Sudah beberapa hari ini diseberang rumahku dibangun sebuah rumah baru berukuran besar. Aku jarang memperhatikan tukang-tukang bangunan yang bekerja disana. Meski gak jarang mereka menggoda atau tepatnya mengejek ku. Mungkin karena gerakan tubuhku yang sedikit kemayu. Tapi aku gak pernah menanggapi omongan mereka. Malas mikirin omongan orang.
Tapi hari itu, usai berjualan roti. Kulihat beberapa orang berkerumun didepan rumah itu. Wajah mereka terlihat panik.
"Ada apa?" tanyaku pada salah satu orang yang bicara paling keras diantara kerumunan itu.
"Tanahnya ambles mas" jawabnya semangat.
"Ada korbannya?" tanyaku lagi.
"Gak ada kayaknya, mas" aku hanya ber-oh panjang untuk menanggapinya.
Baguslah kalo gak ada korbannya, lagian buat rumah gede banget. Gak liat kondisi tanahnya dulu, batinku sambil memarkirkan sepeda ku diteras rumahku.
Jarak bangunan belum jadi itu dengan rumahku gak jauh cuma 100 meter. Kalo aku duduk diteras rumahku, maka pandanganku akan langsung tertuju ke bangunan belum jadi itu. Usai mandi dan membersihkan rumah, aku sengaja duduk diteras rumahku.
Aku kayaknya masih penasaran dengan kejadian tanah amblas dirumah itu. Tapi baru aja aku menyandarkan punggungku ke kursi teras rumahku, hujan mendadak turun dengan derasnya.
Sankin derasnya, pemandangan dilingkungan ku jadi berkabut. Lama aku duduk diteras sambil mengamati bangunan besar yang terlihat sepi. Mungkin tukang-tukang dirumah itu sedang beristirahat.
Hari sudah menjelang senja, tapi langit terlihat sangat gelap. Udara yang semakin dingin membuat bulu kuduk ku meremang. Kuputuskan untuk masuk kedalam rumah, tapi baru aja aku akan masuk. Aku merasa ada seseorang yang mengawasi ku, aku memalingkan wajahku menghadap ke rumah itu dan mendapati seseorang sedang berdiri didepan rumah itu.
Dia berdiri ditengah hujan deras, matanya menatapku. Aku melambaikan tanganku bermaksud menyapa orang itu tapi dia gak meresponku.
Dia tetap aja berdiri tegak ditempatnya, aku jadi takut sendiri. Ngapain sih dia hujan-hujanan gitu, gerundengku. Aku segera masuk kedalam rumah dan menutup pintu rumahku. Tapi kemudian aku malah penasaran dan pingin ngintip orang yang tadi hujan-hujanan.
Kusingkap horden dijendela supaya aku bisa mengintip orang itu. Aku langsung jatuh terjungkal saat mendapati orang yang sedang ku intip sudah berdiri didepan jendela rumah ku.
Comments
Aku bergegas masuk ke dalam rumah lalu mengunci pintun. Meski jantungku masih deg-degan karena kejadian tadi.
Baru aja aku mau melangkah menuju dapur untuk minum, pintu rumahku diketuk dengan keras. Aku panik, mulutku komat kamit baca doa.
DOK DOK DOK
"Bowooooo"
BRAK BRAK BRAAKK!!
"Wooooo" ah itu suara Yusuf kawan ku, buru-buru aku berlari menghampiri pintu dan membukanya. Yusuf langsung nyelonong masuk dan terus berlari menuju belakang rumahku.
Aku segera mengunci kembali pintu rumahku dan menyusul Yusuf yang ternyata masuk ke wc. Kayaknya dia kebelet.
Kusiapkan dua gelas kopi lalu beberapa camilan dimeja makan. Begitu selesai dengan kegiatannya, Yusuf langsung bergabung denganku.
"Enak nih?" ucapnya sambil menarik kursi lalu duduk.
"Makan dimana? Setor kemana?" omelku.
"Hahahaha mules Wo" Yusuf tergelak sambil menyeruput kopinya.
"Aku tadi ngalamin kejadian aneh, Yus"
"Aneh gimana?" tanya Yusuf sambil menatapku.
"Tadi aku liat orang berdiri dirumah gede itu, trus aku dadahin diem aja" ucapku mulai bercerita.
"Trus kamu ngambek gitu?" Aku merengut mendengar ucapan Bowo.
"Ya gak lah, aku masuk rumah. Tapi pas aku ngintip dari jendela masa orangnya udah didepan jendela" jelasku serius.
"Hiii..... Setan tu Wo, makanya magrib-magrib jangan melamun" ucap Yusuf gak kalah serius. Aku mendadak merinding.
"Udah gak usah dipikirin, setan juga milih-milih mau godain orang" ucap Yusuf sambil mencaplok krupuk antor dalam toples.
"Maksudnya?" tanyaku gak paham.
"Ya pilih-pilih, yang kayak kamu gini digangguin gak seru. Baru ciluk ba udah keok" Aku menyipitkan mataku mendengar ucapan Yusuf.
"Maksudmu kayak aku itu kayak gimana?!" ucapku sambil melangkah kearah dapur lalu mengambil pisau daging.
Yusuf tergelak kencang.
"Ampun Wooo, ampuuun jangan sunatin aku. Isepin aja" kelakar Yusuf menyebalkan.
"Dasar hantu!!" umpatku kesal, Yusuf gak peduli. Dia melenggang cantik sambil ngakak dan mengondol krupuk antor dalam toples.
Aku menghela nafas kesal. Yusuf memang tau soal orentasiku, makanya dia suka banget ngomong yang gak-gak. Meski maksudnya bercanda tapi gak jarang aku dongkol juga dengarnya.
Seperti kota mati, batinku. Kupandangi rumah besar yang masih setengah jadi diseberang jalan didepan rumahku. Rumah itu hanya disinari cahaya temaram, halamannya terlihat suram dan berkabut karena hujan.
Konon kabarnya ketika cuaca sedang hujan dan berkabut, kita bisa bertemu dengan arwah-arwah penasaran. Tapi aku juga gak tau kebenaran cerita itu. Aku tersentak saat kilat tiba-tiba menerangi pandanganku sesaat. Sepertinya tadi aku melihat sesuatu yang keluar dari dalam tanah diseberang jalan tepat didepan rumah setengah jadi itu.
"Wo, liat apa sih?" Plak! Tanganku spontan menampar wajah Yusuf sankin kagetnya.
"Maaf Yus, aku kaget" Yusuf manyun lalu pergi ke kamar ku. Aku mengikutinya lalu mendahului Yusuf berbaring ditempat tidur.
"Wo, aku nginap ya" ucap Yusuf.
"Iya, tapi kamu tidur dibawah" ucapku sambil menunjuk kekasur lantai yang tergulung disudut kamarku.
Yusuf mengambil kasur itu lalu menggelarnya disebelah kasurku. Aku tidur diatas kasur tapi gak pake dipan.
Setelah memberi Yusuf bantal, aku mencoba memejamkan mataku. Meski pikiranku kembali ketempat dimana kulihat sesuatu bergerak keluar dari dalam tanah. Apa ya itu tadi?
"Wo, banguuun..." aku menguap lalu mengucek mataku yang masih lengket.
"Woooo" lagi-lagi tubuhku digoyangkan dengan cepat. Aku bangun dari posisi ku yang rebahan menjadi duduk, lalu menatap Yusuf yang gelisah ditempatnya.
"Apa sih Yus?" tanyaku ngantuk.
"Aku kebelet pipis, anterin" aku langsung merebahkan tubuhku kembali. Ganggu orang tidur, batinku.
"Wooo, kalo kamu gak mau nganter aku pipisin" ucap Yusuf keras.
Ck. Dengan wajah kusut aku bangkit dari tidurku lalu berjalan menuju dapur karena kamar mandi ku terletak disamping kompor tempatku masak.
Yusuf gedubrakan dikamar mandi, dia jatuhin gayung. Dasar pecicilan.
"Wo"
"Apaaa"
"Jangan jauh-jauh ya, aku mules" ucap Yusuf, suaranya sedikit gemetar. Yusuf takut beneran kayaknya.
"Wo" panggilnya lagi.
"Diam ah" bentak ku sewot.
Krek Krek Krieeeeeett
Aku menoleh kearah pintu dapur, ada suara gak menyenangkan dari sana.
"Wo??" kuabaikan panggilan Yusuf, kudekati pintu dapur yang terletak diantara kompor dan kamar mandi. Masih terkunci rapat. Kudorong-dorong dari dalam untuk memastikan. Dan memang masih terkunci. Tadi suara apa?
"Wo??" dasar cerewet rutuk ku. Aku sengaja gak menjawab panggilan Yusuf.
"Wooo" ucapnya makin kencang dan gak lama terdengar suara gedubrakan lagi dari dalam kamar mandi. Yusuf keluar dari kamar mandi dengan kondisi celana belum terpasang sempurna.
Tapi dia sudah berlari keruang tengah dan berteriak histeris setelahnya. Aku yang terkejut karena teriakan Yusuf segera menyusulnya. Kulihat Yusuf sudah menungging dilantai, memamerkan bokong semoknya.
"Yus, kenapa teriak-teriak?" ucapku sambil menyepak bokongnya jengkel.
"Habis tadi ada sesuatu kayak merangkak disana" ucap Yusuf sambil menunjuk ke kolong kursi. Kulongokan kepala ku kekolong kursi tapi gak ada apa-apa disana. Aku justru mencium aroma gak menyenangkan disekitarku.
"Hiz!! Jorok!! Kamu kenapa gak cebok" bentak ku saat melihat Yusuf masih melongo dibelakangku.
"Aku takut, Wo"
"Cebooook" hardik ku emosi. Yusuf mau gak mau kembali lagi kekamar mandi.
Aku menggaruk tanganku yang terasa gatal, ternyata banyak pasir yang menempel. Pasir darimana? Kayaknya tadi sebelun tidur aku udah bersihkan tempat tidurku. Aku bangkit dari tempat tidur dan mendapati banyak pasir ditempat tidurku. Juga bekas telapak kaki yang terlihat basah. Aku mendadak geram dengan Yusuf, ini pasti ulah dia. Pasti Yusuf sengaja nginjak-nginjak tempat tidurku tadi. Kutendang kakinya kesal, Yusuf terkejut lalu duduk.
"Apa?" tanya Yusuf bingung
"Kamu kan yang nginjak kasurku?" ucapku kesal.
"Aku nginjaknya kapan Wo, kan kita masuk kamarnya samaan tadi" oh iya, Yusuf bener tadikan kami memang masuk kamarnya barengan.
"Trus kasurku kenapa banyak pasirnya?" tanyaku heran.
"Coba nyalain dulu lampu kamar mu, Wo" ucap Yusuf sambil membenarkan posisi duduknya. Lampu kamarku memang mati, tapi cahaya dari lampu jalanan menyinari kamarku remang-remang. Aku berdiri berniat menyalakan lampu tapi ada bau anyir yang menyengat menguar disekitarku.
"Bau amis" ucap Yusuf
"Kamu cium juga, Yus?" tanyaku
"Iya, bau banget" ucap Yusuf lagi. Lalu saat aku menghidupkan saklar lampu, aku dan Yusuf mendapati seseorang sedang berjongkok diatas lemari pakaianku.
Untuk sementara aku dan Yusuf hanya berpandangan memperhatikan orang yang sedang berjongkok itu. Dia basah dan berpasir.
"Wo" ucap Yusuf sambil menjauh dari arah lemari.
"Siapa?" tanyaku bodoh, sosok itu gak menjawab tapi lalu jatuh dari atas lemari dan merangkak ke arah Yusuf.
Yusuf berteriak ketakutan, aku yang panik langsung menyeret Yusuf keluar dari kamar tapi sosok itu menahan kaki Yusuf.
"Wooo....." Yusuf meronta sambil menarik-narik kakinya.
Sementara sosok itu terus merangkak mendekati Yusuf.
Aku berusaha menarik tubuh Yusuf dengan melingkarkan kedua tanganku diantara ketiaknya. Sosok aneh berbau anyir itu semakin dekat.
"Yusuf......" ucap sosok itu tiba-tiba menerjang tubuh Yusuf. Yusuf ambruk gak bergerak lagi. Sosok itu menatapku sebelum akhirnya lenyap.
Siapa dia? Kenapa dia menyebut nama Yusuf? Aku gak bisa mengenali wajahnya yang dipenuhi pasir.
Apa jangan-jangan dia tukang bangunan dirumah depan? Besok aku harus mencari tau.
Sankin seriusnya memperhatikan tanah yang amblas kemarin, aku gak memperhatikan kalo seseorang sudah berdiri dibelakang ku. Aku hampir tercebur kedalam air karena terkejut.
"Cari apa mas" ucap salah satu tukang dirumah itu sambil cengengesan.
"Mas, kemarin waktu tanahnya amblas ada korbannya gak?" tanyaku langsung kepokok masalah.
"Gak ada e mas, lah wong kami semua lagi diatas" ucap tukang itu dengan logat jawa yang medok.
"Bener mas? Semalam saya didatangin setan soalnya" ucapku lagi.
"Ha? Setan apa mas?" tanya tukang itu bingung.
"Ah lupakan aja mas" ucapku sambil kembali kerumahku, tukang itu hanya bengong sambil menatapku.
Kalo gak ada korban harusnya gak ada arwah gentayangan kan? Trus kalo setan itu bukan dari rumah besar itu, darimana dong? Dan kenapa setan itu kenal sama Yusuf. Apa jangan-jangan semua ini ada hubungannya dengan Yusuf? Kalo iya berati Yusuf nyembunyiin sesuatu dariku. Dan yang mengherankan kenapa setan itu mendatangi rumahku??
"Ngapain kamu ke rumah besar itu?" ucap Yusuf berdiri menghalangi langkah ku, sambil menatapku dari atas ke bawah.
"Gak ada, kenapa? Gitu amat liatnya" balasku risih dengan tatapannya.
"Kamu gak mungkin kesana tanpa tujuankan?" tanya Yusuf lagi.
"Aku cuma mau kenalan aja sama tukang-tukang disana" jawabku sambil melewati Yusuf.
"Gak usah"
"Kenapa?"
"Pokoknya gak usah, mereka bukan orang baik" ucap Yusuf sambil menyusul langkahku.
"Kamu kenal sama mereka?" tanyaku sambil menatap Yusuf. Yusuf memalingkan wajahnya menghindari tatapanku.
"Aku, aku gak kenal" nada bicara Yusuf terdengar gugup.
"Jangan bohong Yus" ucapku gak percaya.
"Aku gak bohong" Yusuf masih bicara sambil menatap kearah lain.
"Terus kamu tau darimana mereka gak baik?" sengaja ku tarik bahu Yusuf mengahadap ke arah ku. Yusuf menatapku sekilas lalu menepis lenganku.
"Jawab aku Yus" ucapku lagi.
"Jawab apa?" Yusuf meremas jarinya sendiri.
"Kamu kenal kan sama tukang-tukang dirumah itu? Juga setan yang datang tadi malam?!" ucapku lagi.
Yusuf diam, dia terlihat sangat kalut.
"Aku gak kenal mereka. Tapi..." Yusuf meremas rambutnya.
"Tapi apa?"
"Aku kenal mandor mereka" jawab Yusuf akhirnya.
"Suah berapa lama kalian saling kenal?" tanyaku masih belum puas dengan jawaban Yusuf.
"Sejak sebelum dia kerja dirumah itu" jelas Yusuf.
"Kamu kenal dekat sama mandor itu? Aku kok gak tau?" Yusuf menatapku kesal.
"Apa aku harus cerita sama kamu dengan siapa aja aku berteman" omel Yusuf.
"Oke lupakan soal itu, jadi seperti apa hubungan mu dengan mandor itu?" aku sengaja mencecar Yusuf dengan banyak pertanyaan. Karena reaksi Yusuf sangat aneh. Dia terlihat enggan bercerita, dia juga tampak sangat gelisah.
"Kami hanya teman" jawab Yusuf lesu.
"Yakin hanya teman?"
"Memangnya kamu pingin aku punya hubungan khusus dengan mandor busuk itu!! Mereka semua yang bekerja dirumah itu biadab!!!" bentak Yusuf emosi.
Dia lalu pergi setelah menggebrak meja makan ku. Yusuf menyembunyikan sesuatu dariku.