BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

[ARTIKEL untuk DIBACA] [CATATAN untuk PRIBADI]

PEMAIN SINETRON INI MENJADI BINTANG TAMU PESTA SEKS DI HOTEL BINTANG LIMA!
Rabu, 1 Pebruari 2017 18:10:18 WIB | Wayan Diananto
    
TABLOIDBINTANG.COM - Eh pembaca, saya mau cerita tapi jangan bilang siapa-siapa, ya. Dua minggu lalu saya ditawari untuk menghadiri pesta seks di hotel bintang lima di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Harga tiketnya, 600 ribu rupiah dan dibatasi tak lebih dari 10 orang. Yang bikin penasaran, siapa bintang tamu pesta seks itu? Saat foto sang bintang tamu dikirim, saya terbelalak sambil bertanya, “Ini kan pemain sinetron papan atas era 90-an? Sejak kapan ia banting setir jadi bintang tamu pesta seks?”
Jalan Pintas
Sebut saja Mas Ganteng. Ia beberapa kali membintangi sinetron mingguan berating tinggi. Lalu datanglah masanya sinetron mingguan dianggap kuno. Sinetron kini tidak mau kalah dengan program berita yang tayang setiap hari. Para pendatang baru bermunculan. Sejak itu, Mas Ganteng pun jarang nongol di layar beling. Ketika dikabari bahwa bintang tamunya Mas Ganteng, jujur saya mulai membayangkan yang tidak-tidak.
Sisi hitam saya berpikir, “Bo, kapan lagi bisa melihat 'perabotan' artis secara nyata? Selama ini melihat perabotan artis cuma dalam format 3gp yang gambarnya pecah-pecah? Apalagi harga tiket hanya 600 ribu rupiah!” Lalu saya mengecek dompet. Thank God, uang saya lebih dari cukup. Celakanya, di dalam dompet terselip daftar belanjaan yang harus dibeli bulan ini.
Salah satunya, tiket mudik-balik Lebaran yang sekali jalan 1,2 juta rupiah. Akhirnya, dengan berat hati saya menggeleng saat tawaran pesta seks disodorkan kembali ke saya. Pertanyaan yang kemudian mengambang di benak saya, mengapa seorang artis bisa nyambi menjadi bintang tamu pesta seks? Apa jarang muncul di televisi itu berarti mengurangi pundi-pundi pendapatan sementara gaya hidup yang terlanjur glamor tidak bisa diturunkan?
Saya kemudian teringat peristiwa beberapa hari sebelumnya, ketika diundang makan malam di Senayan, Jakarta. Dalam acara itu, saya diperkenalkan dengan seorang kawan sebut saja Budi. Untuk ukuran laki-laki, tampang dan postur tubuh Budi lumayan. Ada banyak hal yang kami bahas.
Pattaya (Rina Susiana / tabloidbintang.com)
Salah satunya, gaya hidup. “Gue pengin piknik ke Thailand dan nginep di hotel berbintang banyak. Bukan yang bintangnya cuma satu atau dua. Tapi apa daya. Kerjaan gue cuma di Bandara. Manalah cukup buat jalan-jalan? Bisanya cuma melihat orang lain jalan-jalan naik pesawat,” keluh Budi. Mendengar celotehan itu, saya menyahut, “Makanya menabung, Bud.”
“Selama masih bisa jadi simpanan atau jadi pacar orang kaya, ngapain mesti menabung?”
“Pernah?”
“Mas Wayan, ini yang namanya jalan pintas. Kalau jalan konvensional sedang macet dalam tanda kutip, wajah dong gue mencari jalan pintas?”
Jalan Konvensional
Saya diam. Lalu, mengunyah apa pun yang bisa dikunyah di atas meja itu. Saya menemukan persamaan antara Mas Ganteng dan Budi. Sama-sama dikaruniai fisik menawan. Dan, sama-sama menyukai jalan pintas. Malam itu, saya berpikir begini: enak juga ya, bisa menempuh jalan pintas? Sekali-sekali lucu juga kali ya, menempuh jalan pintas? Belum sempat berpikir lebih jauh untuk mencari jalan pintas, beberapa hari yang lalu kedatangan tamu cantik. Namanya, Mbak Alexa Key.
Alexa Key (Seno Susanto / tabloidbintang.com)
Alexa bercerita, tiga tahun lalu seorang laki-laki menghubunginya. Ia mengaku mempunyai klien kaya raya. Sang klien “hanya” ingin ditemani bobok-bobok manjah satu malam dengan gadis muda. Jika Alexa mau, ia digaji di atas 250 juta rupiah! Dengan gaji sebesar itu Alexa bisa pulang dengan mobil Toyota Fortuner atau tas birkin yang muaaahalnya minta ampun itu.
Namun, Alexa menggelengkan kepala. Alasannya, mengiakan tawaran itu berarti membuka celah bagi orang lain untuk tidak menghargai dirinya. Orang lain akan menuding Alexa gampangan. “Jika silau dengan merek, hanyut dalam pergaulan liar, merasa harus punya tas ini dan menjinjing merek itu, bisa jadi saya akan terima tawaran itu. Masalahnya, harga diri saya tidak bisa dibeli. You have to earn it ,” begitu Mbak Alexa menukas.
Jawaban Alexa membuat saya sadar, di Jakarta yang luas dan bengis ini masih ada orang-orang yang berpegang pada prinsip dan nurani. Saya tidak akan menyalahkan Mas Ganteng yang mau menjadi bintang tamu pesta seks. Saya yakin, ia punya alasan sendiri mengapa memilih jalan pintas. Alexa juga punya alasannya sendiri untuk mencari uang di lokasi syuting atau memilih jalan konvensional. Lalu bagaimana dengan saya?
Jalan Melipir
Saya berpikir begini. Orang mencari jalan karena dua hal. Pertama, ingin menuju ke suatu tempat. Kedua, ingin meninggalkan atau lari dari suatu tempat. Begitu pun dalam hidup. Ada target, ada masalah. Karena punya target, Anda mencari jalan menuju target itu. Karena punya masalah, Anda mencari jalan penyelesaian untuk masalah itu. Berpindah dari masalah menuju solusi.
Saya sama dengan Anda. Ada saja masalahnya. Mulai dari tagihan kartu kredit, narasumber yang ujug-ujug belagu, hingga cinta yang bertepuk sebelah tangan (halah!). Pekan lalu, saya curhat kepada sahabat soal masalah hidup saya. Kami bersahabat belasan tahun. Saya percaya kepadanya.
Yang membuat saya kaget, ketika di ujung diskusi, sahabat ini berkata, “Wayan, ini mungkin klasik. Kamu mungkin pernah mendengar ini. Masalah itu untuk dihadapi. Bukannya dihindari. Aku melihat selama ini, kamu cenderung menghindari masalah. Tidak salah, sih. Masalah tidak diundang aja datang sendiri. Apalagi cari-cari masalah. Tapi dalam hidup, kita sering enggak bisa menghindar dari masalah, bukan?”
“Lalu?” saya balik bertanya.
Rabbit Hole
“Jika tidak bisa menghindar, satu-satunya jalan adalah menghadapinya. Ingat tagline filmnya Mbak Nicole Kidman, Rabbit Hole. The only way out is though! Kamu, tipe yang takut menghadapi masalah. Ibarat ada lubang kecil di depan, kamu lebih suka melipir. Kamu tidak mau atau enggan menggunakan kekuatan dua kakimu untuk melompat. Kalau selalu seperti itu, darimana kamu tahu seberapa besar kekuatanmu?”
“Tapi kalau gue jatuh beneran, gimana?”
Sing!
“Bukannya lo sering ngutip dialog film ketika menulis resensi, ya? Ingat dialog film Sing? Satu-satunya hal terbaik yang bisa dilakukan ketika seseorang terjatuh ialah bangkit. Kalau lo tidak kuat bangkit, ada sahabat dan keluarga yang akan mengulurkan tangan buatmu. Percaya, deh.”
(WAYAN DIANANTO/ray)

Sumber:
http://www.tabloidbintang.com/articles/extra/lensa/59376-pemain-sinetron-ini-menjadi-bintang-tamu-pesta-seks-di-hotel-bintang-lima



JAHAT! OM-OM INI TEGA MENGURAS HARTA BRONDONGNYA
Minggu, 8 Januari 2017 08:15:00 WIB | Wayan Diananto

TABLOIDBINTANG.COM - “Kami belanja di sebuah mal. Lalu mengantre untuk membayar di kasir. Di tengah antrean, ponsel aku berdering. Aku keluar dari antrean untuk menjawab panggilan itu. Mas Wayan tahu apa yang terjadi? Pacarku ikut keluar antrean nungguin aku sampai selesai menerima telepon. Lalu balik lagi ke antrean. Maksudnya, supaya kami bayar bareng dan aku membayari belanjaan dia Mas. Padahal dia jauh lebih tua dari aku, Mas!”
Bukan Brondong Kebanyakan
Begitulah teman saya (sebut saja Brondi-red) meluapkan kekesalannya dalam sesi curhat dini hari. Brondi laki-laki. Ia punya pacar om-om. Saya bersahabat dengan banyak orang dengan latar belakang beda-beda. Mulai dari yang relijius sampai yang ugal-ugalan. Mulai dari yang normal sampai yang kata orang tidak normal. Selama mereka enggak merugikan saya, ya enggak masalah.
Deposit Photos
Mendengar curhat Brondi, saya diam. Mendadak, Brondi makin emosi. “Kok mas reaksinya gitu banget, ya? Memangnya saya setolol itu apa?” Saya syok dan balik menjawab, “Brondi, saya belum mengeluarkan sepatah kata pun. Camkan itu!”
“Iya, Mas memang belum ngomong tapi ekspresi muka Mas selama saya cerita melecehkan banget. Seolah-olah aku ini orang paling begok di Jakarta!” Sampai di sini, saya speechless . Diam salah. Ngomong dengan nada nyinyir makin salah. Saya menarik napas panjang kemudian bertanya, “Memangnya selama tiga bulan pacaran ini kamu menghabiskan uang berapa?”
“Sekitar ** juta, Mas. Buat saya itu banyak, lo,” jawabnya melirih.
Suasana kemudian jadi hening beberapa menit. Brondi kemudian bertanya kepada saya lagi, “Memangnya aku kelihatan gobl*k banget, ya?”
“Entah ya. Jatuh cinta kan musuhnya akal sehat. Setahu gue, dimana-mana brondong yang minta dijajanin dan dibeliin sama omnya. Lha ini kok malah kebalikannya. Kamu malah dikuras sama si om,” sahut saya. Dan... yang terjadi kemudian, Brondi menjawab dengan nada tinggi. Lebih tinggi dari lengkingannya Mbak Mariah Carey.
“Heh! Jangan samain gue sama brondong-brondong lain di luar sana, ya! Gue masih punya harga diri. Dan yang harus lo ingat, gue bukan orang kebanyakan!” Saya makin syok. Kalimat “Gue bukan orang kebanyakan” terngiang-ngiang di telinga saya hingga beberapa hari kemudian.
Mariah Carey (dok E)
Bukan Om Kebanyakan
Bukan orang kebanyakan. Begitulah Brondi mengklaim dirinya. Ketika brondong-brondong lain bermanja-manja, dibekali kartu kredit, difasilitasi mobil dan apartemen, teman saya ini malah menghidupi si om. Di pihak seberang, om yang mestinya menghidupi anak orang tidak malu untuk hidup dari seorang anak muda. Mungkin ini yang disebut “melawan arus”. Saya kemudian teringat lagunya Mbak Tere yang berjudul “Dosa Termanis” (2005). Liriknya begini:
Hanya hati yang kuandalkan
Dan kucoba melawan arus
Namun saat bersamamu
Masalahku hilang, terbang melayang
Lagu ini tentang perempuan yang mencintai laki-laki yang sudah memiliki pasangan. Ketika orang-orang di luar sana memilih mundur saat mendapati fakta gebetannya sudah punya pasangan, perempuan dalam lagu “Dosa Termanis” ini untuk tidak peduli.
Kegiatan melawan arus bisa berdampak positif juga negatif. Dalam kasus brondi, negatif. Jutaan rupiah melayang. Padahal, uang itu mestinya dikirim ke orang tuanya yang sudah sepuh dan menetap di kampung halaman. Yang bikin dada makin sesak, setelah menguras harta Brondi, om ini pamit jalan-jalan ke luar negeri. Dengan si Brondi? Tentu tidak. Om ini landing manja di Singapura bersama teman-temannya. Sementara Brondi gigit jari di Jakarta. Saya miris mendengar cerita ini.
Hati saya bertanya: kemana perginya cinta yang dulu mereka pamerkan kepada saya ketika baru jadian? Apakah cinta itu tercecer di jalan sehingga yang tersisa motif menguras harta? Ataukah cinta yang mereka proklamirkan itu cinta abal-abal? Cinta tanpa bahan pengawet sehingga dalam hitungan hari, ia kadaluarsa, berjamur, dan jika nekat dinikmati memicu keracunan hati?
Romy Rafael dan Ury (Ryan Muhjani / tabloidbintang.com)
Bukan Kata Sifat
Beberapa hari setelah mendengar Brondi, saya bertemu Rommy Rafael (39) dan istri, Ury Kartha Diayu Shinta (36). Romy jatuh cinta kepada Ury sejak kelas 3 SMP. Mereka pacaran selama sepuluh tahun. Pada 31 Juli 2014, keduanya menikah. Selama dua dekade lebih menjalin cinta, tidak mungkin tidak pernah bertengkar. Rommy memberi tahu saya cinta itu bukan kata sifat.
“Cinta sebagai kata sifat itu hanya berlangsung pada tahun pertama. Pada tahun kedua dan seterusnya, berubah jadi kata kerja. Saya harus berusaha untuk terus mencintai istri dan sebaliknya. Ketika cinta menghambar, jangan langsung menuding pasangan. Tanya kepada diri sendiri, apakah saya sudah mengerjakan cinta?” Rommy menasihati.
Selama dua dasawarsa lebih Romy dan Ury mengerjakan cinta. Selama itu, tumbuh benih-benih chemistry. Batang-batangnya menjulang. Akar-akarnya menancap di kebun hati. Lalu, benih
chemistry Brondi dan si om tertanam dimana ya, kok bisa setragis itu akhirnya?
“Bo, sebelum nanya ke Brondi, lakuin dulu saran Mas Rommy. Tanyalah ke diri jij sendiri. Pas putus sama pebasket itu, benih chemisty jij dan deseu ditanam dimana?” celetuk teman saya.
Seperti biasa, belum sempat saya jawab, ia mengoceh lagi, “Jangan-jangan jij putus karena apa yang jij harapkan dari pebasket tidak terpenuhi? Sama seperti brondi berharap si om berhenti menjadi matre tapi nyatanya malah hempas ke Singapura bersama teman yang lebih kaya raya dari Brondi?”
Mendengar celetukan si teman, pikiran makin ruwet.
Chand Kelvin (Seno Susanto / tabloidbintang.com)
Lalu, saya teringat ketika menghadiri konferensi pers film Taman Lawang (2013) di bilangan Gatot Subroto Jakarta. Salah satu pemainnya, Chand Kelvin ujug-ujug ditanya tentang kriteria pacar. Ia menjawab, “Pastinya yang putih, cantik. Yang apa adanya, bukan ada apanya.”
Saya tertarik pada bagian “Apa adanya, bukan ada apanya.” Menurut saya, boleh-boleh saja kita berharap lebih dari pasangan. Asal, harapan itu tidak untuk kebaikan diri sendiri melainkan kebaikan bersama. Saat kita memutuskan untuk menjalani hidup berdua, maka kata “aku” menjadi nomor dua. Kata “kita” menempati urutan pertama.
Jika ego pribadi dipaksakan kepada pasangan, perlahan cinta yang agung itu tergerus ambisi pribadi. Ambisi memantik konflik. Konflik yang dibiarkan menggenting, lama-lama menghimpit cinta yang diharapkan abadi. Itu pendapat saya, yang notabene belum pernah pacaran hingga satu tahun. Rekor terlama saya pacaran, 10 bulan. Anda mau percaya saya boleh. Enggak juga enggak apa-apa.
(WAYAN DIANANTO / Ray)

Sumber:
http://www.tabloidbintang.com/articles/extra/lensa/57415-jahat-omom-ini-tega-menguras-harta-brondongnya

Comments

Sign In or Register to comment.