*sigh*
Tauk deh, bosen banget ama "rutinitas" ini.
Setiap bulan, ibu (back in indonesia), selalu ngirim message "reminder" untuk ngirim uang.
Bukannya gw gak mau ngirim uang, cuma sebel aja ama kecenderungan kayaknya memanipulasi gw (selalu diembel-embel cerita perlu ini lah, itu lah, sakit ini, sakit itu, ngomong ngalor ngidul soal keluarga besar, toh ujung2nya minta kiriman duit bulanan).
Ok lah, that's mother, kayaknya cukup bisa dimaklumi some (many?) mothers tend to be manipulative.
Yang juga bikin gw kesel, koq kayaknya mikirnya gw pohon uang apa (yang gak perlu susah payah untuk bisa ngirim rutin sekian juta perbulan ke indonesia). Walau gaya hidup gw gak boros, gw kan perlu juga nabung2 buat rencana-rencana gw.
Tambahan paling bikin jengkel adalah pertanyaan "kapan pulang ke indonesia?". Bukannya napa-napa, setiap kali inget indonesia, gw inget ama "keluarga" besar, yang kalau gw pikir2 gak memberikan support yang gw butuhkan. Bahkan cenderung sebaliknya. That makes me sad, and angry, sampai akibatnya gw sama sekali gak punya niat untuk ketemu mereka...., jadi males lah ke indonesia. What for?
Gw selalu inget condescending comments dari paman2/tante2 atau sepupu2 (apalagi waktu gw kecil, my parents were relatively poor). Gw selalu inget, belum lama ini, waktu gw perlu berangkat (balik dari china back to mexico), gw perlu urus sesuatu di indonesia tapi gw gak punya cukup waktu dan biaya untuk bolak-balik china-indonesia cuma untuk urusan birokrasi (biasa, urusan cap-cap di dokumen2)..., tapi gak satupun anggota "keluarga" besar yang bisa mengulurkan bantuan. Untungnya gw punya teman kuliah yang ngebantu gw di Indo. Gw selalu inget gimana beberapa sepupu gw yang self-righteous criticizing me for tons of reaons "kesana-kemari dari satu negara ke negara lain, gak settle", "self-acknowledgement of my sexual orientation", "career objectives", "not having happy family (unlike her who is married with 3 beautiful children, and a husband from well-known, royal, and well-off family in bali)", dan sampai menghina bapak-ibu gw, etc, etc. EGP sih, cuma, bikin gw jadi menarik kesimpulan aja: I don't want to live among that kind of judgmental people.
This is exactly the reason why I decided to go back to mexico (after a year in shanghai), and work here (eventhough from time to time I wish I was in china, the happening place). Di Mexico gw punya keluarga gw. I live a relatively happy and quiet life with Luis (my BF since 2005), sahabat2nya juga pada baik, gak judgmental, humble, etc etc. Basically I feel comfortable.
Bukannya gw lantas mencampakkan keluarga gw di Indonesia. Gw punya adik2 koq yang ingin gw bisa bantu lebih. Tapi, kadang bikin jengkel juga, terlebih-lebih malam ini, setelah ibu gw ngasi tau gw bahwa adik gw baru resign dari tempat kerjanya. Gw tau dia pengen kerja di tempat lain, tapi koq rasa2nya kurang bertanggung jawab ama dirinya sendiri, resign sebelum dapet kerjaan baru. Apa dia ngegampangin situasi karena gw rutin ngirim uang ke indonesia? Pertanyaan macam gitu bikin gw jengkel sendiri.
Belum cukup kejengkelan gw, gw kadang-kadang baca balipost.com, untuk tau perkembangan Bali.... Mengecewakan. Kayaknya jalan di tempat, masih sama seperti waktu gw SMP. Semuanya masih centered around leisure, party events, kraton (keluarga bangsawan), konflik adat, ngaconya birokrat / politisi, semrawutnya (or lack of) planning, etc. Relatif statis. Gw selalu bertanya-tanya.... kenapa sih gak ada berita yang lepas dari itu semua? Bandingkan balipost.com, beritabali.com, atau nusabali.com dengan shanghaiist.com, keliatan banget gap-nya. There seems to be always something new everyday in place like shanghai. How do they do that??? No doubt bali is beautiful, many of the people are relatively nice, many of them work very hard, and are actually smart etc (I know some very bright students from villages in Bali). Hanya saja, meresahkan sekali kalau gw bertanya2, kenapa dengan semua itu tidak tercapai apa-apa yang worthwhile? Gw punya beberapa hipotesis (yang rasanya2 klise dan gak berguna)... ya gitu deh... (setidaknya yang dari gw liat), sebagian besar kayaknya masih terlelap dalam pariwisata (selling the same old things....), some feudals benefit from that (and don't want to change), akses ke informasi global relatif kurang meluas, akibatnya belum mengkristal masyarakat yang punya kecenderungan untuk break the barriers.
Sorry kepanjangan.... kayaknya jadi gak fokus. Maklum unek-unek, isinya cuma sebal, sebal, dan sebal :=)
Comments
nasib kita sama bro.. sumpah, sama PERSIS, tp ortu gw ga minta kirim duit sih, soal e gw lom kerja..haha..masih kuliah.. :P tp ortu gw expect gw cpt2 lulus trus bs cr kerja sndr dan lepas dr mrk..
(walaupun mrk ga minta duit, tp mrk kyknya ngerasa gw beban mrk deh)
trus about keluarga bsr, GW SETUJU 100% SAMA LU.. kl bsr gw jg gtu.. gw plg mls ktemu mrk.. ga ada enak2nya..cuma di ceramah ini itu! :(
trus suka ngomongin gw di blkg pula.. yg katanya "anak pertama si ****(nykp gw) kok gini gitu ya.. ini lah itu lah* gw bete abis..
suatu saat gw bakal tunjukin, siapa yg berkuasa! huh... i can do it!! and i will be MORE than what they are now!!!! :evil: :evil:
tidak ada yg setulus mereka, kala kita susah saat butuh pertolongan
agree !
ntar suatu saat kamu akan merasakan bantuan mereka
tanpa kamu pernah mengiranya
mereka bisa melakukan hal itu
tak terduga maksud gw
disni ikhlas memegang peranan penting ma men
so
ikhlas aja ya
u`ll get thing goes better always
trust me !
8)
Gw ngerti, kok Putu. Yah, coba berpikir positif aja, dan coba tantang keluarga elu untuk mandiri. Gw juga sedang mencoba "menantang" brother gw (yang saat ini tergantung pada gw) untuk mulai mandiri. Little by little.
klo mau kirim ya kirim aja
klo ga mau, ya jangn kirim
klo ortumu tau kamu ngirim tapi ga rela, mereka bakal menangis darah
ckikikikikikikikikikik
sungguh ucapan simpati yang keren ... haha!
Iya. Sebenarnya ada orang tua yang cenderung "manpulatif" (contoh paling keren adalah Ibunya si Kiki Fatmala yang bener2 drama queen). Mungkin kesalahan awal mereka adalah pertama2 mereka berpikir bhw anak-anak mereka adalah investasi mereka, sehingga mereka cenderung untuk mendapatkan hasil, tentu saja dengan semacam "pemerasan psikologis".
Mungkin bagi yang komentarnya aneh2, pasti nggak pernah merasakan, atau mungkin on the other part (pihak yang diberi). Kita nggak berhak menghakimi Putu lho. Mungkin memang hidupnya lebih sulit dari rata2,terutama berhubungan dengan orang tua. Rata2 orang tua asia memang seperti itu, mereka cenderung "mengharapkan" anak yang bekerja keras untuk memberi dan justeru malah "memanjakan" anak yang cenderung ogah2an, tinggal di rumah, malas bekerja, dengan mencoba memenuhi kebutuhannya DARI anak yang bekerja keras tersebut.
Not a good mentality, that's why, menurut gw pemecahannya adalah dengan mencoba menantang mereka untuk lebih berpikir maju, namun tetap dengan mencoba mencintai mereka. Coba membuat mereka berpikir kondisi kita - cape2 kerja bertahun2 (misalnya) dengan gaji yang lumayan, namun tabungan lima ratus ribu rupiah aja nggak punya. Itu bisa terjadi lho. :shock:
sebel kenapa ??? cerita aja.... jangan di pendam2
btw sebalnya kok bindeng sih... ??
(machoooo boooo?????..............ixiiiixixixiixixix)