It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“Rik,… boleh kamu bantu aku?” tanyaku pelan.
“Kenapa, Ki…” dia menatapku aneh.
“Kita tukeran tempat duduk, please…” aku memohon. Kulihat kekagetan diwajah Rika. Dia melongo.
“A.. apa..? kamu nggak becanda, kan?” Rika menelan ludah. Aku menggeleng. Dan tanpa kuhitung sampai tiga rika sudah duduk di tempat dudukku. Kini aku duduk dikursi paling belakang. Jauh dari dia.
Aku menunduk ketika Rocky masuk kedalam kelas. Aku nggak mau melihat dia. Ketika pelajaran dimulai kulihat Rocky kebanyakan diam. Pada saat dia berpaling kebelakang aku menunduk. Aku tahu, Rocky… aku juga merasa kehilangan kamu..
Ketika jam istirahat dia belum beranjak dari tempat duduknya. Aku berjalan kearah depan mau menuju kantin. Hatiku berdebar ketika lewat disamping Rocky. Dia menangkap tanganku. Aku berusaha melepaskan genggaman tangannya. Tapi dia begitu kuat hingga aku mengalah.
“Jangan menghindar dariku seperti ini, Ki…” katanya. Aku begitu tidak mampu menatapnya. Dia menggeser duduk disebelah dan aku duduk di kursinya.
“Lebih baik begini, kan....” kataku.
“Aku nggak mau jauh dari kamu seperti ini.. tapi…ahh… aku tahu akan sulit sekali..” suaranya tergetar. Aku menggigit bibir bawahku. Aku merasakan dadaku sesak.
“Aku juga merasakan hal itu…” jawabku perlahan.
“Aku sayang kamu ki,.. aku sadar itu. Aku nggak bisa tidur semalam memikirkan kamu…” suaranya serak. Aku memandangnya. Aku nggak bisa membiarkan dia menangis. Kugenggam tangannya.
“Kamu masih punya Linda… ” kataku menghibur.
“Lupakan aku ya….” Kataku ditelinganya.
“Nggak akan bisa…” jawabnya.
“Coba… pasti bisa..” kataku tegar.
Setiap pulang sekolah aku melihat mereka berdua. Rocky dan Linda. Begitu mesranya. Jika di kantin aku melihat mereka aku pasti menjauh. Begitulah yang terjadi setiap hari. Kini aku sudah terbiasa tanpa Rocky bersamaku. Melihat dia bahagia merupakan suatu kebahagiaan bagiku. Ketika kenaikan kelas aku tidak lagi sekelas dengan Rocky. Kini Linda yang sekelas dengannya. Aku senang meskipun aku harus melihatnya dari jauh. Aku kini tenang…
Minggu pertama di kelas tiga membuatku bersemangat kembali. Aku pasti menyelesaikan SMA ini dengan prestasi gemilang. Setelah itu aku akan menggapai impianku untuk kuliah.
Hari itu, seperti biasanya aku berjalan pulang ke rumah yang letaknya cukup jauh dari sekolah. Tapi demi menghemat aku harus lakukan itu.
“Aku pulang…” teriakku ketika menginjak pintu rumahku.
“Eh, Kiki… nih temanmu udah menunggu kamu 10 menit lalu…” kata mama menghapiri aku. Aku memandang sekeliling. Ah,… Rocky. Kenapa dia kesini? Kenapa dia?
“Hei, Ki….. “ katanya sambil tersenyum. Dia pasti melihat reaksi kaget diwajahku karena wajahku memucat. Aku duduk mendekat padanya.
“Kenapa kesini..?” keluar juga pertanyaan itu dari bibirku. Rocky tersenyum sambil memandang suasana ruangan. Ruangan ini merupakan ruangan multifungsi. Ada meja belajar aku dan adikku, ada meja setrikaan, ada meja makan ada kursi plastik untuk tamu dan ada mesin jahit di sudut ruangan. Bayangkan saja hanya dengan ukuran 3x4.
“Aku pingin liat rumah kamu.. kamu nggak pernah ngajak aku kesini, kan…” aku tahu ada kebohongan dibalik perkataannya.
“Jangan bohong… katakan padaku sebenarnya ada apa kamu kesini..?” tanyaku serius.
“Aku nggak bohong… “ jawabnya dengan wajah serius.
Mama membawa minuman untuk kami. Air jeruk dengan es batu. Aku dan Rocky terdiam.
“Terima kasih tante…” kata Rocky.
“Dia nggak biasa minuman kayak gini mam…” kataku. Mama memandang Rocky.
“Biasa kok…. “ kata Rocky ke mamaku sambil tersenyum. Dia meneguk minumannya.
“Maaf ya, kami nggak punya minuman kaleng. Kue juga nggak punya…” kataku ketus.
“Kiki… kenapa sih, kamu?”
“Cuman aneh aja… kenapa sih orang kaya kayak kamu datang ke tempat sumpek kayak gini…”
“Aku ngerti sekarang kenapa kamu nggak mau aku datang ke rumah kamu, Ki…” Rocky memandangku tajam.
“Kamu kira aku akan menghina kamu dan nggak akan berteman dengan kamu kalo liat keadaan rumah kamu seperti ini?”
Aku tertunduk.
“Kamu salah, ki… aku bukan orang seperti itu…”
Aku melangkah kearah kamar tidurku yang letaknya didepan ruang tadi. Kenapa aku harus melihatnya lagi? Datang kerumahku lagi….
“Rapih juga kamarmu… nggak seperti kamarku..”
Aku kaget sekali ternyata dia mengikuti aku masuk ke kamar. Rocky memandangi ruangan kamarku. Mengambil sesuatu yang kugantung di diding kamarku. Lukisan itu. Lukisan wajahku yang dilukisnya dengan pensil waktu itu. Kulihat wajahnya berubah.
“Lukisan jelek ini… kamu masih menyimpannya?” katanya berusaha menutupi perubahan wajahnya. Dia mengusap bingkai foto itu yang agak berdebu dengan kaosnya. Aku membiarkan saja. Dia kemudian duduk di tempat tidur. Aku duduk disampingnya.
“Kamu belum jawab pertanyaanku…” kataku padanya.
“Kenapa kesini?... padahal kan kamu bisa bertemu aku di sekolah. Meski kita nggak sekelas lagi, tapi kan masih satu sekolah..”
“Kamu selalu ngejauhin aku di sekolah. Kamu selalu menghindar kalo ketemu aku di kantin. Apalagi pulang sekolah,.. kamu pasti pulang belakangan untuk menghindari aku, kan…” Rocky menelan ludah.
Aku nggak bisa menjawab. Dia benar…
“Kamu benar… aku ngejauhin kamu… karena aku nggak mau mengganggu kamu lagi…”
Rocky menatapku tajam.
“Dari dulu sampai sekarang… itu-itu saja alasan kamu…nggak mau mengganggu..”
kudengar ada emosi di perkataan itu. Aku juga terbawa emosi.
“Emangnya aku harus gimana? Ngedekatin kamu setiap saat, gitu? apa aku harus ngusir Linda buat bersama kamu?”
“Setidaknya tegur aku, Ki… sapa atau senyum saja nggak apa-apa… bukan malah menghindari aku kayak itu..”
“Ya! Aku berusaha ngejauhin kamu… melupakan kamu.. atau malah membenci ka…. ”
Plakkk!! Pipiku memanas… aku nggak bisa meneruskan kata-kataku. Aku memandang Rocky yang memandang tangannya yang baru saja menampar aku. Kulihat matanya berkaca-kaca. Bibirnya mengucapkan sesuatu yang tidak jelas. Tiba-tiba dia merangkul aku. Memelukku erat sekali.
“Jangan pernah kamu ucapkan perkataan itu lagi, Ki…aku nggak suka…” suaranya bergetar.
“Lalu.. mau kamu apa…?” tanyaku sambil menahan cairan itu jatuh dari mataku.
“Seandainya kamu nggak ngejauhin aku seperti itu… aku pasti bisa bersamamu lebih lama..” katanya masih memelukku erat.
“Besok aku pindah sekolah ke Jakarta. Papa membeli rumah disana dan memulai usahanya yang lebih besar..”
Aku jadi mengerti kenapa dia kesini. Aku melepaskan pelukannya menjauh. Rocky mengusap pipiku yang ditamparnya.
“Maafkan aku, Ki… aku nggak pernah bermaksud nyakitin kamu… aku tahu kamu udah cukup kusakiti..”
“Nggak apa-apa kok..” Aku tersenyum hambar. Rocky mengusap hidungku dengan telunjuknya. Itu yang selalu dilakukannya jika bersamaku. Aku tau bahasa isyarat itu dan aku tau apa yang akan dikatakannya setelah itu.
“Aku sa…….. “
“Aku juga sayang kamu…” aku memotongnya. Aku memandang matanya. Aku ingin sekali memandang mata itu selamanya. Juga hidungnya, bibirnya, dagunya,.. semuanya… aku nggak mau kehilangan itu. Aku rela dia bersama Linda asalkan aku masih bisa melihatnya. Sekarang… aku nggak akan melihatnya lagi setelah ini.. Tuhan… aku masih ingin bersamanya…
Tanpa aku sadar… cairan yang kutahan sejak tadi agar tidak jatuh akhirnya kurasakan jatuh di lenganku. Tak ada suara yang keluar dari bibirku. Anganku sementara membayangkan bagaimana jika aku tanpa dia… bagaimana aku menahan jiwaku jika harus hidup tanpa melihatnya…
Aku merasakan sesuatu menyentuh bibirku. Seolah memberiku harapan. Tapi aku merasakan harapan itu hampir musnah.. bibirnya kembali menjauh.. aku membuka mataku.. memandang kedepan seolah-olah tidak ada dia didepanku.
“Ki… katakan sesuatu… sebuah alasan, agar aku tinggal bersamamu…” kata Rocky sambil memegang pundakku. Aku nggak egois..
“Alasan… aku nggak punya alasan untuk menahan kamu…” kataku sambil tersenyum. Aku mendekap tubuhnya. Wajahku berdekatan dengan wajahnya. Aku mengelus dahinya, hidungnya, bibirnya, pipinya, dagunya… dan melukisnya dalam-dalam dihatiku.
“Cuman satu yang kumohon padamu…”aku berbisik ditelinganya.
“Jangan pernah lupakan aku…”
Aku membuka cincin besi putih murahan yang kupakai sejak smp. Itu cincin kesayanganku yang tak pernah lepas dariku. Aku memasangnya di jari kelingkingnya karena hanya jari itu yang muat.
Aku mengecup bibirnya. Dia memelukku. Mendekapku dengan erat. Tanganku bergerak membuka kaos yang dipakainya. Dia membuka kemeja sekolah yang kupakai. Kaos dalamku. Aku membuka kancing celananya, dan pakaian yang tersisa di tubuhnya. Ah,… aku kembali merasakan hangat tubuhnya yang menindihku dari atas. Kini kami sama-sama polos. Dia memandang wajahku. Aku membiarkan dia memandangku sepuasnya. Matanya kembali berkaca-kaca. Aku mengelus punggungnya… pinggulnya… hingga ke paha bagian belakang. Dia kembali mengecup bibirku. Kini aku menyambutnya dengan membuka bibirku merasakan lembut lidahnya menyapu seluruh bagian bibirku bagian dalam. Peluk aku sayang… dekap aku… biarkan aku merasakanmu didalamku…. Menyatu sebelum waktu memisahkan kita…. Aku menatap jam dinding yang berdetak. Berhentilah sesaat… aku mohon… hentikan detak-mu… berikan kami waktu… biar sesaat… biarkan aku bersamanya lebih lama..
iya betul...
dilanjutin jadi cerbung ajah... lagi ngetren lohh..
salam buat qq...
cerita kamu bagus2
n naugthy story...
like it so much...
ayo di lanjutkan.....
lo bisa memainkan emosi pembaca melalui cerpen lo
ttp nulis
pasti gw baca selalu karya lo!
smangat!
u never will be alone
btw om @pokemon atau om @the_rainbow bs tlg pindahin ke stories?
ckck si Rocky bi, papanya bi, adeknya hmm bi?
wuahh keluarga bi(nan)
teesnya masih ada ga ya? Tapi idenya menarik lho. Kalo boleh saran, dibikin di satu trit aja biar ga ngebingungin. *berasa teesnya masih ada*