BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

GAJI PAPA BERAPA??

13

Comments

  • apa saja :)
    apapun yang kamu berikan, aku yakin itu yang terbaik untuk aku, kamu, kita, dan semua :)

    my @claudy
  • kisah yang lainnya.

    Cerita Tentang si Operator Telpon

    Waktu saya masih amat kecil, ayah sudah memiliki telepon di rumah kami. Inilah telepon masa awal, warnanya hitam, di tempelkan di dinding, dan kalau mau menghubungi operator, kita harus memutar sebuah putaran dan minta disambungkan dengan nomor telepon lain. Sang operator akan menghubungkan secara manual.

    Dalam waktu singkat, saya menemukan bahwa, kalau putaran di putar, sebuah suara yang ramah, manis, akan berkata : "Operator". Dan si operator ini maha tahu.

    Ia tahu semua nomor telepon orang lain!
    Ia tahu nomor telepon restoran, rumah sakit, bahkan nomor telepon toko kue di ujung kota.

    Pengalaman pertama dengan sang operator terjadi waktu tidak ada seorangpun dirumah, dan jempol kiri saya terjepit pintu. Saya berputar putar kesakitan dan memasukkan jempol ini kedalam mulut tatakala saya ingat .... Operator!!!

    Segera saya putar bidai pemutar dan menanti suaranya.
    " Disini operator..."
    " Jempol saya kejepit pintu..." kata saya sambil menangis. Kini emosi bisa meluap, karena ada yang mendengarkan.

    " Apakah ibumu ada di rumah ? " tanyanya.
    " Tidak ada orang "
    " Apakah jempolmu berdarah ?"
    " Tidak , cuma warnanya merah, dan sakiiit sekali "
    " Bisakah kamu membuka lemari es? " tanyanya.
    " Bisa, naik di bangku. "
    " Ambillah sepotong es dan tempelkan pada jempolmu..."

    Sejak saat itu saya selalu menelpon operator kalau perlu sesuatu.

    Waktu tidak bisa menjawab pertanyaan ilmu bumi, apa nama ibu kota sebuah Negara, tanya tentang matematik. Ia juga menjelaskan bahwa tupai yang saya tangkap untuk dijadikan binatang peliharaan , makannya kacang atau buah.

    Suatu hari, burung peliharaan saya mati.
    Saya telpon sang operator dan melaporkan berita duka cita ini.

    Ia mendengarkan semua keluhan, kemudian mengutarakan kata kata hiburan yang biasa diutarakan orang dewasa untuk anak kecil yang sedang sedih. Tapi rasa belasungkawa saya terlalu besar. Saya tanya : " Kenapa burung yang pintar menyanyi dan menimbulkan sukacita sekarang tergeletak tidak bergerak di kandangnya ?"

    Ia berkata pelan : " Karena ia sekarang menyanyi di dunia lain..." Kata - kata ini tidak tau bagaimana bisa menenangkan saya.

    Lain kali saya telpon dia lagi.
    " Disini operator "
    " Bagaimana mengeja kata kukuruyuk?"

    Kejadian ini berlangsung sampai saya berusia 9 tahun. Kami sekeluarga kemudian pindah kota lain. Saya sangat kehilangan " Disini operator "

    Saya tumbuh jadi remaja, kemudian anak muda, dan kenangan masa kecil selalu saya nikmati. Betapa sabarnya wanita ini. Betapa penuh pengertian dan mau meladeni anak kecil.

    Beberapa tahun kemudian, saat jadi mahasiswa, saya studi trip ke kota asal.
    Segera sesudah saya tiba, saya menelpon kantor telepon, dan minta bagian "
    operator "
    " Disini operator "
    Suara yang sama. Ramah tamah yang sama.
    Saya tanya : " Bisa ngga eja kata kukuruyuk "
    Hening sebentar. Kemudian ada pertanyaan : "Jempolmu yang kejepit pintu sudah sembuh kan ?"
    Saya tertawa. " Itu Anda.... Wah waktu berlalu begitu cepat ya "
    Saya terangkan juga betapa saya berterima kasih untuk semua pembicaraan waktu masih kecil. Saya selalu menikmatinya. Ia berkata serius : " Saya yang menikmati pembicaraan dengan mu. Saya selalu menunggu nunggu kau menelpon "

    Saya ceritakan bahwa , ia menempati tempat khusus di hati saya. Saya bertanya apa lain kali boleh menelponnya lagi. " Tentu, nama saya Saly "

    Tiga bulan kemudian saya balik ke kota asal. Telpon operator. Suara yang sangat beda dan asing. Saya minta bicara dengan operator yang namanya Saly.
    Suara itu bertanya " Apa Anda temannya ?"
    " Ya teman sangat lama "
    " Maaf untuk kabarkan hal ini, Saly beberapa tahun terakhir bekerja paruh waktu karena sakit sakitan. Ia meninggal lima minggu yang lalu..."

    Sebelum saya meletakkan telepon, tiba tiba suara itu bertanya : "Maaf, apakah Anda bernama Paul ?"
    "Ya "
    " Saly meninggalkan sebuah pesan buat Anda. Dia menulisnya di atas sepotong kertas, sebentar ya....."
    Ia kemudian membacakan pesan Saly :
    " Bilang pada Paul, bahwa IA SEKARANG MENYANYI DI DUNIA LAIN... Paul akan mengerti kata kata ini...."

    Saya meletakkan gagang telepon. Saya tahu apa yang Saly maksudkan.
  • bawang bombay

    Menjelang istirahat suatu kursus pelatihan, sang pengajar mengajak para peserta untuk melakukan suatu permainan.

    “Siapakah orang yang paling penting dalam hidup Anda?” Pengajar meminta bantuan seorang peserta maju ke depan kelas.

    “Silakan tulis 20 nama yang paling dekat dengan kehidupan Anda saat ini” Peserta perempuan itu pun menuliskan 20 nama di papan tulis. Ada nama tetangga, teman sekantor, saudara, orang-orang terkasih dan lainnya. Kemudian pengajar itu menyilakan memilih, dengan mencoret satu nama yang dianggap tidak penting. Lalu siswi itu mencoret satu nama, tetangganya. Selanjutnya pengajar itu menyilakan lagi siswinya mencoret satu nama yang tersisa, dan siswi itu pun melakukannya, sekarang ia mencoret nama teman sekantornya. Begitu seterusnya. Sampai pada akhirnya di papan tulis hanya tersisa 3 nama. Nama orang tuanya, nama suami serta nama anaknya.

    Di dalam kelas tiba-tiba terasa begitu sunyi. Semua peserta pelatihan mengalihkan pandangan ke pengajar. Menebak-nebak apa yang selanjutnya akan dikatakan oleh pengajar itu. Ataukah, selesai sudah tak ada lagi yang harus di pilih.

    Namun di keheningan kelas sang pengajar berkata, “Coret satu lagi !!” Dengan perlahan dan agak ragu siswi itu mengambil spidol dan mencoret satu nama. Nama orang tuanya. “Silakan coret satu lagi !” Tampak siswi itu larut dalam permainan ini. Ia gelisah. Ia mengangkat spidolnya tinggi-tinggi dan mencoret nama yang teratas dia tulis sebelumnya. Nama anaknya. Seketika itupun pecah isak tangis di kelas.

    Setelah suasana sedikit tenang, pengajar itu lalu bertanya, “Orang terkasih Anda bukan orang tua dan anak Anda? Orang tua yang melahirkan dan membesarkan Anda. Anda yang melahirkan anak. Sedang suami bisa dicari lagi. Mengapa Anda memilih sosok suami sebagai orang yang paling penting dan sulit dipisahkan?”

    Semua mata tertuju pada siswi yang masih berada di depan kelas. Menunggu apa yang hendak dikatakannya. “Waktu akan berlalu, orang tua akan pergi meninggalkan saya. Anakpun demikian. Jika ia telah dewasa dan menikah, ia akan meninggalkan saya juga. Yang benar-benar bisa menemani saya dalam hidup ini hanyalah suami saya.”
    Kehidupan itu bagaikan bawang bombay. Ketika di kupas selapis demi selapis, akan habis. Dan adakalanya kita dibuat menangis.
  • edited March 2013
    Ia Hadir untuk Dicinta

    Jika masih tertahan kelopak mata ini untuk tetap terbuka hingga larut, atau saat terjaga di pertengahan malam selalu saya sempatkan untuk menyambangi kamar anak-anak. Saya hampiri dan tatap wajah mereka bergantian sambil menghalau nyamuk yang hinggap di tubuh mereka. Wajah indah yang terlelap itu menyibakkan kejujuran dalam hati, bahwa mereka hadir sebagai amanah yang harus dijaga sebaik-baiknya. Mereka ada untuk dicinta.

    Terbayanglah kekesalan yang hampir tercipta akibat perbuatan dan tingkah nakal mau pun pembangkangan mereka siang tadi. Terlintaslah amarah yang nyaris meluap saat mereka tak mendengar perintah mau pun ketika peraturan terlanggar. Beruntung kekesalan itu hanya sempat mampir di kepala dan tak sampai keluar makian kasar yang pasti akan melukai telinga mereka. Bersyukur amarah ini tak sekali pun sempat membuat mereka melihat saya seperti monster yang menakutkan. Mereka hanya anak-anak yang sangat pantas dan bisa sangat dimaafkan ketika berbuat kesalahan. Jiwa mereka masih sangat rapuh untuk menerima kalimat dan perilaku kasar orang tua hanya karena kesalahan kecil yang mereka pun mungkin tak sadar kalau itu benar-benar sebuah kesalahan.

    Bisa jadi letak kesalahan justru terletak pada orang tua yang terlalu kaku membuat peraturan, mengekang kebebasan mereka sebagai individu yang meski masih kecil tetap saja seorang manusia yang berhak dan bebas memilih untuk melakukan yang terbaik menurut mereka. Tugas orang tua bukan melarang atau memerintah, tapi lebih kepada mengarahkan agar mereka tetap berada pada jalur yang sebenarnya.

    Menatap kembali wajah-wajah bersih itu dalam tidur mereka yang mungkin sedang memimpikan Ayah dan Ibu yang tengah menimang dan membuai penuh kasih, tergambar jelas tak sedikit pun ada dosa di diri mereka. Kalau mau menghitung-hitung, jangan-jangan justru kita lah yang lebih banyak berbuat kesalahan terhadap mereka dibanding jumlah kesalahan kecil mereka.

    Saya teringat banyak kejadian di luar. Misalnya ketika di sebuah angkot seorang ibu memaki anaknya yang masih berusia empat tahun -dari posturnya seukuran anak saya- dengan kalimat yang sangat belum waktunya anak sekecil itu mendapatkannya. Belum lagi tempelengan yang sempat mampir di kepalanya. “goblok lu ya, kalau jatuh mampus luh,” hanya karena ia sempat melongok ke arah pintu angkot. Sebuah kesalahan kecil yang mestinya bisa disikapi lebih bijak dengan sebuah nasihat lembut. Atau ketika isteri saya bercerita tentang seorang ibu dari teman sekolah anak kami di TK. Anaknya terjatuh saat berlari, “Nyungsep sekalian biar bonyok tuh muka. Udah dibilangin jangan lari,” itu pun masih ditambah satu tamparan di kepala. Yang pasti itu tak meredakan tangis si anak, bahkan membuat memar di lututnya semakin perih terasa hingga ke hati.

    Mengusap bulir keringat di kening mereka dan membelai rambutnya saat tidur membuahkan pertanyaan di benak ini, haruskah bintang-bintang sejernih ini mendapatkan perlakuan sekasar itu? Lihat saja senyum mereka saat terlelap, dan dengarkan hati mereka bernyanyi dalam mimpi. Anda akan mendengarkan nyanyian riangnya jika Anda memperlakukannya sepanjang hari seperti halnya Anda tengah menciptakan sebuah mimpi indah untuknya. Namun jangan terperanjat ketika tengah malam tidur Anda terusik saat ia mengigau dan berteriak ketakutan. Hanya rintihan yang bisa terdengar dari mimpinya karena sepanjang hari ia hanya mendapatkan kecemasan dan ketakutan dari kalimat kasar, delikkan mata dan ayunan keras tangan Anda ke tubuh mereka.

    Tak seekor nyamuk pun pernah saya persilahkan untuk menyentuh setiap inci kulit mereka. Lalu kenapa masih ada yang tega mencederai anak-anak, padahal dalam berbagai dongeng mereka selalu mendengar bahwa yang kasih dan cintanya tak terbanding itulah Ayah dan Ibu. Coba sentuh dengan lembut wajah halusnya saat tidur, itu akan membuatnya bermimpi indah seolah tengah terbaring di pangkuan bidadari.

    Anak-anak tak pernah membenci orang tuanya, bahkan saat mereka mendapatkan perlakukan kasar dari orang tua pun, tetap saja nama Ayah atau Ibu yang mereka panggil saat menangis. Anak-anak tak pernah berdosa terhadap orang tuanya, justru kebanyakan orang tua yang berdosa kepada mereka dengan makian kasar dan pukulan menyakitkan. Anak-anak tak pernah benar-benar membuat orang tua kesal, orang tua lah yang teramat sering membuat mereka kecewa mendapati Ayah dan Ibunya tak seindah syair lagu yang selalu diajarkan guru di sekolah.



    Ah, kadang orang tua baru menyadari bahwa anak-anak hadir untuk dicinta saat ia terbaring lemah di salah satu tempat tidur di bangsal anak-anak. Atau ketika Tuhan mencabut amanah itu dari kita. Menangiskah kita?

  • Aduh salut buat @claudy dilanjutkan ya posting cerita2 begini, jgn bisanya cuman ngepoin orang, oce~ :P
  • ya, berhubung ada triit mcam beginian aku share koleksi cerita2 yang bayak ku dapatka dari berbagai sumber, coba kalo gak ada, cuma bisa ku simpan ajah @ron89
  • edited March 2013
    kisah biola paganini

    Niccolo Paganini, seorang pemain biola yang terkenal di abad 19, memainkan konser untuk para pemujanya yang memenuhi ruangan. Dia bermain biola dengan diiringi orkestra penuh.

    Tiba-tiba salah satu senar biolanya putus. Keringat dingin mulai membasahi dahinya tapi dia meneruskan memainkan lagunya. Kejadian yang sangat mengejutkan senar biolanya yang lain pun putus satu persatu hanya meninggalkan satu senar, tetapi dia tetap main. Ketika para penonton melihat dia hanya memiliki satu senar dan tetap bermain, mereka berdiri dan berteriak, “Hebat, hebat.”

    Setelah tepuk tangan riuh memujanya, Paganini menyuruh mereka untuk duduk. Mereka menyadari tidak mungkin dia dapat bermain dengan satu senar. Paganini memberi hormat pada para penonton dan memberi isyarat pada dirigen orkestra untuk meneruskan bagian akhir dari lagunya itu.

    Dengan mata berbinar dia berteriak, “Peganini dengan satu senar” Dia menaruh biolanya di dagunya dan memulai memainkan bagian akhir dari lagunya tersebut dengan indahnya. Penonton sangat terkejut dan kagum pada kejadian ini.


    Hidup kita dipenuhi oleh persoalan, kekuatiran, kekecewaan dan semua hal yang tidak baik. Secara jujur, kita seringkali mencurahkan terlalu banyak waktu mengkonsentrasikan pada senar kita yang putus dan segala sesuatu yang kita tidak dapat ubah.


    Apakah Anda masih memikirkan senar-senar Anda yang putus dalam hidup Anda? Apakah senar terakhir nadanya tidak indah lagi?

    Jika memang demikian, mainkan senar satu-satunya itu.

    Mainkanlah dengan indah.
  • bosan hidup

    Seorang pria setengah baya mendatangi seorang guru ngaji, "Ustad, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati."

    Sang Ustad pun tersenyum, "Oh, kamu sakit."

    "Tidak Ustad, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati."

    Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Ustad meneruskan, "Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, `Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan."

    Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga, bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.

    "Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku." demikian ujar sang Ustad.

    "Tidak Ustad, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup." pria itu menolak tawaran sang Ustad.

    "Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?"

    "Ya, memang saya sudah bosan hidup."

    "Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang."

    Giliran dia menjadi bingung. Setiap Ustad yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.

    Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut "obat" oleh Ustad edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.

    Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran masakan Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget! Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan
    membisiki di kupingnya, "Sayang, aku mencintaimu. " Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!

    Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali, "Mas, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, mas."

    Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Bos kita kok aneh ya?"

    Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.

    Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, "Mas, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu stres karena perilaku kami semua."

    Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia membatalkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya? " Ya Allah, apakah maut akan datang kepadaku. Tundalah kematian itu ya Allah. Aku takut sekali jika aku harus meninggalkan dunia ini".

    Ia pun buru-buru mendatangi sang Ustad yang telah memberi racun kepadanya. Sesampainya dirumah ustad tersebut, pria itu langsung mengatakan bahwa ia akan membatalkan kematiannya. Karena ia takut sekali jika ia harus kembali kehilangan semua hal yang telah membuat dia menjadi hidup kembali.

    Melihat wajah pria itu, rupanya sang Ustad langsung mengetahui apa yang telah terjadi, sang ustad pun berkata
    "Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan."

    Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Ustad, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Ah, indahnya dunia ini……
  • doa sang pemenang

    Suatu ketika ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu karena ini adalah babak final. Hanya tersisa empat orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri sebab memang begitulah peraturannya.

    Ada seorang anak yang bernama Mark. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam empat anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Mark-lah yang paling tidak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya.

    Yah memang mobil itu tidak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip di atasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun Mark bangga dengan semua itu karena mobil itu adalah buatan tangannya sendiri.

    Tibalah saat yang dinantikan, final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap di garis start untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan telah siap empat mobil dengan empat "pembalap" kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan empat jalur terpisah di antaranya.

    Namun sesaat kemudian, Mark meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa. Matanya terpejam dengan tangan yang tertangkup memanjatkan doa. Lalu semenit kemudian ia berkata, "Ya, aku siap!"

    Dor! Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itupun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat menjagokan mobilnya masing-masing. "Ayo... ayo... cepat... cepat... maju... maju..," begitu teriak mereka. Ahha... sang pemenang harus ditentukan. Tali lintasan finish pun telah terlambai. Dan Mark-lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Mark. Ia berucap dan berkomat-kamit lagi dalam hati, "Terima kasih."

    Saat pembagian piala tiba, Mark maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya, "Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?" Mark terdiam. "Bukan Pak, bukan itu yang aku panjatkan," kata Mark.

    Ia lalu melanjutkan, "Sepertinya tak adil meminta pada Tuhan untuk menolongmu mengalahkan orang lain. Aku hanya memohon pada Tuhan supaya aku tak menangis jika aku kalah." Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk tangan yang memenuhi ruangan.

    Anak-anak tampaknya lebih punya kebijaksanaan dibanding kita semua. Mark tidak memohon pada Tuhan untuk menang dalam setiap ujian. Mark tak memohon pada Tuhan untuk meluluskan dan mengatur setiap hasil yang ingin diraihnya. Anak itu juga tak meminta Tuhan mengabulkan semua harapannya. Ia tak berdoa untuk menang dan menyakiti yang lainnya. Namun Mark memohon pada Tuhan agar diberikan kekuatan saat menghadapi itu semua. Ia berdoa agar diberikan kemuliaan dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga.

    Mungkin telah banyak waktu yang kita lakukan untuk berdoa pada Tuhan agar mengabulkan setiap permintaan kita. Terlalu sering juga kita meminta Tuhan untuk menjadikan kita nomor satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian. Terlalu sering kita berdoa pada Tuhan untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata. Padahal bukankah yang kita butuhkan adalah bimbingan-Nya, tuntunan-Nya dan panduan-Nya?

    Kita sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa dan kita sering merasa cengeng dengan kehidupan ini. Tak adakah semangat perjuangan yang mau kita lalui? Saya yakin Tuhan memberikan kita ujian yang berat bukan untuk membuat kita lemah, cengeng dan mudah menyerah namun agar setiap kita menjadi kuat dan semakin mengandalkan Dia.
  • doa sang pemenang

    Suatu ketika ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu karena ini adalah babak final. Hanya tersisa empat orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri sebab memang begitulah peraturannya.

    Ada seorang anak yang bernama Mark. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam empat anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Mark-lah yang paling tidak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya.

    Yah memang mobil itu tidak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip di atasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun Mark bangga dengan semua itu karena mobil itu adalah buatan tangannya sendiri.

    Tibalah saat yang dinantikan, final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap di garis start untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan telah siap empat mobil dengan empat "pembalap" kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan empat jalur terpisah di antaranya.

    Namun sesaat kemudian, Mark meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa. Matanya terpejam dengan tangan yang tertangkup memanjatkan doa. Lalu semenit kemudian ia berkata, "Ya, aku siap!"

    Dor! Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itupun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat menjagokan mobilnya masing-masing. "Ayo... ayo... cepat... cepat... maju... maju..," begitu teriak mereka. Ahha... sang pemenang harus ditentukan. Tali lintasan finish pun telah terlambai. Dan Mark-lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Mark. Ia berucap dan berkomat-kamit lagi dalam hati, "Terima kasih."

    Saat pembagian piala tiba, Mark maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya, "Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?" Mark terdiam. "Bukan Pak, bukan itu yang aku panjatkan," kata Mark.

    Ia lalu melanjutkan, "Sepertinya tak adil meminta pada Tuhan untuk menolongmu mengalahkan orang lain. Aku hanya memohon pada Tuhan supaya aku tak menangis jika aku kalah." Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk tangan yang memenuhi ruangan.

    Anak-anak tampaknya lebih punya kebijaksanaan dibanding kita semua. Mark tidak memohon pada Tuhan untuk menang dalam setiap ujian. Mark tak memohon pada Tuhan untuk meluluskan dan mengatur setiap hasil yang ingin diraihnya. Anak itu juga tak meminta Tuhan mengabulkan semua harapannya. Ia tak berdoa untuk menang dan menyakiti yang lainnya. Namun Mark memohon pada Tuhan agar diberikan kekuatan saat menghadapi itu semua. Ia berdoa agar diberikan kemuliaan dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga.

    Mungkin telah banyak waktu yang kita lakukan untuk berdoa pada Tuhan agar mengabulkan setiap permintaan kita. Terlalu sering juga kita meminta Tuhan untuk menjadikan kita nomor satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian. Terlalu sering kita berdoa pada Tuhan untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata. Padahal bukankah yang kita butuhkan adalah bimbingan-Nya, tuntunan-Nya dan panduan-Nya?

    Kita sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa dan kita sering merasa cengeng dengan kehidupan ini. Tak adakah semangat perjuangan yang mau kita lalui? Saya yakin Tuhan memberikan kita ujian yang berat bukan untuk membuat kita lemah, cengeng dan mudah menyerah namun agar setiap kita menjadi kuat dan semakin mengandalkan Dia.
  • great great great,
    so inspiring lady @claudy
  • edited March 2013
    Her hair was up in a ponytail
    Her favorite dress tied with a bow
    Today was Daddy's Day at school
    And she couldn't wait to go.
    But her mommy tried to tell her,
    That she probably should stay home.
    Why the kids might not understand,
    If she went to school alone.
    But she was not afraid;
    She knew just what to say.
    What to tell her classmates
    Of why he wasn't there today.
    But still her mother worried,
    For her to face this day alone.
    And that was why once again,
    She tried to keep her daughter home.
    But the little girl went to school,
    Eager to tell them all.
    About a dad she never sees,
    A dad who never calls.
    There were daddies along the wall in back,
    For everyone to meet
    Children squirming impatently,
    Anxious in their seats.
    One by one the teacher called,
    Each student from the class.
    To introduce their daddy,
    As seconds slowly passed.
    At last the teacher called her name,
    Every child turned to stare.
    Each of them was searching,
    For a man who wasn't there.
    "Where's her daddy at?"
    She heard a boy call out.
    "She probably doesn't have one"
    Another student dared to shout.
    And from somewhere near the back,
    She heard a daddy say,
    "Looks like another deadbeat dad,
    Too busy to waste his day."
    The words did not offened her,
    As she smiled up at her mom.
    And looked back at her teacher,
    Who told her to go on.
    And with hands behind her back,
    Slowly she began to speak.
    And out from the mouth of a child,
    Came words incredibly unique.
    "My daddy couldn't be here,
    Because he lives so far away.
    But I know he wishes he could be,
    Since this is such a special day.
    And though you cannot meet him,
    I wanted you to know.
    All about my daddy,
    And how much he loves me so.
    He loved to tell me stories
    He taught me to ride my bike.
    He surprised me with pink roses,
    And taught me to fly a kite.
    We used to share fudge sundaes,
    and ice cream in a cone.
    And though you cannot see him,
    I'm not standing here alone.
    Cause my daddy's always with me
    Even though we are apart.
    I know because he told me,
    He'll forever be in my heart."
    With that, her little hand reached up,
    and lay across her chest.
    Feeling her own heartbeat,
    Beneath her favorite dress.
    And from somewhere in the crowd of dads,
    Her mother stood in tears.
    Proudly watching her daughter,
    Who was wise beyond her years.
    For she stood up for the love
    Of a man not in her life.
    Doing what was best for her,
    Doing what was right.
    And when she dropped her hand back down,
    Staring straight into the crowd.
    She finished with a voice so soft,
    But its message clear and loud.
    "I love my daddy very much,
    He's my shining star.
    And if he could he'd be here,
    But heaven's just too far.
    You see he was a fireman
    And died just this past year.
    When airplanes hit the towers
    And taught Americans to fear.
    But sometimes when I close my eyes,
    It's like he never went away."
    And then she closes her eyes,
    And saw him there that day.
    And to her mother's amazement,
    She witnessed with surprise.
    A room full of daddies and children,
    All starting to close their eyes.
    Who knows what they say before them,
    Who knows what they felt inside.
    Perhaps for merely a second,
    They saw him at her side.
    "I know you're with me Daddy."
    To the silence she called out.
    And what happened next made believers,
    Of those once filled with doubt.
    Not one in that room could explain it,
    For each of their eyes had been closed.
    But there on the desk beside her,
    Was a fragrant long-stemmed pink rose.
    And a child was blessed, if only for a moment,
    By the love of her shining bright star.
    And given the gift of believing,
    That heaven is never too far

    - From the poem Daddy's Day, by Cheryl Costello-Forshey
  • Cumi cumi adalah binatang laut yang unik. Karena mempunyai kaki di kepala, maka cara cumi cumi hanya dapat bergerak mundur bukan maju seperti binatang laut lainnya.

    Cumi cumi juga mempunyai suatu senjata andalan untuk menghindari diri mereka dari kejaran predator laut lainnya, mereka mampu menyemprotkan tinta hitam dalam kantong tubuhnya.
    Warna tintanya demikian pekat, mampu menghitamkan air di sekitarnya, sehingga predatornya tidak dapat melihat dalam sekejap, dan cumi cumi itu bisa menyelamatkan diri.

    Namun terkadang justru semprotan tinta hitamnya, yang mendatang bencana bagi mereka sendiri.
    Ketika ada kapal nelayan yang mendekati mereka, cumi cumi merasa terancam dan langsung menyemprotkan tinta hitamnya, sehingga keruhnya air yang tadinya bening itu, akan memberikan tanda bagi nelayan, bahwa sekitar tempat itu terdapat banyak cumi cumi. Nelayan dengan cepatnya dapat menebarkan jalanya, menangkap cumi cumi yang selalu hidup berkelompok.

    Sayangnya cumi cumi tidak paham kapan harusnya menyemprotkan tinta hitamnya, cumi cumi salah mempergunakan strategi.
    Adalah tepat cumi cumi mengeluarkan tintanya saat jadi incaran predatornya, namun adalah salah saat menyemprotkan tinta di kala kapal nelayan mendekat.

    Belajar dari taktik yang dilakukan cumi cumi, bahwa kita tidak boleh selalu melakukan strategi yang sama, dalam menghadapi semua hal. Kita harus hati hati dan jeli memilih dan menentukan hal apa yang kita hadapi dan siapa yang kita hadapi.
Sign In or Register to comment.