BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

HEART STATION

1808183858699

Comments

  • Kabarnya, menurut BMKG (dulu disebut BMG) kondisi cuaca yang mengakibatkan hujan deras hingga membuat banjir sebagian besar Jakarta seperti Februari tahun lalu, yaitu bertemunya arus udara dingin dari utara yang berkombinasi dengan cuaca musim hujan hingga mengakibatkan curah hujan meningkat berkali lipat, sudah terjadi pada tanggal 11-15 Januari tahun ini. Itu sebabnya, aku belum memikirkan masalah yang aku hadapi melainkan sibuk bagaimana caranya beradaptasi dengan cuaca buruk dan ancaman banjir yang sering melanda kawasan perkantoran tempat aku bekerja.
  • Sebenarnya ada enaknya juga saat aku memutuskan untuk melungsurkan motor yang biasa aku gunakan untuk bolak-balik rumah-stasiun kepada adikku, sebab disaat musim hujan seperti ini malas rasanya kalau harus bersusah payah menembus lebatnya hujan lengkap dengan segala atribut yang harus dikenakan untuk memastikan kalau pakaian kerjaku tidak terlihat seperti habis tercebur di kolam saat tiba di kantor nanti. lagipula, hei..hei... aku baru tahu kalau ada seorang cowok muda tampan yang waktunya berangkat pagi-pagi hampir bersamaan denganku. Awalnya aku menyetop duluan sebuah angkot. Karena kursi penumpang di sebelah supir masih kosong, aku memutuskan untuk duduk di situ. Tak seberapa jauh, di mulut gang tepat setelah jalan masuk menuju perumahan tempat tinggalku, cowok itu memberi tanda untuk menghentikan angkot. Sial! harusnya aku duduk di belakang tadi supaya bisa lebih jelas melihatnya. Tapi... kalau aku duduk di belakang, dan dia mendapati posisi yang aku tempati sekarang sedang kosong, pasti dia memilih duduk ditempatku sekarang dan itu berarti sama saja aku tidak bisa dengan jelas melihatnya. Sekilas aku menengok ke belakang (karena mengintip dari spion sangat sulit) cowok berjaket kulit dengan rambut berpotongan spike itu memiliki ketampanan khas timur tengah atau mungkin juga persia. Sambil asik merokok, dia sibuk memainkan ponselnya. Karena tak tahan untuk memperhatikannya, berkali-kali aku mencari alasan untuk menoleh ke belakang hingga ketika angkot memasuki perumahan dengan jalan yang bergelombang, leherku sempat keseleo sedikit akibat goncangan kendaraan.
  • Setibanya di stasiun, hujan tinggal gerimis kecil. Aku membiarkan cowok itu berjalan lebih dulu menuju loket penjualan karcis. Hmm... karena aku mengantri dibelakangnya agak jauh, aku tidak bisa mendengar dia membeli tiket tujuan apa. Tetapi ketika dia menyerahkan dua lembar uang ribuan, aku bisa yakin kalau dia naik kereta ekonomi. Aku berjalan menyusuri peron tengah, sementara cowok itu, yang kembali menyalakan rokoknya, berjalan di peron pinggir. Dia berhenti tepat dimana gerbong kereta nomor lima akan berhenti, sementara aku terus berjalan lebih maju. Sempat terpikir untuk mengikutinya naik kereta kelas ekonomi, tetapi apa kata Iqbal nanti? pasti dia heran kenapa mendadak aku memutuskan naik kereta tersebut.
  • Bicara soal Iqbal, ketergantungannya pada motor sudah sangat akut. Bila hujan, dia lebih baik telat sampai kantor dan tetap berangkat dengan motornya daripada harus naik angkutan umum ke stasiun. Ini mengingatkan aku pada teman kerjaku dulu. Temanku itu juga sangat tergantung pada motornya (ke warung yang jaraknya tak sampai 50 meter saja, harus memakai motor!) sampai-sampai ketika harus naik angkutan umum, dia sama sekali tidak tahu berapa ongkos yang harus dia keluarkan. Oleh karena itu aku curiga Iqbal sama sekali belum berangkat dari rumahnya pagi itu.

    "Gue belum berangkat...." ujarnya pelan ditelepon saat aku menghubunginya. Mungkin Mbak Dini ada di sebelahnya.
    "Oh.. ya udah... gue berangkat duluan ya?"
    "Iya, iya!" kata Iqbal terburu-buru lalu memutuskan sambungan. Aku menghela nafas. Beginilah nasib menjadi selingkuhan.

    Padahal ada banyak yang ingin kuceritakan pada Iqbal, termasuk pertemuanku dengan Kakak Sepupu yang berhasil mengungkap beberapa hal di masa laluku itu. Susah memang! sejak tahun baru lalu aku dan Iqbal belum pernah lagi bermesraan. Apalagi sepertinya dia juga sedang banyak pikiran. Terlihat jelas dari tampangnya, tapi aku tidak berani bertanya. Kupikir percuma saja aku berangkat bersama Iqbal, kenapa? menurutku buat apa kalau hanya raganya saja yang hadir sedangkan jiwa dan pikirannya melayang kemana-mana. Dan rasa gengsi dan kurang empati yang aku miliki malah memperparah keadaan. Aku malas bertanya.

    ******
  • ******

    Kangeeeen..... aku kadang cuma bisa meringis sendiri betapa rindunya bermesraan dengan Iqbal. Benar tidak sih? kalau memang ada reaksi kimia antara dua orang yang memang sudah jodohnya akan membuat hubungan mereka langgeng? yang aku maksudkan adalah seks. Entahlah... kadangkala aku suka membandingkan. Seks dengan Iqbal seperti belajar ilmu pasti. Bersama orang lain aku bisa merasakan kegairahan, ketidakpastian, antusiasme dan perasaan deg-degan mencoba sesuatu yang baru. Kadang memang hasilnya tidak sesuai harapan, bisa buruk atau bisa pula luar biasa. Bagaimana dengan Iqbal? seks bersamanya seolah-olah suatu kebutuhan. Kami sudah sama-sama tahu bagaimana harus menyesuaikan diri terhadap yang lain, bagaimana harus mengatur siku, meletakkan lutut, atau bagaimana harus melengkungkan punggung saat bermesraan. Seperti mengoperasikan mesin cuci, Iqbal tahu bagaimana caranya menekan tombol yang tepat untuk mengatur kecepatan dan arah putaran, bahkan mengatur timer yang sesuai saat mengeringkan pakaian dan voila! semua cucian sudah beres. Memang tak ada yang salah dengan keduanya, tapi aku memang orang yang lebih menyukai segala-sesuatunya dengan darajat kepastian yang tinggi. Jadi buat apa aku mengabaikan Iqbal yang jelas-jelas menurutku selalu tahu apa yang harus dia perbuat terhadapku?
  • Aku rasa juga Kak Dhian setengah hati dalam memberikan saran "rumah tangga" untuk aku dan Iqbal. Mungkin dia berempati pada Mbak Dini dan membayangkan bagaimana kalau dirinya berada di posisi seperti istri Iqbal, apalagi mereka berdua sama-sama sudah dikaruniai anak.

    "Komunikasi...." ujar Kak Dhian. "Kalian sama-sama cowok, dua-duanya pasti enggak akan seterbuka pasangan suami-istri..." dia menghela nafas, ".... pokoknya berbeda." sambungnya. Aku nyaris merasakan ada nada ketus penuh ketidaksetujuan atas apa yang dia katakan sendiri. Yah, seandainya saja aku bisa seterbuka itu dan menanyakan apa yang menjadi pikiran Iqbal selama ini, pasti akan aku lakukan. Hanya saja, mencari waktu yang tepat untuk melakukan itu sangat sulit.

    Sementara itu minggu ini aku direpotkan oleh keadaan cuaca. Sekarang hampir setiap pagi aku kehujanan dan kebanjiran, dan aku merasa makin jauh dengan Iqbal. Boro-boro mengharapkan ada waktu untuk berbicara dari hati ke hati, berangkat kerja sama-sama pagi hari saja sudah mulai jarang. Apakah ini artinya ucapan Iqbal saat tahun baru lalu, mengenai hubungan kita yang pada akhirnya hanya menjadi teman biasa tanpa rasa, sudah terjadi lebih awal? aku tidak ingin hal itu terjadi lebih cepat. Aku masih ingin ada seks diantara kita karena aku merasa betapa sayangnya kalau hal itu disia-siakan. Memang, banyak pikiran seperti ini membuatku sedikit melupakan Novel. Tapi yang benar-benar membuat mood-ku kembali jatuh adalah kejadian di hari Kamis minggu itu. Padahal pagi hari itu hujan tidak turun dengan lebat, namun aku tidak melihat Iqbal yang tak kunjung datang ke tempatku sampai kereta akhirnya berangkat, padahal sedari tadi aku mencoba mencari-cari sosoknya di keramaian calon penumpang yang akan naik. Aku pikir dia telat lagi, makanya aku mencoba tenang walau tak ada kabar darinya. Sesampainya kereta di Stasiun Kota, aku terkejut melihatnya berjalan datang dari arah gerbong belakang melewatiku yang masih duduk dibangku menunggu pintu terbuka. Dia melirikku sekilas dan terus berjalan ke gerbong paling depan dan turun melalui pintu yang ada di gerbong itu. Aku bertanya, apakah ini kebetulan belaka dia tadi terlambat tiba di stasiun sehingga terburu-buru naik dari gerbong manapun yang dekat dengannya, ataukah memang dia sengaja menghindariku?
  • Pertahanan tubuhku akhirnya rubuh setelah diterpa cuaca buruk terus-menerus selama beberapa hari. Ditambah lagi dengan adanya pemikiran bahwa Iqbal mulai menghindariku, akhirnya kesehatanku memburuk. Kamis sore itu aku pulang ke rumah orangtuaku dan memutuskan untuk tidak masuk kerja keesokan harinya. Lagi-lagi hari Jumat aku tidak masuk.... lagi-lagi hari itu juga aku kembali melihat Novel di Mesjid saat shalat Jumat....

    *****
  • horeeeee.. jazjuz.. frutang.. pop ice dll...
    akhirnya...
    gud gud gud..
    lanjut bang....
  • cakeeeeep!!! remy is back ;)
  • Hai Remy, makasih ya sudah melanjutkan ceritanya..
    Gue baru daftar di situs ini tapi sebetulnya sudah sejak lama membaca dan jatuh cinta pada ceritamu..
    Tetap semangat ya! Salam, Div.
  • gitu dong mang remy....
    walopun sibuk, kehujanan, kebanjjiran, fans mu jgn di lupakan...
    kita-kita juga pade kehujanan, kebanjiran tapi tetep menanti "cerita" dri bang remy lagi....hehehe...

    btw, cerita yg terakhir emang rada sedih ya...bang remy yg tabah aja menjalaninya...
  • jd penasaran ma lanjutannya ni :roll: , bocorin dikit dunk bang lanjutannya, bnyk jg dpp :lol: :lol: :lol:
    and sumpah ane ndak bakal bocorin ke org lain kok bang 8) 8) 8)
  • terlalu panjang...wuuuh...tp ceritanya dan gaya bahasanya bagus...hahahaha
    setelah 15 page...skip to last page...ditunggu kelanjutannya
  • terlalu panjang...wuuuh...tp ceritanya dan gaya bahasanya bagus...hahahaha
    setelah 15 page...skip to last page...ditunggu kelanjutannya

    kesabaran membawa berkah...
    :lol: :lol: :lol:
  • Elu rem, pinter banget merangkai kata-kata Hingga orang yang ngebaca bener-bener terpancing emosinya.
    Tapi ada hal yang aneh di cerita lu.
    Elu terlalu mengangkat seorang Iqbal yang mau nerima lu apa adanya, loveable banget. semntara lu menjatuhkan diri lu dengan segala petualangan lu.Otomatis pembaca hanya akan konsen pada Iqbal.
Sign In or Register to comment.