It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Chris begitu mencintai wanita yang ditemuinya di kampus tempat kuliahnya 3 tahun lalu. Dan kini setelah selesai kuliah Chris segera melamar Anita. Sebelum itu, ayah Chris memintanya untuk menjenguk omanya sekaligus meminta restu darinya. Omanya yang sudah berumur tujuh puluh tahun itu tidak mau tinggal bersama mereka dengan alasan memelihara perkebunan.
Terlihat seseorang menyambut mereka di depan pintu pagar yang terbuka. Seorang bapak berumur sekitar lima puluh tahun membungkuk memberi hormat kearah mereka.
“Selamat datang, tuan…. Saya senang bertemu kembali dengan anda…” kata pria itu sopan.
Chris tersenyum sambil memeluk pundak lelaki itu. Anita menyalaminya.
“Senang bertemu dengan anda lagi, pak simon… bagaimana kabar keluarga bapak?”
Pria itu tercekat. Dipandanginya Chris dengan heran. Sesuatu hinggap dipikirannya. Tuan Chris mengenal aku…. Dia tau keluarga aku… dia juga pasti ingat…. Ah, tidak mungkin, batinnya. Pria itu menjauh sambil pamitan kepada Chris dan Anita.
Seorang perempuan tua menyambut mereka di depan pintu dengan kedua lengannya terbuka. Chris mempercepat langkahnya memeluk omanya yang sudah lama dirindukannya. Sudah setahun mereka tidak bertemu. Terakhir kali omanya ke rumahnya itupun hanya seminggu trus balik lagi ke kampung. Omanya melirik kearah Anita yang disamping Chris. Ditatapnya dalam-dalam sambil mengulurkan kedua tangannya juga. Anita dengan ragu memeluk wanita itu.
“Anita…. Cantik…” puji omanya.
Anita hanya tertunduk sambil tersenyum.
“Terma kasih oma….”
“Yuk masuk ke dalam…..” Ajak omanya.
Suasana rumah itu begitu kuno bagi Chris dan Anita. Banyak sekali kamar dalam rumah itu. Terlihat lampu minyak masih tergantung di hampir setiap dinding ruangan. Meskipun sudah ada lampu listrik. Buat jaga-jaga, kata omanya.
Omanya menempatkan Chris di kamar kedua dari belakang. Sedangkan Anita mendapat kamar disamping kamar omanya. Sebelum memasuki kamarnya, Chris menatap kearah kamar yang paling belakang yang pintunya telihat lain. Semua pintu sudah di cat tetapi pintu itu tidak. Ada coretan-coretan seperti coretan anak kecil disitu. Ada juga tulisan yang paling mencolok terlihat berbentuk initial seseorang. “CR”, kayak initial namanya, “Christian Rudolf”. Chris mengerutkan keningnya.
“Perasaan… aku gak pernah tinggal disini. Aku kan besarnya di kota..” gumamnya.
Tapi sesuatu yang janggal kembali muncul di pikirannya.
“Seandainya aku besar di kota… kenapa aku tidak ingat sama sekali masa laluku sampai aku selesai SMA? Kata papa, aku mngalami kecelakaan sehingga lupa sama masa laluku.. apa itu mungkin?”
Chris mengusap bekas luka diatas pelipisnya yang meninggalkan bekas yang menonjol. Tetapi bekas luka itu tidak mengurangi ketampanannya. Malah makin kelihatan jantan.
Dibaringkannya tubuhnya di kasur yang lumayan empuk itu. Matanya dipejamkan sambil tangannya membuka kacamatanya dan meletakkannya di meja kecil samping tempat tidur. Sebenarnya dia ingin melihat Anita di kamarnya. Tapi tubuhnya terlalu capek untuk digerakkannya karena dia menyetir mobil selama empat jam.
“jangan pegang disitu.. geli tau!!!!” Kata Chris.
“Gimana gue masangin talinya kalo gak megang perut kamu…aneh ah!!!” kata anak lelaki itu.
Anak itu melingkarkan daun nyiur yang di rajut membentuk pelindung dari pinggang sampai ke bawah. Chris hanya mengenakan celana pendeknya tanpa baju. Lehernya juga dipasangkan nyiur berbentuk kalung. Dikepalanya dipasangkan mahkota dari daun nyiur juga. Lengkap sudah pakaian “kebesaran” dikenakan Chris.
“Udah… skarang kamu kelihatan cakep… wahai paduka raja… siap berangkat ke kerajaan… semua teman-teman kelas sudah menunggu…”
Chris tersenyum. Mereka berjalan kearah sekolah yang hendak mementaskan sebuah drama Natal. Anak lelaki itu berbisik sesuatu di telinga Chris.
“Jangan lupa dialognya…. Lagunya nanti aku nyanyiin dari belakang panggung aja. Kamu tinggal komat-kamit aja… ngerti kan?”
Chris mengangguk. Anak lelaki itu tersenyum sambil menjauh.
“Sttt…!!! Kesini…” panggil Chris.
Dengan cepat Chris memeluk leher sahabatnya itu dan mendaratkan ciumannya di pipinya.
“Akhh…..!!! sialan lo…” wajah anak itu memerah sambil mengusap pipinya dengan lengan bajunya.
Chris terkekeh melihatnya.
“Doakan aku ya, Joe….” Kata Chris sebelum naik ke pentas. Anak lelaki itu hanya tersenyum. Chris merasakan sesuatu yang sepertinya membuat dia tidak ingin melepaskan pandangannya dari temannya itu. Dengan perlahan dia menaiki tangga demi tangga ke atas panggung pertunjukan. San sesaat sebelum dia menghilang di panggung, dia sempat melihat anak itu membalikkan badannya lalu pergi. Chris hendak mengejarnya. Tapi….
“Chris…..!! ayo bangun… makan malam udah siap. Oma udah nunggu tuh…”
Terdengar suara di pintu membangunkannya. Itu suara Anita. Chris terduduk di samping tempat tidurnya. Memasang kacamatanya lagi dan berdiri. Dalam hatinya merasakan sesuatu yang lain yang terkubur dalam-dalam dan susah baginya untuk membukanya kembali.
Terlihat omanya terbatuk. Anita mengambil tisue dan air putih dan menyerahkannya ke oma. Terlihat oma meneguk beberapa tegukan air putih.
“Itu kamar yang sudah nggak terpakai lagi. Makanya oma kunci saja… kamarnya kosong, kok…”
“Tapi semalam aku denger sepertinya ada orang di kamar itu, oma…”
Omanya kembali terdiam sesaat.
“Nanti oma nyuruh pak simon buat ngecek. Udah banyak tikusnya rupanya kamar itu..”
Jawaban omanya tidak membuat Chris puas. Dia tetap mencurigai sesuatu di kamar itu. Dan bunyi jendela kamar yang terbuka iyu. Mereka kemudian menuju kearah ruang tengah. Omanya kemudian pamitan untuk mencari pak Simon. Diam-diam Chris mengikuti dari belakang. Terdengar perbincangan diantara mereka. Suara mereka hampir tidak kedengaran. Untung saja suasana disini yang begitu senyap membuat Chris bisa mendengarkan percakapan mereka.
“Udah saya bilang.. Chris mau datang kesini.. jangan biarin anakmu keluyuran. Cuman beberapa hari saja, kalo Chris udah pulang baru kamu biarin dia keluyuran lagi…”
“Iya, bu… saya udah mengurung dia di rumah, tapi dia melompat lewat jendela. Apalagi udah menjelang natal gini. Banyak anak-anak nyanyi membuatnya nggak tenang…”
“Ya sudah… kamu usahakan saja biar dia gak keluyuran lagi…”
“Baik, bu…. Saya nggak akan biarin Joe keluyuran lagi…”
Deg!!
“Joe..?”
Kening Chris berkerut. Namanya seperti nama anak itu di mimpinya. Apa nama itu cuman kebetulan saja? Atau ada hubungannya dengan mimpi-mimpinya? Batin Chris penasaran.
Ditemani pak Simon, Chris dan Anita berjalan menelusuri perkebunan kelapa yang berbuah lebat.
“Kenapa sampai opa dan oma memilih kelapa untuk di tanam?” Terdengar pertanyaan anita ke pak Simon. Chris memalingkan kepalanya ke arah kiri kanannya.
“Pohon kelapa itu semuanya berguna. Mulai dari daunnya, bisa untuk membuat atap rumah. Kerangka daunnya bisa dibuat sapu lidi. Buahnya, mulai dari sabutnya bisa dibuat sapu rumah, tempurung kelapa bisa dibuat hiasan, tempat makan, bahkan bisa dibuat bara untuk tungku. Isinya untuk dibuat minyak kelapa, ada juga yang dijual berbentuk kopra. Batang kelapanya juga berguna, karena sering di ekspor sebagai papan untuk bahan rumah.. makanya nggak ada ruginya kalo bertanam kelapa…” jelas pak simon.
Chris memandang kearah bukit yang tak jauh dari rumah neneknya. Terlihat sebuah rumah mungil terbuat dari beton, tetapi catnya sudah agak kusam. Terlihat Chris sepertinya memikirkan sesuatu.
“Aku…. Aku ingat tempat ini….” Kata Chris.
Anita memandangnya. Pak simon terlihat kaget.
“Aku pernah kesini sebelumnya… benar kan, pak Simon?”
“O… Tentu saja… kamu pernah kesini.. tapi dulu… waktu masih kecil…” jawab pak Simon dengan suara terbata-bata.
“Nggak… aku ingat pernah main seluncuran dari atas bukit itu setiap hari.. itu rumah pak Simon, kan? Kayaknya… aku sekolah disini… dan sekolahku disana…” kata Chris lagi sambil menunjuk ke arah sebelah kiri bukit.
Anita memandangi Chris dengan tatapan aneh. Pak Simon hanya terdiam. Tidak ada suara terdengar.
“Udah sore… sebaiknya kita kembali saja…” Kata Anita memecah suasana.
“Tapi aku pingin liat perkampungan di sebelah sana..” Kata Chris dengan nada penasaran.
“Besok saja kita kesana. Kan masih seminggu kita disini… masih banyak waktu, Chris…”
“Iya tuan Chris… besok saja… takutnya pulangnya keburu gelap nanti…”
“Baiklah…”
Mereka kemudian berjalan pulang menuju ke rumah omanya.
Setelah makan malam, mereka berbincang lagi di ruangan tengah. Dan kemudian menuju ke kamar masing-masing.
Malam itu, Chris memikirkan lagi kejadian-kejadian aneh yang terjadi. Kamar disebelahnya, percakapan omanya dan pak Simon, rumah di bukit itu… sepertinya berada di memori Chris tapi terpendam dalam-dalam.
“Apa ada hubungannya dengan memori masa kecilku yang hilang? Apa mereka semua membohongiku? Tapi untuk apa mereka menyimpan semuanya itu dariku?” gumam Chris ketika dia membaringkan tubuhnya ke tempat tidur.
“Besok akan aku cari jawabanya… pertama akan kutanya ke oma.. baru ke pak Simon..”
Krieeetttt….!!
Terdengar suara jendela dibuka. Chris melompat dari tempat tidurnya. Tetapi dilihatnya jendela kamarnya masih tertutup. Lalu, jendela mana yang terbuka? Oh, jendela di kamar sebelah!! Batinnya.
Chris perlahan membuka jendela kamarnya tanpa suara. Untunglah jendela kamarnya tidak mengeluarkan bunyi waktu dibuka. Chris menjulurkan kepalanya kearah kamar sebelah.
Benar saja… jendela itu terbuka!!! Dan terlihat samar-samar bayangan lampu lilin atau lampu minyak yang terpantul keluar kamar. Dengan mengendap Chris keluar dari kamarnya melalui jendela. Rasa penasarannya mengalahkan rasa takutnya. Dengan perlahan Chris mengintip isi kamar itu. Dengan disinari beberapa lampu lilin yang terlihat diatas lemari menari kesana kemari dipermainkan angin malam Chris akhirnya bisa melihat isi kamar itu. Mulai dari rak buku itu..
“Aku tau rak buku itu….” Bisiknya dalam hati.
Chris melihat lagi ke dinding sebelah kiri. Terlihat sesuatu menggantung di dinding itu.
“Aku tau ketapel itu….”
Chris berpindah kesebelah kanan dinding terlihat sebuah meja belajar yang masih tersusun rapi. Seseorang menelungkupkan kepalanya di meja itu. Kedua tangan orang itu diletakkan diatas kepalanya. Sayup-sayup terdengar suara nyanyian. Nyanyian itu yang didengarnya malam sebelumnya.
Silent night….
Holy Night…
All is calm..
……..
“Siapa kamu?..” keluar juga suara Chris yang seketika itu juga menghentikan suara nyanyian itu.
Terlihat cahaya lilin seketika itu juga padam. Kemudian Orang itu melompat keluar dari jendela. Dengan hanya diterangi cahaya bulan, chris bisa melihat orang itu sepertinya memungut sesuatu dari tanah. Chris bersiap menghadapi serangan orang itu.
“Joe, jangan!!!!” terdengar suara seseorang yang lain. Chris mengenal suara itu. Itu pak Simon.
“Sudah kubilang jangan keluar dari kamarmu… atau kurantai kamu lagi agar nggak bisa kemana-mana lagi..”
Chris melihat orang itu melepaskan pegangannya tadi ketanah. Untung saja ada pak Simin, pikirnya.
“Maafkan kelakuan anakku, tuan… dia agak sedikit…” Terdengar suara pak Simon tergetar.
“Terganggu pikirannya…” sambungnya.
“Iya pak, nggak apa-apa…” Jawab Chris sepertinya mengerti kesedihan pak Simon.
“Kenapa… dia seperti itu…” tanya Chris ragu-ragu.
“Kalo boleh tau sih…”
Pak simon terdengar menghela napas panjang.
“Kecelakaan, tuan…. Terjadi sekitar lima tahun lalu… setelah dia lulus SMA..” jawab pak Simon.
Chris memandang pak Simon. Lima tahun lalu? Setelah lulus SMA? Kenapa bisa sama? Kenapa aku juga tidak bisa mengingat kejadianku sampai selesai SMA? Batin Chris
ternyata qq itu marvelblue, pantes gaya bahasanya sama-sama enak dinikmat.
cerita bayu dan tristannya kok nggak di lanjutin sih marvel, padahal gue suka bener tuh ama ceritanya. sayang terputus....
atau cerita ini perwujudan bayu dan tristan besar ya?
karena karakternya hampir mirip tuh
oo...ow..
bayu & tristannya kan udah kamu lanjutin padahal udah ada lanjutannya lho.. ga jadi di posting deh...
salam.
(biar marvel kepancing ngelanjutin)
jd kelanjutan versi asli ya udah ada ya.
asik.....!
ditunggu tuh poshtingngannya
sukses selalu
**dito**