Senin, 13 Oktober 2008 | 07:58 WIB
BOJONEGORO- Adanya penipuan menjadi PNS (pegawai negeri sipil) dengan cara menato wajah, benar-benar membuat syok dua korban dan keluarga mereka. Mereka menuntut Kepala Desa (Kades) Mulyoagung, Bojonegoro, Sawiyono, yang menjadi perantara pelaku penipuan, untuk bertanggung jawab menanggung biaya pemulihan wajah melalui operasi plastik.
Salah seorang korban, Bambang, warga Desa Mulyoagung, Kecamatan Kota, Bojonegoro, mengaku syok setelah sadar dari pengaruh gendam itu. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa karena wajahnya sudah telanjur penuh dengan tato.
Ia menuntut pertanggungjawaban Sawiyono, meskipun kades ini juga menjadi korban penipuan. “Ya, soalnya dia yang mengajak (untuk menjadi calon PNS, -Red) dan membuat wajah saya seperti ini,” tutur Bambang kepada Surya, Minggu (12/10).
Bambang mengaku tato di wajahnya telah membuatnya bingung dan malu, apalagi tato tersebut sulit dihilangkan alias permanen. “Makanya dia (Kades Sawiyono) harus bertanggung jawab membiayai operasi. Jika tidak mau, mungkin kami akan menuntutnya,” tegasnya.
Salah seorang anak Bambang, Helga, juga menuntut hal sama. “Saya dan keluarga diberitahu kalau kades akan menjenguk ayah saya, Minggu (12/10) ini. Namun sampai siang kades belum menjenguk ayah saya. Mungkin dia takut sama warga, karena warga masih marah dengan kejadian ini,” katanya.
Sedangkan terkait tanggung jawab secara materi, putri pertama Bambang ini juga menegaskan bahwa keluarga minta agar Sawiyono membiayai sepenuhnya proses operasi pembersihan tato di wajah ayahnya. Dikatakan, keluarga tak ingin menanggung malu lebih lama lagi dengan kejadian ini. “Kami tak mau tahu, pokoknya wajah ayah saya harus bersih lagi,” tegasnya.
Nanang, korban lain tidak bisa ditemuindi rumahnya di Kalirejo, Bojonegooro. Menurut Edi (25), Nanang dan beberapa anggota keluarga sedang pergi ke Surabaya, Minggu pagi. Mereka membawa Nanang ke RSU dr Soetomo untuk mencari tahu cara mengoperasi wajah penuh tato itu. “Mereka berangkat ke Surabaya sekitar pukul 07.00 WIB,” ujarnya.
Terkait peristiwa itu, keluarga juga meminta pertanggungjawaban Sawiyono, yakni membiayai operasi wajah Nanang hingga tuntas. Jika tidak, keluarga ancang-ancang membawa Sawiyono ke jalur hukum. “Coba kalau sampean yang mengalami peristiwa ini, pasti menuntut pertanggungjawaban,” katanya.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi masalah tuntutan Bambang dan Nanang, Kades Sawiyono mengatakan sebenarnya peristiwa itu bukan kesalahannya. Hanya saja, sebagai seorang kades yang menjadi abdi atau pelayan masyarakat Desa Mulyoagung, dia akan tetap berusaha bertanggung jawab.
Kemarin ia mengaku sempat menanyakan ke bagian Poli Kulit di RSUD dr Sososdoro Djatikoesoemo Bojonegoro, apakah tato di wajah bisa dihilangkan. Namun didapat jawaban bahwa dokter tak mampu menangani operasi wajah, dan harus dirujuk ke RSU dr Soetomo Surabaya. “Karena itu saya akan mengajak mereka (Bambang dan Nanang) ke RSU dr Soetomo Surabaya pada Senin (13/10) untuk menghilangkan tato pada wajah mereka,” katanya di rumahnya.
Soal biaya operasi, dia mengaku akan bertanggung jawab. Hanya saja, dia menjelaskan saat ini belum punya cadangan dana. Ia meminta kedua korban membiayai dulu, nanti dia akan menggantinya.
“Saya tetap berupaya membiayai operasi itu secara maksimal,” tegasnya.
Saat disinggung tentang proses menato wajah, dia mengutarakan bahwa dirinya mendapatkan nama seorang pelukis yang dulunya tukang tato di Perumahan BTN Desa Ngumpakdalem, Kecamatan Dander.
Nama pelukis itu Ridwan, 35. “Yang menemukan adalah Nanang. Seperti saya dan Bambang, dia juga dipandu oleh penipu itu lewat ponsel untuk mencarikan tukang tato. Tapi ketika didatangi Nanang, Ridwan mengaku sudah tak mentato lagi,” katanya.
Namun penipu itu melakukan aksi pada Ridwan melalui ponsel Nanang. Ridwan pun terkena gendam dari penipu itu. Dengan setengah sadar, Ridwan mau saja ketika disodori alat tato untuk menato wajah Bambang dan Nanang.
“Makanya, dia tak curiga kenapa harus mentato wajah. Apalagi, dia juga diberitahu bahwa itu atas perintah bupati sehingga dia manut saja,” katanya.
Sawiyono menjelaskan, awalnya setelah dirinya menerima SMS juga telepon dari orang yang mengaku Asisten I Sekretariat Kabupaten Bidang Hukum dan Pemerintahan Bojonegoro, Kamsuni, dirinya yakin jika permintaan mencari delapan orang untuk dijadikan PNS bagian Intel Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, bukan tidak penipuan.
Ia berpikir, sebagai intel tentu tidak boleh dikenali orang, karena itu wajahnya harus ditato. "Sesuai target penelepon, pembuatan tato malam itu harus rampung dan kami berempat yaitu saya, Bambang, Nanang dan tukang tato langsung menghadap Bupati Bojonegoro, Suyoto," kata Sawiyono.
Dirinya baru sadar kalau dirinya tertipu setelah mendapatkan penjelasan melalui telepon dari Camat Kota Bojonegoro, Subadri, bahwa hal itu tidak benar.
Proses pembuatan tato Nanang selesai di seluruh wajahnya dengan gambar ular naga, sedangkan Bambang yang baru separuh wajah, karena merasa kepanasan sempat pulang ke rumah dan selanjutnya dicegah keluarganya untuk tidak meneruskan mentato wajahnya. sudharma adi
Comments
tatto di wajah pula
kek jaman china aj
tato wajah bwat penjahat..
sayang lo gak liat fotonya di kompas, liat deh pasti ketawa ngakak....kok bs ya...
klo baca di media lain, malah katanya korbannya ini adl anggota babinsa lho, trus ada yg baru nyadar kena tipu bahkan setelah 3 hari...ck ck ck....senseless abiz
nih fotonya
jgn ketawa ya....secara yg jadi korban udah dewasa dan mukanya cukup sangar, tapi kok bisa ya, swt
Wew..
Bojonegoro..
Kampung Halaman ku..
Ada Orang Yang Kayak Begini..
Malu2in Banget..
>_<
(wakakkakakkakkakakak..........................xiixixiixixiixixi)
udah di post kan tuh.. di post bawah nya 8)
Dpt Darimana Pic nya??