BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

CINTA DI UJUNG JALAN by Bintang Satria

edited June 2008 in BoyzStories
INI CUMA CERITA FIKTIF.
BUKAN CERITA MIRIP,
ATAU DIMIRIP-MIRIPKAN.
TAPI CUMA CERITA SEDERHANA,
DARI SATU CINTA …


CINTA DI UJUNG JALAN

By Bintang Satria


Hari ini hari ke sekian kali Safiq berdiri di sana, di jalan alteri pas putaran, dekat warung rokok. Jam menunjukkan pukul 11 malam 22 menit. Sudah bukan malam lagi memang. Sebentar lagi berganti hari. Diisapnya sebatang rokok sambil melihat sekeliling. Masih sepi di sekitarnya. Hanya ada beberapa orang yang diketahuinya, tetapi tidak dikenalnya. Angin malam itu lumayan kencang, sehabis hujan tadi sore. Kendaraan yang lewatpun tidak begitu banyak.

Matanya menatap sebuah rumah di seberang. Rumah berwarna putih yang cukup besar yang tertutup rimbun dengan pohon palm yang besar dan berbaris rapi. Dan seperti malam sebelumnya, rumah itu tetap terlihat sepi. Dialihkan matanya ke jalan. Ada satu dua motor yang lewat. Sudah 10 menit ini dia berdiri di sana.

“Hai.. “ Safiq menoleh. Seorang pria menegurnya. Wajahnya lumayan cakep. Ada kumis tipis di atas bibirnya. Dan Safiq tahu, pria itu seumuran-nya. Itu bisa ditebak dari cara berpakaianya. “Sendirian aja?.” Tanya pria itu.. Safiq mengangguk. “Saya cuma mau ngobrol aja, boleh?” Safiq diam saja, tidak menjawab. Sudah hafal dia dengan kelakuan pria-pria seperti itu. Itulah sebabnya dia membatasi diri. “Saya baru pulang dari rumah temen. Tadi pulang kampus bareng dia, terus mampir di kosnya karena kehujanan. Sekarang lagi cari bus buat pulang.” Jelasnya panjang lebar. Acuh tak acuh Safiq mendengarnya. “Semoga aja masih ada bus yang lewat ya.” harap pria itu sambil celingukan. Safiq mengisap rokok terakhir, sebelum membuang puntungnya di trotoar. “Nama saya Topan. Boleh tahu nama kamu?…” Safiq ingin menjawab. Tapi sebuah Mercedez Silver berhenti tepat di depan mereka berdua. Membuyarkan konsentrasi Safiq.

“Halo?“ suara berat memanggilnya dari dalam mobil. Safiq menghampirinya.
“Hai… “ jawabnya enteng. Dilihatnya dari keremangan malam, wajah pria yang sudah berumur.
“Berapa?” Tanya pria di dalam mobil. Safiq langsung menyebut sejumlah angka yang biasa disebutnya. Pria setengah baya itu tersenyum.
“Oke.. “ katanya setuju. Safiq membuka pintu mobil dan segera masuk ke dalamnya. Dipasangnya Seat Belt, lalu melihat lagi pria di sampingnya.
“Yuk, Oom..” ajaknya. Mobilpun melaju kencang di kegelapan malam. Meninggalkan sosok Topan di jalan itu. Matanya kosong melihat jalanan yang sepi.

……


“Eh, bangun. Udah siang cong. Gila lohh.. “ tegur seseorang pada Safiq yang masih tertidur pulas. Seseorang itu kemudian membuka tirai jendela. Sinar matahari menyeruak masuk. Menerangi kamar berukuran 2 x 3 dengan tembok yang sudah kumal. Reflek Safiq terbangun. Dilihatnya Ukri, teman satu kontrakannya, dengan mata yang masih mengantuk. Safiq lupa mengunci pintu kamarnya... “Cong, bangun cooong. Tadi bu Rukiyah ke sini. Minta uang kontrakan. Aye bilang lo belon balik. Ntar disampein.. “ lanjutnya sambil duduk. “Mintanya sih baek-baek seperti kemaren. Tapi mukanye tetep aja muke duit. Kaga bisa diboongin..” serunya berapi-api.

Safiq mengucek-ngucek matanya. Lalu menguap selebar-lebarnya. “Bujukbuneng, itu mulut lu, yak. Baunya kaga kira-kira. Nyadar cong, gue di depan lu. DI DEPAN LU… “ teriaknya sambil menutup hidungnya yang pesek. Yang kalau malam berubah menjadi mancung terkendali, dengan sapuan eye shadow di sisi-sisinya. “Mandi sono….” Kata Ukri lagi.
“Tau ah… Orang lagi enak-enak, lu ganggu aja..” sungut Safiq dengan suara yang masih mengawang. Wajahnya masih berantakan. Tapi tidak membuat ketampanan-nya hilang.
“Mandi, ngapa? Bau woyy … “ serapah Ukri. Safiq menyender di pojokkan. Matanya udah lumayan terbuka.
“Tadinya sih, gue mau kasih uang kontrakannya separo. Tapi kaga jadi. Abis, aye inget. Pan ntar malem, malem minggu? Perlu modal aye dagang. Kalo aye laku, sebelum tengah malem. Lha, kalo sampe subuh kaga laku kaya minggu lalu?” terang Ukri nyablak. “Pulang bisa tekor lagi naik taxi?” lanjutnya lagi.

“Duuhh, ribut amat sih?” Safiq menggerutu. “Mangkanya irit-irit tu duit. Ngapain juga lo pulang naik taxi? Dari taman lawang kan banyak angkutan?” jawab Safiq dengan suara yang masih berat.
“Eh, Ayam betutu. Sini ye, denger ye. Kalo gue pulang naik angkot, lu seneng ye? gue jadi ledekan orang-orang? Iye? Full make-up, gitu loohhh?.. “ bibir Ukri maju 5 centi.
“Mangkanya, dagang jangan di taman mulu. Asyik di kebooonn aja. Cari tempat yang berduit dong.. Sekali-kali di Mal kek.. “
“Bujukbuneng, gue di suruh dagang di Mal? Lu pikir gue SPG? Sialan lu.” Dilemparnya sebuah bantal. Safiq tertawa pelan. Dilihatnya Ukri yang cemberut. Wajahnya betul-betul anyep kalo dilihat begitu. Beda kalau sudah dandan. Wajahnya yang anyep itu, dengan hidungnya yang pesek ringsek dan bibirnya yang setebal martabak itu, bisa berubah menjadi wajah seorang wanita yang cantik, yang tidak kalah dengan putri Indonesia.

Dulu, mereka bertemu secara tidak sengaja. Ketika suatu malam, Safiq dengan jaket kulit dan gayanya yang cool, berdiri menunggu tamu di tepi jalan. Saat itu adalah hari-hari Safiq yang susah. Dengan duit seadanya, dia nekat menjajakan diri untuk yang ke-3 kalinya.

Dimulai saat Safiq ingin menyalakan rokoknya, tiba-tiba ada sebuah mobil Alphard berhenti di depannya. Kaget juga dia. Tapi ia pura-pura tidak perduli. Rejeki datang nih.Mobilnya bagus, pasti isinya bagus juga. Bathin Safiq. Tiba-tiba pintu kanan mobil di seberang sana sepertinya terbuka “Dahh neeekk.. “ kata suara cowok diseberang sana. “Iiiiihhhh…” jawab yang satunya, seperti suara perempuan. Terdengar suara pintu mobil ditutup kembali. Safiq tidak melihat kejadian itu. Karena pandangannya tertutup pada badan mobil. Tidak lama kemudian, mobil itu kembali melaju, dengan suara cekikikan di dalamnya. Safiq hanya menoleh sekilas. Tidak terlalu perduli. Dia tetap menyalakan rokoknya. Dan saat itulah Ukri, yang malam itu berubah menjadi Unita Shalfira, terlihat setelah mobil Alphard itu, pergi.

“Haii.. “ sapa Ukri, eh, Unita dengan manja dari arah kanannya. Tubuhnya langsing singset. Sepatu haknya mengkilap bersih, pakaiannya juga bagus dan agak blink-blink. Pasti semuanya ber-merk. Kata Safiq dalam hati.
Unita memandangnya dengan genit, seperti ingin melahapnya. Safiq memang tampan. Campuran Arab Betawi dan tanah sunda.

Kaget juga Safiq sebetulnya, saat melihat Unita tadi, setelah mobil Alphard itu pergi. Dia pikir seorang pria paruh baya yang akan turun menghampirinya. Mana pernah dia mengira, yang datang perempuan setengah jadi? Mengerikan. Dia hanya suka melayani laki-laki, bukan perempuan atau lainnya. Tapi dia sedang membutuhkan uang. Apa boleh buat… Pakai planning B aja nanti. Kata Safiq dalam hati.

“Boleh kenalan ngga? … “disentuhnya bahu Safiq.
“Boleh… “ jawab Safiq, sambil menghembuskan asap rokoknya. Memang macho sekali dia, dengan gayanya yang tidak dibuat-buat itu.
“Serius nih, mau sama akika?” goda Unita senang. Ya ngga-lah. Kata Safiq dalam hati. Duit-nya sih, iya banget…. Dipandangnya Unita dihadapannya. Toh, ngga jelek-jelek amat perempuan jadi-jadian ini. Mirip-mirip Happy Salma. Cuma lebih hitam, lebih pendek, lebih …

“Situ ganteng deh.. Ay suka… ” kata Unita genit. Suaranya dihalus-haluskan seperti perempuan. “Pasti gedong … “ Unita mengerling manja. Safiq menahan senyum.
“Memang suka yang gedong ya?” tantang Safiq.
“Uhh, Ay suka sekali … “ jawab Unita manja. “Ke rumah aja yuk?” rayu Unita sambil mengitari tubuh Safiq pelan-pelan, seperti ratu sejagat. Safiq tersenyum.
“Berapa?” Tanya Safiq.
“Berapa apanya, sayang? …. “Unita berhenti memutar dan kembali ke sisi kanan Safiq. Digerainya rambut palsu hitamnya yang panjang, persis seperti di iklan-iklan shampoo.
“Berani berapa?” ulang Safiq.
“Berani… berapa??“ Tanya Unita heran. Bibirnya mulai maju.
“Iya, berani bayar berapa?… “ ulang Safiq lagi, dengan sopan. “Katanya mau yang gedong?” Goda Safiq. Matanya mulai nakal.
“Haaa?.” Perempuan setengah jadi itu memandang heran. Kali ini mereka berdua tatap-tapan. “Bujukbuneng, harusnya elu yang nawar gue..” Bibir Unita mulai maju.
“Ha?” giliran Safiq yang kaget. “Kan, tadi… mba, yang .. ngajak saya?” Safiq tergagap.
“Iye emang! Tugas gue-kan merayu? Kalo kaga, mana laku dagangan gue dong??” Suara Unita berubah menjadi laki-laki. “Gila loohh?!” sewotnya lagi.
“Jadi…? Tapi itu tadi yang brenti itu, mobilnya .. Mba turun dari mobil itu-kan?” Safiq seperti tidak percaya.
“Eh, kuda nil jeruk purut. Mobil apaan? Lu buta ye? Asal gue dari warung entu tuh..” tunjuk Unita ke arah warung di ujung jalan sebrang sana. “Gue udah ngeliatin elu dari tadi. Gue pikir, elu lagi nunggu cewek kaya gue...? Otak dagang gue ya jalan dong.” Jelas Unita dengan satu tangan di pinggang.
“Ter..rus..?”
“Trus ya gue nyebrang ke sindang, tapi dihalangin ma mobil Alphard sialan itu tuh tadi…Gue pikir mau dibawa orang-orang tadi, ngga tahunya cuma godain doang. Sialan.” Sungutnya ketus.

“O… “ Safiq melongo.
“Ya iya-lah! Masa ya iya dong?! … Mangkanye, jangan jualan di wilayah gue, cong?” Kata Ukri yang sudah kembali ke bentuk asal, dengan bibirnya yang maju 5 centi.
“……... “ Safiq masih melongo.
“Busyet dah nek, apes gue. Udah belon laku, aye salah nangkep, salah sasaran pula. Diampuuuttt… Ternyata situ jualan juga, cong.?? Jeruk kok makan jerukk …” gerutu Ukri sambil melenggang kangkung, dengan mulutnya yang terus komat-kamit.

Itulah awal perkenalan mereka. Hingga malam-malam selanjutnya, bertemu di tempat yang sama, dengan misi yang berbeda. Kedekatan itulah, yang akhirnya membuat mereka sepakat mengontrak rumah bersama, dengan kamar yang berbeda.

Sebenarnya Safiq berasal dari keluarga yang berkecukupan di kota Malang. Tapi karena suatu malam, saat sedang bercumbu dengan Gusti, teman prianya, ibunya memergokinya & terkulai pingsan di depan pintu kamarnya yang lupa terkunci. Malam itu juga dia nekat meninggalkan rumahnya ke Jakarta, karena malu telah menghancurkan hati ibunya. Tapi sayang, Gusti yang dicintainya itu. Tidak ikut bertanggungjawab. Pria itu melepaskannya & meninggalkannya begitu saja, tanpa merasa bersalah. Jadilah Safiq pergi seorang diri ke Jakarta, dengan kesedihannya & hatinya yang patah. Untung saja ia masih punya tabungan sedikit. Hingga bertemu Ukri yang kini menjadi temannya.


….


“Kri, kasih uangnya nih, ke bu Ruki.” Safiq mengeluarkan setumpuk uang dari dompetnya, untuk kontrakan. “Lo ngga usah bayar bulan ini. Gue lagi ada rejeki.” Kata Safiq lagi.
“Duh, neekk. Makasih ye. Lu baik banget deh.” Ukri kegirangan.
“Tapi kalo gue lagi ngga ada duit, gantian elo yang bayar ya.”
“Iyeee.. “ Ukri menghitung uang di tangannya. “Lebih Fiq, nehh.. “ Ukri menyodorkan 2 lembar uang seratus ribuan.
“Oh, itu sumbangan buat anak-anak panti di depan. Lo yang kasih ya?” Ukri menatap Safiq.
“Baru minggu lalu. Yakin nih?” Tanya Ukri. Safiq mengangguk tulus.
“Lo mau kemane, cong? Tumben gini hari mau jalan?”
“Gue mau cari baju, biar ada yang bagusan dikit. Biar ngga malu-maluin. Kan lagi ada rejeki …”
“Di irit-irit tuh duit … “ sindir Ukri, mengulangi kalimat Safiq padanya. Safiq tersenyum.
“Lo ngga pake baju aja tetep keren kok, cong?”
“Mazzaa?” ledek Safiq.
“Suwerrrrr.. “
“Baju yang ini?”
“Tetep keren, cooong.. “
“Kalo begini?” Safiq mengambil wig milik Ukri dari jemuran & memakainya seperti Ukri.
“Gue suka gaya looohhh … Sineeeh..” direbutnya wig itu dari tangan Safiq yang tertawa senang.
“Gue pergi ye? Dah nekk.. “ Safiq menutup pintu rumah. Hatinya senang sekali.
Malam kemarin, dia bertemu dengan jutawan. Si pria bermobil mercedez itu. Yang memberinya berlembar-lembar uang untuknya. Plus uang tambahan untuk transportnya pulang. Tentu saja hatinya senang. Dan bukan itu saja. Dia tidak melakukan apapun untuk tamunya malam itu. Hanya menemaninya di ruang tamu. Sambil bercerita panjang lebar, dan bercanda sampai pagi. Betapa beruntungnya dia. Tadinya ia pikir, lelaki itu akan mencumbunya sampai puas, memberinya uang, lalu menyuruhnya pergi seperti yang lainnya. Tetapi lelaki itu berbeda. Di luar dugaannya.


.......


“Hai… “ sapa seseorang pada Safiq di lobi sebuah mal, hari minggu sore. Safiq menoleh. Wajah itu … “Masih inget?” Tanyanya. “Saya Topan. Yang malam-malam itu … “ jelasnya sambil tersenyum. Ah, rupanya dia lagi. “Lagi cari apa? Kamu sendirian?” tanyanya beruntun.
“Oh, iya.” Safiq bingung mau menjawab. “Lagi sendiri. Mau .. ya, jalan-jalan aja. Liat-liat… Mungkin nanti ada yang dibeli.“ jawab Safiq akhirnya. “Kamu sendiri?… Eh, maksudnya, … kamu sendirian?”
“Ya, saya sendiri. Lagi cari buku.” Jawab Topan. “Bukunya sih udah dapet. Sebetulnya lagi mau pulang...” Topan menunjukan plastik belanjaannya. “Tapi malah ngeliat kamu di sini. Boleh saya temani?” katanya sopan. Diamput! Mau temani? Ngga salah? Mana asyik jalan-jalan dengan orang yang belum dikenal? Bikin canggung aja.
“O, ngga apa-apa. Saya bisa sendiri, kok. Makasih ya.. “ Jawab Safiq ramah.
“Saya ngga terburu-buru kok, saya seneng kalau ada temen. Yuk, jalan?” Astaga. Keras kepala juga dia ini. Safiq bingung. Apa yang mau dijawab kalau udah begini? Untung cowok itu punya wajah yang lumayan cakep.
“Hmmm, oke. Kita ke lantai 3 ya. Saya coba liat barang di sana.. “ akhirnya Safiq mengalah.

Mereka segera menaiki escalator, menuju lantai 3. Mau tidak mau akhirnya Safiq mencoba berteman dengan Topan. Biarpun banyak kalimat yang keluar dari mulut cowok itu, dibandingkan dirinya. Ternyata menyenangkan juga Topan itu. Dari 2 jam bersama, akhirnya meningkat menjadi 4 jam di sana. Seperti ada benang merahnya yang menyambung mereka.

Berdua itu ternyata menyenangkan juga ya? Kata Safiq dalam hati. Prettt... Padahal selama ini dia sudah banyak menghabiskan waktu berdua, bersama pria-pria tidak dikenalnya hanya dalam waktu 1-2 jam, bahkan lebih. Tapi yang ini, jelas saja berbeda. Hubungan yang sesungguhnya.

“Saya ke arah sana. Kamu kemana?” Tanya Safiq saat pulang. Toko-toko mulai tutup satu-satu.
“Saya bawa motor. Mau saya anterin?” tawar Topan.
“Oh, ngga usah. Makasih. Kamu udah temani saya ber jam-jam. Makasih, Pan.. “
“Ngga apa-apa kok. Saya justru yang berterima kasih. Saya senang malam ini bisa menemani kamu. Yuk, ke parkiran” ajak Topan. Sekali lagi Safiq tidak bisa menolak.

“Kamu tinggal sama siapa?” teriak Topan dari motor. Suaranya hampir tidak jelas terdengar. Tenggelam oleh ramainya kendaraan di jalan.
“Kenapa?” teriak Safiq ngga kalah keras. Topan membuka kaca helm.
“Kamu tinggal sama siapa?” Ulang Topan, tidak lagi berteriak.
“Oh, sama teman.” Jawabnya.
“Belok kanan, Fiq?”
“Kiri. Yang kiri.” Motor menikung ke kiri. Jalanan sudah sepi. Hanya ada tukang nasi goring.
“Teman kamu ada di rumah?”
“Mungkin.. “
“Kok, mungkin?”
“Mmm, biasanya pergi… “ Pretttt. Bukan pergi, sebetulnya. Tapi bertugas. Perempuan jadi-jadian itu sedang konsen di jalanan. Jawabnya dalam hati.

“Boleh aku main ke rumah kamu?”
“Sekarang?”
“Terserah, kalau boleh… “
“Kamu ngga … belajar? Buat kuliah besok?” Safiq melihat jam tangannya. Hampir jam 10 malam. Memang ada ya, orang yang belajar di minggu malam? Bukannya saat ini lebih asyik lihat sinetron? Kan banyak cowok-cowok baru yang cute di TV. Halaahh …
“Besok ada kuliah sore … “ jawab Topan.
“Ya, stop. Oke, pagar yang itu…” Safiq turun dari motor setelah sampai di depan rumah kontrakannya.
“Gimana?” Topan membuka helmnya.
“Apanya?” Tanya Safiq.
“Boleh saya main ke rumah?”
“Hmmm, yuk…” Safiq membuka pintu pagar. Topan memarkirkan motornya. Kemudian mengunci stangnya. Lalu segera masuk ke dalam. Rumah yang sederhana, gumamnya.
“Maaf, berantakan… “ Safiq mempersilahkan Topan duduk, sesampainya di ruang tamu.
“Enak juga di sini… “ Mata Topan berkeliling.
“Ah, biasa aja. Kecil dan berantakan… Mau minum apa?” Tanya Safiq sambil masuk ke dalam kamar.
“Apa aja…”

Safiq meletakkan belanjaannya di kamar. Kemudian ke dapur dan menuangkan air dari dispenser.
“Sorry, Cuma ada ini … “
“Ngga apa-apa. Saya minum ya?” Topan mengambil gelas di tangan Safiq dan meneguknya.
“Saya mandi dulu. Boleh?” Topan mengangguk. Diambilnya sebuah majalah yang ada di bawah meja tamu, dilihat-lihat & dibacanya bila ada artikel yang menarik, sebentar saja dia sudah asyik dengan bacaannya.. Sepuluh menit kemudian, Safiq keluar dari kamar mandi.
“Sorry, kalo lama…” Topan mengangkat kepalanya dari majalah. Dilihatnya Safiq yang masih memakai handuk, menghampirinya. “Mau mandi?” tanyanya. Topan tidak menjawab. Hanya melihat ke bagian tubuh Safiq. Badannya bagus, tidak terlalu berotot.. Kulitnya bersih, dengan dadanya yang bidang dan ada bulu-bulu halus dibawah pusarnya. Sedangkan bagian bawahnya, yang tertutup handuk putih itu, membuatnya …. “Kamu mau mandi?” ulang Safiq.
“Ya. Ya, boleh.” Jawab Topan akhirnya.
“Sabun cair ada di rak kanan.Shampo-nya di kirinya.” Terang Safiq.
“Oke.” Topan meletakkan majalah dan segera melangkah ke dalam kamar mandi. Ngga berapa lama kemudian, suara air turun dari shower berbunyi. Safiq membuka lemari dan mencari benda yang diinginkannya. Setelah ketemu yang dicarinya, Safiq mengetuk pintu kamar mandi. Handuk putihnya masih melingkar di pinggangnya.
“Pan, ini handuknya. Saya taro di depan sini ya.” Kata Safiq di depan pintu kamar mandi.
“Oya, masuk aja. Ngga dikunci kok…” suara di dalam sana menjawab. O? ngga dikunci? Nantang nih? Kata Safiq dalam hati. Oke… Dibukanya pintu kamar mandi dan …

My God, bagus sekali badan Topan dari samping. Bukan karena berkotak-kotak. Tapi tubuhnya begitu proporsional. Sudah lama Safiq tidak melihat tubuh telanjang seumurannya. Malam-malamnya dihabiskan dengan tubuh-tubuh yang sudah tidak menarik lagi. Dan pemandangan di depannya ini, alamaakk, betul-betul mimpi yang tak terduga.

Topan memutar badannya kehadapan Safiq. Terlihat jelas benda yang tergantung di sana. Benda yang sering dilihatnya. Besar, gendut dan tidak panjang. Belum memanjang tepatnya … Bagus sekali benda itu dalam keadaan basah, juga dengan bulu-bulu yang tumbuh di sekitarnya. Ingin sekali rasanya Safiq …
“Tolong digantung di situ aja ya. Sorry, saya lagi basah… “ kata Topan pada Safiq yang masih berdiri di pintu. “Maaf, fiq. Pintu nya tolong ditutup lagi ya… “ WHAT? BUKK! Itu bukan suara pintu. Tapi suara kaget di kuping Safiq. Ditutup lagi?? Ini sebuah penolakan? Atau penghinaan? Biasanya para tamunya, bila melihat dirinya setengah telanjang, mereka rela mengemis-ngemis untuk bercinta. Tapi sekarang? Seorang cowok menolaknya?? Diampuuuttt!! …


*** song CAN WE GET TOGETHER by Madonna (The Confessions Tour)


“Hai, lagi apa?” Topan baru selesai mandi dan menyapanya di kamar. Safiq yang baru saja selesai berpakaian, membalikkan badannya. Dilihatnya Topan sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk di tangannya dan … tubuhnya yang bagus itu, yang kini setengah basah itu, tidak tertutupi apapun. Tidak tertutupi apapun! Begitu bebasnya Safiq menatap. Tampak jelas di sana, keindahan yang dimiliki cowok berkumis tipis itu. Begitu menggiurkannya…

“ … Udah selesai mandi?” Safiq berusaha wajar. Sudah dua kali ia salah tingkah. Jantungnya mulai berbunyi. Gila, wajah cowok itu, kok, lama-lama mirip Christian itu ya? Si Model yang berpacaran dengan artis Titi Kamal itu.
“Yup, enak. Segeran nih.” Topan masih mengeringkan rambutnya. Safiq masih menatap bebas. “Kamu kemana malam besok?” Tanya Topan.
“…Belum ada rencana… “. Topan melempar handuknya di tempat tidur. Kemudian mengambil kaosnya.
“Teman kamu, lagi pergi?” Topan memakai kaosnya. Lucu sekali Safiq melihatnya saat itu. Tubuh bagus itu tertutup separuh, sedangkan bagian bawahnya masih terbuka polos. Membuat nafasnya turun naik. Sumpah baru kali itu dia menikmati tubuh seorang laki-laki.
“Lagi pergi ya?” ulang Topan.
“Oh, iya. Lagi pergi… “ Safiq mengiyakan.
“O… “ Topan memakai celana dalamnya hati-hati, seperti takut benda di dalamnya terluka. Kemudian diambilnya celana panjangnya, lalu memakainya.

What? Asshitt… gerutu Safiq. That’s it? Cuma segitu aja? … Bibirnya hampir terbuka. Apakah dia berhalusinasi? … Safiq pura-pura membersihkan telapaknya, seolah-olah ada semut di kedua tangannya.
Nope, Safiq tidak berhalusinasi. Cowok di depannya itu memang sudah berpakaian lengkap. Tidak telanjang seperti tadi. Sudah rapi. Biarpun rambut poninya masih berantakan. Jadi tadi maksudnya apa? Sengaja? Atau?

Dipandangnya wajah Topan di depannya. Wajah berkumis tipis itu menatapnya. Ya, dia memang mirip Christian. Hampir sama. Hanya beda bentuk. Safiq memang tidak pernah lama memperhatikan wajah seseorang. Buat apa? Apa yang perlu diingat kalau kenikmatan itu hanya berlangsung 1 atau 2 jam saja? Toh, tidak akan pernah bertemu lagi. Itu kata Safiq pada Ukri dulu. Tapi kini, dia baru menyadari kalau wajah cowok ini …

“Saya pulang ya… ” Topan melangkah ke depan pintu, setelah merapikan pakaiannya. Safiq membukakan pintunya, lesu. Baru kali ini hatinya terombang-ambing. Mungkinkah dia sudah jatuh hati pada cowok itu? Memang, sudah lama sekali masa cinta itu lewat. Hari-harinya sudah diisi dengan peluh nafsu kenikmatan. Sudah lama sekali. Dan tiba-tiba saja dia rindu dengan rasa cinta yang pernah dimilikinya. Rindu akan kehadiran seseorang disampingnya.
“Terima kasih ya, fiq.” Topan tersenyum tulus. Safiq mengangguk. Dipaksakan senyumnya. Apakah Topan tidak tergiur sedikitpun padanya? Atau merasa jijik-kah dia dengannya? Atau sebatas ini lagi-kah, pertemuan yang berbeda itu dibaurkan dengan nafsu lagi? Sampai kapankah? Pertanyaannya tidak terjawab…
Safiq menatapnya pergi, hingga motor milik Topan hilang dari pandangannya....

Safiq menutup pintu depan pelan. Sepi sekali saat itu. Tidak ada siapa-siapa dan tidak terdengar suara apapun. Padahal, sudah 2 tahun ini dia tinggal di sana. Baru kali itulah dia merasakan kesendirian. Begitu sunyinya. Safiq terduduk di depan pintu. Ada perasaan galau yang merasukinya. Dipandangnya ruang di sekitarnya. Ya, memang sepi sekali. Terlalu sepi… Matanya mulai berkaca-kaca.

Perasaan kesepian kini muncul di hatinya. Tiba-tiba terbayang wajah ibunya yang ditinggalkannya. Bergantian dengan wajah kakak & adiknya. Airmatanya mulai jatuh. Begitu rindunya dia pada keluarganya. Ayahnya sudah lama pergi, bersama seorang wanita, yang dihamilinya dan meninggalkan ibunya, yang menjerit-jerit perih. Safiq duduk terdiam. Terbayang kembali wajah Gusti yang tak punya hati melepaskan kepergiannya. Kemudian berganti dengan wajah Topan, cowok yang mulai mengisi hatinya. Airmatanya mulai mengalir. Hatinya teriris pedih. Banyak sekali cobaan dalam hidupnya, yang ditanggungnya sendirian. Dia menangis seunggukan. Kemudian pecah dikeheningan malam …


*** song TEARS & RAIN by James Blunt

.....


Tok… Tok… Tok…
Itu suara ketukan pintu. Safiq menggeliat bangun. Matanya masih tertutup. Didengarnya ketukan sekali lagi. Kali ini terdengar keras dan jelas. Seperti ditelinganya. Pelan-pelan dia membuka matanya. Dia masih di ruang depan. Ternyata dia tertidur di sana semalam, sehabis lelah menangis. Jam menunjukkan 10.05. Sudah bukan pagi lagi. Pelan-pelan dia bangkit, kemudian membuka pintu. Matanya masih sembab.
“Ini rumah Safiq?” seorang pria muda berseragam berdiri di depannya sambil tersenyum sopan.
“Ya? Ada apa, mas?” tanya Safiq dengan suara yang masih berat.
“Ini nomer 22 ya? Ada kiriman untuk Safiq…” pria itu memberikan sesuatu pada Safiq. Satu vas bunga mawar merah hati dan satu kado berukuran sedang yang dibungkus rapi dengan warna merah yang sama. Safiq menerimanya dengan bingung.
“Ya betul. Dari siapa ya, mas?”
“Maaf, ini tolong ditandatangani.” Pria itu tidak menjawab pertanyaannya. Tapi malah menyodorkan kertas tanda terima. Dengan ragu Safiq menandatangani kertas itu. “Terima kasih. Permisi…” pria itu tersenyum. Kemudian meninggalkan Safiq yang masih berdiri bingung.

Dipandangnya bunga mawar merah itu yang kini berada di meja kamarnya. Kemudian gantian melihat kado yang terbungkus rapi itu. Dari siapa ya? Gumamnya bingung. Jam sudah menunjukkan 10.30. Rumah masih seperti semalam. Sepi dan sunyi. Entah dimana Ukri. Harusnya tadi pagi dia sudah pulang. Kamarnya-pun masih terkunci rapat. Kalaupun pulang, Safiq pasti mengetahuinya. Karena dia tertidur di depan pintu semalam.

Pelan-pelan dibukanya kado itu di tempat tidur. Pikirannya masih menebak-nebak. Siapa orang yang mengirim bunga & kado itu. Baru kali inilah dia menerima sesuatu seperti itu. Seperti di film-film romans yang pernah dilihatnya. Dan hatinya memang benar melayang jauh. Bahagia. Masih ada juga orang yang memperhatikannya. Matanya memang masih sembab. Tapi tidak lagi mengantuk seperti tadi.
Kado itupun kini dibukanya dengan tergesa-gesa. Ada sebuah kotak kecil lagi di sana dan sebuah surat di atasnya. Dibukanya kali ini dengan pelan sambil menahan nafasnya yang berat. Ada tulisan-tulisan rapi di sana dan sebuah tanda tangan dengan nama Topan …
Jantungnya mulai tak beraturan lagi.

“Terima kasih untuk kemarin, menemani saya seharian.
Dan terima kasih juga untuk semalam. Malam yang indah buat saya.
Kamu menghargai saya dengan baik.
Dengan kepolosan, kegugupan dan keinginan yang ada.
Sengaja saya memancing kamu. Seperti kamu memancing saya.
Tapi tidak kita lakukan. Karena kita saling menahan.

Sudah sebulan saya memperhatikan kamu diam-diam di ujung jalan itu.
Jalan di mana kamu berdiri menanti pria-pria yang datang.
Hingga cinta saya jatuh pada kamu. Di malam ketiga saya melihat kamu.
Dan cinta yang saya punya, tidak bisa lagi ditahan dengan apapun.

Saya ingin mencintai kamu sebanyak yang kamu mau.
Karena saya ingin menghabiskan cinta saya untuk kamu.
Selama yang kamu mau….

Dan bila kamu mau menerima cinta ini,
Saya akan menunggu kamu nanti malam jam tujuh nanti,
Di ujung jalan itu …”


TOPAN


Safiq melempar surat itu di sampingnya. Nafasnya tertahan. Terbayang kembali wajah Topan dan kejadian semalam. Inikah Topan yang datang semalam? Yang baru dikenalnya kemarin? Inikah Topan yang sesungguhnya? Dadanya bergemuruh. Diambilnya kotak kecil yang tadi dia lihat di dalam kado. Safiq memandangnya tak percaya, menatapnya tak percaya.
Kotak kecil itu berisi photo-photonya dengan berbagai pose. Photo-photo candid yang natural & indah. Dengan baju-bajunya yang berbeda. Ada photo dirinya yang sedang duduk di pinggir jalan. Ada yang sedang merokok. Ada yang sedang menatap jalan. Ada yang berdiri di samping warung. Yang terekam kamera dengan ekspresi wajahnya yang kosong dan kesepian. Ya, itu photo-photo dirinya, yang diambil Topan tanpa sepengetahuannya, ketika dia berada di ujung jalan itu…

Dilihatnya sekali lagi photo-photo indah itu. Ada cinta di tiap lembarnya. Bukan cinta seorang pemuja. Tapi cinta seseorang yang jatuh hati padanya. Air matanya mulai mengalir lagi. Bahagia. Ternyata memang masih ada orang yang mau mencintainya tulus. Apa adanya. Bukan seperti yang selama ini dia rasakan. Cinta yang selalu berakhir di ranjang. Cinta yang bergelimang peluh dan rupiah.
Sekali lagi, Safiq menangis seungukan…


........


Angin berhembus lembut di tubuhnya, ketika Safiq sampai di ujung jalan itu. Tempat dimana dia menghabiskan malam-malamnya menunggu tamu. Tempat dimana Topan bermalam-malam mengambil photo dirinya sebelum ia pergi melayani kenikmatan.

Dipandangnya jam tangannya, jam tujuh tepat. Banyak kendaraan yang melintasi jalan itu. Tapi tidak terlalu ramai. Mungkin karena jalan itu bukan jalan utama. Dicarinya wajah Topan di sana. Tapi wajah itu belum ditemukannya. Safiq sudah siap dengan jawabannya nanti. Menjawab mantap & menerima cinta Topan dengan cintanya. Yang akan ia habiskan selamanya, bersama Topan.

Safiq menatap ke depan, dimana rumah putih yang lumayan besar itu masih berdiri kokoh di sana, sekalipun terhalang pohon-pohon palm di depannya. Pintu gerbangnya yang tinggi hitam, masih tertutup rapat seperti kemarin-kemarin. Dan teras di atasnya, seperti … Safiq memicingkan matanya. Belum pernah dia melihat teras di lantai dua rumah itu. Dia tidak pernah terbiasa berlama-lama menatap apapun & siapapun. Hanya melihat seperlunya. Tapi sekarang tampak jelas ada seseorang berdiri di sana, di teras itu. Seseorang yang dikenalinya. Seseorang yang sedang melambaikan tangannya dan tersenyum padanya. Orang itu adalah Topan, yang entah sudah berapa lama dia berdiri di sana, melihatnya dari sana.

Safiq tersenyum dan membalas lambaiannya. Lega hatinya melihat orang yang mencintainya ada di depan sana.

“Tunggu di situ ya…” teriak Topan dari atas sana.
“Apa?” Safiq tidak mendengar jelas. Ada suara mobil yang lewat di depannya. Topan mengerti.
“Tunggu aku… Aku ke situ ya … “ teriak Topan keras. Safiq mengerti. Kemudian mengangguk. Jadi dia ternyata yang tinggal di rumah itu dan mengawasiku dari sana. Awas, ya. Kamu sudah berbohong. Kamu tidak menunggu kendaraan umum malam itu. Gumam Safiq senang bercampur gemas.

Tidak berapa lama pintu pagar tinggi itu terbuka perlahan. Ada Topan di sana, dengan senyuman yang masih menghiasi wajahnya. Wajah yang ingin sekali disentuh oleh Safiq. Wajah yang tiba-tiba mengisi hatinya secepat kilat.

Cinta itu memang aneh. Datang tidak diundang & kadang pergi begitu saja bila sudah waktunya. Dan cinta yang telah datang padanya, tidak akan ia sia-siakan lagi. Safiq ingin menikmatinya lagi, merasakannya lagi. Berdua menjalani hari bersama seorang kekasih. Kekasih yang tidak memandang sebelah mata padanya. Kekasih yang tulus mencintainya dengan cinta & pengorbanannya. Tidak sabar rasanya Safiq menanti Topan datang menghampirinya di ujung jalan itu dan mengumbar kebahagiaan yang kini dia punyai.

“Haiii … “ panggil Topan dari seberang. Pakaiannya rapi. Wajahnya ganteng sekali malam itu, sekalipun lampu jalanan tidak terlalu terang. Tapi Safiq tahu. Wajah itu memang tampan sekali. Dan baru kali ini-lah matanya tidak berkedip sedikitpun. Dilihatnya Topan menyeberang jalan dengan gagahnya. Poninya terayun-ayun tertiup angin. Dengan matanya yang terlihat berbinar dan senyumnya yang belum terhapus.

Safiq berjalan selangkah menanti Topan dengan senyumnya yang juga mengembang lebar. Sudah tidak sabar rasanya dia ingin mengucapkan kata cinta di telinga Topan. Ingin rasanya memeluknya erat di sana, juga menciumnya, kalau seandainya cuma ada mereka saja di sana. Tapi itu tidak akan mungkin ya. Dunianya jelas berbeda dengan dunia yang katanya lurus itu.

Safiq memandang Topan bahagia. Tinggal selangkah lagi pria itu menghampirinya. Menghampiri cintanya yang sudah tumbuh bersemi. Tinggal selangkah lagi, ketika terdengar bunyi deritan kencang yang lumayan memekakkan telinganya. Setelah itu bunyi benturan keras dan benda jatuh berdebum dengan bunyi patah yang membuat hati menjadi ngilu. Bunyi yang menghilangkan kesadaran Safiq beberapa saat.
Safiq menatap nanar saat melihat Topan tertabrak mobil dan menyeretnya hilang dari pandangan matanya. Safiq terpaku pilu tak percaya di ujung jalan itu…


........


9 Minggu kemudian.
Safiq membuka pintu kamar 809. Di kamar inilah Topan masih terbaring lemah. Sesudah koma selama hampir 3 minggu. Dilihatnya Topan yang sedang tertidur.
Safiq menutup pintu kamar dan melangkah perlahan. Entah sudah berapa kali dia datang ke rumah sakit mengunjungi Topan. Dia ingin terus mendampingi Topan yang anak piatu itu.

Safiq duduk di dekat sisi tempat tidur. Dipandangnya wajah memar Topan yang dicintainya. Wajahnya terlihat tenang dan damai. Balutan perban di kepalanya dan lengan kanannya, yang hampir menutupi seluruh tubuh pria yang dicintainya itu, membuat Safiq mengaduh dalam hati. Hatinya kini selalu teriris pedih melihat keadaan Topan sekarang, yang sudah diamputasi tangan kiri nya itu.

Dia tidak bisa membayangkan, akan seperti apa kehidupannya, andai saja, Topan meninggalkannya malam itu. Dan dia juga tidak bisa membayangkan, akan seperti apa kehidupan Topan nantinya, yang kini telah cacat...
Dan sanggupkah dia mendampingi Topan dengan keadaan itu?

Safiq tidak berani membayangkan lebih jauh lagi. Airmatanya jatuh pelan-pelan. Terbayang kembali wajah ibunya. Kemudian wajah Topan di sisinya.
Betapa perihnya sebuah kenyataan ...

Perlahan Safiq membelai tangan Topan yang masih tertidur.
Safiq tahu, dia mencintai Topan dengan tulus dan sebanyak apapun yang Topan mau. Hanya itu modal untuk menghadapi kenyataan.
Menjalani hari-hari nanti bersama, berdua, dengan cinta yang ada dan berharap akan terus ada.
Dan Safiq tidak ingin membayangkannya lagi, kalau saja malam itu - cinta yang ditunggunya,
tidak datang di ujung jalan itu …


(Selesai – June 2008)


*** song LONGER by Dan Fogelberg


[email protected]

Comments

  • pnjg bgt..
    sinopsisnya ada ga?? :lol: :lol:
  • untuk kali ini aku baca semua secara detail, cerita yg menarik, walaupun ada bau bau khayal seh, tapi tetep asik kok, lumayan menghibur...
  • Hehehe ..
    Iya nih, kalo udah pegang keyboard,
    maunya khayal ma manjang-manjangin..
    :lol: .....

    Thanks anyway buat commentnya.

    Me_BintangSatria.jpg
  • INI CUMA CERITA FIKTIF.
    BUKAN CERITA MIRIP,
    ATAU DIMIRIP-MIRIPKAN.
    TAPI CUMA CERITA SEDERHANA,
    DARI SATU CINTA …


    CINTA DI UJUNG JALAN

    By Bintang Satria


    Hari ini hari ke sekian kali Safiq berdiri di sana, di jalan alteri pas putaran, dekat warung rokok. Jam menunjukkan pukul 11 malam 22 menit. Sudah bukan malam lagi memang. Sebentar lagi berganti hari. Diisapnya sebatang rokok sambil melihat sekeliling. Masih sepi di sekitarnya. Hanya ada beberapa orang yang diketahuinya, tetapi tidak dikenalnya. Angin malam itu lumayan kencang, sehabis hujan tadi sore. Kendaraan yang lewatpun tidak begitu banyak.

    Matanya menatap sebuah rumah di seberang. Rumah berwarna putih yang cukup besar yang tertutup rimbun dengan pohon palm yang besar dan berbaris rapi. Dan seperti malam sebelumnya, rumah itu tetap terlihat sepi. Dialihkan matanya ke jalan. Ada satu dua motor yang lewat. Sudah 10 menit ini dia berdiri di sana.

    “Hai.. “ Safiq menoleh. Seorang pria menegurnya. Wajahnya lumayan cakep. Ada kumis tipis di atas bibirnya. Dan Safiq tahu, pria itu seumuran-nya. Itu bisa ditebak dari cara berpakaianya. “Sendirian aja?.” Tanya pria itu.. Safiq mengangguk. “Saya cuma mau ngobrol aja, boleh?” Safiq diam saja, tidak menjawab. Sudah hafal dia dengan kelakuan pria-pria seperti itu. Itulah sebabnya dia membatasi diri. “Saya baru pulang dari rumah temen. Tadi pulang kampus bareng dia, terus mampir di kosnya karena kehujanan. Sekarang lagi cari bus buat pulang.” Jelasnya panjang lebar. Acuh tak acuh Safiq mendengarnya. “Semoga aja masih ada bus yang lewat ya.” harap pria itu sambil celingukan. Safiq mengisap rokok terakhir, sebelum membuang puntungnya di trotoar. “Nama saya Topan. Boleh tahu nama kamu?…” Safiq ingin menjawab. Tapi sebuah Mercedez Silver berhenti tepat di depan mereka berdua. Membuyarkan konsentrasi Safiq.

    “Halo?“ suara berat memanggilnya dari dalam mobil. Safiq menghampirinya.
    “Hai… “ jawabnya enteng. Dilihatnya dari keremangan malam, wajah pria yang sudah berumur.
    “Berapa?” Tanya pria di dalam mobil. Safiq langsung menyebut sejumlah angka yang biasa disebutnya. Pria setengah baya itu tersenyum.
    “Oke.. “ katanya setuju. Safiq membuka pintu mobil dan segera masuk ke dalamnya. Dipasangnya Seat Belt, lalu melihat lagi pria di sampingnya.
    “Yuk, Oom..” ajaknya. Mobilpun melaju kencang di kegelapan malam. Meninggalkan sosok Topan di jalan itu. Matanya kosong melihat jalanan yang sepi.

    ……


    “Eh, bangun. Udah siang cong. Gila lohh.. “ tegur seseorang pada Safiq yang masih tertidur pulas. Seseorang itu kemudian membuka tirai jendela. Sinar matahari menyeruak masuk. Menerangi kamar berukuran 2 x 3 dengan tembok yang sudah kumal. Reflek Safiq terbangun. Dilihatnya Ukri, teman satu kontrakannya, dengan mata yang masih mengantuk. Safiq lupa mengunci pintu kamarnya... “Cong, bangun cooong. Tadi bu Rukiyah ke sini. Minta uang kontrakan. Aye bilang lo belon balik. Ntar disampein.. “ lanjutnya sambil duduk. “Mintanya sih baek-baek seperti kemaren. Tapi mukanye tetep aja muke duit. Kaga bisa diboongin..” serunya berapi-api.

    Safiq mengucek-ngucek matanya. Lalu menguap selebar-lebarnya. “Bujukbuneng, itu mulut lu, yak. Baunya kaga kira-kira. Nyadar cong, gue di depan lu. DI DEPAN LU… “ teriaknya sambil menutup hidungnya yang pesek. Yang kalau malam berubah menjadi mancung terkendali, dengan sapuan eye shadow di sisi-sisinya. “Mandi sono….” Kata Ukri lagi.
    “Tau ah… Orang lagi enak-enak, lu ganggu aja..” sungut Safiq dengan suara yang masih mengawang. Wajahnya masih berantakan. Tapi tidak membuat ketampanan-nya hilang.
    “Mandi, ngapa? Bau woyy … “ serapah Ukri. Safiq menyender di pojokkan. Matanya udah lumayan terbuka.
    “Tadinya sih, gue mau kasih uang kontrakannya separo. Tapi kaga jadi. Abis, aye inget. Pan ntar malem, malem minggu? Perlu modal aye dagang. Kalo aye laku, sebelum tengah malem. Lha, kalo sampe subuh kaga laku kaya minggu lalu?” terang Ukri nyablak. “Pulang bisa tekor lagi naik taxi?” lanjutnya lagi.

    “Duuhh, ribut amat sih?” Safiq menggerutu. “Mangkanya irit-irit tu duit. Ngapain juga lo pulang naik taxi? Dari taman lawang kan banyak angkutan?” jawab Safiq dengan suara yang masih berat.
    “Eh, Ayam betutu. Sini ye, denger ye. Kalo gue pulang naik angkot, lu seneng ye? gue jadi ledekan orang-orang? Iye? Full make-up, gitu loohhh?.. “ bibir Ukri maju 5 centi.
    “Mangkanya, dagang jangan di taman mulu. Asyik di kebooonn aja. Cari tempat yang berduit dong.. Sekali-kali di Mal kek.. “
    “Bujukbuneng, gue di suruh dagang di Mal? Lu pikir gue SPG? Sialan lu.” Dilemparnya sebuah bantal. Safiq tertawa pelan. Dilihatnya Ukri yang cemberut. Wajahnya betul-betul anyep kalo dilihat begitu. Beda kalau sudah dandan. Wajahnya yang anyep itu, dengan hidungnya yang pesek ringsek dan bibirnya yang setebal martabak itu, bisa berubah menjadi wajah seorang wanita yang cantik, yang tidak kalah dengan putri Indonesia.

    Dulu, mereka bertemu secara tidak sengaja. Ketika suatu malam, Safiq dengan jaket kulit dan gayanya yang cool, berdiri menunggu tamu di tepi jalan. Saat itu adalah hari-hari Safiq yang susah. Dengan duit seadanya, dia nekat menjajakan diri untuk yang ke-3 kalinya.

    Dimulai saat Safiq ingin menyalakan rokoknya, tiba-tiba ada sebuah mobil Alphard berhenti di depannya. Kaget juga dia. Tapi ia pura-pura tidak perduli. Rejeki datang nih.Mobilnya bagus, pasti isinya bagus juga. Bathin Safiq. Tiba-tiba pintu kanan mobil di seberang sana sepertinya terbuka “Dahh neeekk.. “ kata suara cowok diseberang sana. “Iiiiihhhh…” jawab yang satunya, seperti suara perempuan. Terdengar suara pintu mobil ditutup kembali. Safiq tidak melihat kejadian itu. Karena pandangannya tertutup pada badan mobil. Tidak lama kemudian, mobil itu kembali melaju, dengan suara cekikikan di dalamnya. Safiq hanya menoleh sekilas. Tidak terlalu perduli. Dia tetap menyalakan rokoknya. Dan saat itulah Ukri, yang malam itu berubah menjadi Unita Shalfira, terlihat setelah mobil Alphard itu, pergi.

    “Haii.. “ sapa Ukri, eh, Unita dengan manja dari arah kanannya. Tubuhnya langsing singset. Sepatu haknya mengkilap bersih, pakaiannya juga bagus dan agak blink-blink. Pasti semuanya ber-merk. Kata Safiq dalam hati.
    Unita memandangnya dengan genit, seperti ingin melahapnya. Safiq memang tampan. Campuran Arab Betawi dan tanah sunda.

    Kaget juga Safiq sebetulnya, saat melihat Unita tadi, setelah mobil Alphard itu pergi. Dia pikir seorang pria paruh baya yang akan turun menghampirinya. Mana pernah dia mengira, yang datang perempuan setengah jadi? Mengerikan. Dia hanya suka melayani laki-laki, bukan perempuan atau lainnya. Tapi dia sedang membutuhkan uang. Apa boleh buat… Pakai planning B aja nanti. Kata Safiq dalam hati.

    “Boleh kenalan ngga? … “disentuhnya bahu Safiq.
    “Boleh… “ jawab Safiq, sambil menghembuskan asap rokoknya. Memang macho sekali dia, dengan gayanya yang tidak dibuat-buat itu.
    “Serius nih, mau sama akika?” goda Unita senang. Ya ngga-lah. Kata Safiq dalam hati. Duit-nya sih, iya banget…. Dipandangnya Unita dihadapannya. Toh, ngga jelek-jelek amat perempuan jadi-jadian ini. Mirip-mirip Happy Salma. Cuma lebih hitam, lebih pendek, lebih …

    “Situ ganteng deh.. Ay suka… ” kata Unita genit. Suaranya dihalus-haluskan seperti perempuan. “Pasti gedong … “ Unita mengerling manja. Safiq menahan senyum.
    “Memang suka yang gedong ya?” tantang Safiq.
    “Uhh, Ay suka sekali … “ jawab Unita manja. “Ke rumah aja yuk?” rayu Unita sambil mengitari tubuh Safiq pelan-pelan, seperti ratu sejagat. Safiq tersenyum.
    “Berapa?” Tanya Safiq.
    “Berapa apanya, sayang? …. “Unita berhenti memutar dan kembali ke sisi kanan Safiq. Digerainya rambut palsu hitamnya yang panjang, persis seperti di iklan-iklan shampoo.
    “Berani berapa?” ulang Safiq.
    “Berani… berapa??“ Tanya Unita heran. Bibirnya mulai maju.
    “Iya, berani bayar berapa?… “ ulang Safiq lagi, dengan sopan. “Katanya mau yang gedong?” Goda Safiq. Matanya mulai nakal.
    “Haaa?.” Perempuan setengah jadi itu memandang heran. Kali ini mereka berdua tatap-tapan. “Bujukbuneng, harusnya elu yang nawar gue..” Bibir Unita mulai maju.
    “Ha?” giliran Safiq yang kaget. “Kan, tadi… mba, yang .. ngajak saya?” Safiq tergagap.
    “Iye emang! Tugas gue-kan merayu? Kalo kaga, mana laku dagangan gue dong??” Suara Unita berubah menjadi laki-laki. “Gila loohh?!” sewotnya lagi.
    “Jadi…? Tapi itu tadi yang brenti itu, mobilnya .. Mba turun dari mobil itu-kan?” Safiq seperti tidak percaya.
    “Eh, kuda nil jeruk purut. Mobil apaan? Lu buta ye? Asal gue dari warung entu tuh..” tunjuk Unita ke arah warung di ujung jalan sebrang sana. “Gue udah ngeliatin elu dari tadi. Gue pikir, elu lagi nunggu cewek kaya gue...? Otak dagang gue ya jalan dong.” Jelas Unita dengan satu tangan di pinggang.
    “Ter..rus..?”
    “Trus ya gue nyebrang ke sindang, tapi dihalangin ma mobil Alphard sialan itu tuh tadi…Gue pikir mau dibawa orang-orang tadi, ngga tahunya cuma godain doang. Sialan.” Sungutnya ketus.

    “O… “ Safiq melongo.
    “Ya iya-lah! Masa ya iya dong?! … Mangkanye, jangan jualan di wilayah gue, cong?” Kata Ukri yang sudah kembali ke bentuk asal, dengan bibirnya yang maju 5 centi.
    “……... “ Safiq masih melongo.
    “Busyet dah nek, apes gue. Udah belon laku, aye salah nangkep, salah sasaran pula. Diampuuuttt… Ternyata situ jualan juga, cong.?? Jeruk kok makan jerukk …” gerutu Ukri sambil melenggang kangkung, dengan mulutnya yang terus komat-kamit.

    Itulah awal perkenalan mereka. Hingga malam-malam selanjutnya, bertemu di tempat yang sama, dengan misi yang berbeda. Kedekatan itulah, yang akhirnya membuat mereka sepakat mengontrak rumah bersama, dengan kamar yang berbeda.

    Sebenarnya Safiq berasal dari keluarga yang berkecukupan di kota Malang. Tapi karena suatu malam, saat sedang bercumbu dengan Gusti, teman prianya, ibunya memergokinya & terkulai pingsan di depan pintu kamarnya yang lupa terkunci. Malam itu juga dia nekat meninggalkan rumahnya ke Jakarta, karena malu telah menghancurkan hati ibunya. Tapi sayang, Gusti yang dicintainya itu. Tidak ikut bertanggungjawab. Pria itu melepaskannya & meninggalkannya begitu saja, tanpa merasa bersalah. Jadilah Safiq pergi seorang diri ke Jakarta, dengan kesedihannya & hatinya yang patah. Untung saja ia masih punya tabungan sedikit. Hingga bertemu Ukri yang kini menjadi temannya.


    ….


    “Kri, kasih uangnya nih, ke bu Ruki.” Safiq mengeluarkan setumpuk uang dari dompetnya, untuk kontrakan. “Lo ngga usah bayar bulan ini. Gue lagi ada rejeki.” Kata Safiq lagi.
    “Duh, neekk. Makasih ye. Lu baik banget deh.” Ukri kegirangan.
    “Tapi kalo gue lagi ngga ada duit, gantian elo yang bayar ya.”
    “Iyeee.. “ Ukri menghitung uang di tangannya. “Lebih Fiq, nehh.. “ Ukri menyodorkan 2 lembar uang seratus ribuan.
    “Oh, itu sumbangan buat anak-anak panti di depan. Lo yang kasih ya?” Ukri menatap Safiq.
    “Baru minggu lalu. Yakin nih?” Tanya Ukri. Safiq mengangguk tulus.
    “Lo mau kemane, cong? Tumben gini hari mau jalan?”
    “Gue mau cari baju, biar ada yang bagusan dikit. Biar ngga malu-maluin. Kan lagi ada rejeki …”
    “Di irit-irit tuh duit … “ sindir Ukri, mengulangi kalimat Safiq padanya. Safiq tersenyum.
    “Lo ngga pake baju aja tetep keren kok, cong?”
    “Mazzaa?” ledek Safiq.
    “Suwerrrrr.. “
    “Baju yang ini?”
    “Tetep keren, cooong.. “
    “Kalo begini?” Safiq mengambil wig milik Ukri dari jemuran & memakainya seperti Ukri.
    “Gue suka gaya looohhh … Sineeeh..” direbutnya wig itu dari tangan Safiq yang tertawa senang.
    “Gue pergi ye? Dah nekk.. “ Safiq menutup pintu rumah. Hatinya senang sekali.
    Malam kemarin, dia bertemu dengan jutawan. Si pria bermobil mercedez itu. Yang memberinya berlembar-lembar uang untuknya. Plus uang tambahan untuk transportnya pulang. Tentu saja hatinya senang. Dan bukan itu saja. Dia tidak melakukan apapun untuk tamunya malam itu. Hanya menemaninya di ruang tamu. Sambil bercerita panjang lebar, dan bercanda sampai pagi. Betapa beruntungnya dia. Tadinya ia pikir, lelaki itu akan mencumbunya sampai puas, memberinya uang, lalu menyuruhnya pergi seperti yang lainnya. Tetapi lelaki itu berbeda. Di luar dugaannya.


    .......


    “Hai… “ sapa seseorang pada Safiq di lobi sebuah mal, hari minggu sore. Safiq menoleh. Wajah itu … “Masih inget?” Tanyanya. “Saya Topan. Yang malam-malam itu … “ jelasnya sambil tersenyum. Ah, rupanya dia lagi. “Lagi cari apa? Kamu sendirian?” tanyanya beruntun.
    “Oh, iya.” Safiq bingung mau menjawab. “Lagi sendiri. Mau .. ya, jalan-jalan aja. Liat-liat… Mungkin nanti ada yang dibeli.“ jawab Safiq akhirnya. “Kamu sendiri?… Eh, maksudnya, … kamu sendirian?”
    “Ya, saya sendiri. Lagi cari buku.” Jawab Topan. “Bukunya sih udah dapet. Sebetulnya lagi mau pulang...” Topan menunjukan plastik belanjaannya. “Tapi malah ngeliat kamu di sini. Boleh saya temani?” katanya sopan. Diamput! Mau temani? Ngga salah? Mana asyik jalan-jalan dengan orang yang belum dikenal? Bikin canggung aja.
    “O, ngga apa-apa. Saya bisa sendiri, kok. Makasih ya.. “ Jawab Safiq ramah.
    “Saya ngga terburu-buru kok, saya seneng kalau ada temen. Yuk, jalan?” Astaga. Keras kepala juga dia ini. Safiq bingung. Apa yang mau dijawab kalau udah begini? Untung cowok itu punya wajah yang lumayan cakep.
    “Hmmm, oke. Kita ke lantai 3 ya. Saya coba liat barang di sana.. “ akhirnya Safiq mengalah.

    Mereka segera menaiki escalator, menuju lantai 3. Mau tidak mau akhirnya Safiq mencoba berteman dengan Topan. Biarpun banyak kalimat yang keluar dari mulut cowok itu, dibandingkan dirinya. Ternyata menyenangkan juga Topan itu. Dari 2 jam bersama, akhirnya meningkat menjadi 4 jam di sana. Seperti ada benang merahnya yang menyambung mereka.

    Berdua itu ternyata menyenangkan juga ya? Kata Safiq dalam hati. Prettt... Padahal selama ini dia sudah banyak menghabiskan waktu berdua, bersama pria-pria tidak dikenalnya hanya dalam waktu 1-2 jam, bahkan lebih. Tapi yang ini, jelas saja berbeda. Hubungan yang sesungguhnya.

    “Saya ke arah sana. Kamu kemana?” Tanya Safiq saat pulang. Toko-toko mulai tutup satu-satu.
    “Saya bawa motor. Mau saya anterin?” tawar Topan.
    “Oh, ngga usah. Makasih. Kamu udah temani saya ber jam-jam. Makasih, Pan.. “
    “Ngga apa-apa kok. Saya justru yang berterima kasih. Saya senang malam ini bisa menemani kamu. Yuk, ke parkiran” ajak Topan. Sekali lagi Safiq tidak bisa menolak.

    “Kamu tinggal sama siapa?” teriak Topan dari motor. Suaranya hampir tidak jelas terdengar. Tenggelam oleh ramainya kendaraan di jalan.
    “Kenapa?” teriak Safiq ngga kalah keras. Topan membuka kaca helm.
    “Kamu tinggal sama siapa?” Ulang Topan, tidak lagi berteriak.
    “Oh, sama teman.” Jawabnya.
    “Belok kanan, Fiq?”
    “Kiri. Yang kiri.” Motor menikung ke kiri. Jalanan sudah sepi. Hanya ada tukang nasi goring.
    “Teman kamu ada di rumah?”
    “Mungkin.. “
    “Kok, mungkin?”
    “Mmm, biasanya pergi… “ Pretttt. Bukan pergi, sebetulnya. Tapi bertugas. Perempuan jadi-jadian itu sedang konsen di jalanan. Jawabnya dalam hati.

    “Boleh aku main ke rumah kamu?”
    “Sekarang?”
    “Terserah, kalau boleh… “
    “Kamu ngga … belajar? Buat kuliah besok?” Safiq melihat jam tangannya. Hampir jam 10 malam. Memang ada ya, orang yang belajar di minggu malam? Bukannya saat ini lebih asyik lihat sinetron? Kan banyak cowok-cowok baru yang cute di TV. Halaahh …
    “Besok ada kuliah sore … “ jawab Topan.
    “Ya, stop. Oke, pagar yang itu…” Safiq turun dari motor setelah sampai di depan rumah kontrakannya.
    “Gimana?” Topan membuka helmnya.
    “Apanya?” Tanya Safiq.
    “Boleh saya main ke rumah?”
    “Hmmm, yuk…” Safiq membuka pintu pagar. Topan memarkirkan motornya. Kemudian mengunci stangnya. Lalu segera masuk ke dalam. Rumah yang sederhana, gumamnya.
    “Maaf, berantakan… “ Safiq mempersilahkan Topan duduk, sesampainya di ruang tamu.
    “Enak juga di sini… “ Mata Topan berkeliling.
    “Ah, biasa aja. Kecil dan berantakan… Mau minum apa?” Tanya Safiq sambil masuk ke dalam kamar.
    “Apa aja…”

    Safiq meletakkan belanjaannya di kamar. Kemudian ke dapur dan menuangkan air dari dispenser.
    “Sorry, Cuma ada ini … “
    “Ngga apa-apa. Saya minum ya?” Topan mengambil gelas di tangan Safiq dan meneguknya.
    “Saya mandi dulu. Boleh?” Topan mengangguk. Diambilnya sebuah majalah yang ada di bawah meja tamu, dilihat-lihat & dibacanya bila ada artikel yang menarik, sebentar saja dia sudah asyik dengan bacaannya.. Sepuluh menit kemudian, Safiq keluar dari kamar mandi.
    “Sorry, kalo lama…” Topan mengangkat kepalanya dari majalah. Dilihatnya Safiq yang masih memakai handuk, menghampirinya. “Mau mandi?” tanyanya. Topan tidak menjawab. Hanya melihat ke bagian tubuh Safiq. Badannya bagus, tidak terlalu berotot.. Kulitnya bersih, dengan dadanya yang bidang dan ada bulu-bulu halus dibawah pusarnya. Sedangkan bagian bawahnya, yang tertutup handuk putih itu, membuatnya …. “Kamu mau mandi?” ulang Safiq.
    “Ya. Ya, boleh.” Jawab Topan akhirnya.
    “Sabun cair ada di rak kanan.Shampo-nya di kirinya.” Terang Safiq.
    “Oke.” Topan meletakkan majalah dan segera melangkah ke dalam kamar mandi. Ngga berapa lama kemudian, suara air turun dari shower berbunyi. Safiq membuka lemari dan mencari benda yang diinginkannya. Setelah ketemu yang dicarinya, Safiq mengetuk pintu kamar mandi. Handuk putihnya masih melingkar di pinggangnya.
    “Pan, ini handuknya. Saya taro di depan sini ya.” Kata Safiq di depan pintu kamar mandi.
    “Oya, masuk aja. Ngga dikunci kok…” suara di dalam sana menjawab. O? ngga dikunci? Nantang nih? Kata Safiq dalam hati. Oke… Dibukanya pintu kamar mandi dan …

    My God, bagus sekali badan Topan dari samping. Bukan karena berkotak-kotak. Tapi tubuhnya begitu proporsional. Sudah lama Safiq tidak melihat tubuh telanjang seumurannya. Malam-malamnya dihabiskan dengan tubuh-tubuh yang sudah tidak menarik lagi. Dan pemandangan di depannya ini, alamaakk, betul-betul mimpi yang tak terduga.

    Topan memutar badannya kehadapan Safiq. Terlihat jelas benda yang tergantung di sana. Benda yang sering dilihatnya. Besar, gendut dan tidak panjang. Belum memanjang tepatnya … Bagus sekali benda itu dalam keadaan basah, juga dengan bulu-bulu yang tumbuh di sekitarnya. Ingin sekali rasanya Safiq …
    “Tolong digantung di situ aja ya. Sorry, saya lagi basah… “ kata Topan pada Safiq yang masih berdiri di pintu. “Maaf, fiq. Pintu nya tolong ditutup lagi ya… “ WHAT? BUKK! Itu bukan suara pintu. Tapi suara kaget di kuping Safiq. Ditutup lagi?? Ini sebuah penolakan? Atau penghinaan? Biasanya para tamunya, bila melihat dirinya setengah telanjang, mereka rela mengemis-ngemis untuk bercinta. Tapi sekarang? Seorang cowok menolaknya?? Diampuuuttt!! …


    *** song CAN WE GET TOGETHER by Madonna (The Confessions Tour)


    “Hai, lagi apa?” Topan baru selesai mandi dan menyapanya di kamar. Safiq yang baru saja selesai berpakaian, membalikkan badannya. Dilihatnya Topan sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk di tangannya dan … tubuhnya yang bagus itu, yang kini setengah basah itu, tidak tertutupi apapun. Tidak tertutupi apapun! Begitu bebasnya Safiq menatap. Tampak jelas di sana, keindahan yang dimiliki cowok berkumis tipis itu. Begitu menggiurkannya…

    “ … Udah selesai mandi?” Safiq berusaha wajar. Sudah dua kali ia salah tingkah. Jantungnya mulai berbunyi. Gila, wajah cowok itu, kok, lama-lama mirip Christian itu ya? Si Model yang berpacaran dengan artis Titi Kamal itu.
    “Yup, enak. Segeran nih.” Topan masih mengeringkan rambutnya. Safiq masih menatap bebas. “Kamu kemana malam besok?” Tanya Topan.
    “…Belum ada rencana… “. Topan melempar handuknya di tempat tidur. Kemudian mengambil kaosnya.
    “Teman kamu, lagi pergi?” Topan memakai kaosnya. Lucu sekali Safiq melihatnya saat itu. Tubuh bagus itu tertutup separuh, sedangkan bagian bawahnya masih terbuka polos. Membuat nafasnya turun naik. Sumpah baru kali itu dia menikmati tubuh seorang laki-laki.
    “Lagi pergi ya?” ulang Topan.
    “Oh, iya. Lagi pergi… “ Safiq mengiyakan.
    “O… “ Topan memakai celana dalamnya hati-hati, seperti takut benda di dalamnya terluka. Kemudian diambilnya celana panjangnya, lalu memakainya.

    What? Asshitt… gerutu Safiq. That’s it? Cuma segitu aja? … Bibirnya hampir terbuka. Apakah dia berhalusinasi? … Safiq pura-pura membersihkan telapaknya, seolah-olah ada semut di kedua tangannya.
    Nope, Safiq tidak berhalusinasi. Cowok di depannya itu memang sudah berpakaian lengkap. Tidak telanjang seperti tadi. Sudah rapi. Biarpun rambut poninya masih berantakan. Jadi tadi maksudnya apa? Sengaja? Atau?

    Dipandangnya wajah Topan di depannya. Wajah berkumis tipis itu menatapnya. Ya, dia memang mirip Christian. Hampir sama. Hanya beda bentuk. Safiq memang tidak pernah lama memperhatikan wajah seseorang. Buat apa? Apa yang perlu diingat kalau kenikmatan itu hanya berlangsung 1 atau 2 jam saja? Toh, tidak akan pernah bertemu lagi. Itu kata Safiq pada Ukri dulu. Tapi kini, dia baru menyadari kalau wajah cowok ini …

    “Saya pulang ya… ” Topan melangkah ke depan pintu, setelah merapikan pakaiannya. Safiq membukakan pintunya, lesu. Baru kali ini hatinya terombang-ambing. Mungkinkah dia sudah jatuh hati pada cowok itu? Memang, sudah lama sekali masa cinta itu lewat. Hari-harinya sudah diisi dengan peluh nafsu kenikmatan. Sudah lama sekali. Dan tiba-tiba saja dia rindu dengan rasa cinta yang pernah dimilikinya. Rindu akan kehadiran seseorang disampingnya.
    “Terima kasih ya, fiq.” Topan tersenyum tulus. Safiq mengangguk. Dipaksakan senyumnya. Apakah Topan tidak tergiur sedikitpun padanya? Atau merasa jijik-kah dia dengannya? Atau sebatas ini lagi-kah, pertemuan yang berbeda itu dibaurkan dengan nafsu lagi? Sampai kapankah? Pertanyaannya tidak terjawab…
    Safiq menatapnya pergi, hingga motor milik Topan hilang dari pandangannya....

    Safiq menutup pintu depan pelan. Sepi sekali saat itu. Tidak ada siapa-siapa dan tidak terdengar suara apapun. Padahal, sudah 2 tahun ini dia tinggal di sana. Baru kali itulah dia merasakan kesendirian. Begitu sunyinya. Safiq terduduk di depan pintu. Ada perasaan galau yang merasukinya. Dipandangnya ruang di sekitarnya. Ya, memang sepi sekali. Terlalu sepi… Matanya mulai berkaca-kaca.

    Perasaan kesepian kini muncul di hatinya. Tiba-tiba terbayang wajah ibunya yang ditinggalkannya. Bergantian dengan wajah kakak & adiknya. Airmatanya mulai jatuh. Begitu rindunya dia pada keluarganya. Ayahnya sudah lama pergi, bersama seorang wanita, yang dihamilinya dan meninggalkan ibunya, yang menjerit-jerit perih. Safiq duduk terdiam. Terbayang kembali wajah Gusti yang tak punya hati melepaskan kepergiannya. Kemudian berganti dengan wajah Topan, cowok yang mulai mengisi hatinya. Airmatanya mulai mengalir. Hatinya teriris pedih. Banyak sekali cobaan dalam hidupnya, yang ditanggungnya sendirian. Dia menangis seunggukan. Kemudian pecah dikeheningan malam …


    *** song TEARS & RAIN by James Blunt

    .....


    Tok… Tok… Tok…
    Itu suara ketukan pintu. Safiq menggeliat bangun. Matanya masih tertutup. Didengarnya ketukan sekali lagi. Kali ini terdengar keras dan jelas. Seperti ditelinganya. Pelan-pelan dia membuka matanya. Dia masih di ruang depan. Ternyata dia tertidur di sana semalam, sehabis lelah menangis. Jam menunjukkan 10.05. Sudah bukan pagi lagi. Pelan-pelan dia bangkit, kemudian membuka pintu. Matanya masih sembab.
    “Ini rumah Safiq?” seorang pria muda berseragam berdiri di depannya sambil tersenyum sopan.
    “Ya? Ada apa, mas?” tanya Safiq dengan suara yang masih berat.
    “Ini nomer 22 ya? Ada kiriman untuk Safiq…” pria itu memberikan sesuatu pada Safiq. Satu vas bunga mawar merah hati dan satu kado berukuran sedang yang dibungkus rapi dengan warna merah yang sama. Safiq menerimanya dengan bingung.
    “Ya betul. Dari siapa ya, mas?”
    “Maaf, ini tolong ditandatangani.” Pria itu tidak menjawab pertanyaannya. Tapi malah menyodorkan kertas tanda terima. Dengan ragu Safiq menandatangani kertas itu. “Terima kasih. Permisi…” pria itu tersenyum. Kemudian meninggalkan Safiq yang masih berdiri bingung.

    Dipandangnya bunga mawar merah itu yang kini berada di meja kamarnya. Kemudian gantian melihat kado yang terbungkus rapi itu. Dari siapa ya? Gumamnya bingung. Jam sudah menunjukkan 10.30. Rumah masih seperti semalam. Sepi dan sunyi. Entah dimana Ukri. Harusnya tadi pagi dia sudah pulang. Kamarnya-pun masih terkunci rapat. Kalaupun pulang, Safiq pasti mengetahuinya. Karena dia tertidur di depan pintu semalam.

    Pelan-pelan dibukanya kado itu di tempat tidur. Pikirannya masih menebak-nebak. Siapa orang yang mengirim bunga & kado itu. Baru kali inilah dia menerima sesuatu seperti itu. Seperti di film-film romans yang pernah dilihatnya. Dan hatinya memang benar melayang jauh. Bahagia. Masih ada juga orang yang memperhatikannya. Matanya memang masih sembab. Tapi tidak lagi mengantuk seperti tadi.
    Kado itupun kini dibukanya dengan tergesa-gesa. Ada sebuah kotak kecil lagi di sana dan sebuah surat di atasnya. Dibukanya kali ini dengan pelan sambil menahan nafasnya yang berat. Ada tulisan-tulisan rapi di sana dan sebuah tanda tangan dengan nama Topan …
    Jantungnya mulai tak beraturan lagi.

    “Terima kasih untuk kemarin, menemani saya seharian.
    Dan terima kasih juga untuk semalam. Malam yang indah buat saya.
    Kamu menghargai saya dengan baik.
    Dengan kepolosan, kegugupan dan keinginan yang ada.
    Sengaja saya memancing kamu. Seperti kamu memancing saya.
    Tapi tidak kita lakukan. Karena kita saling menahan.

    Sudah sebulan saya memperhatikan kamu diam-diam di ujung jalan itu.
    Jalan di mana kamu berdiri menanti pria-pria yang datang.
    Hingga cinta saya jatuh pada kamu. Di malam ketiga saya melihat kamu.
    Dan cinta yang saya punya, tidak bisa lagi ditahan dengan apapun.

    Saya ingin mencintai kamu sebanyak yang kamu mau.
    Karena saya ingin menghabiskan cinta saya untuk kamu.
    Selama yang kamu mau….

    Dan bila kamu mau menerima cinta ini,
    Saya akan menunggu kamu nanti malam jam tujuh nanti,
    Di ujung jalan itu …”


    TOPAN


    Safiq melempar surat itu di sampingnya. Nafasnya tertahan. Terbayang kembali wajah Topan dan kejadian semalam. Inikah Topan yang datang semalam? Yang baru dikenalnya kemarin? Inikah Topan yang sesungguhnya? Dadanya bergemuruh. Diambilnya kotak kecil yang tadi dia lihat di dalam kado. Safiq memandangnya tak percaya, menatapnya tak percaya.
    Kotak kecil itu berisi photo-photonya dengan berbagai pose. Photo-photo candid yang natural & indah. Dengan baju-bajunya yang berbeda. Ada photo dirinya yang sedang duduk di pinggir jalan. Ada yang sedang merokok. Ada yang sedang menatap jalan. Ada yang berdiri di samping warung. Yang terekam kamera dengan ekspresi wajahnya yang kosong dan kesepian. Ya, itu photo-photo dirinya, yang diambil Topan tanpa sepengetahuannya, ketika dia berada di ujung jalan itu…

    Dilihatnya sekali lagi photo-photo indah itu. Ada cinta di tiap lembarnya. Bukan cinta seorang pemuja. Tapi cinta seseorang yang jatuh hati padanya. Air matanya mulai mengalir lagi. Bahagia. Ternyata memang masih ada orang yang mau mencintainya tulus. Apa adanya. Bukan seperti yang selama ini dia rasakan. Cinta yang selalu berakhir di ranjang. Cinta yang bergelimang peluh dan rupiah.
    Sekali lagi, Safiq menangis seungukan…


    ........


    Angin berhembus lembut di tubuhnya, ketika Safiq sampai di ujung jalan itu. Tempat dimana dia menghabiskan malam-malamnya menunggu tamu. Tempat dimana Topan bermalam-malam mengambil photo dirinya sebelum ia pergi melayani kenikmatan.

    Dipandangnya jam tangannya, jam tujuh tepat. Banyak kendaraan yang melintasi jalan itu. Tapi tidak terlalu ramai. Mungkin karena jalan itu bukan jalan utama. Dicarinya wajah Topan di sana. Tapi wajah itu belum ditemukannya. Safiq sudah siap dengan jawabannya nanti. Menjawab mantap & menerima cinta Topan dengan cintanya. Yang akan ia habiskan selamanya, bersama Topan.

    Safiq menatap ke depan, dimana rumah putih yang lumayan besar itu masih berdiri kokoh di sana, sekalipun terhalang pohon-pohon palm di depannya. Pintu gerbangnya yang tinggi hitam, masih tertutup rapat seperti kemarin-kemarin. Dan teras di atasnya, seperti … Safiq memicingkan matanya. Belum pernah dia melihat teras di lantai dua rumah itu. Dia tidak pernah terbiasa berlama-lama menatap apapun & siapapun. Hanya melihat seperlunya. Tapi sekarang tampak jelas ada seseorang berdiri di sana, di teras itu. Seseorang yang dikenalinya. Seseorang yang sedang melambaikan tangannya dan tersenyum padanya. Orang itu adalah Topan, yang entah sudah berapa lama dia berdiri di sana, melihatnya dari sana.

    Safiq tersenyum dan membalas lambaiannya. Lega hatinya melihat orang yang mencintainya ada di depan sana.

    “Tunggu di situ ya…” teriak Topan dari atas sana.
    “Apa?” Safiq tidak mendengar jelas. Ada suara mobil yang lewat di depannya. Topan mengerti.
    “Tunggu aku… Aku ke situ ya … “ teriak Topan keras. Safiq mengerti. Kemudian mengangguk. Jadi dia ternyata yang tinggal di rumah itu dan mengawasiku dari sana. Awas, ya. Kamu sudah berbohong. Kamu tidak menunggu kendaraan umum malam itu. Gumam Safiq senang bercampur gemas.

    Tidak berapa lama pintu pagar tinggi itu terbuka perlahan. Ada Topan di sana, dengan senyuman yang masih menghiasi wajahnya. Wajah yang ingin sekali disentuh oleh Safiq. Wajah yang tiba-tiba mengisi hatinya secepat kilat.

    Cinta itu memang aneh. Datang tidak diundang & kadang pergi begitu saja bila sudah waktunya. Dan cinta yang telah datang padanya, tidak akan ia sia-siakan lagi. Safiq ingin menikmatinya lagi, merasakannya lagi. Berdua menjalani hari bersama seorang kekasih. Kekasih yang tidak memandang sebelah mata padanya. Kekasih yang tulus mencintainya dengan cinta & pengorbanannya. Tidak sabar rasanya Safiq menanti Topan datang menghampirinya di ujung jalan itu dan mengumbar kebahagiaan yang kini dia punyai.

    “Haiii … “ panggil Topan dari seberang. Pakaiannya rapi. Wajahnya ganteng sekali malam itu, sekalipun lampu jalanan tidak terlalu terang. Tapi Safiq tahu. Wajah itu memang tampan sekali. Dan baru kali ini-lah matanya tidak berkedip sedikitpun. Dilihatnya Topan menyeberang jalan dengan gagahnya. Poninya terayun-ayun tertiup angin. Dengan matanya yang terlihat berbinar dan senyumnya yang belum terhapus.

    Safiq berjalan selangkah menanti Topan dengan senyumnya yang juga mengembang lebar. Sudah tidak sabar rasanya dia ingin mengucapkan kata cinta di telinga Topan. Ingin rasanya memeluknya erat di sana, juga menciumnya, kalau seandainya cuma ada mereka saja di sana. Tapi itu tidak akan mungkin ya. Dunianya jelas berbeda dengan dunia yang katanya lurus itu.

    Safiq memandang Topan bahagia. Tinggal selangkah lagi pria itu menghampirinya. Menghampiri cintanya yang sudah tumbuh bersemi. Tinggal selangkah lagi, ketika terdengar bunyi deritan kencang yang lumayan memekakkan telinganya. Setelah itu bunyi benturan keras dan benda jatuh berdebum dengan bunyi patah yang membuat hati menjadi ngilu. Bunyi yang menghilangkan kesadaran Safiq beberapa saat.
    Safiq menatap nanar saat melihat Topan tertabrak mobil dan menyeretnya hilang dari pandangan matanya. Safiq terpaku pilu tak percaya di ujung jalan itu…


    ........


    9 Minggu kemudian.
    Safiq membuka pintu kamar 809. Di kamar inilah Topan masih terbaring lemah. Sesudah koma selama hampir 3 minggu. Dilihatnya Topan yang sedang tertidur.
    Safiq menutup pintu kamar dan melangkah perlahan. Entah sudah berapa kali dia datang ke rumah sakit mengunjungi Topan. Dia ingin terus mendampingi Topan yang anak piatu itu.

    Safiq duduk di dekat sisi tempat tidur. Dipandangnya wajah memar Topan yang dicintainya. Wajahnya terlihat tenang dan damai. Balutan perban di kepalanya dan lengan kanannya, yang hampir menutupi seluruh tubuh pria yang dicintainya itu, membuat Safiq mengaduh dalam hati. Hatinya kini selalu teriris pedih melihat keadaan Topan sekarang, yang sudah diamputasi tangan kiri nya itu.

    Dia tidak bisa membayangkan, akan seperti apa kehidupannya, andai saja, Topan meninggalkannya malam itu. Dan dia juga tidak bisa membayangkan, akan seperti apa kehidupan Topan nantinya, yang kini telah cacat...
    Dan sanggupkah dia mendampingi Topan dengan keadaan itu?

    Safiq tidak berani membayangkan lebih jauh lagi. Airmatanya jatuh pelan-pelan. Terbayang kembali wajah ibunya. Kemudian wajah Topan di sisinya.
    Betapa perihnya sebuah kenyataan ...

    Perlahan Safiq membelai tangan Topan yang masih tertidur.
    Safiq tahu, dia mencintai Topan dengan tulus dan sebanyak apapun yang Topan mau. Hanya itu modal untuk menghadapi kenyataan.
    Menjalani hari-hari nanti bersama, berdua, dengan cinta yang ada dan berharap akan terus ada.
    Dan Safiq tidak ingin membayangkannya lagi, kalau saja malam itu - cinta yang ditunggunya,
    tidak datang di ujung jalan itu …


    (Selesai – June 2008)


    *** song LONGER by Dan Fogelberg


    [email protected]

    tadinya mau ekke print, tapi kepanjangan, maklum, printnya pakai printer dotmatrix LOL
  • Gileeee.. panjaaang
  • Cerita yang bagus...

    Secara teknis memang ada bagian yang kurang nyaman diikuti. Seperti dialog yang ditulis tanpa konteks tokoh yang jelas (tidak ada keterangan siapa yang mengatakan kalimat itu, dan kemudian sudah disambung dengan kalimat lain), juga deskripsi ttg masa lalu tokoh utama dan situasi2 yang dialaminya tidak diceritakan secara runtut tapi cenderung lepas dari plot.

    Tapi materi ceritanya bagus. Menyentuh. Dan sebenarnya dialog2 yang kamu pakai punya sense of humor yang lumayan. Jadi paling tidak membuatku rela memaklumi kelemahan teknis yang ada.

    Good story.

    Go on... :wink:
  • priiit.gif .... kpanjangan dan ga menarik
  • bingung ksimpulanya ni trmsuk bad ending pa happy ending.
  • bingung ksimpulanya ni trmsuk bad ending pa happy ending.
  • Dan aq tak mengerti semua ini

    [URL=http://eemoticons.net/D/Strawberry-Baby/Strawberry Baby 024][IMG]http://eemoticons.net/Upload/Strawberry Baby/Strawberry Baby 024.gif[/IMG][/URL]
  • Dan aq tak mengerti semua ini

    [URL=http://eemoticons.net/D/Strawberry-Baby/Strawberry Baby 024][IMG]http://eemoticons.net/Upload/Strawberry Baby/Strawberry Baby 024.gif[/IMG][/URL]
  • JonatJco wrote: »
    Dan aq tak mengerti semua ini

    [URL=http://eemoticons.net/D/Strawberry-Baby/Strawberry Baby 024][IMG]http://eemoticons.net/Upload/Strawberry Baby/Strawberry Baby 024.gif[/IMG][/URL]

    RT
    INI CUMA CERITA FIKTIF.
    BUKAN CERITA MIRIP,
    ATAU DIMIRIP-MIRIPKAN.
    TAPI CUMA CERITA SEDERHANA,
    DARI SATU CINTA …


    CINTA DI UJUNG JALAN

    By Bintang Satria


    Hari ini hari ke sekian kali Safiq berdiri di sana, di jalan alteri pas putaran, dekat warung rokok. Jam menunjukkan pukul 11 malam 22 menit. Sudah bukan malam lagi memang. Sebentar lagi berganti hari. Diisapnya sebatang rokok sambil melihat sekeliling. Masih sepi di sekitarnya. Hanya ada beberapa orang yang diketahuinya, tetapi tidak dikenalnya. Angin malam itu lumayan kencang, sehabis hujan tadi sore. Kendaraan yang lewatpun tidak begitu banyak.

    Matanya menatap sebuah rumah di seberang. Rumah berwarna putih yang cukup besar yang tertutup rimbun dengan pohon palm yang besar dan berbaris rapi. Dan seperti malam sebelumnya, rumah itu tetap terlihat sepi. Dialihkan matanya ke jalan. Ada satu dua motor yang lewat. Sudah 10 menit ini dia berdiri di sana.

    “Hai.. “ Safiq menoleh. Seorang pria menegurnya. Wajahnya lumayan cakep. Ada kumis tipis di atas bibirnya. Dan Safiq tahu, pria itu seumuran-nya. Itu bisa ditebak dari cara berpakaianya. “Sendirian aja?.” Tanya pria itu.. Safiq mengangguk. “Saya cuma mau ngobrol aja, boleh?” Safiq diam saja, tidak menjawab. Sudah hafal dia dengan kelakuan pria-pria seperti itu. Itulah sebabnya dia membatasi diri. “Saya baru pulang dari rumah temen. Tadi pulang kampus bareng dia, terus mampir di kosnya karena kehujanan. Sekarang lagi cari bus buat pulang.” Jelasnya panjang lebar. Acuh tak acuh Safiq mendengarnya. “Semoga aja masih ada bus yang lewat ya.” harap pria itu sambil celingukan. Safiq mengisap rokok terakhir, sebelum membuang puntungnya di trotoar. “Nama saya Topan. Boleh tahu nama kamu?…” Safiq ingin menjawab. Tapi sebuah Mercedez Silver berhenti tepat di depan mereka berdua. Membuyarkan konsentrasi Safiq.

    “Halo?“ suara berat memanggilnya dari dalam mobil. Safiq menghampirinya.
    “Hai… “ jawabnya enteng. Dilihatnya dari keremangan malam, wajah pria yang sudah berumur.
    “Berapa?” Tanya pria di dalam mobil. Safiq langsung menyebut sejumlah angka yang biasa disebutnya. Pria setengah baya itu tersenyum.
    “Oke.. “ katanya setuju. Safiq membuka pintu mobil dan segera masuk ke dalamnya. Dipasangnya Seat Belt, lalu melihat lagi pria di sampingnya.
    “Yuk, Oom..” ajaknya. Mobilpun melaju kencang di kegelapan malam. Meninggalkan sosok Topan di jalan itu. Matanya kosong melihat jalanan yang sepi.

    ……


    “Eh, bangun. Udah siang cong. Gila lohh.. “ tegur seseorang pada Safiq yang masih tertidur pulas. Seseorang itu kemudian membuka tirai jendela. Sinar matahari menyeruak masuk. Menerangi kamar berukuran 2 x 3 dengan tembok yang sudah kumal. Reflek Safiq terbangun. Dilihatnya Ukri, teman satu kontrakannya, dengan mata yang masih mengantuk. Safiq lupa mengunci pintu kamarnya... “Cong, bangun cooong. Tadi bu Rukiyah ke sini. Minta uang kontrakan. Aye bilang lo belon balik. Ntar disampein.. “ lanjutnya sambil duduk. “Mintanya sih baek-baek seperti kemaren. Tapi mukanye tetep aja muke duit. Kaga bisa diboongin..” serunya berapi-api.

    Safiq mengucek-ngucek matanya. Lalu menguap selebar-lebarnya. “Bujukbuneng, itu mulut lu, yak. Baunya kaga kira-kira. Nyadar cong, gue di depan lu. DI DEPAN LU… “ teriaknya sambil menutup hidungnya yang pesek. Yang kalau malam berubah menjadi mancung terkendali, dengan sapuan eye shadow di sisi-sisinya. “Mandi sono….” Kata Ukri lagi.
    “Tau ah… Orang lagi enak-enak, lu ganggu aja..” sungut Safiq dengan suara yang masih mengawang. Wajahnya masih berantakan. Tapi tidak membuat ketampanan-nya hilang.
    “Mandi, ngapa? Bau woyy … “ serapah Ukri. Safiq menyender di pojokkan. Matanya udah lumayan terbuka.
    “Tadinya sih, gue mau kasih uang kontrakannya separo. Tapi kaga jadi. Abis, aye inget. Pan ntar malem, malem minggu? Perlu modal aye dagang. Kalo aye laku, sebelum tengah malem. Lha, kalo sampe subuh kaga laku kaya minggu lalu?” terang Ukri nyablak. “Pulang bisa tekor lagi naik taxi?” lanjutnya lagi.

    “Duuhh, ribut amat sih?” Safiq menggerutu. “Mangkanya irit-irit tu duit. Ngapain juga lo pulang naik taxi? Dari taman lawang kan banyak angkutan?” jawab Safiq dengan suara yang masih berat.
    “Eh, Ayam betutu. Sini ye, denger ye. Kalo gue pulang naik angkot, lu seneng ye? gue jadi ledekan orang-orang? Iye? Full make-up, gitu loohhh?.. “ bibir Ukri maju 5 centi.
    “Mangkanya, dagang jangan di taman mulu. Asyik di kebooonn aja. Cari tempat yang berduit dong.. Sekali-kali di Mal kek.. “
    “Bujukbuneng, gue di suruh dagang di Mal? Lu pikir gue SPG? Sialan lu.” Dilemparnya sebuah bantal. Safiq tertawa pelan. Dilihatnya Ukri yang cemberut. Wajahnya betul-betul anyep kalo dilihat begitu. Beda kalau sudah dandan. Wajahnya yang anyep itu, dengan hidungnya yang pesek ringsek dan bibirnya yang setebal martabak itu, bisa berubah menjadi wajah seorang wanita yang cantik, yang tidak kalah dengan putri Indonesia.

    Dulu, mereka bertemu secara tidak sengaja. Ketika suatu malam, Safiq dengan jaket kulit dan gayanya yang cool, berdiri menunggu tamu di tepi jalan. Saat itu adalah hari-hari Safiq yang susah. Dengan duit seadanya, dia nekat menjajakan diri untuk yang ke-3 kalinya.

    Dimulai saat Safiq ingin menyalakan rokoknya, tiba-tiba ada sebuah mobil Alphard berhenti di depannya. Kaget juga dia. Tapi ia pura-pura tidak perduli. Rejeki datang nih.Mobilnya bagus, pasti isinya bagus juga. Bathin Safiq. Tiba-tiba pintu kanan mobil di seberang sana sepertinya terbuka “Dahh neeekk.. “ kata suara cowok diseberang sana. “Iiiiihhhh…” jawab yang satunya, seperti suara perempuan. Terdengar suara pintu mobil ditutup kembali. Safiq tidak melihat kejadian itu. Karena pandangannya tertutup pada badan mobil. Tidak lama kemudian, mobil itu kembali melaju, dengan suara cekikikan di dalamnya. Safiq hanya menoleh sekilas. Tidak terlalu perduli. Dia tetap menyalakan rokoknya. Dan saat itulah Ukri, yang malam itu berubah menjadi Unita Shalfira, terlihat setelah mobil Alphard itu, pergi.

    “Haii.. “ sapa Ukri, eh, Unita dengan manja dari arah kanannya. Tubuhnya langsing singset. Sepatu haknya mengkilap bersih, pakaiannya juga bagus dan agak blink-blink. Pasti semuanya ber-merk. Kata Safiq dalam hati.
    Unita memandangnya dengan genit, seperti ingin melahapnya. Safiq memang tampan. Campuran Arab Betawi dan tanah sunda.

    Kaget juga Safiq sebetulnya, saat melihat Unita tadi, setelah mobil Alphard itu pergi. Dia pikir seorang pria paruh baya yang akan turun menghampirinya. Mana pernah dia mengira, yang datang perempuan setengah jadi? Mengerikan. Dia hanya suka melayani laki-laki, bukan perempuan atau lainnya. Tapi dia sedang membutuhkan uang. Apa boleh buat… Pakai planning B aja nanti. Kata Safiq dalam hati.

    “Boleh kenalan ngga? … “disentuhnya bahu Safiq.
    “Boleh… “ jawab Safiq, sambil menghembuskan asap rokoknya. Memang macho sekali dia, dengan gayanya yang tidak dibuat-buat itu.
    “Serius nih, mau sama akika?” goda Unita senang. Ya ngga-lah. Kata Safiq dalam hati. Duit-nya sih, iya banget…. Dipandangnya Unita dihadapannya. Toh, ngga jelek-jelek amat perempuan jadi-jadian ini. Mirip-mirip Happy Salma. Cuma lebih hitam, lebih pendek, lebih …

    “Situ ganteng deh.. Ay suka… ” kata Unita genit. Suaranya dihalus-haluskan seperti perempuan. “Pasti gedong … “ Unita mengerling manja. Safiq menahan senyum.
    “Memang suka yang gedong ya?” tantang Safiq.
    “Uhh, Ay suka sekali … “ jawab Unita manja. “Ke rumah aja yuk?” rayu Unita sambil mengitari tubuh Safiq pelan-pelan, seperti ratu sejagat. Safiq tersenyum.
    “Berapa?” Tanya Safiq.
    “Berapa apanya, sayang? …. “Unita berhenti memutar dan kembali ke sisi kanan Safiq. Digerainya rambut palsu hitamnya yang panjang, persis seperti di iklan-iklan shampoo.
    “Berani berapa?” ulang Safiq.
    “Berani… berapa??“ Tanya Unita heran. Bibirnya mulai maju.
    “Iya, berani bayar berapa?… “ ulang Safiq lagi, dengan sopan. “Katanya mau yang gedong?” Goda Safiq. Matanya mulai nakal.
    “Haaa?.” Perempuan setengah jadi itu memandang heran. Kali ini mereka berdua tatap-tapan. “Bujukbuneng, harusnya elu yang nawar gue..” Bibir Unita mulai maju.
    “Ha?” giliran Safiq yang kaget. “Kan, tadi… mba, yang .. ngajak saya?” Safiq tergagap.
    “Iye emang! Tugas gue-kan merayu? Kalo kaga, mana laku dagangan gue dong??” Suara Unita berubah menjadi laki-laki. “Gila loohh?!” sewotnya lagi.
    “Jadi…? Tapi itu tadi yang brenti itu, mobilnya .. Mba turun dari mobil itu-kan?” Safiq seperti tidak percaya.
    “Eh, kuda nil jeruk purut. Mobil apaan? Lu buta ye? Asal gue dari warung entu tuh..” tunjuk Unita ke arah warung di ujung jalan sebrang sana. “Gue udah ngeliatin elu dari tadi. Gue pikir, elu lagi nunggu cewek kaya gue...? Otak dagang gue ya jalan dong.” Jelas Unita dengan satu tangan di pinggang.
    “Ter..rus..?”
    “Trus ya gue nyebrang ke sindang, tapi dihalangin ma mobil Alphard sialan itu tuh tadi…Gue pikir mau dibawa orang-orang tadi, ngga tahunya cuma godain doang. Sialan.” Sungutnya ketus.

    “O… “ Safiq melongo.
    “Ya iya-lah! Masa ya iya dong?! … Mangkanye, jangan jualan di wilayah gue, cong?” Kata Ukri yang sudah kembali ke bentuk asal, dengan bibirnya yang maju 5 centi.
    “……... “ Safiq masih melongo.
    “Busyet dah nek, apes gue. Udah belon laku, aye salah nangkep, salah sasaran pula. Diampuuuttt… Ternyata situ jualan juga, cong.?? Jeruk kok makan jerukk …” gerutu Ukri sambil melenggang kangkung, dengan mulutnya yang terus komat-kamit.

    Itulah awal perkenalan mereka. Hingga malam-malam selanjutnya, bertemu di tempat yang sama, dengan misi yang berbeda. Kedekatan itulah, yang akhirnya membuat mereka sepakat mengontrak rumah bersama, dengan kamar yang berbeda.

    Sebenarnya Safiq berasal dari keluarga yang berkecukupan di kota Malang. Tapi karena suatu malam, saat sedang bercumbu dengan Gusti, teman prianya, ibunya memergokinya & terkulai pingsan di depan pintu kamarnya yang lupa terkunci. Malam itu juga dia nekat meninggalkan rumahnya ke Jakarta, karena malu telah menghancurkan hati ibunya. Tapi sayang, Gusti yang dicintainya itu. Tidak ikut bertanggungjawab. Pria itu melepaskannya & meninggalkannya begitu saja, tanpa merasa bersalah. Jadilah Safiq pergi seorang diri ke Jakarta, dengan kesedihannya & hatinya yang patah. Untung saja ia masih punya tabungan sedikit. Hingga bertemu Ukri yang kini menjadi temannya.


    ….


    “Kri, kasih uangnya nih, ke bu Ruki.” Safiq mengeluarkan setumpuk uang dari dompetnya, untuk kontrakan. “Lo ngga usah bayar bulan ini. Gue lagi ada rejeki.” Kata Safiq lagi.
    “Duh, neekk. Makasih ye. Lu baik banget deh.” Ukri kegirangan.
    “Tapi kalo gue lagi ngga ada duit, gantian elo yang bayar ya.”
    “Iyeee.. “ Ukri menghitung uang di tangannya. “Lebih Fiq, nehh.. “ Ukri menyodorkan 2 lembar uang seratus ribuan.
    “Oh, itu sumbangan buat anak-anak panti di depan. Lo yang kasih ya?” Ukri menatap Safiq.
    “Baru minggu lalu. Yakin nih?” Tanya Ukri. Safiq mengangguk tulus.
    “Lo mau kemane, cong? Tumben gini hari mau jalan?”
    “Gue mau cari baju, biar ada yang bagusan dikit. Biar ngga malu-maluin. Kan lagi ada rejeki …”
    “Di irit-irit tuh duit … “ sindir Ukri, mengulangi kalimat Safiq padanya. Safiq tersenyum.
    “Lo ngga pake baju aja tetep keren kok, cong?”
    “Mazzaa?” ledek Safiq.
    “Suwerrrrr.. “
    “Baju yang ini?”
    “Tetep keren, cooong.. “
    “Kalo begini?” Safiq mengambil wig milik Ukri dari jemuran & memakainya seperti Ukri.
    “Gue suka gaya looohhh … Sineeeh..” direbutnya wig itu dari tangan Safiq yang tertawa senang.
    “Gue pergi ye? Dah nekk.. “ Safiq menutup pintu rumah. Hatinya senang sekali.
    Malam kemarin, dia bertemu dengan jutawan. Si pria bermobil mercedez itu. Yang memberinya berlembar-lembar uang untuknya. Plus uang tambahan untuk transportnya pulang. Tentu saja hatinya senang. Dan bukan itu saja. Dia tidak melakukan apapun untuk tamunya malam itu. Hanya menemaninya di ruang tamu. Sambil bercerita panjang lebar, dan bercanda sampai pagi. Betapa beruntungnya dia. Tadinya ia pikir, lelaki itu akan mencumbunya sampai puas, memberinya uang, lalu menyuruhnya pergi seperti yang lainnya. Tetapi lelaki itu berbeda. Di luar dugaannya.


    .......


    “Hai… “ sapa seseorang pada Safiq di lobi sebuah mal, hari minggu sore. Safiq menoleh. Wajah itu … “Masih inget?” Tanyanya. “Saya Topan. Yang malam-malam itu … “ jelasnya sambil tersenyum. Ah, rupanya dia lagi. “Lagi cari apa? Kamu sendirian?” tanyanya beruntun.
    “Oh, iya.” Safiq bingung mau menjawab. “Lagi sendiri. Mau .. ya, jalan-jalan aja. Liat-liat… Mungkin nanti ada yang dibeli.“ jawab Safiq akhirnya. “Kamu sendiri?… Eh, maksudnya, … kamu sendirian?”
    “Ya, saya sendiri. Lagi cari buku.” Jawab Topan. “Bukunya sih udah dapet. Sebetulnya lagi mau pulang...” Topan menunjukan plastik belanjaannya. “Tapi malah ngeliat kamu di sini. Boleh saya temani?” katanya sopan. Diamput! Mau temani? Ngga salah? Mana asyik jalan-jalan dengan orang yang belum dikenal? Bikin canggung aja.
    “O, ngga apa-apa. Saya bisa sendiri, kok. Makasih ya.. “ Jawab Safiq ramah.
    “Saya ngga terburu-buru kok, saya seneng kalau ada temen. Yuk, jalan?” Astaga. Keras kepala juga dia ini. Safiq bingung. Apa yang mau dijawab kalau udah begini? Untung cowok itu punya wajah yang lumayan cakep.
    “Hmmm, oke. Kita ke lantai 3 ya. Saya coba liat barang di sana.. “ akhirnya Safiq mengalah.

    Mereka segera menaiki escalator, menuju lantai 3. Mau tidak mau akhirnya Safiq mencoba berteman dengan Topan. Biarpun banyak kalimat yang keluar dari mulut cowok itu, dibandingkan dirinya. Ternyata menyenangkan juga Topan itu. Dari 2 jam bersama, akhirnya meningkat menjadi 4 jam di sana. Seperti ada benang merahnya yang menyambung mereka.

    Berdua itu ternyata menyenangkan juga ya? Kata Safiq dalam hati. Prettt... Padahal selama ini dia sudah banyak menghabiskan waktu berdua, bersama pria-pria tidak dikenalnya hanya dalam waktu 1-2 jam, bahkan lebih. Tapi yang ini, jelas saja berbeda. Hubungan yang sesungguhnya.

    “Saya ke arah sana. Kamu kemana?” Tanya Safiq saat pulang. Toko-toko mulai tutup satu-satu.
    “Saya bawa motor. Mau saya anterin?” tawar Topan.
    “Oh, ngga usah. Makasih. Kamu udah temani saya ber jam-jam. Makasih, Pan.. “
    “Ngga apa-apa kok. Saya justru yang berterima kasih. Saya senang malam ini bisa menemani kamu. Yuk, ke parkiran” ajak Topan. Sekali lagi Safiq tidak bisa menolak.

    “Kamu tinggal sama siapa?” teriak Topan dari motor. Suaranya hampir tidak jelas terdengar. Tenggelam oleh ramainya kendaraan di jalan.
    “Kenapa?” teriak Safiq ngga kalah keras. Topan membuka kaca helm.
    “Kamu tinggal sama siapa?” Ulang Topan, tidak lagi berteriak.
    “Oh, sama teman.” Jawabnya.
    “Belok kanan, Fiq?”
    “Kiri. Yang kiri.” Motor menikung ke kiri. Jalanan sudah sepi. Hanya ada tukang nasi goring.
    “Teman kamu ada di rumah?”
    “Mungkin.. “
    “Kok, mungkin?”
    “Mmm, biasanya pergi… “ Pretttt. Bukan pergi, sebetulnya. Tapi bertugas. Perempuan jadi-jadian itu sedang konsen di jalanan. Jawabnya dalam hati.

    “Boleh aku main ke rumah kamu?”
    “Sekarang?”
    “Terserah, kalau boleh… “
    “Kamu ngga … belajar? Buat kuliah besok?” Safiq melihat jam tangannya. Hampir jam 10 malam. Memang ada ya, orang yang belajar di minggu malam? Bukannya saat ini lebih asyik lihat sinetron? Kan banyak cowok-cowok baru yang cute di TV. Halaahh …
    “Besok ada kuliah sore … “ jawab Topan.
    “Ya, stop. Oke, pagar yang itu…” Safiq turun dari motor setelah sampai di depan rumah kontrakannya.
    “Gimana?” Topan membuka helmnya.
    “Apanya?” Tanya Safiq.
    “Boleh saya main ke rumah?”
    “Hmmm, yuk…” Safiq membuka pintu pagar. Topan memarkirkan motornya. Kemudian mengunci stangnya. Lalu segera masuk ke dalam. Rumah yang sederhana, gumamnya.
    “Maaf, berantakan… “ Safiq mempersilahkan Topan duduk, sesampainya di ruang tamu.
    “Enak juga di sini… “ Mata Topan berkeliling.
    “Ah, biasa aja. Kecil dan berantakan… Mau minum apa?” Tanya Safiq sambil masuk ke dalam kamar.
    “Apa aja…”

    Safiq meletakkan belanjaannya di kamar. Kemudian ke dapur dan menuangkan air dari dispenser.
    “Sorry, Cuma ada ini … “
    “Ngga apa-apa. Saya minum ya?” Topan mengambil gelas di tangan Safiq dan meneguknya.
    “Saya mandi dulu. Boleh?” Topan mengangguk. Diambilnya sebuah majalah yang ada di bawah meja tamu, dilihat-lihat & dibacanya bila ada artikel yang menarik, sebentar saja dia sudah asyik dengan bacaannya.. Sepuluh menit kemudian, Safiq keluar dari kamar mandi.
    “Sorry, kalo lama…” Topan mengangkat kepalanya dari majalah. Dilihatnya Safiq yang masih memakai handuk, menghampirinya. “Mau mandi?” tanyanya. Topan tidak menjawab. Hanya melihat ke bagian tubuh Safiq. Badannya bagus, tidak terlalu berotot.. Kulitnya bersih, dengan dadanya yang bidang dan ada bulu-bulu halus dibawah pusarnya. Sedangkan bagian bawahnya, yang tertutup handuk putih itu, membuatnya …. “Kamu mau mandi?” ulang Safiq.
    “Ya. Ya, boleh.” Jawab Topan akhirnya.
    “Sabun cair ada di rak kanan.Shampo-nya di kirinya.” Terang Safiq.
    “Oke.” Topan meletakkan majalah dan segera melangkah ke dalam kamar mandi. Ngga berapa lama kemudian, suara air turun dari shower berbunyi. Safiq membuka lemari dan mencari benda yang diinginkannya. Setelah ketemu yang dicarinya, Safiq mengetuk pintu kamar mandi. Handuk putihnya masih melingkar di pinggangnya.
    “Pan, ini handuknya. Saya taro di depan sini ya.” Kata Safiq di depan pintu kamar mandi.
    “Oya, masuk aja. Ngga dikunci kok…” suara di dalam sana menjawab. O? ngga dikunci? Nantang nih? Kata Safiq dalam hati. Oke… Dibukanya pintu kamar mandi dan …

    My God, bagus sekali badan Topan dari samping. Bukan karena berkotak-kotak. Tapi tubuhnya begitu proporsional. Sudah lama Safiq tidak melihat tubuh telanjang seumurannya. Malam-malamnya dihabiskan dengan tubuh-tubuh yang sudah tidak menarik lagi. Dan pemandangan di depannya ini, alamaakk, betul-betul mimpi yang tak terduga.

    Topan memutar badannya kehadapan Safiq. Terlihat jelas benda yang tergantung di sana. Benda yang sering dilihatnya. Besar, gendut dan tidak panjang. Belum memanjang tepatnya … Bagus sekali benda itu dalam keadaan basah, juga dengan bulu-bulu yang tumbuh di sekitarnya. Ingin sekali rasanya Safiq …
    “Tolong digantung di situ aja ya. Sorry, saya lagi basah… “ kata Topan pada Safiq yang masih berdiri di pintu. “Maaf, fiq. Pintu nya tolong ditutup lagi ya… “ WHAT? BUKK! Itu bukan suara pintu. Tapi suara kaget di kuping Safiq. Ditutup lagi?? Ini sebuah penolakan? Atau penghinaan? Biasanya para tamunya, bila melihat dirinya setengah telanjang, mereka rela mengemis-ngemis untuk bercinta. Tapi sekarang? Seorang cowok menolaknya?? Diampuuuttt!! …


    *** song CAN WE GET TOGETHER by Madonna (The Confessions Tour)


    “Hai, lagi apa?” Topan baru selesai mandi dan menyapanya di kamar. Safiq yang baru saja selesai berpakaian, membalikkan badannya. Dilihatnya Topan sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk di tangannya dan … tubuhnya yang bagus itu, yang kini setengah basah itu, tidak tertutupi apapun. Tidak tertutupi apapun! Begitu bebasnya Safiq menatap. Tampak jelas di sana, keindahan yang dimiliki cowok berkumis tipis itu. Begitu menggiurkannya…

    “ … Udah selesai mandi?” Safiq berusaha wajar. Sudah dua kali ia salah tingkah. Jantungnya mulai berbunyi. Gila, wajah cowok itu, kok, lama-lama mirip Christian itu ya? Si Model yang berpacaran dengan artis Titi Kamal itu.
    “Yup, enak. Segeran nih.” Topan masih mengeringkan rambutnya. Safiq masih menatap bebas. “Kamu kemana malam besok?” Tanya Topan.
    “…Belum ada rencana… “. Topan melempar handuknya di tempat tidur. Kemudian mengambil kaosnya.
    “Teman kamu, lagi pergi?” Topan memakai kaosnya. Lucu sekali Safiq melihatnya saat itu. Tubuh bagus itu tertutup separuh, sedangkan bagian bawahnya masih terbuka polos. Membuat nafasnya turun naik. Sumpah baru kali itu dia menikmati tubuh seorang laki-laki.
    “Lagi pergi ya?” ulang Topan.
    “Oh, iya. Lagi pergi… “ Safiq mengiyakan.
    “O… “ Topan memakai celana dalamnya hati-hati, seperti takut benda di dalamnya terluka. Kemudian diambilnya celana panjangnya, lalu memakainya.

    What? Asshitt… gerutu Safiq. That’s it? Cuma segitu aja? … Bibirnya hampir terbuka. Apakah dia berhalusinasi? … Safiq pura-pura membersihkan telapaknya, seolah-olah ada semut di kedua tangannya.
    Nope, Safiq tidak berhalusinasi. Cowok di depannya itu memang sudah berpakaian lengkap. Tidak telanjang seperti tadi. Sudah rapi. Biarpun rambut poninya masih berantakan. Jadi tadi maksudnya apa? Sengaja? Atau?

    Dipandangnya wajah Topan di depannya. Wajah berkumis tipis itu menatapnya. Ya, dia memang mirip Christian. Hampir sama. Hanya beda bentuk. Safiq memang tidak pernah lama memperhatikan wajah seseorang. Buat apa? Apa yang perlu diingat kalau kenikmatan itu hanya berlangsung 1 atau 2 jam saja? Toh, tidak akan pernah bertemu lagi. Itu kata Safiq pada Ukri dulu. Tapi kini, dia baru menyadari kalau wajah cowok ini …

    “Saya pulang ya… ” Topan melangkah ke depan pintu, setelah merapikan pakaiannya. Safiq membukakan pintunya, lesu. Baru kali ini hatinya terombang-ambing. Mungkinkah dia sudah jatuh hati pada cowok itu? Memang, sudah lama sekali masa cinta itu lewat. Hari-harinya sudah diisi dengan peluh nafsu kenikmatan. Sudah lama sekali. Dan tiba-tiba saja dia rindu dengan rasa cinta yang pernah dimilikinya. Rindu akan kehadiran seseorang disampingnya.
    “Terima kasih ya, fiq.” Topan tersenyum tulus. Safiq mengangguk. Dipaksakan senyumnya. Apakah Topan tidak tergiur sedikitpun padanya? Atau merasa jijik-kah dia dengannya? Atau sebatas ini lagi-kah, pertemuan yang berbeda itu dibaurkan dengan nafsu lagi? Sampai kapankah? Pertanyaannya tidak terjawab…
    Safiq menatapnya pergi, hingga motor milik Topan hilang dari pandangannya....

    Safiq menutup pintu depan pelan. Sepi sekali saat itu. Tidak ada siapa-siapa dan tidak terdengar suara apapun. Padahal, sudah 2 tahun ini dia tinggal di sana. Baru kali itulah dia merasakan kesendirian. Begitu sunyinya. Safiq terduduk di depan pintu. Ada perasaan galau yang merasukinya. Dipandangnya ruang di sekitarnya. Ya, memang sepi sekali. Terlalu sepi… Matanya mulai berkaca-kaca.

    Perasaan kesepian kini muncul di hatinya. Tiba-tiba terbayang wajah ibunya yang ditinggalkannya. Bergantian dengan wajah kakak & adiknya. Airmatanya mulai jatuh. Begitu rindunya dia pada keluarganya. Ayahnya sudah lama pergi, bersama seorang wanita, yang dihamilinya dan meninggalkan ibunya, yang menjerit-jerit perih. Safiq duduk terdiam. Terbayang kembali wajah Gusti yang tak punya hati melepaskan kepergiannya. Kemudian berganti dengan wajah Topan, cowok yang mulai mengisi hatinya. Airmatanya mulai mengalir. Hatinya teriris pedih. Banyak sekali cobaan dalam hidupnya, yang ditanggungnya sendirian. Dia menangis seunggukan. Kemudian pecah dikeheningan malam …


    *** song TEARS & RAIN by James Blunt

    .....


    Tok… Tok… Tok…
    Itu suara ketukan pintu. Safiq menggeliat bangun. Matanya masih tertutup. Didengarnya ketukan sekali lagi. Kali ini terdengar keras dan jelas. Seperti ditelinganya. Pelan-pelan dia membuka matanya. Dia masih di ruang depan. Ternyata dia tertidur di sana semalam, sehabis lelah menangis. Jam menunjukkan 10.05. Sudah bukan pagi lagi. Pelan-pelan dia bangkit, kemudian membuka pintu. Matanya masih sembab.
    “Ini rumah Safiq?” seorang pria muda berseragam berdiri di depannya sambil tersenyum sopan.
    “Ya? Ada apa, mas?” tanya Safiq dengan suara yang masih berat.
    “Ini nomer 22 ya? Ada kiriman untuk Safiq…” pria itu memberikan sesuatu pada Safiq. Satu vas bunga mawar merah hati dan satu kado berukuran sedang yang dibungkus rapi dengan warna merah yang sama. Safiq menerimanya dengan bingung.
    “Ya betul. Dari siapa ya, mas?”
    “Maaf, ini tolong ditandatangani.” Pria itu tidak menjawab pertanyaannya. Tapi malah menyodorkan kertas tanda terima. Dengan ragu Safiq menandatangani kertas itu. “Terima kasih. Permisi…” pria itu tersenyum. Kemudian meninggalkan Safiq yang masih berdiri bingung.

    Dipandangnya bunga mawar merah itu yang kini berada di meja kamarnya. Kemudian gantian melihat kado yang terbungkus rapi itu. Dari siapa ya? Gumamnya bingung. Jam sudah menunjukkan 10.30. Rumah masih seperti semalam. Sepi dan sunyi. Entah dimana Ukri. Harusnya tadi pagi dia sudah pulang. Kamarnya-pun masih terkunci rapat. Kalaupun pulang, Safiq pasti mengetahuinya. Karena dia tertidur di depan pintu semalam.

    Pelan-pelan dibukanya kado itu di tempat tidur. Pikirannya masih menebak-nebak. Siapa orang yang mengirim bunga & kado itu. Baru kali inilah dia menerima sesuatu seperti itu. Seperti di film-film romans yang pernah dilihatnya. Dan hatinya memang benar melayang jauh. Bahagia. Masih ada juga orang yang memperhatikannya. Matanya memang masih sembab. Tapi tidak lagi mengantuk seperti tadi.
    Kado itupun kini dibukanya dengan tergesa-gesa. Ada sebuah kotak kecil lagi di sana dan sebuah surat di atasnya. Dibukanya kali ini dengan pelan sambil menahan nafasnya yang berat. Ada tulisan-tulisan rapi di sana dan sebuah tanda tangan dengan nama Topan …
    Jantungnya mulai tak beraturan lagi.

    “Terima kasih untuk kemarin, menemani saya seharian.
    Dan terima kasih juga untuk semalam. Malam yang indah buat saya.
    Kamu menghargai saya dengan baik.
    Dengan kepolosan, kegugupan dan keinginan yang ada.
    Sengaja saya memancing kamu. Seperti kamu memancing saya.
    Tapi tidak kita lakukan. Karena kita saling menahan.

    Sudah sebulan saya memperhatikan kamu diam-diam di ujung jalan itu.
    Jalan di mana kamu berdiri menanti pria-pria yang datang.
    Hingga cinta saya jatuh pada kamu. Di malam ketiga saya melihat kamu.
    Dan cinta yang saya punya, tidak bisa lagi ditahan dengan apapun.

    Saya ingin mencintai kamu sebanyak yang kamu mau.
    Karena saya ingin menghabiskan cinta saya untuk kamu.
    Selama yang kamu mau….

    Dan bila kamu mau menerima cinta ini,
    Saya akan menunggu kamu nanti malam jam tujuh nanti,
    Di ujung jalan itu …”


    TOPAN


    Safiq melempar surat itu di sampingnya. Nafasnya tertahan. Terbayang kembali wajah Topan dan kejadian semalam. Inikah Topan yang datang semalam? Yang baru dikenalnya kemarin? Inikah Topan yang sesungguhnya? Dadanya bergemuruh. Diambilnya kotak kecil yang tadi dia lihat di dalam kado. Safiq memandangnya tak percaya, menatapnya tak percaya.
    Kotak kecil itu berisi photo-photonya dengan berbagai pose. Photo-photo candid yang natural & indah. Dengan baju-bajunya yang berbeda. Ada photo dirinya yang sedang duduk di pinggir jalan. Ada yang sedang merokok. Ada yang sedang menatap jalan. Ada yang berdiri di samping warung. Yang terekam kamera dengan ekspresi wajahnya yang kosong dan kesepian. Ya, itu photo-photo dirinya, yang diambil Topan tanpa sepengetahuannya, ketika dia berada di ujung jalan itu…

    Dilihatnya sekali lagi photo-photo indah itu. Ada cinta di tiap lembarnya. Bukan cinta seorang pemuja. Tapi cinta seseorang yang jatuh hati padanya. Air matanya mulai mengalir lagi. Bahagia. Ternyata memang masih ada orang yang mau mencintainya tulus. Apa adanya. Bukan seperti yang selama ini dia rasakan. Cinta yang selalu berakhir di ranjang. Cinta yang bergelimang peluh dan rupiah.
    Sekali lagi, Safiq menangis seungukan…


    ........


    Angin berhembus lembut di tubuhnya, ketika Safiq sampai di ujung jalan itu. Tempat dimana dia menghabiskan malam-malamnya menunggu tamu. Tempat dimana Topan bermalam-malam mengambil photo dirinya sebelum ia pergi melayani kenikmatan.

    Dipandangnya jam tangannya, jam tujuh tepat. Banyak kendaraan yang melintasi jalan itu. Tapi tidak terlalu ramai. Mungkin karena jalan itu bukan jalan utama. Dicarinya wajah Topan di sana. Tapi wajah itu belum ditemukannya. Safiq sudah siap dengan jawabannya nanti. Menjawab mantap & menerima cinta Topan dengan cintanya. Yang akan ia habiskan selamanya, bersama Topan.

    Safiq menatap ke depan, dimana rumah putih yang lumayan besar itu masih berdiri kokoh di sana, sekalipun terhalang pohon-pohon palm di depannya. Pintu gerbangnya yang tinggi hitam, masih tertutup rapat seperti kemarin-kemarin. Dan teras di atasnya, seperti … Safiq memicingkan matanya. Belum pernah dia melihat teras di lantai dua rumah itu. Dia tidak pernah terbiasa berlama-lama menatap apapun & siapapun. Hanya melihat seperlunya. Tapi sekarang tampak jelas ada seseorang berdiri di sana, di teras itu. Seseorang yang dikenalinya. Seseorang yang sedang melambaikan tangannya dan tersenyum padanya. Orang itu adalah Topan, yang entah sudah berapa lama dia berdiri di sana, melihatnya dari sana.

    Safiq tersenyum dan membalas lambaiannya. Lega hatinya melihat orang yang mencintainya ada di depan sana.

    “Tunggu di situ ya…” teriak Topan dari atas sana.
    “Apa?” Safiq tidak mendengar jelas. Ada suara mobil yang lewat di depannya. Topan mengerti.
    “Tunggu aku… Aku ke situ ya … “ teriak Topan keras. Safiq mengerti. Kemudian mengangguk. Jadi dia ternyata yang tinggal di rumah itu dan mengawasiku dari sana. Awas, ya. Kamu sudah berbohong. Kamu tidak menunggu kendaraan umum malam itu. Gumam Safiq senang bercampur gemas.

    Tidak berapa lama pintu pagar tinggi itu terbuka perlahan. Ada Topan di sana, dengan senyuman yang masih menghiasi wajahnya. Wajah yang ingin sekali disentuh oleh Safiq. Wajah yang tiba-tiba mengisi hatinya secepat kilat.

    Cinta itu memang aneh. Datang tidak diundang & kadang pergi begitu saja bila sudah waktunya. Dan cinta yang telah datang padanya, tidak akan ia sia-siakan lagi. Safiq ingin menikmatinya lagi, merasakannya lagi. Berdua menjalani hari bersama seorang kekasih. Kekasih yang tidak memandang sebelah mata padanya. Kekasih yang tulus mencintainya dengan cinta & pengorbanannya. Tidak sabar rasanya Safiq menanti Topan datang menghampirinya di ujung jalan itu dan mengumbar kebahagiaan yang kini dia punyai.

    “Haiii … “ panggil Topan dari seberang. Pakaiannya rapi. Wajahnya ganteng sekali malam itu, sekalipun lampu jalanan tidak terlalu terang. Tapi Safiq tahu. Wajah itu memang tampan sekali. Dan baru kali ini-lah matanya tidak berkedip sedikitpun. Dilihatnya Topan menyeberang jalan dengan gagahnya. Poninya terayun-ayun tertiup angin. Dengan matanya yang terlihat berbinar dan senyumnya yang belum terhapus.

    Safiq berjalan selangkah menanti Topan dengan senyumnya yang juga mengembang lebar. Sudah tidak sabar rasanya dia ingin mengucapkan kata cinta di telinga Topan. Ingin rasanya memeluknya erat di sana, juga menciumnya, kalau seandainya cuma ada mereka saja di sana. Tapi itu tidak akan mungkin ya. Dunianya jelas berbeda dengan dunia yang katanya lurus itu.

    Safiq memandang Topan bahagia. Tinggal selangkah lagi pria itu menghampirinya. Menghampiri cintanya yang sudah tumbuh bersemi. Tinggal selangkah lagi, ketika terdengar bunyi deritan kencang yang lumayan memekakkan telinganya. Setelah itu bunyi benturan keras dan benda jatuh berdebum dengan bunyi patah yang membuat hati menjadi ngilu. Bunyi yang menghilangkan kesadaran Safiq beberapa saat.
    Safiq menatap nanar saat melihat Topan tertabrak mobil dan menyeretnya hilang dari pandangan matanya. Safiq terpaku pilu tak percaya di ujung jalan itu…


    ........


    9 Minggu kemudian.
    Safiq membuka pintu kamar 809. Di kamar inilah Topan masih terbaring lemah. Sesudah koma selama hampir 3 minggu. Dilihatnya Topan yang sedang tertidur.
    Safiq menutup pintu kamar dan melangkah perlahan. Entah sudah berapa kali dia datang ke rumah sakit mengunjungi Topan. Dia ingin terus mendampingi Topan yang anak piatu itu.

    Safiq duduk di dekat sisi tempat tidur. Dipandangnya wajah memar Topan yang dicintainya. Wajahnya terlihat tenang dan damai. Balutan perban di kepalanya dan lengan kanannya, yang hampir menutupi seluruh tubuh pria yang dicintainya itu, membuat Safiq mengaduh dalam hati. Hatinya kini selalu teriris pedih melihat keadaan Topan sekarang, yang sudah diamputasi tangan kiri nya itu.

    Dia tidak bisa membayangkan, akan seperti apa kehidupannya, andai saja, Topan meninggalkannya malam itu. Dan dia juga tidak bisa membayangkan, akan seperti apa kehidupan Topan nantinya, yang kini telah cacat...
    Dan sanggupkah dia mendampingi Topan dengan keadaan itu?

    Safiq tidak berani membayangkan lebih jauh lagi. Airmatanya jatuh pelan-pelan. Terbayang kembali wajah ibunya. Kemudian wajah Topan di sisinya.
    Betapa perihnya sebuah kenyataan ...

    Perlahan Safiq membelai tangan Topan yang masih tertidur.
    Safiq tahu, dia mencintai Topan dengan tulus dan sebanyak apapun yang Topan mau. Hanya itu modal untuk menghadapi kenyataan.
    Menjalani hari-hari nanti bersama, berdua, dengan cinta yang ada dan berharap akan terus ada.
    Dan Safiq tidak ingin membayangkannya lagi, kalau saja malam itu - cinta yang ditunggunya,
    tidak datang di ujung jalan itu …


    (Selesai – June 2008)


    *** song LONGER by Dan Fogelberg


    [email protected]

    tadinya mau ekke print, tapi kepanjangan, maklum, printnya pakai printer dotmatrix LOL

  • Asik, ada hiburan. Sdikit hilang badmOod q hehehee
  • sedih ceritanya
Sign In or Register to comment.