It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
lg banyak kerjaan ya?
<ngambek mode on>
Mo 2 kek, mo 1, mo 3 g pntg bgt.......! Yg pntg uploadnya cptan klo bsa skrg.......!
Ayo donk bro, g blh loh bwt org mati penasaran ntar loe dihantui arwah penasaran.....! Serem kan....?
:evil:
:shock:
Untuk yg Baca tolong kasih komen dan/atau Ikut poling. lebih dari 3000 pembaca masa yg komen segitu aja. Yg Voting cuma 15 orang. males bnget dh.
Gw mau komen dulu sebelum ikut polling nya.
1. Lama banget sih upload satu episode ke episode berikutnya? Apa gak bisa secara teratur seminggu sekali? Atau setiap hari layaknya sinetron kejar tayang di tv? He he he...
2. Ceritanya enak dibaca, gak bikin gw pusing juga..
3. Terus upload ceritanya ya!
S O R E I N I !
Selain itu biar Thread gw selalu diatas n gak tenggelem.... hehehe....
Episode 6 : Di Kamar Rafael
Gua sedang mengerjakan tugas-tugas gua di labtop diperpustakaan kampus yang sangat nyaman. Tidak banyak orang yang sedang berada disana, membuat gua bisa mengerjakan tugas dengan lebih tenang dan tentram. Karena mendekati UTS seperti biasa, tugas-tugas bakalan mulai berdatangan dan mahasiswa bakalan mulai kewalahan.
Gua sedang mengetik cepat ketika Rafael menghampiri gua. Pagi itu dia tampak ganteng dan gagah. Membuat gua tambah cinta aja sama tuh cowok. Dia dan gua sudah bersahabat sekarang. Kita serasa sudah berkenalan sejak kecil karena akrab banget. Itu juga karena usaha keras gua yang proaktif berteman dengan dia.
“Ga, lagi ngapain lo?” Rafael bertanya sambil duduk dikursi disebelah gua.
“Lagi ngerjain tugas gua.” jawab gua sambil terus mengetik.
“Ooooh, eh entar gua liat ya. Eehmmm... tapi gua gak bawa flash disk nih. Jadi gak bisa kopi tugas lo.”
“Lah, kan tugasnya indiviu, Raf.” Kata gua, bukannya gua pelit bagi-bagi tugas. Sama sekali tidak. Tapi kan ini tugas individu dimana pengerjaanya merupakan hasil pemikiran sendiri, bukan berupa jawaban yang sudah ditentukan. Jadi kalo jawaban gua sama dengan dia kan dosen curiga.
“Gue tauk. Tapi gua Cuma pengen liat contoh aja. Gua emang bakalan pake jawaban sendiri, tapi gua Cuma pengen liat contoh aja.” Kata Rafael.
“Oooooh... ya udah boleh sih. Tapi gua juga gak bawa flash disk tuh.”
“Yaaaah...” Rafael mendesah kecewa. “Eh, gimana kalo elo kekostan gua. Biar dikopi dari labtop langsung.”
“Boleh.”
“Oke. Pulang kampus ya.” kata Rafael.
Kita kemudian meninggalkan perpustakaan 10 menit kemudian. Ketika jam kelas pertama dimulai.
***
Sore Hari.
Tempat kos Rafael tidak terlihat seperti kosan pada umumnya. Kostannya tampak mewah, sebuah rumah besar yang berisi banyak kamar. Yang kira-kira jumlahnya 12 kamar. Ada beberapa mobil mewah yang parkir disana yang mengindikasikan bahwa itu adalah tempat kost anak-anak kaya. Kita berdua turun dari mobil ketika Rafael mematikan mesin. Gua berjalan mengikuti rafael memasuki rumah. Pintu utama dibuka dan terlihatlah beberapa orang yang sedang berkumpul diruang santai. Ada beberapa cewek cantik yang sedang duduk bersama menonton acara gosip. Tidak jauh disana ada dua cowok ganteng yang sedang bermain catur. Mereka pasti Straight deh... Rafael menyapa-nyapa mereka sejenak sebelum meneruskan jalannya menuju lantai dua. Dilantai dua yang tampak hanyalah koridor-koridor dan pintu-pintu. Kita berdua berjalan menuju salah satu pintu dan memasukinya.
Kamar Rafael tampak rapih dan nyaman. Sebuah tempat tidur yang empuk banget, sebuah meja belajar yang lengkap dengan labtop, sebuah TV dan DVD playernya. Lemari baju dan beberapa barang lainnya. Begitu kita berdua masuk, Rafael langsung menutup dan mengunci pintu.
“Lo kopi dah ga filenya ke labtop gua.” Kata Rafael.
Gua mengangguk dan berjalan menuju meja kerjanya. Sementara itu Rafael duduk dikursi dan melepaskan sepatunya. Ia kemudian melepaskan kaos birunya dan mulai menurunkan celana jeansnya. Duuuh.... gua jadi gak konsen kan. Sekarang dia yang hanya mengenakan celana dalam berjalan menuju kamar mandi. Lalu beberapa detik kemudian gua mendengar suara kucuran air, sepertinya dia pipis deh. Begitu selesai dia keluar dari kamar mandi dan menuju lemari pakaian. Gua semakin tidak konsentrasi saat ia melepaskan celana dalamnya dan memperlihatkan pantat montoknya. Gua berharap dia berbalik namun ternyata tidak, masih dalam posisi sama dia mengenakan celana pendek.
“Gak suka pake celana dalam ya?” tanya gue ketika dia duduk disebelah gua.
“Iya. Males aja, berasa ada yang gak bebas.” Kata dia sambil tersenyum. “Gua paling makenya pas keluar rumah doang.”
“Ooooh... diapartermen sepupu gua, ada hari dimana gua sama dia hanya bertelanjang ria.” Kata gua.
“Oh ya?” Rafael tampak tertarik. “Apa gak malu?”
“Nah, elu sendiri gak malu jalan-jalan telanjang tadi.” Kata gua, mencoba membuka prospek adanya kemungkian gua bisa bertelanjang ria sama dia. “Jadi kalo misalkan gua telanjang sekarang juga gua gak bakal malu. Kita kan sama-sama cowok.”
“Terus elo mau telanjang sekarang?” Dia bertanya sambil terkekeh. Sangat manis ketika dia tersenyum.
“Lah, ngapain juga. Kurang kerjaan.” Kata gua ikutan tersenyum.
Gua akhirnya memutuskan untuk meneruskan pekerjaan gua mengkopi file-file gua ke labtop rafael.
“Ada, bokep gak di labtop lo?” gua membuka pembicaraan. Topik yang paling gua suka. Pernah beberapa kali gua menggunakan topik ini dalam pembicaraan yang situasinya mendukung. Dan berhasil berakhir pada hubungan panas ditempat tidur. Contoh nyata: Gua dengan Kiddo!
“Ada.” Dia menjawab.
“Bagi doong.” Kata gua setelah selesai mengkopi file.
“Tunggu.” Kata Rafael seraya menggeser labtopnya kedekat dia. Ia kemudian mengutak-atik labtopnya dan terbukalah sebuah folder berisi banyak sekali film, gambar dan permainan bokep.
“Gile beneeer... banyak banget, Raf!” kata gua cukup takjub. Rafael hanya tersenyum. Kemudian gue mulai mengkopinya. Sebelum mengkopinya seperti biasa gua bakalan melihat dulu film-filmnya. Film pertama, wow hot banget, adegan threesome dimana 1 cewek melawan dua cowok ganteng dan six pack. Dan yang lebih bikin hotnya kedua cowok itu ekpresif banget. Mereka mendesah penuh kenikmatan.
Film berikutnya sepeti biasa. Cowok lawan cewek, ceweknya cantik bangeeet, cowoknya keren banget. Film berikutnya asia, cowok asia, sepertinya blesteran jepang-amerika mungkin, bermain cinta dengan seorang cewek bohai yang seksi banget. Sayang, cowoknya tampak terlalu cool untuk menikmati perminan. Malah yang paling heboh ceweknya. Tapi peler cowoknya lumayan besar dan tegak. Dan yang bikin peler gua langsung ngokang keras adalah bagaimana tuh cewek menservis peler si cowok blesteran itu. Ia tampak begitu menikmati benda yang sedang ia hisap. Sementara sang cowok hanya merem melek saja menikmatinya.
Tanpa sadar tangan gua sudah bermain-main disekitar tonjolan celana gua. Gua gak peduli deh apakah si Rafael bakalan tersinggung apa enggak. Namun pas gua menoleh ternyata tangan Rafael sudah mengumpat dibalik celana pendeknya. Wah bener nih, film bokep selalu mengundang syahwat yang memberikan peluang besar untuk melakukan seks bahkan antara cowok. Gua juga sempat inget ada temen gua, yang straight yang ngaku secara eksklusif sama gue (karena dia udah percaya banget sama gua) bahwa dia pernah melakukan hubungan seks dengan temen cowoknya setelah melahap 5 film bokep selama sehari. Pada hari itu temen gue cerita bahwa itu adalah kali pertamnya ia memasukan penisnya kedalam pantat seorang cowok, dan untuk pertama kalinya pantat dia dimasukan penis oleh temannya. Belum seberapa? Sebulan kemudian dia cerita bahwa dia telah melakukan kegiatan 69 dengan orang yang sama. Sama-sama straight. Dan setelah itu tidak pernah cerita lagi. Mungkin cukup dua kali saja bagi mereka melakukannya, atau mungkin yang berikutnya terlalu nikmat dan memalukan untuk diceritakan. Tapi sejauh ini kayanya memang Cuma dua kali mereka melakukannya.
Balik ke kamar Rafael yang sudah penuh dengan gairah syahwat. Gua akhirnya menghentikan segala kegiatan gua dan berkonsentrasi pada film yang sedang gua tonton. Lima menit berlalu dan Rafael tampaknya sudah jebol pertahannya malunya, dia sekarang dengan cueknya menurunkan celananya dan membiarkan, wow! Burung cokelat berukuran sekitar 16 cm-nya mengokang keras diudara kamar. Tangannya juga mulai melakukan kegiatan onani. Melihat itu, dan mengetahui situasi mendukung gua akhirnya ikutan. Gua menurunkan resleting jeans gua, lalu menarik celana jeans beserta celana dalam gua turun. Membiarkan Iga junior menghirup udara segar. Gua juga mulai melakukan kegiatan onani.
“Wah, gede juga ya punya lo, ga.” Kata Rafael.
“Hehehe... lo juga gede.” Kata gua.
“Elo nggak disunat ya?”
“Enggak.”
“Ooooh... pasti masih peka banget dong kepalanya tuh.” Kata Rafael.
Gua hanya mengangkat alis dan tersenyum. Lalu kita berdua kembali menonton film bokep tersebut. Dengan masih-masing tangan melakukan pekerjaannya tanpa berbicara kita menikmati film itu. Gua juga dapat mendengar suara onani Rafael, tangan tampak bergerak begitu cepat. Dan dua menit kemudian dia pergi ke kamar mandi. Berikutnya gua mendengar suara desahan Rafael. Desahan puncak kenikmatan.
Gak mau ketinggalan gua membuka kaos gua dan ikut menyusul ke kamar mandi untuk membuang isi gue. Rafael tampak diam menunggu keluarnya sperma gua. Dan saat keluar gua juga mendesah nikmat dengan sperma yang tertembak cukup jauh. Gua masih mengocok secara perlahan penis gua. Menikmati sisa-sisa orgasme gua sambil memejamkan mata. Lalu saat gua membuka mata, gua melihat Rafael tersenyum menatap gua.
“Gilaaa, elo nikmati banget, kayanya.” Katanya.
“Iya lah... ini kan asik banget.”
Rafael mengangguk-angguk setuju. Setelah itu kita saling membersihkan diri dan mengeringkan diri. Keluar dalam keadaan telanjang bersama-sama dan kembali duduk. Kali ini gua hanya mengkopi saja tanpa melihat isinya. Males masuk ke ronde dua.
“Ga, lo nginep aja malem ini. Ujannya deras banget nih.” Kata Rafael seraya membuka jendela kamarnya dan menikmati dinginnya hujan.
“Trus gua tidur dimana?”
“Sebelahan sama gua, tempat tidur gua masih bisa buat dua orang.”
“Ya udah kalo gitu.”
Gua selesai mengopi film-film pilihan gua ke dalam labtop gue. Kemudian gua mematikan labtop gua dan labtop Rafael.
***
Malam hari gua dan dia makan indomie ditepi jendela. Menikmati dinginnya hawa malam yang gerimis serta hangatnya indomie kari ayam. Kita berdua Cuma memakai celana boxer bahkan tanpa celana dalam. Gua meminjam celana Rafael karena males bergerak dengan mengenakan celana jeans.
“Udah berapa lama lo tinggal disini, Raf?” tanya gua disela-sela makan indomie.
“Baru dua bulan.” Jawab Rafael. “Makannya gua belum begitu akrab sama anak-anak kost sini.”
“Yaaak ampuuun... Pantesan... disini aja ala blom akrab apalagi dikampus.”
“Iya-iya bener. Hahahaha...”
“Lo kenapa sih, kok pasif gitu di kampus? Ampe ada yang bilang elo sombong tauk.”
“Iya nih, gua merasa susah bergaul. Apa lagi lo tau kan suasana kampus kaya gimana. Tiap hari, tiap kelas orangnya beda-beda mulu. Itu yang bikin gua susah bergaul. Makannya gua jadi pasif gitu. Gua juga tau kok ada yang pernah ngatain gua sombong. Gua bukannya sombong, tapi emang guanya aja yang canggungan sama orang baru.”
“Oooooh...”
“Nah makannya gua seneng banget pas elo tetep mau nyapa atau negur gua. Padahal awal-awalnya gua suka bingung ngebales sapaan elo apa enggak.”
“Gua juga punya temen yang kaya elo banget, Raf. Dia tuh yang susah banget bergaul, padahal anaknya asik. Gua udah pernah ngeliat dia. Yang sendirian di kampus hampir gak punya temen. Sama kaya elo, ke kampus emang Cuma buat belajar aja. Abis itu pulang. Makannya pas gua ngeliat elo gua ngerasa lebih baik elo punya temen satu tapi baik daripada elo nggak punya temen sama sekali.”
Rafael menghentikan kegiatan makannya dan menatap gua sambil tersenyum. Tatapan matanya benar-benar menunjukan rasa terima kasih yang dalam terhadap gua. Dan memang benar, karena berikutnya dia berkata: “Elo emang sohib gue, Ga. Gak rugi gua kenalan sama lo.” Dia berkata dengan penuh syukur.
“Udaaaaah... sama aja kok. Gua juga gak rugi kenalan sama elo. Paling enggak temen gue nambah satu.” Kata gue sambil ikut tersenyum.
Dan makan malam kita terus berlangsung sampai indomienya habis. Setelah itu kita berdua masih saja terus mengobrol sambil menikmati dinginnya cuaca malam. Lalu menjelang pukul sepuluh kita berdua sudah rebahan ditempat tidur. Menunggu mata memberat dan terbawa tidur.
“Ga, elo nggak disunat emang karena nggak mau atau gimana?” Rafael mendadak melontarkan pertanyaan aneh itu.
“Bingung aja. Di agama kita kan sunat gak wajib. Tapi gua bingung pengen disunat apa enggak.”
“Disunat aja, ga. Biar peler lo gak gampang kena penyakit. Lagi pula kan nanti tampilannya jadi lebih bagus.”
“Iya sih. Gua ngeliat peler lo bagus gitu jadinya. Tapi kata temen cewek gua peler gue cute!”
“Hahahaha...” Rafael mendadak meledak tertawa. “Cute? Cute gimana? Emang elo pernah ML ama cewek?”
“Udah beberapa kali, Raf.” Kata gua. “Dan kebanyakan dari mereka suka sama penis uncut. Katanya imut-imut gitu.”
“Hahahaha... lucu gua dengernya.” Rafael masih tertawa. “Tapi-tapi... gua juga sebenarnya gak pengen disunat sih. Cuma bokap gua maksa, ya akhirnya nurut aja.”
“Ooooh....” gua mendadak menguap lebar dan kantuk gua mulai menyerang. “Tidur yuk. Udah ngantuk nih gue.”
“Ayo.” Rafael setuju. Dan lima menit berikutnya kita sudah terlelap.
***
Gua terjaga pada pukul dua pagi. Suara derasnya hujan membangunkan gua ternyata. Dalam sekejap rasa haus langsung merasuk diri gua. Beruntung dikamar Rafael ada dispenser sehingga dalam sekejap pula tenggorokan gua sudah dialiri dinginnya air aqua. Setelah selesai minum gua kembali menaiki ranjang. sejenak gua memperhatikan Rafael yang sedang tidur dengan posisi telentang. Satu tangannya berada dibawah bantalnya dan satu lagi mendarat didadanya. Pikiran nakal gua langsung timbul. Awalnya sih agak bingung, pengen ngisengin apa enggak ya. kalo ngisengin tar dia tau, dia bakalan marah sama gua dan ngejauhin gua. Eits...! mau ngejahuin gua, mana bisa, secara temen dia kan dikampus masih Cuma gua doang. Mau temenan sama siapa dia? Sama pohon? Maka dari itu gua memanfaatkan keadaan ini dengan baik.
Gua kembali merebahkan diri di kasur. Diam sebentar agar terkesan gua kembali tidur. Lima menit kemudian gua pun mulai beraksi. Dengan gaya orang tidur gua mendaratkan tangan gua langsung diatas gundukan penisnya. Masih dalam posisi tidur namun gua merasakan sensasi yang luar biasa karena berhasil. Rafael masih tampak terlelap dan gua bersiap menuju ke level berikutnya. Perlahan-lahan gua masukan tangan gua kedalam celananya. Sedikit demi sedikit gua bergerak melewati bulu-bulu jembutnya. Menyusuri dengan tekun sampai gua bisa mendapatkan mahluk pengundang birahi yang berada ditengah hutan jembut itu. Gua berhasil!
Tangan gua kini sudah menggenggam penisnya yang pulas. Mengelus-elusnya sejenak dan meremas-remasnya. Terbawa emosi gua akhirnya mulai mengocok penisnya dan... hehehe penisnya mulai bangun. Gua semakin bersemangat. Gak peduli lagi dia mau marah sama gua yang penting saat ini gua lagi dibakar nafsu. Secara perlahan gua tarik celana boxernya dan membuangnya kebelakang. Kini kembali gua saksikan tubuh si ganteng Rafael yang menawan. Tubuh yang sempurna. Dadanya yang bidang, perutnya yang seksi, penis ukuran standarnya, bola-bolannya yang lumayan besar untuk diremas dan pahanya yang putih mulus.
Perlahan-lahan gua mendekatkan mulut gua ke penisnya yang sudah berdiri tegak. Gua menganga. Terus menganga dan bersentuhan dengan ujung penisnya. Terus masuk... masuk... masuk dan akhirnya... penis Rafael telah berada dimulut gua. gua hisap perlahan-lahan. Menikmati daging keras milik Rafael dengan penuh nafsu.
“Ga, lo ngapain?” mendadak Rafael berbicara.
Gua mendongak dan melihat wajah Rafael yang bingung menatap gua. Gua terkejut dan takut bukan main.
“Elo ngapain sih?” dia kembali bertanya.
Gua melepaskan penis Rafael dan duduk berlutut.
“Elo gay ya?” dia menghakimi gua.
“Enggak gua biseks!” gua menjawab jujur. Secara naluriah tangan gua kembali memegang penis Rafael. “Gua horny banget raf. Dan satu-satunya objek salurannya yang elo.”
“Tapi...” Rafael berusaha berkata tapi langsung gua sela dengan kembali menghisap penis Rafael. Dan dia hanya terdiam. Gua pengen ngebuktiin kalo oral gua bisa bikin dia nafsu. Dan benar aja, secara perlahan gua bisa melihat Rafael mendesah. Gua mendongak dan melihat dirinya yang merem melek menikmati hisapan gua. terus menghisap dan memainkan lidah gua, mendadak tangan Rafael berada diatas kepala gua.
“Tunggu ga.” Kata dia tiba-tiba. Rafael membetulkan posisinya hingga kini dia duduk bersandar. “Ayo lanjutin ga. Enak banget.”
“Elo suka kan?” tanya gua sambil tersenyum.
Rafael mengangguk-angguk sambil tersenyum. “Elo buka celana lo juga dong.”
Baik pak. Perintah dilaksanakan. Gua dengan patuh menurunkan celana gua, membiarkan peler sakti gua dilihat Rafael. Gua kembali mendekati penis Rafael karena masih terbayang kelezatannya. Namun mendadak Rafael kembali mengganggu.
“Ga.” Katanya tiba-tiba.
Gua kembali mendongak menatapnya. Dia hanya diam. Gua duduk dan menatap dia dengan bingung. Kita berdua saling menatap. Lalu... lalu... penuh kejutan, Rafael mencium gua. kedua tangannya lantas memeluk tubuh gua. gua membalas ciumannya.
“Gua suka sama lo. Ga. Gua mau jujur sekarang. Gua juga suka cowok. Gua suka meratiin elo pas lagi ngobrol ama temen-temen kampus. Gua suka meratiin elo pas jalan sendirian pulang kuliah. Gua suka sama lo Iga! Gua suka!” Rafael kembali mencium gua. penuh nafsu, penuh birahi. Gua hanya diam saja namun membalas ciumannya.
Tak lama kemudian Rafael mendorong gua sampai gua terlentan dikasur. Dengan kaki dalam keadaan mengangkang. Posisi yang sebenarnya membuat nafsu yang melihat jadil 4x lebih tinggi.
“Waktunya gua merasakan kontol lo, ga. Pasti lezat banget.”
“Gua sangat bersedia. I’m yours! Lakukan apa yang mau lo lakuin.” Kata gua sambil tersenyum.
Rafael dengan nafsunya menghisap peler gua. hisapan yang luar biasa. Sanggup membawa gua terbang keawan-awan. Ooooh.... yak ampuuuun. Dari mana temen gua ini belajar menghisap. Dia profesional sekali. Gua bisa mendengar begitu berisiknya Rafael menghisap peler gua. sepertinya memang ini yang ia dambakan sejak dulu. Dan kini dahagannya sudah terobati. Penis impian dia sudah berada dimulutnya.
“Oke, ga. Sekarang tusuk gua, ga. Tusuk gua. Gua seneng banget sekarang!”
Gua merasa bahagia juga. Maka langsung aja gua tarik kepala Rafael dan menciumnya. Menciumnya dengan penuh nafsu dan penuh cinta. Rafael juga membalasnya. Kita berdua bercinta dalam ketelanjangan.
“Tunggu bentar.” Kata Rafael. Ia beranjak dari tempat tidur. Gua memperhatikan pantatnya yang berisi dan montok itu sebentar lagi akan gua sodok. Rafael kembali lagi sambil membawa sebuah kondom. Ia kembali ke kasur dan mencium gua lagi. Penuh nafsu dan penuh birahi. Dia bahkan yang memasang kondomnya ke peler gua dengan beberapa hisapan maut dulu sebelumnya.
“Oke, gua siap.” Kata Rafael. Dia sudah dalam posisi menungging sekarang. Memberikan pantat montoknya kedepan peler gua.
Gua mengelus-elus kulit pantatnya yang halus. Kemudian menjilat-jilatnya dengan penuh nafsu dan mulai menyodoknya perlahan.
“Sakit raf?” tanya gua.
Rafael mengangguk, tangannya memegang tangan gua. cinta sedang bekerja malam ini. Bekerja dalam semangat seksual. Gua berhasil memasukan penis gua kedalam pantat montok Rafael. Gerakan maju mundur terjadi kemudian. Gua menikmati. Rafael menikmati. Kita bercinta dalam nafsu.
Gua melepaskan peler gua dari lobangnya. Membalik badan Rafael lantas menciumnya. Setelah itu gua masukan kembali penis gua kedalam pantatnya dan menyodoknya. Sesekali gua mencium Rafael dengan nafsu yang sama kuat. Desahan Rafael jelas gua dengar. Dia memeluk badan gua dan menciumnya. Kemudian tangannya menjalar-jalar sampai memegang pantat gua. bibir gua dan bibir dia saling bersentuhan. Keringat kita sudah mengucur deras. Gua dan dia semakin liar bercinta.
“Peler lo, peler lo, ga!” kata Rafael penuh nafsu. Dengan beringasnya dia lepas karet kondom gua dan melahap peler gua secepat kilat.
“Oh Rafaeeeel.... enak bangeeeeeeet.... gua mau keluar!” seru gua.
Rafael langsung mengulum bibir gua. “Keluarin dimulut gua. dimulut gua. gua gak mau ada yang terbuag dari elo. Gua pengen santap semua yang elo berikan.”
Dia kembali menghisap penis gua. gua menutup mata. Bernafas cepat. Menikmati. Penuh nafsu. Gua mendesah nikmat dan.... crot-crot-crooot...
“Aaaaaah....!” Gua mendesah puas. Badan gua mengejang-ngejang beberapa kali.
Mulut Rafael masih menghisap peler gua namun tak lama kemudian dia melepasnya. Dia menatap gua kemudian. Gua liat dia menelan sperma gua. langsung saja gua cium dia. Cowok ganteng itu. Yang selalu menggangu tidur malam gua. kini sudah menelan sperma gua.
“Waktunya gua, raf. Tumpahin sperma lo dimuka gua.” gua merebahkan diri.
Rafael dengan sigap mengocok-ngocok penisnya. Penisnya hanya berjarak 5 centi dari wajah gua. dia terus mengocoknya dan ketika mendekati klimas dia menyuruh gua yang mengocok. Dengan senang hati gua lakukan. Dia bernafas cepat dan mendesah cukup kuat lalu... spermanya keluar. Kehangantan merasuk diwajah gua. sama seperti gua, Rafael mengejang-ngejang karena nikmat. Setelah itu ia menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan penuh kelelahan.
“Yaaak ampuuun... enak bangeeeeet.” Katanya seraya duduk. Dia kelelahan. Wajah tampannya dipenuhi rasa lelah. Namun mendadak dia mencium gua. gua membalasnya. Telunjuknya bergerak ke salah satu tumpahan spermanya. Mengumpulkan spermanya dan mendorongnya ke liang mulut gua. dia memasukan spermanya kemulut gua. gua berusaha menelannya, karena pada dasarnya jarang sekali gua menelan sperma. Gua menghisap telunjuknya yang basah dengan spermanya. Lalu kita berdua kembali berciuman.
Setelah dirasa tuntas gua dan dia bersama-sama menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Dan setelah itu masih dalam ketelanjangan kita berdua kembali ketempat tidur.
“Elo gay, raf?” tanya gua sambil tiduran diperutnya. Memain-mainkan penisnya yang tengah tertidur.
“Biseks. Sama kaya lo.” Jawab Rafael.
“Oooh... elo suka sama yang tadi?”
“Suka banget.” Jawab Rafael. “Tapi gua ngantuk lagi nih sekarang. Tidur yuk. Besok kita kuliah.”
Gua berpindah kepala menjadi disamping Rafael. Menatap dia yang juga menatap gua.
“Tapi pagi-pagi nggak ada kelas dulu nih?” gua berkata sambil memain-mainkan penisnya.
Rafael mengeluarkan senyum paling manisnya, yang membuat wajahnya semakin tampan.
“Kita liat aja nanti. Kuliah jam 6 pagi. Mata pelajarannya apaan, ga?” tanya Rafael.
“Blow job!” kata gua sambil tersenyum.
Kita kembali berciuman. Kali ini yang lembut dan romantis. Lalu mulai terlelap... dan tidur.
Bersambung : Ke Episode-7
Episode 7 : Rafael, Kiddo dan Jhosua.
UTS akhirnya berlalu. Setelah masa-masa sulit gua lalui, dimana gua harus belajar tiap malam ditambah membuat contekan-contekan. Kemudian melakukan aksi tanya jawaban yang beresiko tinggi gua akhirnya bisa melalui UTS tersebut dengan baik. Moga-moga nilai-nilai UTS gua bagus-bagus. Dari perkiraan yang gua buat sih kayanya bagus, soalnya selain belajar, gua juga nyiapin contekan. Belum lagi sesi saling mencocokan jawaban menjelang akhir waktu ujian. Jadi besar kemungkinan nilai gua bagus-bagus.
***
Disuatu jalan sepi dikawasan puncak. Sebuah perayaan setelah UTS.
“Aaaah.... yeees-yeeeesss....!” Gua mendesah nikmat.
“Terus masukin Ga, terus masukin.” Rafael juga mendesah nikmat.
Kita sedang bercinta didalam mobil. Situasi didalam mobil sudah memanas karena kita tidak membuka jendela sehingga membiarkan karbondioksida membuat kita kegerahan. Keringat telah membasahi seluruh tubuh kita, membuat kaos kita basah semua.
Gua masih saja terus menyodok-nyodok pantat Rafael sambil sesekali memukul-mukul atau meremas-remas pantatnya. Tak lama kemudian gua melepas peler gua dari pantatnya. Kemudian membalik tubuh Rafael dan menghisap pelernya.
“Aaaaaaahhhh....!” Rafael kembali mendesah nikmat. Mulutnya terbuka lebar dan nafasnya keluar masuk cepat. Gua terus menghisapnya, menjilatnya seperti es krim dan kembali menghisapnya. Gua juga bermain-main di bola-bolanya. Menggenggamnya dan satu tangan dengan tangan lain menusuk-nusuk pantat Rafael dan mulut bekerja pada pelernya.
Rafael mendadak menarik kepala gua keatas lalu kita berciuman. Ia kedua tangannya memegang kepala gua dan lidahnya bermain-main dengan lidah gua.
“Masukin lagi ga, peler lo ke pantat gua. cepetan!” perintah Rafael penuh nafsu. “Tapi tunggu dulu!”
Rafael mendudukan gua disebelahnya, lalu ia menunduk dan menghisap peler gua. Tangan kiri gua mengelus-elus punggungnya, lalu turun kepinggang dan berakhir dilubang anusnya. Menusuk-nusuknya dengan mata merem-melek karena kenikmatan hisapan Rafael yang tiada duanya.
Setelah sepuluh menit di blow job Rafael kini dia siap untuk ditusuk kembali. Ia kini menungging dikursi tengah mobil Honda CRV-nya dan membiarkan peler gua menusuk pantatnya yang seksi itu. Kembali gua melakukan gerakan maju mundur dan meraba-raba punggungnya.
Rafael tau kalo gua belum pernah ditusuk sama siapapun. Dari SMA juga gua adalah seorang top dan tidak pernah mau menjadi ditusuk. Gua selalu mempersiapkan pantat gua untuk ditusuk oleh orang yang memang benar-benar gua pengen. Dan sekarang ini Cuma ada satu orang yang gua berharap banget ditusuk olehnya. Maka tidak pernah sekalipun Rafael meminta untuk menusuk gua. Karena gua gak mau dia yang pertama menusuk gua.
Lima belas menit kemudian gua membalikan melepaskan penis gua dan membalik tubuh Rafael. Membuatnya tidur menghadap gua. Gua mengocok-ngocok penis gua secepat yang gua bisa sampai akhinya... crot-crot-crooot... gua menumpahkan sperma gua ke muka Rafael. Kenikmatan yang tiada tara langsung merasuk ketubuh gua. gemetar dan nikmat luar biasa. Masih mengocok untuk perlahan-lahan untuk menikmati sisa orgasme gua. Lalu setelah itu gua mencium Rafael.
“Sekarang giliran lo, raf.” Kata gua seraya mulai merabahkan diri.
Rafael bangkit dan berlutut didepan gua. Ia mengocok-ngocok penisnya dengan bantuan gua yang meraba-raba badannya untuk membantu nafsunya. Semakin cepat ia mengocok sampai akhirnya dia berhenti sejenak, ketika cairan putih memuncrat ke badan gua. kambali dikocok dan berhenti. Cairan putih kembali keluar. Dikocok lagi dan keluar lagi. Setelah semua keluar dan sisa-sisanya juga Rafael berhenti dan mencium gua. kita berdua duduk bersebelahan setelah itu.
“Haaaaaah.... enak banget tadi.” Gua berkata dengan bahagia sambil mengambil tisu dari kotak tisu.
“Sama... keren banget tadi.” Kata Rafael sambil mengelap wajah dan badannya dari peju gua.
“Abis ini kemana nih?” tanya gua setelah selesai membersihkan tubuh gua dari sisa-sisa peju Rafael. Lalu gua mulai mengenakan celana dalam gua.
“Balik aja yuk. Kita kan kesini Cuma pengen beginian doang. Elo lagi nyari tempat jauh-jauh banget.” Rafael juga telah selesai mengelap diri dan mulai mengenakan celana dalamnya.
“Tadinya kan kita pengen ngeseks di hutan tapi gak jadi.” Kata gua. “Ya jadinya dimobil aja. Tapi hot juga kok.”
“Iya sih.” Rafael menyengir sambil menatap gua.
“Aduuuuh, lo ganteng banget sih kalo senyum. Gua cium dulu sini!” gua lantas menarik kepala Rafael dan menciumnya. “Jangan senyum lagi lo, tar gua cium lagi.”
Rafael masih aja senyum. Dan gua kembali menciumnya. Kegiatan itu masih berlangsung selama beberapa kali sampai kami memutuskan untuk berhenti, takut kita terpaksa harus memulai ronde 2. Dan setelah semua berpakaian, Rafael pindah ke kursi depan dan menyalakan mesin mobil. Dingin AC yang dibuat full langsung menyejukan kita berdua.
“Aaaaah, sejuuuuuk.” Kata gua seraya menarik kaos gua keatas, membiarkan dingin AC menyentuh perut six pack gua.
“Iya, tadi tuh gak berasa dipuncak banget. Panas banget.” Kata Rafael seraya mulai menjalankan mobilnya.
“Lagi, mainnya dimobil. Pake ditutup semua lagi kacanya. Makanya suasananya jadi jakarta, bukannya puncak.” Kata gua sambil terkekeh.
Dan perjalanan sore itu berlangsung dengan santai dan nyaman.
***
Rafael menurunkan gua didepan apartermen Jhosua. Dari pintu utama gua berjalan santai dan sedikit lelah karena sudah menjelang malam. Gua kalo udah gini males fitnes jadinya langsung aja tujuan gua lift dan berakhir tidur dikamar gua.
Gua menekan tombol lift dan menunggu lift turun. Sesekali gua menguap, waaah bener nih, gua udah capek banget. Pokoknya nyampe apartermen buka sepatu, kaos kaki, buka kaos, buka celana langsung naik ketempat tidur.
“Iga!”
Seseorang menepuk punggung gua. Gua menoleh dan ternyata yang menepuk adalah Kiddo.
“What’s up, broooo!” kata gua seraya menyalamnya ala-ala gaul.
“Kemana aja lo gak keliatan.” Kata Kiddo yang kini juga ikut menunggu lift. Dia tampaknya baru pulang kerja. Karena dari pakaian kerjanya. Kemeja hitam dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam. Ia mengenakan dasi garis-garis yang serasi dengan kemejanya. Dasinya tampak sudah dilonggarkan sekarang. Ia juga menenteng tas kerja serta jasnya yang ia sampirkan dilengannya. Malam itu Kiddo benar-benar tampak keren.
“Gak kemana-mana. Elu kali yang nggak keliatan.” Kata gua. “Betewe, penampilan lo kaya gini lo jadi tambah ganteng, Do.” Gua memuji dengan jujur.
“Lah, baru sadar lo kalo gua emang dari dulu ganteng.” Kiddo langsung kepedean.
“Yaaah, nyesel dah gua muji lo.”
Pintu lift terbuka dan gua masuk kedalam.
“Ga, tunggu.” Kiddo berkata cepat-cepat, takut keburu gua nutup pintu lift.
“Kenapa?”
“Kapan lagi kita begituan?”
“Haaaahk? Begituaaan? Apaan tuh? Gua gak ngerti.”
“Ah bego lo! Masa gak tau sih.”
“Nggak ngerti gua.” Gua terus pura-pura bego.
“Ah tolol banget sih nih orang.” Kata Kiddo, ia kemudian melanjutkan dengan sedikit berbisik. “Isep-isepan.”
“Oooooooh....” Gua meng-O panjang, pura-pura baru ngerti. “Emang kenapa, elo mau?”
Kiddo mengangguk-angguk sambil menaik-naikan alis mata.
“Kenapa nggak ama yang lain aja sih? Kenapa musti ama gua mulu.”
“Kan gua taunya Cuma elu.” Kata Kiddo. “Kapan nih, yang dibawah udah nggak sabar nih. Pengen diservis sama mulut lo.”
“Wuidih, sabar aja. Tar deh. Gua kasih tau entar. Jangan sekarang, gua capek banget. Mau tidur.”
“Oooh, ya udah. Gua tunggu ya. jangan lama-lama.” Kata Kiddo.
“Iyeeee...” kata gua. “Gua keatas yaaaa!”
Kiddo mengangguk dan gua menutup pintu lift. Sempat gua melihat wajah Kiddo yang menjadi murung. Aduuuh cowok cute ituuuu... padahal garis mukanya tegas membuat dia terkesan macho. Tapi entah kenapa tingkah lakunya selalu membuat gua pengen banget nyubitin pipinya. Sering sekali dia bertingkah menggemaskan. Yakin banget kalo di bank tempat dia bekerja Kiddo punya beribu-ribu fans. Enggak cewek, enggak cowok. Abis, muka ganteng, badan bagus, kerjanya tetap, dibank ternama pula, mapan, dan tingkah lakunya yang gemesin. Kadang sikapnya kaya cowok cool, namun terkadang dia bisa mengeluarkan mimik-mimik yang bikin gua pengen nyubitin pipinya, bejek-bejek mukanya sangkin gemes. Dan melihat wajah murung Kiddo tadi, gua jadi rada nyesel udah nggak ngasih kepastian waktu bercinta dengan cowok ngegemesin itu. Moga-moga aja besok gua sempet. Ngumpulin sperma dulu tapi.
Gua tiba didalam apartermen. Ternyata si Jhosua alias pantat montok belum pulang. Bagus lah, gua bisa langsung tenang tidur. Gua pergi ke kamar gua dan melepaskan sepatu dan kaos kaki. Lalu melepaskan kaos gua dan melemparnya sembarangan. Terakhir gua melepaskan celana jeans gua dan akhirnya naik ketempat tidur. Langsung membanting diri gua di kasur dan terlelap dalam tidur yang nyenyak.
“Woy, bangun!” seseorang berseru didekat gua. siapa sih, ganggu orang tidur aja.
Gua membalik badan dan melihat si Jhosua udah duduk disamping gua. Dia juga sudah melepaskan seluruh pakaian kerjanya dan menyisakan celana dalam saja. Terkadang gua merasa risih juga sih dengan kebiasaan ini. Berjalan-jalan didalam apartermen hanya mengenakan celana dalam, serasa seperti pasangan homo. Apa lagi sabtu-minggu. Namun gua selalu menepis kerisihan tersebut karena mengingat Cuma kita berdua disini dan nggak ada masalah yang terjadi salam ini, jadi gua mencoba untuk menikmati kebiasaan ini dan syukurlah gua berhasil.
“Ah elo ganggung orang tidur aja.” Kata gua seraya kembali membalik badan.
“Ah, gua udah bawain makan malam tuh. Makan yuk ah, keburu dingin nih.” Jhosua memaksa. “Bangun-bangun-bangun!”
“Masih ngantooook!” seru gua dari balik bantal.
“Bangun!” Jhosua menepuk pantat gua. “Bangun wooooy!”
Gua membalik badan dan bangun dengan terpaksa. “Nih gua bangun. Buruan makan!”
Jhosua memimpin jalan menuju ruang makan diikuti gua yang dengan malas berjalan dibelakangnya. “Elo lagian ngapain sih tidur jam segini.”
“Capek banget gue cuy. Abis jalan-jalan seharian.” Kata gua.
Kita berdua duduk dimeja makan. Jhosua sudah membawakan makanan yang memang enak. Sekotak nasi hoka-hoka bento. Kita berdua mulai menyantap makanan tersebut.
“Pantesan.”
“Nah, elo kenapa baru nyampe jam segini. Udah jam 9 nah. Biasanya jam setengah tujuh elo kan udah nyampe sini.”
“Biasa, temen kantor gua ada yang minta ‘main’ dulu pas pulang kantor. Ya gua mah gak nolak.” Kata Jhosua.
“Berapa orang?”
“Cuma dua.”
“Ooooh...”
“Oh ya, ntar elo pijitin gua ya.”
“APA!” Gua mendadak berteriak. “Gak tau apa lo gua lagi capek bener.”
“Yaaaah... badan gua beneran nih.... Pegeeeel banget.” Kata Jhosua. “Mau ya.”
“Ogah! Gua lagi capek bener. Malah disurut mijit.”
“Gua bayar deh. Gua bayar dua ratus ribu. Banyak tuh.”
“Nggak maoooooo.” Gua tetap tegas menolak.
“Lima Ratus ribu!”
“Gua lagi capek Jhoooos!”
“Satu juta-satu juta deh! Mau yaaaa.” Jhosua tampak memohon.
Gua hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan berat hati.
“Dua setengah juta.... tiga-tiga juta! Tiga juta!” Jhosua terus memohon. “Lima jutaaaaaa.... elo harus mau!”
“Gua capek cuy!”
“Ayo lah. Tolongin gua nih. Elo kan Cuma jalan-jalan. Gua dari kemaren sibuk banget, gak ada istirahat sama sekali.”
“Kenapa musti ama gua. emang elo gak bisa ke tempat pijetan apa?”
“Pijetan elo enak banget. Elo punya tallent jadi tukang pijat. Tinggal dibikin tuna netra aja.”
“Anjrit lu! Songong banget!”
“Mau yaaaaaa.” Jhosua tampak begitu memohon.
Gua bingung nih. Sejujurnya emang gua males banget sekarang karena pengen tidur. Tapi, gila aja, 5 juta ditolak. Lumayan tuh buat beli baju ama hape baru. Tapi gua capeeeeeek. Gua memandang sepupu gua itu yang sekarang memohon-mohon dengan tampang memelasnya.
“Iya deeeeeeh....” gua akhirnya setuju.
“Oke deeeeh.” Wajah Jhosua langsung berubah cerah penuh kebahagiaan.
Dan makan malam berlangsung dalam obrolan dan bercandaan seperti biasa.
***
Pukul 10.30 malam.
Gua memasuki kamar Jhosua sambil membawa minyak bakal mijit badan dia. Di kasurnya si Jhosua sudah berbaring telanjang dalam posisi tengkurap. Memamerkan kemontokan pantatnya yang gua kagumi itu. Sebenarnya sih pantat gua sama dia sama-sama montok. Namun entah kenapa gua begitu senang melihat pantat Jhosua. begitu sempurna bentuknya dan begitu seksi. Serasi dengan badannya yang indah.
“Pokoknya besok 5 juta harus udah ada dimeja gua aja.” Kata gua seraya naik keatas tubuh Jhosua.
Jhosua menunjukan jari jempolnya pertanda setuju.
“Jhos, gua lepas kancut gua ya. males nih kalo enak minyak. Warnanya putih soalnya.”
“Ya udah, lo lepas sana. Lagian yang nyuruh lo mijet pake kancut siapa.”
Gua kembali turun dan melepas celana gua. Gua melepas ditempat dimana Jhosua bisa dengan mudah melihatnya. Namun sepertinya dia tidak ada motivasi untuk memperhatikan kegiatan menelanjangi diri gua tadi. Sudahlah.
Gua kembali naik keatas tubuh Jhosua. Dalam keadaan bugil. Peler gua entah kenapa mendadak konak. Mungkin karena jaraknya sangat dekat kali dengan pantat Jhosua. Secara gua menduduki pantatnya.
“Ga, elo konak ya?” tanya Jhosua tiba-tiba. “Idiiih...” Dia terkekeh. “Awas, pantat gua jangan lo sodok. Gua hajar lo!” Kata Jhosua bercanda.
“Nyantai aja jhos. Entar pantat lo gua sodok pake galah... wuakakakak!”
Memang, sudah beberapa kali gua memijit dia dalam keadaan kita berdua telanjang dan dia selalu memaklumi ketika penis gua mendadak mengeras. Soalnya dia juga pernah—sebelum gua tinggal diapartemennya—dipijit sama beberapa pemijat cowok yang rata-rata pada konak ketika memijat pelanggangnya. Hal itu lah yang membuat maklum Jhosua kita gua mendadak konak saat berbugil ria dan memijat badannya. Hehehe... dianya aja yang bego, yang mijet dia kemaren-kamaren pasti pada gay semua dan nafsuan abis. Yang normal perasaan nggak konak deh. Bener gak ya? Tau deh. Belum pernah tuh dipijat sama cowok straight. Pernahnya mijat cowok straight, kaya sekarang.
Gua mengusap-usap kedua tangan gua yang sudah berminyak lalu memulai menyentuh punggung Jhosua. Pemijatan ini pasti akan lama karena gua bakalan memijat seluruh tubuhnya. Dan itu dimulai sekarang...
Bersambung : Ke Episode-8
Siapapun yang telah membaca, Harus kasih komen dan voting!
Ceritanya bagus bgt, gw suka bro.....
Tp koq cuma spotong, mana lanjutannya....?
Upload smuanya donk...please...!