Jumat, 25 Juli 2008 | 12:46 WIB
YOGYAKARTA, JUMAT - Pemerintah dan para orangtua harus terus mewaspadai perilaku anak di depan komputer, apalagi anak-anak yang menggunakan fasilitas social networking dan chatting. Sebab, data yang ada menunjukkan, child abuse yang tertinggi berada di Asia Pasifik dan setiap tahun meningkat di Indonesia. Hal ini menjadi fokus perhatian unit Cyber Crime di Mabes Polri.
Menurut Wakil Ketua Indonesia Security Insident Responses Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) Salahuddien, internet saat ini sudah masuk ke rumah-rumah, bahkan anak TK pun sudah menggunakan internet. Beberapa ABG yang belum cukup umur bahkan sudah menggunakan beberapa jejaring sosial yang memiliki batasan umur pengguna dan ini menjadi celah bagi para predator anak.
"Sialnya, orang-orang yang jahat sudah terlebih dahulu memanfaatkan celah itu dibanding orang-orang yang perhatian terhadap keamanan anak-anak kita. Jadi kita terlambat sehingga di internet ada yang dinamakan chid abuse. Ada secara fisik, ada secara psikologis, ada seksual," ujar pria yang akrab dipanggil Didin itu.
Menurut data ID-SIRTII, proporsi kasus yang sering terjadi di internet terhadap anak adalah pembiaran sebanyak 54 persen, fisik (22 persen), seksual (8 persen), perlakuan yang tidak pantas secara emosional (4 persen), dan bentuk lainnya (12 persen).
Para pelaku yang sering memanfaatkan celah-celah ini, terutama adalah kaum paedofil dan mereka yang bergerak dalam bisnis pornografi. "Anak begitu lugunya, begitu kenal seseorang di internet, disuruh buka baju lewat webcam, chatting, 'Ah kamu kan enggak saya apa-apain. Saya cuma pengin lihat aja kok, kelihatannya lucu. Berani enggak kamu? Akhirnya dilakukan. Itu dieksploitasi, kemudian masuk ke industri dan diperdagangkan, dan itu bisnis yang luar biasa besar," ujar Didin.
Celah dalam internet ini pula yang memungkinkan terjadinya eksploitasi anak secara langsung dan trafficking. Anak-anak dijebak, diculik, kemudian dibawa ke tempat lain. Kasus terbaru, menurut Didin, anak-anak di sejumlah daerah di Jawa Barat dijebak di warnet kemudian dibawa ke Sumatra dan dijadikan pekerja seks.
Para predator ini umumnya juga memiliki komunitas tertutup untuk berbagi informasi, menyediakan akses, saling membantu, berjejaring secara internasional, dan juga menyebarkan material pornografi. "Mereka punya milis, forum, blog sendiri, saling berkomunikasi mengenai anak-anak mana yang bisa dijebak, seperti kasus warga negara Jerman dan Australia di Bali. Mereka mendapatkan informasi dari penghubung yang di sini (Indonesia) itu dari internet," ujar Didin.
Menurut Didin, Indonesia dan Thailand adalah surga para predator kelas dunia. Seorang warga negara Amerika pernah ditangkap karena membawa material pornografi dari Thailand. Di Thailand, dirinya mengumpulkan anak-anak di bawah umur, memotret mereka dalam keadaan tidak lazim, dan foto mereka dibawa ke Amerika. "Di Amerika, disebarkan ke komunitasnya karena dia paedofil," ujar Didin.
Didin mengatakan hal ini karena lemahnya pengawasan pemerintah, sekolah, dan orangtua terhadap perilaku anak di internet. Apalagi dengan budaya positive thinking yang 'dimanfaatkan' oleh para predator itu. "Orang kita itu gimana ya. Misalnya datang orang asing, dibantu disekolahkan, ternyata seperti itu," katanya.
Comments
(atttuuuuutttt..........xixiixixiixixiii)
tentu tidak !
*sambil nenteng obat cacing lokal*
(ato lg cacingan? Yahhh ga bisa deh.....xixixiixixixiixixi)
bukan
tapi wat di iming2in ke anak2 kecil itu
( bang ega modus operandinya selangkah lebi maju, LOL)
(nahhh lhooooo kok???..........................xiixixixiixiixixi)
Eke suplier obat cacingnya....lol
Merekakn masi panjang umurnya.. masi polos... masa dah ngalamin hal2 yg buruk kyk gtu..