Maret 2005
Intro into Sunshine
Malam yang melelahkan karna sering lembur akhirnya kuhabiskan di Darmanet, Margonda. Mengklik MiRC untuk mencoba peruntungan dan join di #gim room, saya pilih nickname Depok-Freeze. Ya, saya selalu memilih satu kata untuk menggambarkan feel yang saya rasakan saat itu, dan freeze cukup mewakili hari itu. Dingin, kelam, dan sendirian.
Diiringi chat dengan beberapa user di Depok (yang sebisa mungkin saya hindari), akhirnya saya pun mencoba mengalihkan lokasi ke daerah Jakarta Selatan. Merunut satu persatu nicknamenya (dan saya selalu menghindari nickname-nickname instan seperti Just_ONS, ML_NOW dst), hingga akhirnya saya temukan satu nickname yang ‘sangat biasa’ dan mungkin akan forgettable buat banyak orang-Jkt-Cool-Santai. Saya pun coba membuka percakapan dengannya:
Depok-Freeze : Hi
Jkt-Cool-Santai : Hi juga
Depok-Freeze : di mana?
Jkt-Cool-Santai : Depok now. Kamu?
Nicknamenya Jakarta tapi sekarang di Depok. Sounds interesting.
Depok-Freeze : Pasti depok. Lagi ngapain?
Jkt-Cool-Santai : Just cruising around after study
He challenge me to chat in English. Dare I?
Depok-Freeze : Hmmm sounds interesting, cruising in the place like this LOL
Jkt-Cool-Santai : Haha.. I can’t figure it out better place rite now
Depok-Freeze : ic. Mind to intro?
Jkt-Cool-Santai : Im 30/177/66. you?
Depok-Freeze : 25/170/63 sounds ABG, isn’t it?
Jkt-Cool-Santai : no problem
Depok-Freeze : Do you have pic?
Jkt-Cool-Santai : I don’t have it.
Wew biasanya kalo saya ketemu orang yang nggak ada pic, langsung bubbai tapi gak tau untuk orang ini saya tetep chat.
Depok-Freeze : OK, kamu cakep?
I know, pertanyaan yang norak. Tapi gw pengen ngukur seberapa pede dan narsis orang ini.
Jkt-Cool-Santai : Kata orang sih begitu.
Hahaha... gw sering dapet jawaban dua titik ektrim, ada yang langsung jawab “Yup” atau jawab sebaliknya “jelek”. Tapi jawaban dengan mengatasnamakan orang lain gw pikir ini hal baru.
Depok-Freeze : Haha... So gw akan coba bandingin elo dengan siapa ya?
Jkt-Cool-Santai : Dengan Sena aja.
Depok-Freeze : Sena who?
Jkt-Cool-Santai : Im Sena, by the way.
Depok-Freeze : Hei Sen, gw Dito. What r u doing in Depok?
Jkt-Cool-Santai : Im studying.
Depok-Freeze : Where?
Jkt-Cool-Santai : UI psychology faculty.
Depok-Freeze : Hmmm great, I always love psy-man hahaha
Jkt-Cool-Santai : LOL
Depok-Freeze : What do u look alike?
Jkt-Cool-Santai : Hmmm item, kurus, tapi menyenangkan
Depok-Freeze : hahaha. Mau chat di kos aku nggak?
Jkt-Cool-Santai : Boleh aja. Di mana?
Depok-Freeze : Kukusan kelurahan
Jkt-Cool-Santai : ic. Mau ketemu di mana?
Depok-Freeze : Di halte Pocin aja.
Jkt-Cool-Santai : Oke. Your number?
Depok-Freeze : 0.8.1.3-XXXX XXXX
Jkt-Cool-Santai : 0.8.1.3-XXXX XXXX
Atas dasar intuisi, akhirnya gw pun langsung log out dari Darma dan meluncur ke halte Pocin. Sepanjang perjalanan ke halte UI gw mikir sedesperate itukah gw sampe mau ketemu orang yang gak jelas pic nya. Well, at least he is well educated kan? Hati gw meyakinkan.
Sebelum gw naik bis kuning, gw coba telepon dia dan emang aktif.
“Hei Sen, udah di mana?”
“Hei Dit, udah di halte nih, baru aja nyampe”
“OK, gw on the way ke situ ya?”
Sepanjang jalan halte UI ke halte Pocin hati gw udah berdebar-debar. Gw dah sering blind date, tapi gak pernah seberdebar ini. “Kata orang sih cakep” bagi gw ini nunjukkin kalo orang ini pede. Akhirnya sesampai di halte Pocin, gw langsung melongok di halte turun Pocin, tapi tak menemukan seorang pun, sampai gw memicing mata ke halte sebrang. Di sana, telah duduk seseorang yang dengan tenangnya membaca novel (yang setelah gw tau kemudian The Alchemist-Paulo Coelho), tinggi, proporsional, berkumis dan berjambang, dan senyumnya ketika ia melihatku. Im drown.
He has beautiful eyes and his smile melts everythin.
Gw ulurkan tangan gw dan bersalaman (jabatannya hangat dan erat).
“Dito ya?” tanyanya langsung.
“Yup, Sena?” Dalam hati gw ingin berteriak karna wajahnya adorable... so full of charism. I dunno why tiba-tiba hati gw menghangat.
Setelah berbasa-basi sejenak, gw pun menawarkan dia untuk ngobrol di kos (gw dah janji kan?), yang akhirnya kita nunggu bis kuning selanjutnya. Selama ngobrol dengan Sena, gw nggak bisa melepaskan padangan gw dari mata elangnya, dan kumis-jambangnya yang membuat dia manly abis. Sampai akhirnya kita tiba di kos aku, di belakang Kelurahan. Sepi karna di samping kanan kiri kos aku masih tak ada penghuninya. Akhirnya ia pun menurunkan ranselnya dan kita ngobrol sambil menonton TV.
Sepanjang obrolan gw sungguh-sungguh berharap dia mau stay di kos gw (tapi gw gak berani ungkapin). Ntahlah apa yang akan terjadi, tapi gw pingin dia stay. Tapi dia tetep menunjukkan keinsistannya dengan bilang bahwa dia harus pulang ke Casablanca karna belum izin sama adiknya. Jam 12 man! Naik apa ke sana runtuk hatiku. Tapi karna udah terlalu malam ia pun mengambil ransel dan bersiap untuk pulang.
“Nggak nginep aja Sen” berjudi aku.
“hmmm ok” jawabnya singkat.
OMG, jadi dia nunggu pertanyaan itu. Damn you, Sen!
Akhirnya kita pun bersih-bersih badan dan ia mengambil tempat di permadani, aku di atas kasur. Hingga aku pun berinisiatif untuk mengajaknya ke atas, ia tidak keberatan. Tidak fren, entah mengapa gw gak bisa seberani itu untuk ngajak ML (padahal jelas-jelas dia gak keberatan), tapi cuman satu tanganku yang kuhinggapkan di dada dia sambil kuucap “Sleep thight, Sen”. And his answer is “Rest well, Dit”. Sampai lima menit pertama yang gw rasain adalah kekuatan cologne dia (mabuk man gw ngehirup deket-deket) hingga akhirnya tangan dia pun memeluk punggungku erat.
Yang kudengar adalah dia menarik nafas panjang-panjang...
Comments
Lnjt dunk.
“Kenapa Kang? Nggak nyaman ya?” sesaat aku mengamati wajahnya setelah hembusan nafas-nafas panjangnya.
“Enggak koq, It feels ok with me” yakinnya dengan mengembangkan senyum yang senantiasa menghiasi wajahnya.
“Just try to sleep, ok? You need to catch your bus at 4.30” sambungnya pelan.
“Thanks, Kang” jawabku.
Dikarenakan besok aku harus bangun pagi sekali (yap, bus aku tepat harus aku datangi jam 4.30 di depan Panasonic, Cimanggis; Otherwise, aku akan tertatih-tatih mencari omprengan ke Cikarang), mataku pun tak sanggup menahan kantuk lebih lama lagi.
Tepat jam 4.30, weker yang sengaja kupasang di tengah-tengah lantai (mau nda mau aku harus bangun terlebih dahulu sebelum mematikan suara berisiknya), aku terbangun. Posisi tidur kami pun tidak banyak berubah, Kang Sena tetap memeluk tubuhku dengan nyamannya. Ketika aku lihat matanya, aku yakin semalaman dia nggak tidur.
“Udah bangun, Dit?” Sapanya pelan (kembali dengan senyum mautnya).
“Masih ngantuk, Kang” gumamku malas. “Kang, matiin wekernya dong?” Heranku karna suara berisiknya sama sekali nggak mengganggunya.
“Nggak ah, kan kamu yang nyalain” ledeknya. Mau tak mau dengan muka bersungut-sungut aku bangun dan mematikan weker sialan itu. Spontan aku pun menerima handukku yang dilempar oleh Kang Sena dengan mengacak-ngacak rambutku.
“Iseng!” Sahutku.
“Biarin, dah mandi sana, kalo telat aku nggak tanggung loh” dia mengingatkan.
Akhirnya aku pun ngeloyor pergi ke kamar mandi, dan menyalakannya. Sembari menunggu air penuh aku pun mengamati Kang Sena yang sedang menyender di kepala kasur sambil baca novelnya.
“Penting ya Kang baca jam segini?” tanyaku tak acuh.
“Penting Dit. Jam-jam dinihari seperti ini adalah jam-jam ketika kita mudah memasukkan materi bacaan” jawabnya panjang lebar.
“Siap, pak dosen” candaku. Dia hanya cengengesan.
“Tidur jam berapa tadi malam, Kang?” tanyaku kembali.
“Nggak tidur” jawabnya sekenanya. “Hah? Kenapa gak tidur?” protesku.
“Ya abis enak aja ngeliat wajah kamu yang pulas. Capek banget ya?” jawabnya kembali.
“Iya, kemarin lembur sampai jam 9 malam. Biasa mau evaluasi tri wulan” uraiku. Mendengar air di bak sudah penuh, aku pun langsung ngeloyor pergi.
Setelah menyabuni tubuh ini dengan Gatsby Floral (aku suka bau kayu-kayuannya), aku pun memakai baju seragamku dan langsung beberes sebentar sebelum akhirnya aku mengunci pintu kos.
Sepanjang perjalanan menuju ke pangkalan ojek, kita nggak banyak bicara. Tapi memang hati aku saat itu hanya merasakan kenyamanan yang luar biasa (ini kali pertama aku merasakannya).
Akhirnya kita pun sampai di jalan Margonda, sebelum akhirnya aku menyetop 112 untuk langsung mengejar bus jemputan keparat itu. Melihatnya tersenyum ketika aku menaiki angkot, aku hanya berfikir inikah orang yang aku cari-cari itu.
Tak lama kemudian, sebuah sms pun diterima handponeku.
“Thanks for the night. You are such a lovely individual” Kang Sena melayangkan sms ternyata (padahal inginnya aku duluan).
“You’re very welcome, Kang. Hati-hati dalam perjalanan ke Bandung ya” balasku tulus.
“Yupe, have a great day, Dit” jawabnya.
Sepanjang hari aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi ke kerjaan, semuanya buyar oleh lamunanku akan Kang Sena. Tutur katanya yang hangat, sinar matanya yang tegas.. pasti banyak yang mengejarnya. Apakah ia sudah punya pacar?
Tiba-tiba sebuah sms masuk, dari Kris:
“Malam ini boleh main ke kos elo? Ada yang pengen gw omongin sama elo”