BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

WIRAKU (Si Pencuri Hati)

Setelah sekian lama Hiatus dari dunia tulis menulis dan ninggalin Forum, tetiba keingat dan rindu sama forum ini di tengah kepenatan aktivitas yang melanda...
Begitu banyak ide yang mengalir di kepala dan sayang kali nggak dituangkan.
Cerita ini diketik di Android. Jadi maaf kalo banyak typo. Nggak usah khawatir bakal ngegantung. Ceritanya udah kelar. tinggal posting aja. hehehe. Tapi postingnya bakal sedikit-sedikit karena ribet ngetik lewat HP. Enaknya ngepost via kompie, tapi forum kan diblokir mana tempat kerja rame jadi was-was, ya udahlah ya, HP aja deh.
Selamat menikmati.
Jangan lupa komentarnya ya gays.

****

Yuda berjalan gontai menyusuri jalanan yang kebetulan siang ini tampak lengang. Cuaca yang terik tak membuatnya lantas mempercepat langkahnya menuju halte bus. Ia merogoh saku seragamnya dan mengeluarkan sepucuk sapu tangan lalu mengusap keringat di jidatnya.
Tiba-tiba seseorang dari arah samping menyergapnya.
"Eeh, eehh... bagi duit!" Kata cowok itu tanpa basa-basi.
"Ng.. nggak ada..." tolak Yuda.
"Buruan...!!!" Paksa cowok itu setengah berbisik.
"Nggak ada!" Tolak Yuda keras sambil mempercepat langkahnya.
Cowok itu mencengkram lengan Yuda keras. "Gua minta baik-baik nih. Jangan sampe gue nekat..." ancam cowok itu.
"Aku juga ngomong baik-baik. Kalau nggak aku teriak nih..." Yuda balas mengancam.
Cowok itu celingak-celinguk. Ia memperhatikan sekeliling. Tiba-tiba ia mengangguk dan mengacungkan jempol ke arah depan entah ke siapa. Perasaan Yuda mulai nggak enak. Firasatnya mengatakan cowok ini punya komplotan.
"Kalo nggak ada duit, lu punya apa? HP mana HP?!" Tanya cowok itu sembari meraba saku kemeja dan celana Yuda.
Nggak bakal aku biarin, desis Yuda dalam hati. Maka saat cowok itu lengah ia langsung menyikut dada cowok itu dengan keras sehingga cowok itu mengerang kesakitan.
Masih belum puas, Yuda berteriak maling hingga orang-orang berdatangan. Kemudian tanpa banyak tanya orang-orang memukuli cowok itu.
Awalnya Yuda merasa puas. Tapi melihat orang-orang seperti tak akan berhenti memukuli cowok itu, dirinya yang sedari tadi hanya berdiri menyaksikan malah jatuh iba.
"STOP!!! Berhenti!! Berhenti!!!" Teriaknya keras.
Beberapa orang menoleh padanya.
"Cukup, Pak. Bukan dia..." kata Yuda seraya menyeruak menerobos kerumunan.
"Bukan dia apanya?"
"Bukan dia pelakunya. Dia yang nolongin saya..." jawab Yuda dengan terbata-bata sembari merentangkan kedua tangannya untuk melindungi cowok yang sedang terkapar di trotoar itu.
"Hah?!"
"I-iya..."
"Kenapa nggak bilang dari tadi?! Ini malah mantengin aja...!" Sergah bapak berbaju kotak-kotak kesal.
"Terus malingnya lari kemana?"
"Ss..situ. Ke arah situ!" Yuda menunjuk ke sembarang arah.
"Aaahhhhhhh... gimana sih?! Ayo bubar...bubarrr!!"
Yuda mengelus dadanya setelah kerumunan masa itu pergi. Dadanya masih berdegup kencang. Ia menoleh ke arah cowok yang masih meringkuk di trotoar seraya meringis.
"Ya Tuhan, apa yang barusan terjadi???" Gumam Yuda tak habis pikir.
Ia berjongkok dan membantu cowok itu duduk.
"Kamu nggak apa-apa?" Pertanyaan bodoh meluncur begitu saja dari bibir Yuda. Padahal beberapa bekas tonjokan, pukulan dan tendangan terlihat jelas di tubuh cowok itu.
"Maaf..." ucap Yuda seraya mengambil sapu tangan lalu mengelap tetesan darah di sudut bibir cowok itu. "Kalo kamu nggak macam-macam, kejadiannya nggak bakal kayak gini..." sesal Yuda.
Cowok itu tak berucap sepatah katapun. Hanya sepasang matanya saja yang terus menautkan tatapannya ke wajah Yuda. Pun ketika Yuda membuka tas sekolahnya lalu mengeluarkan selembar uang seratus ribu dan berkata, "Aku cuma punya duit segini. Ambil aja buat berobat. Aku harap kamu bertobat."
Setelah itu Yuda bergegas pergi...
***
«1

Comments

  • Yuda masih tak percaya dengan kejadian yang baru saja dialaminya. Setelah dirinya berada di dalam angkot, ia kembali memutar peristiwa yang terjadi belum genap satu jam itu. Cowok yang mau malak barusan usianya masih sangat muda. Yuda menebak usia cowok itu sebaya dirinya. Perawakannya terawat dan aromanya wangi. Yuda sendiri baru menyadari fakta tersebut. Sayang banget necis-necis, sukanya malak, sesal Yuda.
    Tiba-tiba nada pesan WA-nya berbunyi. Sebuah pesan dari Mamanya.
    Mama : Yud, kok pulangnya telat? Kak Refan udh pulang dan nyariin kamu.
    Yuda langsung menghembuskan napas berat seusai membaca pesan barusan.
    Kabar buruk, gerutunya seraya memasukkan HP ke saku celananya kembali.
    ***
  • jadi penasaran ...
  • Mama langsung menyambut Yuda saat dirinya baru saja melangkah memasuki ruang tamu.
    "Yudaaa, kok pulangnya telat? Program les belum dimulai kan?"
    "Belum, Ma. Tadi bus-nya telat datang..." Yuda kasih alasan.
    "Oohh. Tapi beneran kan ya nggak ada apa-apa?"
    "Mama lihat sendiri Yuda nggak kenapa-kenapa..."
    Sang Mama tersenyum. "Ya udah, buruan ganti baju dan makan siang," kata beliau.
    Yuda mengangguk.
    "Kakak kamu tadi lama nungguin kamu lhooo..." terang Mama saat Yuda sudah berada di meja makan.
    "Oh ya? Emang dia bawa kabar apa?" Tanya Yuda berusaha terdengar antusias.
    "Kangen katanya. Kalian kan udah hampir satu Minggu nggak ketemu..."
    "Baru juga satu Minggu..."
    Mama terkekeh. "Tau tuh. Suka lebay dia..."
    Yuda tersenyum seadanya. "Sekarang dia dimana?"
    "Kerumah temannya."
    Kangen? Taik lah. Kalo kangen gak mungkin pergi, umpat Yuda dalam hati. Tapi baguslah dia pergi. Kalo bisa nggak usah balik lagi atau hilang aja dari muka bumi ini sekalian!!!

    ***
  • Keesokan harinya, Yuda pulang lewat jalan biasanya menuju halte. Persis di tempat ia dihadang tukang palak yang apes kemarin, ia kembali dikejutkan dengan sergapan seseorang dari samping.
    Pemalak kemarin !
    "Kamu lagi???" Seru Yuda lantas geleng-geleng kepala.
    Cowok itu nyengir.
    "Mau ngapain lagi? Belum puas kemarin dihajar massa? Pengen dihajar lebih banyak orang lagi ya?! Aku teriak nih...!!!"
    "Ee, nggak, nggak!!! Bukan gitu... Lu nggak lihat apa muka gue udah lebam gini?"
    "Terus mau ngapain???" Tanya Yuda seraya memperhatikan beberapa bekas luka dan lebam di sekitaran bibir dan pelipis cowok itu.
    "Gue kesini mau minta maaf sekaligus mau bilang terima kasih sama lu..."
    "Oohh... Ya udah, aku maafin. Jangan ulangi lagi. Cari rezeki tuh yang halal..." kata Yuda sambil jalan.
    "Kok lu mau nolongin gue kemarin? Padahal gue mau malakin lu?" Cowok itu mensejajari langkah Yuda.
    "Mau cari aman aja. Kalo kamu mati konyol dihajar massa kan aku juga yang repot. Diinterogasi polisi... kan ribet urusannya..."
    "Aahhh, ya, ya. Gue kira karena rasa kemanusiaan. Ternyata nyari selamat..." desis cowok itu.
    "Lagian kamu itu emang kerjaannya tukang palak? Nggak sekolah ya? Kayaknya umur kita sebayaan..."
    Cowok itu malah tersenyum.
    Yuda memperhatikan penampilan cowok itu sekilas. Melihat perawakannya yang tegap dan bersih, Yuda nggak yakin kalo cowok itu putus sekolah karena faktor ekonomi. Murni karena masalah pribadi cowok itu yang kagak benar. Pasti remaja begajulan.
    "Udah jangan ngikutin aku. Ntar orang-orang kira kita temenan dan nyangka aku komplotan pemalak juga..." kata Yuda sambil mengeluarkan HP dari saku celananya. Ia membuka salah satu aplikasi sosial. Saat itu juga terdengar nada khas pemberitahuan pesan masuk dari aplikasi itu berkumandang.
    Kali ini cowok itu terbahak.
    Yuda mengerutkan keningnya.
    "Nama lu siapa?" Tanya cowok itu dengan wajah yang luar biasa sumringah.
    "Aduy."
    "Siapa?"
    "ADUY!"
    "Serius? Nama lu agak aneh. Artinya apa? Kenapa nggak Adul aja?"
    Yuda berjengit. Apaan sih nih orang? Sok akrab banget. Ganggu aja!
    "Tapi lebih bagus Aduy sih. Kalo Adul kan identik sama pelawak itu... bikin fantasi gue rusak," terang cowok itu makin ngelantur.
    Nggak waras, gerutu Yuda seraya mempercepat langkahnya.
    "Nggak usah tergesa-gesa gitu jalannya. Gue tau lu nggak nyaman sama gue. Oke gue pergi."
    Itu tahu. Huss! Huss! Pergi sana!! Usir Yuda dalam hati.
    "Gue cuma mau ngingetin, lain kali pulangnya nggak usah jalan sini. Sekarang banyak jambret yang mulai beroperasi di sini..."
    Yuda menghentikan langkahnya seraya menatap cowok itu lekat.
    "Jambret? Kamu jambret juga?"
    "Lho, kok gue?"
    "Apa yang kamu bilang barusan menyiratkan kalo kamu itu tahu tentang operasi itu. Berarti itu tandanya kamu bagian dari mereka!"
    "Enggaakkk. Jangan nuduh gitu dong. Orang ngasih tahu bukannya terimakasih..."
    "Oke, thanks. Tapi aku bakal terimakasih kasih banget kalo kamu dan teman-temanmu itu nggak beroperasi di sini dan di manapun!! Berhenti jadi bandit ya!!!" Sembur Yuda.
    Cowok itu garuk-garuk kepalanya.
    "Jangan ikuti aku!"
    Cowok itu berhenti. Tapi saat Yuda melangkah, ia kembali mengekori.
    "Hey, aku udah bilang stop ngintilin aku. Siapa tahu ada Intel di sini yang sedang ngawasin kamu dan komplotan bandit kamu itu. Aku nggak mau mereka salah tangkap."
    "Wahh, kalo udah nyangkut keselamatan lu, gue nyerah. Gue nggak mau lu kenapa-kenapa..." cowok itu angkat tangan dan berhenti membuntuti Yuda.
    "Hhh.. kecil-kecil udah belajar jadi bandit. Gedenya biasanya jadi pejabat..." gerutu Yuda.
    ***
  • @lulu_75 thx udah mampir..m
  • Suaca siang menjelang petang hari ini terasa lebih adem karena tiupan angin sepoi-sepoi. Sinar Raja Siang mulai melembut. Yuda menyusuri trotoar yang terasa lebih sepi. Maklum dijam segini, bukan lagi jam pulang sekolah ataupun pulang kerja. Ia sendiri pulang lebih lambat karena ada pelajaran tambahan seusai pulang sekolah.
    Belum lama berjalan, tiba-tiba ia dikejutkan dengan seseorang yang berteriak "Aduy...!!!" dari seberang jalan.
    Refleks Yuda menoleh. Ternyata si cecunguk itu lagi.
    Ya Tuhan, dosa apa sih yang udah aku perbuat sampai tiga hari berturut-turut harus diganggu sama makhluk itu? Keluh Yuda.
    "Kok lama amat pulangnya?" Tanya cowok itu sembari mensejajari langkah Yuda.
    "Iya."
    "Gue pikir lu nggak sekolah..."
    "Emang kenapa kalo aku gak sekolah? Kurang kerjaan banget kamu ya, sampe harus ngurusin hidup orang?"
    "Gue cuma pengen mastiin lu baik-baik aja..."
    "Untuk apa? Jangan bilang karena aku udah nolongin kamu waktu itu terus sekarang kamu jadi lebay..."
    "Itu salah satu alasannya. Alasan lainnya, lu bakal tahu secepatnya..."
    Yuda menghela napas berat.
    "Nggak usah sok nggak enak gitu. Gue ikhlas kok nemenin lu ke halte tiap hari. Sekarang sampai halte, besok-besok sampai rumah. Iya kan?"
    "Hah? Sebenarnya kamu itu punya maksud apa sih?"
    "Maksud gue cuma pengen ngejagain lu doang. Gue nggak mau ada pemalak lain yang ganggu inceran gue..."
    "Satu-satunya pemalak di daerah sini cuma kamu, ya! Jadi jangan bertingkah sok baik!" Semprot Yuda.
    "Yakin?"
    Yuda nggak jawab.
    "Lu aja yang nggak tahu..."
    "Yaa.. seenggaknya selama ini aku nggak pernah dengar kasus pemalakan di sini... kemudian setelah kamu datang, hidup aku mulai nggak tenang... mungkin orang lain juga ngerasain yang sama..."
    "Jangan suudzon gitu. Nggak baik..."
    "Terus menurut kamu malakin dan ganggu orang itu baik gitu?"
    "Iya, enggak... makanya jangan ditiru ya. Ntar lu digebukin massa..."
    "Yang ada kamu tuh satu hari nanti mati konyol dihajar massa!"
    "Dan gue yakin lu nggak bakal biarin itu terjadi."
    "Aku bersumpah bakal biarin kamu mati kemarin kalau aja aku tahu kamu bakal ganggu aku kayak sekarang!!!"
    "Hahahaha..."
    "Jadi bisa tinggalin aku sekarang?"
    "Gue bakal anterin lu ke halte kalo lu terus lewat jalan sini. Atau jangan-jangan lu sengaja ya biar ketemu gue?"
    "Pede gila!!! Nggak ada jalan lain lagi woyyy!!!"
    "Ya udah besok-besok naik transportasi online aja ya?"
    "Terserah aku dong! Kok situ yang ngatur?"
    "Demi kebaikan lu..."
    "Bodoooohhh!!!"
    ***
  • kasihan Yuda ...
  • Yuda pikir hari ini cowok cecunguk itu nggak bakal datang. Karena udah nggak ada alasan lain buat cowok itu ketemu dirinya. Tapi ternyata perkiraannya salah. Bahkan baru aja berbelok dari gerbang sekolah, cecunguk itu udah nongol dengan senyum lebarnya.
    Yuda berusaha nggak perduli. Kali ini dia nggak akan meladeni cowok itu seperti yang sudah-sudah.
    "Lu ternyata bandel juga ya..." cowok itu membuka percakapan.
    Yuda bergeming.
    "Udah dibilangin jangan lewat sini lagi, masih aja membangkang. Bahaya tau..."
    Yuda nggak menggubris.
    "Kita belum kenalan. Nama lu siapa? Oh, iya, Aduy. Mau tahu nama gue nggak?"
    Yuda pura-pura nggak dengar. Ia justru mengambil HP dan fokus sama layar HP-nya.
    "Lagi sakit gigi ya? Dari tadi diam terus..."
    Yuda acuh.
    "Oh, iya, lu tahu kan kasus murid SMA lu yang berantem sama anak SMA Pratama?"
    Yuda tiba-tiba berhenti dan berdiri di pinggir jalan.
    "Kok berhenti?"
    Yuda masih membisu. Pertanyaan cowok itu terjawab sendiri saat sebuah motor menghampiri mereka.
    Tanpa banyak kata Yuda naik ke belakang si sopir ojek online yang baru ia pesan. "Jalan, Bang!"
    Si sopir ojol mengangguk. Mereka berdua pergi meninggalkan cowok itu yang terus saja tersenyum sampai motor yang membawa Yuda hilang dari pandangan...
    ***
    Suasana lebih ramai pagi ini saat Yuda memasuki ruang kelas.
    "Lagi ngobrolin apa sih anak-anak?" Tanya Yuda ke Anggi sambil melirik teman-temannya yang mengelilingi Fajar, cowok paling bandel di kelas mereka.
    "Soal anak kelas lain yang berantem sama siswa SMA Pratama..." jawab Anggi yang merupakan teman sebangkunya.
    Yuda terdiam sejenak. Ia teringat pertanyaan cowok cecunguk itu kemarin.
    "Sempat dengar. Emang permasalahannya apa?"
    "Biasa, gara-gara wece..."
    "Hah?! Gegara WC? Kok bisa?!"
    "Pasti kamu salah paham nih... bukan toilet ya, tapi wece. Wecewecewecewe..."
    "Cewek?!" Yuda baru ngeh.
    "Yup!"
    "Ya elah, cuma gara-gara cewek doang..." Yuda geleng-geleng kepala.
    Anggi langsung menatap Yuda lekat.
    "Kenapa?"
    "Kamu sih belum pernah jatuh cinta. Udah kelas XII, masih aja ngejomblo. Wajar sih kalo kamu bilang itu nggak penting. Tapi kalo yang udah pernah ngerasain cinta, perkara cewek atau cowok inceran kita direbut mah jadi masalah besar. Nyawa bisa jadi taruhannya..." terang Anggi.
    "Segitunya..."
    "Iya. Cinta bisa bikin orang gelap mata."
    "Serem amat. Aku takut jatuh cinta jadinya..."
    "Ya gitu tuh kalo udah jadi jomblo akut. Udah kayak penyakit menahun tahu nggak? Udah mati rasa. Noh, kamu lihat sela-sela jari kamu..."
    "Kenapa?" Yuda merentangkan kelima jarinya.
    "Ada sarang Spiderman-nya tuh. Kelamaan nggak ada yang genggam, hahahaha...!"
    Yuda ikutan ngakak. "Emang kamar kosong apa, pake dipenuhi jaring laba-laba..."
    "Situ emang kosong. Hatinya yang kosong. Eaaaa...!"
    "Aahh, isa ae lu tong! Hahahaha...!"
    ***
    Selesai cekakak cekikik sama Anggi, teman sebangkunya yang terkenal sering gonta-ganti cowok itu, Yuda bermaksud menamatkan film yang semalam ia unduh dan tonton, tapi sedikit lagi selesai keburu ketiduran.
    Namun pikirannya tiba-tiba kembali ke sosok cowok cecunguk itu. Kok dia bisa tahu tentang perkelahian antara murid SMASA dan SMA Pratama? Sebegitu hebohnya perkelahian memperebutkan cewek itu sampai-sampai bisa nyampe ke telinga bandit kelas teri macam dia?
    Awalnya Yuda kepikiran tentang pertanyaan itu, tapi kemudian pertanyaan lain muncul di benaknya. Seperti : Nama cowok itu siapa ya? Siang ini dia bakal nongol lagi nggak? Kalo dia nongol, aku mesti diam lagi atau gimana?
    Yuda tak bisa mencegah pikiran semacam itu memenuhi benaknya. Meskipun ia berusaha mengenyahkan, namun pertanyaan itu terus menari-nari di kepalanya...
    ***
  • jadi penasaran juga ...
  • @lulu_75 thx udah nyimak Haha

    Tidak seperti biasanya, hari ini Yuda bergegas keluar sekolah sesaat setelah bel pulang berbunyi. Ia cuma ingin menghindari cowok cecunguk itu. Biasanya ia berjalan dengan gontai menuju gerbang sekolah. Tapi kali ini ia berjalan setengah berlari berharap cowok itu belum menunggunya di luar sana.
    Tapi apa daya, baru berjalan beberapa langkah dari pintu gerbang sekolah, apa yang tak diharapkannya justru terjadi. Cowok itu sudah bersender di pagar sebuah bangunan perkantoran yang bersebelahan dengan gedung sekolah Yuda, menunggu dirinya.
    Tapi anehnya, wajah cowok itu nampak tegang. Saat melihat kedatangan Yuda, ia langsung berdiri dan berjalan menghampiri Yuda sambil berkata, "Jangan ke halte!"
    Yuda menghembuskan napas perlahan. Berusaha untuk nggak emosi. Ia terus saja melangkah melewati cowok itu.
    "Gue serius. Lu dan seluruh murid cowok SMANSA jangan keluar sekolah dulu."
    Yuda mengering dengan tatapan menyiratkan 'ni orang kenapa sih?'
    "Kali ini aja dengar omongan gue. Anak-anak SMA Pratama lagi jalan kesini mau nyerang kalian...!"
    Kali ini Yuda merespon dengan menoleh cepat.
    "Tadi barusan kamu ngomong apa?"
    "Anak Pratama mau nyerang sekolah kalian."
    Yuda memperhatikan sekeliling. Suasana tampak aman dan terkendali. Tidak ada tanda-tanda kekacauan akan terjadi seperti yang diomongin cecunguk itu.
    Fix, cuma omong kosong, gumam Yuda dalam hati sambil meneruskan perjalanannya.
    "Eh, eh, lu mau kemana??? Bahaya...!"
    "Plis, bisa nggak kamu cari kegiatan lain, selain gangguin aku?"
    "Siapa yang ganggu lu? Gue cuma memperingatkan."
    "Kalo emang benar, kenapa kamu nggak sekalian kasih pengumuman ke sekolah? Lapor ke kepsek atau ke polisi sekalian kalo bakal ada penyerangan, hah?!" Sergah Yuda.
    "Awalnya gue pengen lapor, tapi ngeliat lu udah keluar dari sekol---"
    "Udah, udah!" Potong Yuda. "Nggak usah---"
    Ucapan Yuda terpotong saat mendengar suara berisik dari suara orang-orang dan knalpot motor dari arah halte. Tak lama kemudian terlihat segerombolan anak-anak berpakaian putih abu-abu bergerak kearah mereka.
    Yuda langsung berpaling menatap cowok di sampingnya. Saat itu mereka berdiri di perempatan jalan.
    "Ah, apa gue bilang... lu gak percaya sih..." desis cowok itu.
    Yuda tak bisa menyembunyikan wajah paniknya, apalagi saat gerombolan siswa itu semakin dekat. Beberapa siswa di barisan paling depan terlihat menunjuk-nunjuk ke arah mereka berdua.
    Cowok di sampingnya malah mengangkat bahunya.
    Yuda menghembuskan napas kesal sekaligus gugup. Ia menoleh ke belakang. Terbersit di hatinya untuk kembali balik ke sekolah.
    "Nggak usah balik ke sekolah," kata cowok itu seakan bisa membaca pikirannya.
    "Terus? Nunggu mereka ke sini dan nyakitin kita, gitu?"
    "Wah, gue seneng dengar lu bilang kita..."
    Yuda gedek. Disaat genting begini, tuh cowok masih aja sinting. Tanpa pikir panjang ia langsung berbalik seiring terdengar seruan gerombolan itu untuk memintanya berhenti.
    "Duy, Duy... mau kemana???" Seru cowok itu.
    Yuda nggak menjawab. Ia lantas berlari.
    "Eh, eh, jangan lari. Ntar lu makin di kejar..." cowok itu berhasil menangkap Yuda.
    "Lepasin! Apaan sih???!!!"
    "Tuh, Gie udah nyiapin ojek buat lu. Drivernya udah nunggu lu noh..." cowok itu mengarahkan bahu Yuda ke arah depan sehingga ia langsung bisa melihat tukang ojek di dekat perempatan sedang memandang mereka.
    "Ayo buruan naik. Mereka makin dekat loh itu..." kata cowok itu.
    Yuda ragu. Ia menatap cowok itu dan si driver ojek bergantian.
    "Buruaaannn..." tegur cowok itu lagi. "Mereka berlari ke arah kita tuh!!!"
    Yuda menatap ke depan. Ia melihat para calon penyerang itu nampak beringas berlari menghampiri mereka. "Terus kamu gimana???"
    "Udah nggak apa-apa... palingan digebukin lagi..." jawabnya santai.
    "Aku serius! Bang, bisa boti nggak??" Tanya Yuda seraya berjalan mendekat.
    "Boti apaan?" Driver ojek balik nanya.
    "Bonceng tiga."
    "Waduh, nggak boleh. Bahaya! Dikata cabe-cabean apa..."
    Sebenarnya Yuda pengen ketawa mendengar jawaban kocak si driver barusan, tapi ia kelewat panik.
    "Udaaah, nggak usah pikiran gue. Yang penting lu selamat," cowok itu ikutan menghampiri. "Oke, Bang. Buruan jalan. Titip dia. Jaga dia baik-baik ya. Dia harta karun gue..." pesan cowok itu ke drivernya.
    "Sip lah! Kita jalan yak!"
    Cowok itu mengangguk tanpa beban. Sementara Yuda tak bisa berkata-kata. Ia terus menatap cowok itu hingga tubuh cowok itu mengecil bagai titik. Sementara suara gerombolan anak-anak Pratama semakin jelas terdengar...
    ***
  • so sweet ... jadi penasaran siapa dia ...?
  • Seperti tak bisa dibendung, pikiran Yuda sampai malam ini terus tertuju pada cowok bandit kelas teri itu. Ia terus memikirkan bagaimana nasib cowok itu. Apakah ia kembali dihajar massa untuk kedua kalinya dalam seminggu ini? Ah, Yuda tak menyukai segala kemungkinan buruk yang bisa menimpa cowok itu. Ia ingin cowok itu baik-baik saja tanpa rasa sakit ataupun lebam di mana saja ia berada. Kalau tidak, ia pasti akan merasa sangat bersalah. Apalagi kalau sampai cowok itu kenapa-kenapa. Ia tak mau berhutang budi kepada siapa pun. Karena ia merasa sekarang saja hidupnya sudah cukup sesak. Jangan sampai ditambah sesak lagi oleh cowok cecunguk itu.
    "Aku harap dia baik-baik aja. Plis, Tuhan, jaga dia... jaga dia..." bisik hati kecil Yuda tanpa sadar.
    Jujur, untuk pertama kalinya, ia ingin malam segera berlalu dan waktu langsung meloncat ke pukul dua siang, waktu di mana ia pulang sekolah untuk bisa bertemu cowok itu...
    ***
  • Chapter Dua

    Seantero sekolah heboh membahas kasus penyerangan yang dilakukan murid SMA Pratama kemarin.
    Anggi, langsung berlari menghampiri Yuda yang baru muncul di ambang pintu kelas.
    "Ya ampun, Yuuddd, kamu kemarin kemanaaaa???"
    "Gimana? Gimana? Anak Pratama beneran nyerang kita?" Yuda balik nanya.
    "Hampir. Untung polisi segera datang mengamankan."
    "Nggak ada korban artinya kan?"
    "Ada. Beberapa anak sekolah kita yang udah keburu pulang ada yang kena keroyok..."
    "SERIUS?! Siapa aja? Parah nggak...???"
    Melihat reaksi Yuda yang berlebihan, Anggi langsung mengerutkan keningnya.
    "Kenapa? Emang pertanyaan aku barusan salah?"
    "Nggak siihhh... cuma kok heboh ya? Seharusnya aku yang heboh nanyain situ! Kemarin ngapain buru-buru amat keluar sekolah? Kita khawatir banget kamu jadi korban. Soalnya anak-anak Pratama bergerak dari halte..." terang Anggi.
    "Aku mana tahu bakal ada rencana penyerangan? Kalo tahu pasti stay di sekolah dulu..."
    "Iya sih... pengumuman kalo seluruh siswa dilarang pulang dulu itu sekitar sepuluh menitan setelah bel pulang berbunyi... Untung belum banyak siswa yang keluar sekolah. Kalo pun ada mereka masih berada di sekitaran area sekolah. Jadi gampang buat disuruh masuk lagi..." terang Anggi.
    "Sampai jam berapa kalian di sekolah?"
    "Satu jam-an lah... kamu sendiri gimana bisa selamat?"
    "Aku udah di perempatan. lihat banyak siswa yang mengarah ke sekolah kita, berisik dan berteriak. Mereka mengarahkan telunjuk ke arah ku. feelingku udah nggak enak. Mereka berlari menghampiri aku. Melihat gelagat mereka yang aneh dan suasana yang chaos kemarin, aku buru-buru naik ojek... Sebelumnya kamu kan udah cerita kalo ada kasus berantem siswa kita dengan siswa Pratama. Pikiran aku langsung tertuju kesana..." cerita Yuda.
    Anggi mengangguk-anggukkan kepalanya.
    "Nah, mengenai yang jadi korban siapa aja?"
    "Aku juga nggak tahu sihh..."
    "Semuanya murid SMANSA kan?"
    "Mungkin. Kan yang ada masalah antar dua sekolah. Jadi seharusnya korbannya cuma antar dua sekolah itu dong..."
    "Semoga aja deh..." desis Yuda penuh harap. Semoga aja cowok itu bukan termasuk korban. Semoga aja para penyerang itu tahu kalo cowok itu bukan siswa SMANSA sehingga ia nggak dikeroyok.
    Tapi cowok itu udah bantu dia kabur kemarin??? Gimana kalo para penyerang marah dan melampiaskan kemarahan mereka ke cowok itu???
    Aahhh, Yuda jadi makin nggak tenang.
    ***
    Pukul dua siang bel pulang sekolah berbunyi. Tapi semua murid tak ada yang bergerak keluar sekolah. Mereka masih menunggu kepastian keadaan di luar aman atau nggak. Bakal terjadi penyerangan Jilid II atau nggak. Setelah dipastikan aman dan disiarkan langsung oleh pihak sekolah, akhirnya anak-anak mulai berduyun-duyun keluar gerbang sekolah.
    Termasuk Yuda. Seperti kemarin, ia keluar area sekolah dengan tergesa-gesa. Jika kemarin tujuannya pulang cepat untuk menghindari cowok cecunguk itu, maka hari ini justru sebaliknya. Ia berharap bisa bertemu cowok itu. Ingin memastikan cowok itu baik-baik saja. Ia juga ingin berterimakasih karena sudah ditolong.
    Sayangnya, hingga melewati perempatan jalan, cowok itu nggak kelihatan juga batang hidungnya. Pun ketika ia sampai di halte, sosok yang ia harapkan ada, hari ini justru nggak ada.
    Ada sesak mulai menghinggapi dada Yuda. Pikirannya mulai membayangkan yang tidak-tidak. Seingatnya, sehari setelah digebukin warga saat berusaha memalaknya beberapa hari yang lalu, keesokan harinya cowok itu masih menemuinya. Tapi hari ini cowok itu nggak ada. Apa mungkin cowok itu jadi salah satu korban pengeroyokan? Jika benar, seberapa parah para siswa Pratama sialan itu mengeroyok cowok itu sehingga siang ini ia tak datang menemuinya?
    Ah, kasihan dia. Di mana tempat tinggalnya? Siapa yang merawatnya? Adakah orang yang membawanya ke rumah sakit? Beragam pertanyaan terus bermunculan di benak Yuda.
    ***
  • Dia mah baek2 aja.
  • jadi penasaran ...
Sign In or Register to comment.