,00. Dengan uang itu saya mau membeli waktu papa selama 30 menit, karena Bos papa kan bayar papa Rp 40.000,00 untuk 1 jam.
“saya mau beli waktu papa 30 menit supaya papa mau temenin Dina main, temenin DIna jalan-jalan.
Aku mau walaupun cuma 30 menit tapi papa bisa sama-sama Dina dan tidak terganggu sama yang lain…
Dina kangen sama papa… Dina sayang sama papa…”
Mendengar hal itu ayahnya menangis dan tersadar betapa selama ini ia tidak memberikan cukup perhatian kepada anaknya.
Dipeluknya anaknya itu erat-erat dengan perasaan haru.
Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini,
tidak cukup untuk “membeli” kebahagiaan buat anaknya.
Cerita yang menginspirasi ini kudapatkan dari email temenku. Cerita yang membawakan hikmah begitu dalam bagi kehidupan kita.
Dari kejauhan, lampu lalu-lintas di perempatan itu masih menyala hijau. Jono segera menekan pedal gas kendaraannya. Ia tak mau terlambat. Apalagi ia tahu perempatan di situ cukup padat, sehingga lampu merah biasanya menyala cukup lama. Kebetulan jalan di depannya agak lengang. Lampu berganti kuning. Hati Jono berdebar berharap semoga ia bisa melewatinya segera. Tiga meter menjelang garis jalan, lampu merah menyala. Jono bimbang, haruskah ia berhenti atau terus saja. “Ah, aku tak punya kesempatan untuk menginjak rem mendadak,” pikirnya sambil terus melaju.
Prit!
Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti. Jono menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Wajahnya tak terlalu asing.
Hey, itu khan Bobi, teman mainnya semasa SMA dulu.
Hati Jono agak lega.
Ia melompat keluar sambil membuka kedua lengannya.
“Hai, Bob. Senang sekali ketemu kamu lagi!”
“Hai, Jon.” Tanpa senyum.
“Duh, sepertinya saya kena tilang nih? Saya memang agak buru-buru.
Istri saya sedang menunggu di rumah.”
“Oh ya?”
Tampaknya Bobi agak ragu. Nah, bagus kalau begitu.
“Bob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong.”
“Saya mengerti. Tapi, sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di persimpangan ini.”
Oooo, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Jono harus ganti strategi.
“Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu merah. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala.”
Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.
“Ayo dong Jon. Kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu.”
Dengan ketus Jono menyerahkan SIM, lalu masuk ke dalam kendaraan dan menutup kaca jendelanya. Sementara Bobi menulis sesuatu di buku tilangnya. Beberapa saat kemudian Bobi mengetuk kaca jendela. Jono memandangi wajah Bobi dengan penuh kecewa.Dibukanya kaca jendela itu sedikit.
Ah, lima centi sudah cukup untuk memasukkan surat tilang. Tanpa berkata-kata Bobi kembali ke posnya. Jono mengambil surat tilang yang diselipkan Bobi di sela-sela kaca jendela. Tapi, hei apa ini. Ternyata SIMnya dikembalikan bersama sebuah nota. Kenapa ia tidak menilangku. Lalu nota ini apa? Semacam guyonan atau apa? Buru-buru Jono membuka dan membaca nota yang berisi tulisan tangan Bobi.
“Halo Jono, Tahukah kamu Jon, aku dulu mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 bulan. Begitu bebas, ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi. Sedangkan anak kami satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk. Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya. Begitu juga kali ini.. Maafkan aku Jon. Doakan agar permohonan kami terkabulkan. Berhati-hatilah.. (Salam, Bobi)”.
Jono terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Bobi. Namun, Bobi sudah meninggalkan pos jaganya entah ke mana. Sepanjang jalan pulang ia mengemudi perlahan dengan hati tak menentu sambil berharap kesalahannya dimaafkan… ….
Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain. Bisa jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati.
Selain cerita ini, ada beberapa cerita lain yang sebetulnya pasti kita alami dalam kehidupan sehari-hari, namun terkadang kita melaluinya begitu saja.
Berikut ada sebuah cerita yang bisa membawa hikmah bagi kehidupan, betapa pentingnya waktu utk orang-orang yang kita cintai. Terkadang kita lebih banyak melewatkan waktu di tempat kerja (karena tuntutan kerja, tuntutan uang) daripada bersama keluarga. Padahal menurut anda, mana yang lebih penting, uang atau berkumpul dengan keluarga dan orang-orang yang anda cintai?? Kalo saya, pilih dua-duanya. Semoga cerita ini bisa membawa hikmah bagi kita semua.
Pada suatu malam Budi, seorang eksekutif sukses, seperti biasanya sibuk memperhatikan berkas-berkas pekerjaan kantor yang dibawanya pulang ke rumah, karena keesokan harinya ada rapat umum yang sangat penting dengan para pemegang saham. Ketika ia sedang asyik menyeleksi dokumen kantor tersebut, Putrinya Jessica datang mendekatinya, berdiri tepat disampingnya, sambil memegang buku cerita baru. Buku itu
bergambar seorang peri kecil yang imut, sangat menarik perhatian Jessica, “Pa liat”! Jessica berusaha menarik perhatian ayahnya. Budi menengok ke arahnya, sambil menurunkan kacamatanya, kalimat yang keluar hanyalah kalimat basa-basi “Wah,. buku baru ya Jes?”,
“Ya papa” Jessica berseri-seri karena merasa ada tanggapan dari ayahnya. “Bacain Jessi dong Pa” pinta Jessica lembut, “Wah papa sedang sibuk sekali,
jangan sekarang deh” sanggah Budi dengan cepat. Lalu ia segera mengalihkan perhatiannya pada kertas-kertas yang berserakkan didepannya, dengan serius.Jessica bengong sejenak, namun ia belum menyerah. Dengan suara lembut dan sedikit manja ia kembali merayu “pa, mama bilang papa mau baca untuk Jessi” Budi mulai agak kesal, “Jes papa sibuk, sekarang Jessi suruh mama baca ya” “Pa, mama cibuk terus, papa liat gambarnya lucu-lucu”, “Lain kali Jessica, sana! papa lagi banyak kerjaan” Budi berusaha memusatkan perhatiannya pada lembar-lembar kertas tadi, menit demi menit berlalu, Jessica menarik nafas panjang dan tetap disitu, berdiri ditempatnya penuh harap, dan tiba-tiba ia mulai lagi. “Pa,.. gambarnya bagus, papa pasti suka”, “Jessica, PAPA BILANG, LAIN KALI!!” kata Budi membentaknya dengan keras, Kali ini Budi berhasil, semangat Jessica kecil
terkulai, hampir menangis, matanya berkaca-kaca dan ia bergeser menjauhi ayahnya
“Iya pa,. lain kali ya pa?” Ia masih sempat mendekati ayahnya dan sambil menyentuh lembut tangan ayahnya ia menaruh buku cerita di pangkuan sang Ayah.“Pa kalau papa ada waktu, papa baca keras-keras ya pa, supaya Jessica bisa denger”. Hari demi hari telah berlalu, tanpa terasa dua pekan telah berlalu namun permintaan Jessica kecil tidak pernah terpenuhi, buku cerita Peri Imut, belum pernah dibacakan bagi dirinya. Hingga suatu sore terdengar suara hentakan keras “Buukk!!” beberapa tetangga melaporkan dengan histeris bahwa Jessica kecil terlindas kendaraan seorang pemuda mabuk yang melajukan kendaraannya dengan kencang didepan rumah Budi. Tubuh Jessica mungil terhentak beberapa meter, dalam keadaan yang begitu panik ambulance didatangkan secepatnya, selama perjalanan menuju rumah sakit, Jessica kecil sempat berkata dengan begitu lirih“Jessi takut Pa, Jessi takut Ma, Jessi sayang papa mama” darah segar terus keluar dari mulutnya hingga ia tidak tertolong lagi ketika sesampainya di rumah sakit terdekat. Kejadian hari itu begitu mengguncangkan hati nurani Budi, Tidak ada lagi
waktu tersisa untuk memenuhi sebuah janji. Kini yang ada hanyalah penyesalan. Permintaan sang buah hati yang sangat sederhana,.. pun tidak terpenuhi. Masih segar terbayang dalam ingatan budi tangan mungil anaknya yang memohon kepadanya untuk membacakan sebuah cerita,
kini sentuhan itu terasa sangat berarti sekali,
“,…papa baca keras-keras ya Pa, supaya Jessica bisa denger” kata-kata Jessi terngiang-ngiang kembali. Sore itu setelah segalanya telah berlalu, yang tersisa hanya keheningan dan kesunyian hati, canda dan riang Jessica kecil tidak akan terdengar lagi, Budi mulai membuka buku cerita peri imut yang diambilnya perlahan dari onggokan mainan Jessica di pojok ruangan. Bukunya sudah tidak baru lagi, sampulnya sudah usang dan koyak. Beberapa coretan tak berbentuk menghiasi lembar-lembar halamannya seperti sebuah kenangan indah dari Jessica kecil. Budi menguatkan hati, dengan mata yang berkaca-kaca ia membuka halaman pertama dan membacanya dengan sura keras, tampak sekali ia berusaha membacanya dengan keras, Ia terus membacanya dengan
keras-keras halaman demi halaman, dengan berlinang air mata. “Jessi dengar papa baca ya” selang beberapa kata,.. hatinya memohon lagi “Jessi papa mohon ampun nak” “papa sayang Jessi” Seakan setiap kata dalam bacaan itu begitu menggores lubuk hatinya, tak kuasa menahan itu Budi bersujut dan menangis,..
memohon satu kesempatan lagi untuk mencintai. Seseorang yang mengasihi selalu mengalikan kesenangan dan membagi kesedihan kita, Ia selalu memberi PERHATIAN kepada kita karena ia peduli kepada kita. ADAKAH “PERHATIAN TERBAIK” ITU BEGITU MAHAL BAGI MEREKA ? BERILAH “PERHATIAN TERBAIK” WALAUPUN ITU HANYA SEKALI Bukankah Kesempatan untuk memberi perhatian kepada orang-orang yang kita cintai itu sangat berharga ? DO IT NOW! Berilah “PERHATIAN TERBAIK” bagi mereka yang kita cintai. LAKUKAN SEKARANG !! KARENA HANYA ADA SATU KESEMPATAN UNTUK MEMPERHATIKAN DENGAN HATI KITA.
Thanks dah komen bro...
Sorry tulisan nya masih amburadul krn copas lgs dr situs sebelah, belum sempat di edit.
realita lebih kejam bung
teruskan post ceritanya kawan....
abs baca itu gw mo nangis...
gw bakal nghargai hidup lebih.. i promised
thx for post broo..
keep posting!
Setuju bro... realita emang kejam. Untuk itu itulah kekayaan wawasan kadang2 diperlukan untuk menghadapi realita ini.
Thanks for comment bro...
Semoga ada hikmahnya :P
Dibalik cerita Pedonor sumsum tulang belakang dan pelaku pemerkosaan.
Di suatu Koran Itali, muncullah berita pencarian orang yang istimewa. 17 Mei 1992 di parkiran mobil ke 5 Wayeli (nama kota, tak tahu aku bener ngak nulisnya), seorang wanita kulit putih diperkosa oleh seorang kulit hitam. Tak lama kemudian, sang wanita melahirkan seorang bayi perempuan berkulit hitam. Ia dan suaminya tiba-tiba saja menanggung tanggung jawab untuk memelihara anak ini.
Sayangnya,sang bayi kini menderita leukemia kanker darah). Dan ia memerlukan transfer sumsum tulang belakang segera.
Ayah kandungnya merupakan satu-satunya penyambung harapan hidupnya. Berharap agar pelaku pada waktu itu saat melihat berita ini, bersedia menghubungi Dr. Adely di RS Elisabeth. Berita pencarian orang ini membuat seluruh masyarakat gempar. Setiap orang membicarakannya. Masalahnya adalah apakah orang hitam ini berani muncul. Padahal jelas ia akan menghadapi kesulitan besar.
Jika ia berani muncul, ia akan menghadapi masalah hukum, dan ada kemungkinan merusak kehidupan rumah tangganya sendiri. Jika ia tetap bersikeras untuk diam, ia sekali lagi membuat dosa yang tak terampuni.
Kisah ini akan berakhir bagaimanakah ? Seorang anak perempuan yang menderita leukimia ternyata menyimpan suatu kisah yang memalukan di suatu perkampungan Itali.
Martha, 35 thn, adalah wanita yang menjadi pembicaraan semua orang. Ia dan suaminya Peterson adalah warga kulit putih, tetapi diantara kedua anaknya, ternyata terdapat satu yang berkulit hitam. Hal ini menarik perhatian setiap orang disekitar mereka untuk bertanya, Martha hanya tersenyum kecil berkata pada mereka bahwa nenek berkulit hitam, dan kakeknya berkulit putih, maka anaknya Monika mendapat kemungkinan seperti ini.
Musim gugur 2002, Monika yang berkulit hitam terus menerus mengalami demam tinggi. Terakhir, Dr. Adely memvonis Monika menderita leukimia. “Harapan satu-satunya hanyalah mencari pedonor sumsum tulang belakang yang paling cocok untuknya.” Dokter menjelaskan lebih lanjut. “Diantara mereka yang ada hubungan darah dengan Monika merupakan cara yang paling mudah untuk menemukanpedonor tercocok. Harap seluruh anggota keluarga kalian berkumpul untuk menjalani pemeriksaan sumsum tulang belakang.”
Raut wajah Martha berubah, tapi tetap saja seluruh keluarga menjalani pemeriksaan. Hasilnya tak satupun yang cocok. Dokter memberitahu mereka, dalam kasus seperti Monika ini, mencari pedonor yang cocok sangatlah kecil kemungkinannya. Sekarang hanya ada satu cara yang paling manjur, yaitu Martha dan suaminya kembali mengandung anak lagi. Dan mendonorkan darah anak untuk Monika. Mendengar usul ini Martha tiba-tiba menjadi panik, dan berkata tanpa suara “Tuhan..kenapa menjadi begini ?” Ia menatap suaminya, sinar matanya dipenuhi ketakutan dan putus asa. Peterson mengerutkan keningnya berpikir. Dr. Adely berusaha menjelaskan pada mereka, “saat ini banyak orang yang menggunakan cara ini untuk menolong nyawa para penderita leukimia, lagi pula cara ini terhadap bayi yang baru dilahirkan sama sekali tak ada
pengaruhnya. ” Hal ini hanya didengarkan oleh pasangan suami istri tersebut, dan termenung begitu lama. Terakhir mereka hanya berkata, “Biarkan kami memikirkannya kembali.”
Malam kedua, Dr. Adely tengah bergiliran tugas, tiba-tiba pintu ruang kerjanya terbuka, pasangan suami-istri tersebut. Martha menggigit bibirnya keras, suaminya Peterson, menggenggam tangannya, dan berkata serius pada dokter.
“Kami ada suatu hal yang perlu memberitahumu. Tapi harap Anda berjanji untuk menjaga kerahasiaan ini, karena ini merupakan rahasia kami suami-istri selama beberapa tahun.” Dr. Adely menganggukkan kepalanya. Lalu mereka menceritakan: “10 tahun lalu, Martha ketika pulang kerja telah diperkosa seorang remaja berkulit hitam. Saat Martha sadar, dan pulang ke rumah dengan tergesa-gesa, waktu telah menunjukkan pukul 1 malam. Waktu itu aku bagaikan gila keluar rumah mencari orang hitam itu untuk membuat perhitungan. Tapi telah tak ada bayangan orang satupun. Malam itu kami hanya dapat memeluk kepala masing-masing menahan kepedihan. Sepertinya seluruh langit runtuh.” Bicara sampai sini, Peterson telah dibanjiri air mata, Ia melanjutkan kembali . “Tak lama kemudian Martha mendapati dirinya hamil. Kami merasa sangat ketakutan, kuatir bila anak yang dikandungnya merupakan milik orang hitam tersebut. Martha berencana untuk menggugurkannya, tapi aku masih mengharapkan keberuntungan, mungkin anak yang dikandungnya adalah bayi kami. Begitulah, kami ketakutan menunggu beberapa bulan.
Maret 1993, Martha melahirkan bayi perempuan, dan ia berkulit hitam. Kami begitu putus asa, pernah terpikir untuk mengirim sang anak ke panti asuhan. Tapi mendengar suara tangisnya, kami sungguh tak tega. Terlebih lagi bagaimanapun Martha telah mengandungnya, ia juga merupakan sebuah nyawa. Aku dan Martha merupakan warga Kristen yang taat, pada akhirnya kami memutuskan untuk memeliharanya, dan memberinya nama Monika.”
Mata Dr. Adely juga digenangi air mata, pada akhirnya ia memahami kenapa bagi kedua suami istri tersebut kembali mengandung anak merupakan hal yang sangat mengkuatirkan. Ia berpikir sambil mengangguk-anggukka n kepala berkata “Memang jika demikian, kalian melahirkan 10 anak sekalipun akan sulit untuk mendapatkan donor yang cocok untuk Monika.” Beberapa lama kemudian,ia memandang Martha dan berkata “Kelihatannya, kalian harus mencari ayah kandung Monika. Barangkali sumsum tulangnya cocok untuk Monika.
Tetapi, apakah kalian bersedia membiarkan ia kembali muncul dalam kehidupan kalian ?” Martha berkata : “Demi anak, aku bersedia berlapang dada memaafkannya. Bila ia bersedia muncul menyelamatkannya. Aku tak akan memperkarakannya. ” Dr. Adely merasa terkejut akan kedalaman cinta sang ibu. Martha dan Peterson mempertimbangkannya baik-baik, sebelum akhirnya memutuskan memuat berita pencarian ini di koran dengan menggunakan nama samaran. November 2002, di koran Wayeli termuat berita pencarian ini,seperti yang digambarkan sebelumnya. Berita ini memohon sang pelaku pemerkosaan waktu itu berani muncul, demi untuk menolong sebuah nyawa seorang anak perempuan penderita leukimia ! Begitu berita ini keluar, tanggapan masyarakat begitu menggemparkan. Kotak surat dan telepon Dr. Adely bagaikan meledak saja, kebanjiran surat masuk dan telepon, orang-orang terus bertanya siapakah wanita ini. Mereka ingin bertemu dengannya, berharap dapat memberikan bantuan padanya.
Tetapi Martha menolak semua perhatian mereka, ia tak ingin mengungkapkan identitas sebenarnya, lebih tak ingin lagi identitas Monika sebagai anak hasil pemerkosaan terungkap. Seluruh media penuh dengan diskusi tentang bagaimana cerita ini berakhir.
Orang hitam itu akan munculkah?
Jika orang hitam ini berani muncul, akan bagaimanakah masyarakat kita sekarang
menilainya?
Akankah menggunakan hukum yang berlaku untuk menghakiminya Haruskah ia menerima
hukuman dan cacian untuk masa lalunya, ataukah ia harus menerima pujian karena keberaniannya hari ini ? Saat itu berita pencarian juga muncul di Napulese, memporakporandakan perasaan seorang pengelola toko minuman keras berusia 30 tahun. Ia seorang kulit hitam, bernama Ajili. 17 Mei 1992 waktu itu, ia memiliki lembaran terkelam merupakan mimpi terburuknya di malam berhujan itu. Ia adalah sang peran utama dalam kisah ini. Tak seorangpun menyangka, Ajili yang sangat kaya raya itu, pernah bekerja sebagai pencuci piring panggilan.
Dikarenakan orang tuanya telah meninggal sejak ia masih muda, ia yang tak pernah mengenyam dunia pendidikan terpaksa bekerja sejak dini. Ia yang begitu pandai dan cekatan, berharap dirinya sendiri bekerja dengan giat demi mendapatkan sedikit uang dan penghargaan dari orang lain. Tapi sialnya, bosnya merupakan seorang rasialis, yang selalu mendiskriminasikann ya. Tak peduli segiat apapun dirinya, selalu memukul dan memakinya. 17 Mei 1992, merupakan ulang tahunnya ke 20, ia berencana untuk pulang kerja lebih awal merayakan hari ulang tahunnya. Siapa menyangka, ditengah kesibukan ia memecahkan sebuah piring.
Sang bos menahan kepalanya, memaksanya untuk menelan pecahan piring. Ajili
begitu marah dan memukul sang bos, lalu berlari keluar meninggalkan restoran.
Di tengah kemarahannya ia bertekad untuk membalas dendam pada si kulit putih.
Malam berhujan lebat, tiada seorangpun lewat, dan di parkiran ia bertemu
Martha. Untuk membalaskan dendamnya akibat pendiskriminasian, ia pun memperkosa
sang wanita yang tak berdosa ini.
Tapi selesai melakukannya, Ajili mulai panik dan ketakutan. alam itu juga Ia menggunakan uang ulang tahunnya untuk membeli tiket KA menuju Napulese, meninggalkan kota ini.Di Napulese, ia bertemu keberuntungannya. Ajili mendapatkan pekerjaan dengan lancar di restoran milik orang Amerika. Kedua pasangan Amerika ini sangatlah mengagumi kemampuannya, dan penikahkannya dengan anak perempuan mereka, Lina, dan pada akhirnya juga mempercayainya untuk mengelola toko mereka.
Beberapa tahun ini, ia yang begitu tangkas,tak hanya memajukan bisnis toko
minuman keras ini, ia juga memiliki 3 anak yang lucu. Di mata pekerja lainnya
dan seluruh anggota keluarga, Ajili merupakan bos yang baik, suami yang baik,
ayah yang baik. Tapi hati nuraninya tetap membuatnya tak melupakan dosa yang
pernah diperbuatnya. Ia selalu memohon ampun pada Tuhan dan berharap Tuhan
melindungi wanita yang pernah diperkosanya, berharap ia selalu hidup damai dan
tentram. Tapi ia menyimpan rahasianya rapat-rapat, tak memberitahu seorangpun.
Pagi hari itu, Ajili berkali-kali membolak-balik koran, ia terus mempertimbangkan kemungkinan dirinyalah pelaku yang dimaksud. Sedikitpun ia tak pernah membayangkan bahwa wanita malangitu mengandung anaknya, bahkan menanggung tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga anak yang awalnya bukanlah miliknya. Hari itu, Ajili beberapa kali mencoba menghubungi no.Telepon Dr.Adely. Tapi setiap kali, belum sempat menekan habis tombol telepon, ia telah menutupnya kembali. Hatinya terus bertentangan, bila ia bersedia mengakui semuanya, setiap orang kelak akan mengetahui sisi terburuknya ini, anak-anaknya tak akan lagi mencintainya, ia akan kehilangan keluarganya yang bahagia dan istrinya yang cantik. Juga akan kehilangan penghormatan masyarakat disekitarnya. Semua yang ia dapatkan dengan ditukar kerja kerasnya bertahun-tahun.
Malam itu, saat makan bersama, seluruh keluarga mendiskusikan kasus Martha.
Sang istri, Lina berkata : : “Aku sangat mengagumi Martha. Bila aku diposisinya, aku tak akan memiliki keberanian untuk memelihara anak hasil perkosaan hingga dewasa. Aku lebih mengagumi lagi suami Martha, ia sungguh pria yang patut dihormati, tak disangka ia dapat menerima anak yang demikian.” Ajili termenung mendengarkan pendapat istrinya, dan tiba-tiba mengajukan
pertanyaan: “Kalau begitu, bagaimana kau memandang pelaku pemerkosaan itu ?”
“Sedikitpun aku tak akan memaafkannya !!! Waktu itu ia sudah membuat kesalahan, kali ini juga hanya dapat meringkuk menyelingkupi dirinya sendiri, ia benar-benar begitu rendah, begitu egois, begitu pengecut ! Ia benar-benar seorang pengecut !” demikian istrinya menjawab dengan dipenuhi api kemarahan.
Ajili mendengarkan saja, tak berani mengatakan kenyataan pada istrinya.
Malam itu, anaknya yang baru berusia 5 tahun begitu rewel tak bersedia tidur,
untuk pertama kalinya Ajili kehilangan kesabaran dan menamparnya. Sang anak
sambil menangis berkata :”Kau ayah yang jahat, aku tak mau peduli kamu
lagi. Aku tak ingin kau menjadi ayahku”. Hati Ajili bagai terpukul keras
mendengarnya, ia pun memeluk erat-erat sang anak dan berkata: “Maaf, ayah
tak akan memukulmu lagi. Ayah yang salah, maafkan papa ya.”Sampai sini, Ajili pun tiba-tiba menangis. Sang anak terkejut dibuatnya, dan buru-buru berkata padanya untuk menenangkan ayahnya : “Baiklah, kumaafkan. Guru TK ku bilang, anak yang baik adalah anak yang
mau memperbaiki kesalahannya. “Malam itu, Ajili tak dapat terlelap, merasa
dirinya bagaikan terbakar dalam neraka. Di matanya selalu terbayang kejadian
malam berhujan deras itu, dan bayangan sang wanita. Ia sepertinya dapat
mendengarkan jerit tangis wanita itu. Tak henti-hentinya ia bertanya pada
dirinya sendiri : “Aku ini sebenarnya orang baik, atau orang jahat ?”
Mendengar bunyi napas istrinya yang teratur, ia pun kehilangan seluruh
keberaniannya untuk berdiri. Hari kedua, ia hampir tak tahan lagi rasanya.
Istrinya mulai merasakan adanya ketidakberesan pada dirinya, memberikan
perhatian padanya dengan menanyakan apakah ada masalah Dan ia mencari alasan
tak enak badan untuk meloloskan dirinya. Pagi hari di jam kerja, sang karyawan
menyapanya ramah : “Selamat pagi, manager !” Mendengar itu,
wajahnya tiba-tiba menjadi pucat pasi, dalam hati dipenuhi perasaan tak menentu
dan rasa malu. Ia merasa dirinya hampir menjadi gila saja rasanya. Setelah
berhari-hari memeriksa hati nuraninya, Ajili tak dapat lagi terus diam saja,
iapun menelepon Dr. Adely. Ia berusaha sekuat tenaga menjaga suaranya supaya
tetap tenang : “Aku ingin mengetahui keadaan anak malang itu.”
Dr. Adely memberitahunya, keadaan sang anak sangat parah. Dr.Adely menambahkan
kalimat terakhirnya berkata :”Entah apa ia dapat menunggu hari kemunculan
ayah kandungnya.” Kalimat terakhir ini menyentuh hati Ajili yang paling
dalam, suatu perasaan hangat sebagai sang ayah mengalir keluar, bagaimanapun
anak itu juga merupakan darah dagingnya sendiri ! Ia pun membulatkan tekad
untuk menolong Monika. Ia telah melakukan kesalahan sekali, tak boleh kembali
membiarkan dirinya meneruskan kesalahan ini. Malam hari itu juga, ia pun
mengobarkan keberaniannya sendiri untuk memberitahu sang istri tentang segala
rahasianya. Terakhir ia berkata : “Sangatlah mungkin bahwa aku adalah
ayah Monika. Aku harus menyelamatkannya. ” Lina sangat terkejut, marah dan
terluka, mendengar semuanya, ia berteriak marah :”Kau PEMBOHONG !”
Malam itu juga ia membawa ketiga anak mereka, dan lari pulang ke rumah ayah
ibunya. Ketika ia memberitahu mereka tentang kisah Ajili, kemarahan kedua
suami-istri tersebut dengan segera mereda. Mereka adalah dua orang tua yang
penuh pengalaman hidup, mereka menasehatinya : “Memang benar, kita patut
marah terhadap segala tingkah laku Ajili di masa lalu. Tapi pernahkah kamu
memikirkan, ia dapat mengulurkan dirinya untuk muncul, perlu berapa banyak
keberanian besar. Hal ini membuktikan bahwa hati nuraninya belum sepenuhnya
terkubur. Apakah kau mengharapkan seorang suami yang pernah melakukan kesalahan
tapi kini bersedia memperbaiki dirinya, ataukah seorang suami yang selamanya
menyimpan kebusukan ini didalamnya ?” Mendengar ini Lina terpekur
beberapa lama.
Pagi-pagi di hari kedua, ia langsung kembali ke sisi Ajili, menatap mata sang
suami yang dipenuhi penderitaan, Lina menetapkan hatinya berkata : “Ajili,
pergilah menemui Dr. Adely ! Aku akan menemanimu !”
3 Februari 2003, suami istri Ajili, menghubungi Dr. Adely. 8 Februari, pasangan
tersebut tiba di RS Elisabeth, demi untuk pemeriksaan DNA Ajili. Hasilnya Ajili
benar-benar adalah ayah Monika. Ketika Martha mengetahui bahwa orang hitam
pemerkosanya itu pada akhirnya berani memunculkan dirinya, ia pun tak dapat
menahan air matanya. Sepuluh tahun ini ia terus memendam dendam kesumat
terhadap Ajili, namun saat ini ia hanya dipenuhi perasaan terharu. Segalanya
berlangsung dalam keheningan. Demi untuk melindungi pasangan Ajili dan pasangan
Martha, pihak RS tidak mengungkapkan dengan jelas identitas mereka semua pada
media, dan juga tak bersedia mengungkapkan keadaan sebenarnya, mereka hanya
memberitahu media bahwa ayah kandung Monika telah ditemukan. Berita ini
mengejutkan seluruh pemerhati berita ini. Mereka terus-menerus menelepon,
menulis surat pada Dr. Adely, memohon untuk dapat menyampaikan kemarahan mereka
pada orang hitam ini, sekaligus penghormatan mereka padanya. Mereka berpendapat : “Barangkali ia pernah melakukan tindak pidana, namun saat ini ia seorang pahlawan !”
10 Februari, kedua pasangan Martha dan suami memohon untuk dapat bertemu muka
langsung dengan Ajili. Awalnya Ajili tak berani untuk menemui mereka, namun
pada permohonan ketiga Martha, iapun menyetujui hal ini. 18 Februari, dalam
ruang tertutup dan dirahasiakan di RS, Martha bertemu langsung dengan Ajili.
Ajili baru saja memangkas rambutnya, saat ia melihat Martha, langkah kakinya
terasa sangatlah berat, raut wajahnya memucat. Martha dan suaminya melangkah
maju, dan mereka bersama-sama saling menjabat tangan masing-masing, sesaat
ketiga orang tersebut diam tanpa suara menahan kepedihan, sebelum akhirnya air
mata mereka bersama-sama mengalir.
Beberapa waktu kemudian, dengan suara serak Ajili berkata :
“Maaf…mohon maafkan aku ! Kalimat ini telah terpendam dalam hatiku
selama 10 tahun. Hari ini akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengatakannya
langsung kepadamu.” Martha menjawab :”Terima kasih kau dapat muncul.
Semoga Tuhan memberkati, sehingga sumsum tulang belakangmu dapat menolong
putriku”. 19 Februari, dokter melakukan pemeriksaan sumsum tulang
belakang Ajili. Untungnya, sumsum tulang belakangnya sangat cocok bagi Monika.
Sang dokter berkata dengan antusias : “Ini suatu keajaiban !”
22 Februari 2003, sekian lama harapan masyarakat luas akhirnya terkabulkan.
Monika menerima sumsum tulang belakang Ajili, dan pada akhirnya Monika telah
melewati masa kritis. Satu minggu kemudian, Monika boleh keluar RS dengan sehat
walafiat. Martha dan suami memaafkan Ajili sepenuhnya, dan secara khusus
mengundang Ajili dan Dr. Adely datang kerumah mereka untuk merayakannya.
Tapi hari itu Ajili tidak hadir, ia memohon Dr. Adely membawa suratnya bagi
mereka. Dalam suratnya ia menyatakan penyesalan dan rasa malunya berkata
:”Aku tak ingin kembali mengganggu kehidupan tenang kalian. Aku berharap
Monika berbahagia selalu hidup dan tumbuh dewasa bersama kalian. Bila kalian
menghadapi kesulitan bagaimanapun, harap hubungi aku, aku akan berusaha sekuat
tenaga untuk membantu kalian”.
“Saat ini juga, aku sangat berterima kasih pada Monika, dari dalam lubuk
hatiku terdalam, dialah yang memberiku kesempatan untuk menebus dosa. Dialah
yang membuatku dapat memiliki kehidupan yang benar-benar bahagia di saparoh usiaku selanjutnya. Ini adalah hadiah yang ia berikan padaku !”
( Italia post)
Tersebutlah, di suatu pulau kecil, tinggallah berbagai macam benda-benda abstrak.
Ada Cinta, Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan dan sebagainya.
Mereka hidup berdampingan dengan baik.
Namun, suatu ketika, datang badai menghempas dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu.
Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri.
Cinta sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tidak mempunyai perahu.
Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan.
Sementara itu air makin naik membasahi kaki Cinta.
Tak lama Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu.
"Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!" teriak Cinta.
"Aduh! Maaf Cinta!" kata Kekayaan, "Perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tidak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam.
Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahu ini."
Lalu Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi.
Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya.
"Kegembiraan! Tolong aku!", teriak Cinta.
Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta.
Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang.
la kian panik.
Tak lama lewatlah Kecantikan.
"Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!", teriak Cinta.
"Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut.
Nanti kamu mengotori perahuku yang indah ini," sahut Kecantikan.
Cinta sedih sekali mendengarnya.
la mulai menangis terisak-isak.
Saat itu lewatlah Kesedihan.
"Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu," kata Cinta.
"Maaf, Cinta. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja..." kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya.
Cinta putus asa.
la merasakan air makin naik dan akan menenggelamkannya.
Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara,
"Cinta! Mari cepat naik ke perahuku!"
Cinta menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya.
Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air
menenggelamkannya. Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi.
Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang menyelamatkannya itu.
Cinta segera menanyakannya kepada seorang penduduk tua di pulau itu,
siapa sebenarnya lelaki tua tadi.
"Oh, orang tua tadi? Dia adalah Waktu." kata orang itu.
"Tapi, mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya.
Bahkan teman-teman yang mengenalku pun enggan menolongku" tanya Cinta heran.
"Sebab," kata orang itu,
"Hanya Waktu-lah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu"
8) 8) 8)