BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

How To Get Charlie's Love Back

“Kau pasti bercanda!” Pekik cowok manis itu didalam pelukan prianya yang merupakan seorang polisi.

Pria itu semakin mengeratkan pelukannya dan mengecup pipi pacarnya berkali-kali hingga membuat cowok manis itu mengerang kegelian. “Aku tidak bercanda. Dan coba tebak reaksi Tuan Kaya Raya itu seperti apa?”

Cowok manis tersebut mendongakkan kepalanya—membuat ujung hidungnya yang mancung bertemu dengan ujung hidung polisi yang merupakan kekasihnya tersebut. Ia meletakkan tangannya di atas dada bidang pacarnya sebelum kemudian tersenyum. “Speechless?”

“Tidak.” Polisi itu menginterupsi sembari tersenyum lebar. “Alih-alih membentakku, dia malah memberikanku jam tangannya yang mahal karena takut padaku.”

“No way!”

Polisi tersebut tertawa. “Yeah. ‘No Way!’”

Ekspresi sang pacar tiba-tiba saja berubah datar. Tampak seperti sedang memikirkan sesuatu dalam pelukan sang polisi bertubuh kekar yang menggoda iman tersebut. “Hunter, tidakkah kau sadar kalau perbuatanmu itu bisa-bisa membuat pandangan masyarakat pada polisi sepertimu berubah?” Kata Cowok manis tersebut sambil menatap wajah sang kekasih.

“Tidak jika dia yang memberikan jam tangan itu sendiri padaku.” Balas Hunter. Ia melepaskan pelukannya di tubuh mungil Charlie. “Besides, orang itu punya Lamborghini! Jam seperti itu pastilah kecil untuk dia beli.”

Charlie pun ikut bangkit dan melihat Hunter yang sekarang sedang memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Berbeda dengan Hunter yang hanya memakai briefs abu-abu ketatnya, Charlie tak memakai bawahan apapun selain oversized hoodie abu-abu bertuliskan I AM HIS di bagian dada. Charlie hanya memandangi Hunter yang memasang celana jeans tanpa atasan dari atas kasur.

“Aku lapar.” Ucap Hunter sembari melingkarkan ikat pinggangnya. “Kamu masak sesuatu malam ini?”

“Oh! Tentu!” Respon Charlie spontan dan langsung bangkit dari kasur. “Tadi pagi ada kelas memasak di kampus dan aku—“

Hunter tau, jika sudah menyangkut perihal makanan, Charlie akan menjadi overly-excited dan mulutnya tak akan bisa berhenti mengocehkan hal lain selain makanan yang ia masak sendiri. Atau mungkin makanan yang ia cicipi dari restoran yang terletak di pinggir jalan. Kebiasaan pacarnya itu sejujurnya sedikit menganggu polisi tersebut.

Dan Charlie tak tahu, saat ia masih mengoceh tentang masakannya sambil berjalan ke dapur, Hunter diam-diam mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya.

Hunter menghidupkan layar ponselnya tersebut dan menemukan ada beberapa pesan dan juga telfon dari seseorang. Pria tersebut mengintip Charlie yang sedang memanaskan sesuatu di atas stove sambil mengatakan pada pacarnya untuk menunggu sebentar. Saat dirasa aman, Hunterpun berjingkak keluar dari apartemen pacarnya itu dan segera berlari menjauh dari pintu tersebut.

“Hunter!” Teriak orang tersebut dari seberang telfon—membuat Hunter reflek menjauhkan sedikit ponsel dari daun telinganya. “Aku menelfonmu berkali-kali dan kau tak sekalipun mengangkatnya! Kemana kau?”

Suara orang itu terlalu keras. Membuat Hunter takut kalau-kalau ada seseorang yang mendengarnya. Terlebih lagi jika seseorang tersebut adalah Charlie. Geez. “Sayang—“

“Apa yang sayang-sayang?!” Tampaknya orang tersebut emosi. “Kau sudah janji untuk datang ke acara makan malam keluarga hari ini dan coba lihat? SEKARANG LILINNYA SUDAH HABIS DAN KEDUA ORANG TUAKU PULANG!!”

Hunter memejamkan matanya erat-erat. Dia lupa kalau hari ini dia ada janji dengan Steve. Dia terlalu sibuk dengan Charlie sampai-sampai melupakan acara peringatan tiga bulan hubungannya dengan Steve. Jesus!

“Maafkan aku, Steve.” Ucap Hunter kemudian saat dirasa Steve sudah agak mendingan diseberang sana. “Hari ini aku harus mengejar seorang pencuri bersama Ali. Aku terlalu lelah jadi aku langsung pulang dan tertidur.”

“Benarkah?”

Hunter diam-diam tersenyum miring. Steve adalah salah satu orang bodoh yang mudah sekali ia bohongi. Jika saja Charlie tidak terlalu sibuk dengan kuliah dan skripsinya, mungkin polisi tersebut tidak akan membuat affair dengan pria kantoran bodoh yang tergila-gila padanya. Steve terlalu mudah untuk dibohongi. Tapi untung saja dia mempunyai wajah yang tampan. Steve sangat terobsesi dengan polisi. Dan ia rela menyerahkan tubuhnya untuk dinikmati oleh orang-orang seperti Hunter—meskipun itu adalah sex pertama dalam hidupnya.

Dan sekarang, baik Charlie ataupun Steve, keduanya sama sekali tidak tahu bahwa Hunter telah mempermainkan mereka berdua.

Setengah jam kemudian berlalu dengan cepat. Hunter dan Steve larut dalam percakapan mereka. Begitupun juga malam yang semakin gelap. Hunter yang sekarang sudah berada cukup lama di bagian atap apartemen sadar bahwa ia belum memakai baju apapun. Ia merasa dingin sekarang. Dan ia yakin, Charlie pasti menunggunya di kamar.

“Hey, Steve.” Ucap Hunter dengan suaranya yang berat dan serak.

“Ya?”

“Aku merindukanmu.” Tentu saja tidak. Hunter berbohong. Satu-satunya hal yang bisa ia nikmati saat berada bersama Steve, hanyalah sex. Berbeda dengan Charlie. Hunter memberikan hatinya dan juga raganya untuk cowok manis tersebut. Namun meskipun begitu, Hunter sama sekali tak ingin kehilangan kedua orang tersebut. Dan satu-satunya cara agar membuat Steve tak curiga, ialah mengatakan hal-hal manis seperti itu.

Dan benar saja, meskipun tak bisa dilihat oleh Hunter, pipi Steve merona hebat. “Benarkah?” Bisiknya seduktif.

“Tentu saja.” Balas Hunter tak kalah seduktif.

“Kau tahu—“ mulai Steve. “Kau bisa datang ke tempatku sekarang.. aku akan membiarkan pintu depan tak dikunci.. kau tahu..”

Damn. Hunter jelas-jelas mengerti apa mau Steve. Dia benar-benar tergoda dengan tawaran cowok itu. Tapi disatu sisi dia juga tidak bisa meninggalkan Charlie sekarang. Ya Tuhan. Sepertinya hidup Hunter benar-benar sudah berubah setelah mengenal Grindr.

“Aku tak bisa, sayang—“ tolak Hunter halus. “Maafkan aku, tapi aku terlalu letih malam ini.”

“Aku bisa membuatmu tidak letih lagi, sayang..”

Hunter terkekeh. “Aku tahu. Aku sangat suka melihatmu bergerak-gerak diatas tubuhku, dan mendengarkan suaramu memanggil-manggil namaku.” Bisiknya seduktif.

“Lalu apa yang kau tunggu? Cepat kesini! Aku merindukan penismu itu bersarang didalamku, Hunter.”

“Ada pekerjaan yang harus aku lakukan malam ini.” Bohong Hunter. “Dan ini sangat penting. Bagaimana kalau weekend ini?”

Steve terdiam. “Weekend? Dimana? Kebetulan sekali weekend kali ini aku bebas dari tugas tambahan. Kita bisa menghabiskan waktu seharian kalau kau mau.”

“Great!” Respon Hunter. “Aku akan menjemputmu. Kita akan minum-minum dulu. Bagaimana?”

“Okay then. Sounds great!”

“Sampai jumpa akhir pekan kalau begitu?”

“See ya, you my smokin’ hot police..”

Dengan itu, Hunter mematikan ponselnya dan segera berlari kembali menuju apartemen Charlie. Dia jadi merasa bersalah karena sudah meninggalkan pacarnya begitu saja. Tapi kan, hanya sebentar. Dan itu bukan hal yang besar baginya!

Hunter tau pasti kalau Charlie tak akan mencurigainya. Jadi ia dengan santai membuka pintu apartemen dan melenggang masuk. Ia masih menemukan Charlie yang sedang sibuk berkutat dengan stove dan berbagai macam bahan-bahan masakan lain.

Dan melihat sosok Charlie—rambut pirangnya dan oversized hoodie yang melekat di tubuhnya itu—dari belakang, membuat perasaan sayang Hunter semakin meluap-luap. Ia menjadi tak tahan dan diam-diam, Hunterpun memeluk Charlie dari belakang.

Kedua tangannya yang kekar dan besar langsung melingkar di depan perut Charlie yang rata. Sedikit mengejutkan cowok manis tersebut yang sedang memotong-motong wortel menjadi lebih kecil. Bau bubble gum langsung memenuhi indra penciuman Hunter. Membuat polisi itu menjadi semakin betah memeluk tubuh Charlie yang lebih kecil darinya. Hunter kemudian mengecup sisi leher Charlie—sedikit membuat cowok manis tersebut geli—dan membuatnya tertawa.

“Hentikan, Hunter! Aku sedang memasak disini!” Ucapnya Charlie. Dia tak bisa bohong, Hunter benar-benar bisa membuatnya melayang-layang di angkasa seperti saat ini.

Bukannya menghentikan perbuatannya, Hunter malah semakin ganas menciumi leher Charlie. Membuat cowok manis tersebut spontan menghentikan tangannya dan meletakkan satu tangannya di atas tangan Hunter, dan tangan satunya lagi menyentuh rahang Hunter yang tegas.

“Apa aku sudah pernah bilang kalau Charlie-ku adalah sosok yang paling menggemaskan dan manis di seluruh dunia?” Cicit Hunter pelan—sangat pelan di kuping Charlie.

Charlie tersenyum dan terkikik. “Kamu sudah mengatakan itu yang ke-19 kalinya dalam minggu ini.”

“Dan aku akan tetap mengatakan itu sampai kamu tak bisa menghitungnya lagi. Dan aku akan terus seperti itu sampai kau sadar, kalau aku sangat mencintaimu. Bahkan saat Victoria Secret kehabisan celana dalamnya.”

Charlie terbahak. Iapun membalikkan tubuhnya dan segera melingkarkan kedua tangannya di leher Hunter. “Victoria Secret tidak akan kehabisan stok celana dalamnya untuk membuatku sadar kalau kau mencintaiku, Hunter.”

Hunter menatap mata Charlie dalam-dalam. “Say it, Charlie. Katakan kalau kau juga mencintaiku.”

Cowok manis itu tersenyum tipis. “I love you.”

Malam itu, adalah salah satu dari sekian banyak malam manis yang dinikmati oleh pasangan tersebut. Dibawah sinar bulan, tepat menjelang tengah malam itu, bahkan kecoak yang menyelinap di sudut-sudut ruangan bersama tikus-tikuspun menjadi saksi cinta diantara kedua orang tersebut.

Tapi.. mungkin itu adalah saat terakhir mereka bisa memadu kasih seperti itu.

~~~

Yellow diamonds in the light
Now we’re standing side by side
As your shadows crosses mine
When it takes to come alive
It’s the way I’m feeling, I just can’t deny
But I’ve gotta let it go

Semua orang berdansa dengan penuh gairah didalam klub malam tersebut. Mereka semua bergerak mengikuti irama We Found Love milik Rihanna dan juga Calvin Harris. Sedangkan DJ yang memutarkan lagu tersebut tampak sangat bersemangat dan sesekali berteriak. Beberapa orang bahkan ada yang sudah bercumbu di atas lantai dansa. Bahkan seorang perempuan tampak sudah tak menggunakan busana lagi. Wanita itu dilingkari oleh banyak pria-pria bertubuh kekar. Dan itu, membuat suasana semakin panas.

Dan tak jauh dari lantai dansa, tepatnya di meja barista, tampak Hunter dan Steve sedang asyik bercengkrama disana.

Hunter memakai jaket kulit hitam yang biasanya digunakan pengendara Harley Davidson. Selain itu parfum yang ia gunakan benar-benar sangat jantan sekali dan membuat semua orang tertarik. Tapi tentu saja Steve yang cemburuan selalu disana untuk membangunkan Hunter dan memberitahu pada semua orang kalau pria yang ada bersamanya ini adalah miliknya. Lagian itu memang bukan salah Hunter sih, posturnya yang sangat jantan ditambah profesinya sebagai seorang polisi memang selalu membuat cewek maupun cowok gay tak bisa untuk tidak memperhatikannya barang sebentar saja.

Sedangkan Steve, dia menggunakan kemeja biru muda yang di padukan dengan vest gelap. Pakaiannya tersebut membuatnya tampak beberapa kali lebih imut, dan Steve sangat tahu kalau Hunter menyukainya yang seperti itu. Ditambah lagi dengan celana ketat yang ia kenakan. Dia sangat yakin kalau Hunter benar-benar turn on oleh penampilannya.

“Well, sweetheart.” Bisik Hunter seduktif dengan segelas penuh Martini di tangannya. “Kamu malam ini—“

“I know.” Potong Steve. Cowok itu benar-benar menikmati tangan Hunter yang sekarang sudah menggerayangi pinggangnya. “More Martini?”

Hunter terkekeh dan sejurus kemudian menggigit kuping Steve, membuat cowok itu mendesah. Perbuatan Hunter perlahan mulai membuat nafsu Steve bangkit. Terlebih saat pria macho itu meletakkan tangannya di atas paha Steve dan mengusap-usapnya.

Sial. Atmosfir semakin memanas di antara mereka berdua.

“I want you.” Kata Hunter. “Ayo kita ke toilet.”

Steve tersenyum. Sejurus kemudian kedua orang tersebut berdiri dan menghilang di tengah-tengah kerumunan orang.

Sementara itu dari arah pintu masuk. Tampak segerombolan orang baru masuk kedalam klub. Beberapa diantaranya seperti sudah biasa dengan suasana seperti ini. Tapi tidak dengan Charlie. Ini adalah pengalaman pertamanya masuk ke klub malam. Keluarganya yang religius tak membolehkannya untuk sekalipun menginjakkan kaki ke klub malam. Dan sekarang, karena dipaksa oleh teman-temannya, Charlie tak punya pilihan. Ia sangat gugup sekarang. Benar-benar gugup.

Terlebih saat ia melihat Go-Go Dancer yang nyaris telanjang tersebut meliuk-liukkan tubuhnya yang penuh otot tersebut diatas meja bar. Beberapa diantara Go-Go Dancer tersebut bahkan ada yang dengan sengaja mengedip ke arah Charlie dan membuat cowok manis tersebut reflek langsung menundukkan wajahnya dalam-dalam.

Rupanya, kejadian itu dilihat oleh salah eorang teman terdekat Charlie. Gordon langsung menepuk-nepuk punggung Charlie sambil tersenyum. “Rileks, bung. Kau tidak apa-apa kan?”

Wajah Charli memerah seperti kepiting rebus sekarang. “Ma—Maaf.. aku hanya belum terbiasa.”

“Kalau begitu kau nanti akan terbiasa.” Kata Gordon lagi sembari melingkarkan tangan kanannya di bahu Charlie. Hari ini, untuk merayakan kesuksesan skripsinya yang sudah di approve oleh para Dosen, Gordon mentraktir teman-temannya ke klub malam. Dan tentu saja Gordon juga mengajak Charlie. Hubungannya dengan cowok manis tersebut sudah seperti Adik-Kakak beda orang tua. Gordon sangat menyayangi Charlie, begitupun sebaliknya. Dan Gordon tak mau adiknya itu terus-menerus berkubang dengan dunianya sendiri. Ia ingin adiknya tumbuh dewasa dan melihat betapa indahnya dunia ini.

Charlie yang awalnya tak mau, mau tak mau hanya bisa pasrah saat Gordon menggiringnya menuju sebuah kursi setengah lingkaran yang diatasnya berisi beberapa botol minuman beralkohol.

“Gordon—“ Panggil Charlie tak nyaman.

Gordon terkekeh. “Tenang, aku tau kamu tak nyaman dengan alkohol.”
Semua teman-teman mereka kemudian mentertawakan Charlie. “Hey, Charlie! Kau harus rileks, dan nikmatilah semua ini.”

“Shut up, Christ! Charlie tak bisa minum alkohol!” Bentak Gordon refleks. Namun menuai cemoohan dari teman-temannya.

“Ooh.. hey Charlie. Kau harusnya bersyukur punya pacar seperti bocah tengik ini.”

“Sialan kau, Jeremiah.” Desis Gordon, setelah itu memanggil seorang waiter setengah telanjang dan memesankan segelas penuh soda untuk Charlie.

Wajah Charlie tak henti-hentinya bersemu merah saat teman-teman Gordon terus menerus menggodanya. Ia terus menggigit bibir bawah sambil meremas kemejanya yang sekarang sudah lembab karena keringat yang mengucur dari telapak tangannya. Ini pengalaman pertamanya masuk ke dalam sebuah klub malam, dan ia benar-benar takut.

Bahkan sampai saat sang waiter tersebut datang dan meletakkan pesanannya ke atas meja, Charlie masih saja tak mau untuk mengangkat kepalanya.

Dentuman musik semakin menghentak. Lantai dansa semakin panas tapi tidak lebih panas dari atmosfir diantara teman-teman Charlie yang sekarang sudah lupa daratan. Meja setengah lingkaran yang mereka duduki sudah sesak dipenuhi oleh wanita-wanita malam dan juga beberapa pria cantik dan kekar yang setengah telanjang. Mereka menggodai teman-teman Gordon, begitu pula dengan Gordon yang tampak juga sedikit menikmati. Namun matanya tak bisa lepas dari Charlie yang tampak tidak nyaman dengan situasi tersebut.

Setiap kali seorang pria topless yang badannya kotak-kotak yang duduk di sebelahnya mencoba untuk mencium leher samping Charlie, cowok manis itu akan langsung menggeser duduknya agak menjauh. Namun sayang, tubuhnya malah menabrak cewek seksi di sisi lainnya—dan membuat cewek tersebut mengira Charlie juga ingin di manjakan.

Alih-alih pergi karena tak nyaman lagi, Charlie memilih untuk meminum smoothies yang sudah dipesankan oleh Gordon sembari melihat-lihat ke seluruh penjuru klub. Dia sudah menghabiskan 3 gelas dan piring besar yang berisi udang goreng di depannya bahkan sekarang sudah tersisa setengah saja.

“Charlie!” Panggil Gordon yang sekarang sedang mendorong cewek yang menempel di tubuhnya. Meski pencahayaan minim di tempat ini, tapi Gordon masih bisa melihat wajah Charlie yang sekarang merah padam. Ia mengatupkan kedua kelopak matanya kuat-kuat seolah-olah sedang menahan diri untuk tidak meledak. “Charlie!” panggil Gordon lagi.

Charlie terlalu banyak menikmati smoothies-nya. Dia tak tau kalau di dalam minumannya tersebut ternyata juga sudah dicampurkan sedikit alkohol. Tentu dalam kadar yang tidak memabukkan. Tapi tetap saja Charlie tak bisa meminum alkohol.

Karena itu, Gordon memanjangkan tangannya dan meraih pergelangan tangan Charlie. Membuat cowok manis tersebut spontan mengangkat kepalanya—dan matanya bertemu dengan kedua mata Gordon.

“Are you feeling alright?” Tanya Gordon khawatir. Sangat khawatir.

Charlie menggerak-gerakkan matanya ke segala arah seperti orang gila. Tentu saja Gordon menangkap respon adiknya tersebut sebagai sesuatu yang tidak baik. Namun, ternyata.. “Aku—aku baik-baik saja, Gordon.” Jawab Charlie.

“Wajahmu memerah. Tanganmu panas.”

Alih-alih, Charlie malah tersenyum aneh. “Terimakasih.” Jawabnya, out of the blue.

Sekarang Gordon menyesal. Harusnya ia tak membawa Charlie ke tempat ini. Calon pengusaha makanan tersebut kemudian berdiri dan menarik cowok manis tersebut menjauh dari meja. Menghiraukan sorakan dari teman-temannya yang sudah mabuk.

“Kamu harus mencuci wajahmu. Dan setelah itu kita pulang!” Desis Gordon.

Ekspresi Charlie spontan berubah. “Tapi aku tidak bisa pulang dalam keadaan seperti ini..”

“Tentu saja tidak bisa!” Gordon menggerutu dan membukakan pintu toilet untuk Charlie. Namun sebelum cowok manis tersebut masuk, kedua tangan besar Gordon mendarat di kedua pundak Charlie. “Kamu. Bersihkan wajahmu. Setelah itu aku akan menunggumu di mobil.”

Begitu saja, Gordon kemudian berlalu meninggalkan Charlie yang sekarang sedikitnya sudah bisa mengendalikan tubuhnya. Meski matanya sekarang masih tidak konsisten dan dunia seolah-olah berputar di sekelilingnya.

Charlie lantas menghampiri sebuah westafel. Menghidupkan air dari kran, menampungkan dengan kedua telapak tangan dan setelah itu membasuh mukanya beberapa kali.

Dingin menjalari wajahnya. Sedikit demi sedikit kewarasannya berdatangan menghinggapi medulanya. Adrenalinnya yang tadi meninggi—yang membuat badannya panas—perlahan mulai menurun. Suhu tubuhnya juga mulai normal.

Cowok manis tersebut lantas menghirup nafas dalam-dalam dan kemudian mengeluarkannya lewat mulut. Ia pandangi pantulan wajahnya di cermin sambil berkedip beberapa kali.

Apa yang kau lakukan disini, Charlie.. batinnya. Kalau Ibumu tau kau malam ini pergi ke klub, dia akan memblokir kartu kreditmu langsung. Saat itu juga. Kau pikir di usiamu yang seperti ini, kau bisa mencari uang sendiri? Huh? Charlie terus-terusan menasehati dirinya. Kau itu masih mahasiswa! Jangan sampai—

Brakk!!

“Ahh!—pelan-pelan—ahh!”

Monolog yang berputar di dalam benak Charlie langsung berhenti sejenak. Ia terkejut mendengarkan suara ribut-ribut dari salah satu bilik toilet. Ditolehkannya kepalanya ke belakang dan melihat pintu-pintu kayu yang berjejer rapi. Ia pikir, tadinya hanya dia saja yang ada di dalam sini.

Aah.. pesta malam ini pasti terlalu asyik sampai-sampai aku berhalusinasi. Charlie membatin dalam hati.

Namun, suara-suara aneh itu datang lagi. “Aaarrghh! Sayang! Aahh! Ah! Ah! Fuck that ass harder!”.“Arrgh, yeah baby. Sweet—muach—fucking—muach—hole”

Telinga Charlie langsung berdiri mendengar suara terakhir. Ia begitu mengenal suara tersebut. Suara itu sangat-sangat familiar di telinganya.

“Hunter! Your dick is so—ah!—please—muach—ahhh!!!”

Deg. Hunter? Charlie spontan membalikkan tubuhnya dan menajamkan telinganya lagi kepada suara-suara ribut itu. Matanya tertuju pada sebuah pintu bilik yang tampak samar bergerak-gerak. Bunyi derit pintupun juga jelas terdengar dari sana.

Penasaran, Charlie perlahan—sangat perlahan—berjalan menuju pintu tersebut. Bilik dimana suara-suara tersebut berasal.

“Oh my goodness! There! You hit it, baby.. moree.. aaahhhhh!!!”

Hunter yang sudah kepalang tanggung dengan nafsunya lantas mempercepat gerakan pinggulnya. Dirinya semakin cepat keluar-masuk tubuh Steve—dan menyentuh titik ternikmat dalam tubuhnya. Hunter seperti melayang-layang di udara. Seperti, berada di langit ke tujuh.

Sedangkan Steve yang sudah sepenuhnya telanjang, semakin menguatkan lingkaran kakinya di pinggul Hunter. Tangannya ia lingkarkan ke leher polisi bertubuh hampir sempurna tersebut. Mulutnya tak henti-hentinya meraung-raung kenikmatan setiap kali penis Hunter bergerak di dalam anusnya. Ia menggigil. Bukan karena dingin, tapi karena nikmatnya seks mereka kali ini.

Keduanya berkeringat. Keringatnya bercucuran.

Hunter lantas semakin merapatkan tubuhnya pada Steve. Bibir keduanya saling bertemu dan saling melahap satu sama lain. Lidah mereka bertegur sapa. Membuat ludah mereka saling tercampur.

Sudah setengah jam permainan panas mereka dimulai. Dan sekarang, nafsu Hunter sudah di ujung tanduk.

“Steve..hhh.. Steve.. aku sampai..” desah Hunter dengan suaranya yang sangat seksi.

Steve pun mencium bibir Hunter sekali lagi dan merapatkan tubuhnya—membuat kepala Hunter tepat berada di dadanya sekarang. “Let’s cum together. Oke?”

Hunter mengangguk. Wajahnya memerah. Gerakannya mulai tak beraturan. Begitu juga dengan Steve yang wajahnya lebih memerah daripada Hunter. Matanya memejam rapat menahan ledakan yang akan terjadi beberapa saat lagi.

Namun, mereka berdua lengah. Mereka tak sadar bahwa ada orang lain yang berada di dalam toilet. Orang yang sudah mendengarkan permainan mereka dari tadi. Orang yang sekarang tak percaya dengan apa yang ia alami—dan orang yang sedang menahan agar emosinya tak meledak.

Dan orang itu—sekarang—perlahan—mulai mendorong pintu yang ada di depannya.

Air matanya meluncur bebas begitu saja dari pelupuk matanya saat melihat pemandangan yang ada di depannya.

“I’m coming Steve!!!”

“Hunter!” Panggil Charlie.

Namun kepalang tanggung, Charlie datang di saat yang salah. Tapi berhasil membuat Hunter terkejut setengah mati. Ia tak menyangka kekasihnya—yang sangat ia cintai—akan datang dan memergokinya di saat yang tidak tepat.

Di saat ia sedang bermesraan dengan orang lain yang tak ia kenali.

Dan di saat ia sedang memuntahkan isi testisnya kedalam pantat Steve yang sekal dan montok tersebut.

Steve hanya mampu memejamkan mata menikmati permainan seksnya tanpa menyadari kehadiran Charlie yang sekarang sudah berlinang air mata.

“Kau—“ Charlie tak mampu berkata-kata. Lututnya terasa lemas.

Dan Hunter lantas langsung melepaskan dirinya dari Steve. Mendorong Steve ke dinding—membuatnya mengaduh kesakitan. Dengan penis yang masih mengeluakan sedikit sperma—dan tanpa rasa jijik—Hunterpun menghampiri Charlie.

“Charlie—“ panggil Hunter ketakutan. Ia mencoba untuk menjangkau tubuh pacarnya, namun segera di tepis oleh cowok manis tersebut.

Hunter tak pernah melihat Charlie terluka lebih dari ini. Seolah-olah dunianya hancur saat itu juga melihat Charlie menolak disentuh olehnya. Dan Steve—

“Hunter! Kenapa kau mendorongku seperti itu?!!” Bentaknya—masih tidak mengerti dengan situasi yang terjadi di depannya.

Charlie melirik Steve sebentar, dan kemudian kembali pada Hunter. “Dia—hiks—dia siapa?”

Hunter terdiam. Ia tak mampu berkata apa-apa. Setiap tetes air mata yang jatuh dari kelopak mata Charlie, membuatnya tak mampu berkata apa-apa.

Penyesalan mendadak menggerogoti tubuhnya. Masih dalam keadaan tanpa bawahan, ia mencoba untuk menjangkau Charlie dan memberikan penjelasan padanya. “Aku bisa—aku bisa menjelaskannya—“

“Apa yang akan kau jelaskan dari, coming inside a stranger’s butt?”

“Excuse me?” Respon Steve spontan saat mendengar Charlie memanggilnya orang asing. “Aku bukan stranger baginya. Aku ini pacarnya Hunter!”

Mati aku. Batin Hunter seketika.

Mata Charlie membelalak kaget. “Pacar katanya?” Ulangnya pada Hunter. Tapi entah kenapa Steve malah merespon.

“Ya! Malah ia sudah membelikanku cincin dan berjanji akan mengenalkanku pada kedua orangtuanya!” tambah Steve lagi yang semakin membuat dada Charlie sesak.

Charlie tersenyum. Miris.

“Pacarmu, huh?” Katanya sambil terisak pelan. Perlahan ia menjauh dari Hunter yang sekarang memanggil-manggil namanya. “Kalau begitu, aku siapamu?”

“Charlie, dengarkan aku—“

“Tidak ada yang perlu kau jelaskan lagi padaku!!”Bentak Charlie histeris. “Aku pikir kau serius dengan kata-katamu. Harusnya aku tak percaya waktu kau mengatakan, kalau kau mencintaiku dulu. Harusnya aku tau bahwa semua orang sepertimu itu sama saja!”

Hunter mencoba menyusul Charlie. Namun ia malah tersandung oleh celananya sendiri. Dagu belahnya langsung mendarat di lantai dan membuat ia menggigit lidahnya sendiri.

“Katakan padaku, apa kau lebih mencintainya daripadaku?” Tanya Charlie lagi. Hatinya benar-benar hancur saat ini.

Namun Hunter, karena lidahnya tergigit. Ia mengaduh kesakitan. Sakitnya sungguh luar biasa. Bukan hanya fisik, tapi juga hati. Ia mencoba menjawab pertanyaan dari Charlie, tapi yang keluar dari mulutnya malah bertentangan dengan hatinya. “Aaaaaahhh!! Iya aku(Tidak!, aku)—“

“Kau lebih mencintainya, huh?” Ulang Charlie lagi. “Kalau begitu bersenang-senanglah dengannya.”

Dengan itu, Charliepun segera berlari keluar dari kamar mandi meninggalkan Hunter yang masih shock dengan apa yang barusan terjadi.

Charlie seperti kesetanan berlari di antara kerumunan orang-orang di dalamklub. Ia tak mau lagi berada di tempat ini. Ia tak mau lagi berada semakin lama di tempat ini. Ia ingin segera pergi dan menjauh. Ia ingin segera melupakan Hunter dan semua kenangannya.

Fakta bahwa Hunter mengkhianatinya adalah hal terakhir yang ingin ia dengar dari orang lain. Tapi ia malah melihatnya langsung dengan mata telanjangnya sendiri.

Dengan penuh air mata, Charlie berlari melewati penari-penari telanjang yang sekarang tengah heboh.

Namun, ia malah tersandung. Badannya terhuyung ke depan. Ia menghantam tubuh seseorang yang hanya mengenakan celana dalam di depannya.

Dan yang terjadi selanjutnya dalam slow-motion adalah, semua orang langsung memberi jarak bagi Charlie yang badannya limbung. Orang-orang terperanjat kaget. Botol-botol minumanpun berserakan. Dan Charlie berusaha untuk menggapai-gapai sesuatu agar membuatnya tak jatuh menghantam lantai. Namun ia tak menemukan apapun.

Kecuali.. sesuatu yang lembut dan membentuk jendolan. Tangan Charlie langsung mencengkram benda tersebut. Tapi—sayang, Charlie keburu jatuh dan membuat benda itu ikut-ikutan jatuh bersamanya.

Dan selanjutnya, semua orang menahan nafas melihat pemandangan tersebut. Musik berhenti. Beberapa pasang mata bahkan dibuat tak berkedip dengan pemandangan yang ada di depannya.

“Aduduh..” Aduh Charlie kesakitan sambil mengusap-usap hidungnya yang berdarah. Ia perlahan mendongakkan kepala ke atas dan terkejut melihat pemandangan yang ada di depannya.

Orang yang berdiri di depannya—yang tak lebih terkejut—hanya bisa menatap Charlie horror dan juga kesal.

Charlie tersadar dan kemudian langsung mengangkat tangannya yang ternyata sudah berisi sebuah celana dalam ketat bermerk Calvin Kelin bewarna putih. Dan iapun kembali mendongak ke atas. Wajahnya langsung bertemu dengan sebuah penis yang sekarang menggantung-gantung di antara selangkangan pria yang tubuhnya luar biasa berkelas tersebut.

Awalnya semua orang terdiam menyaksikan pemandangan itu. Namun perlahan, suara-suara kecilpun mulai terdengar. Dan suara itu saling bersahutan satu dan yang lainnya.

“Blowjob! Blowjob! Blowjob! Blowjob!”

Mata Charlie mendongakkan kepalanya ke atas dan membuat matanya dan mata orang itu bertemu.

Ini..pervertly crazy.

«1

Comments

  • maaf ya asal nyeret. hihihi. tadinya sih aku mau mention yang udah biasa aku mention, tapi entah kenapa aku jadi pengen mention orang-orang yang on saat ini. maaf ya? oiya, silahkan di komentari sesuka kalian hehe. maaf kalau sebelumnya udah nganggu sampai narik2 sembarangan ke trit ini. maaf ya ^^". I just simply need a reader and some comments. Maaf sekali lagi^^"

    @abupelangi @adhis30 @alee_broto @argopuro @baim_ajjee @BanaanaaaBanana @boyszki_II @cevans @Clouds @CouplingWith @cutesmarts @d33Q @Dimas90 @erv4n_erv1n @fadlifadlan @faisalits_ @frdy @hananta @hardy_aja @hendra_cute @Hiruma @idontgiveashit @irsan_haha @Jakeben @jokerz @Llybophi @monteverdi @Nojbin_Mylife @permana21_ @rahmad1 @raqucha @Risqi @rk_sendiri @seabird @superloveawards @voldemmort1 @YourSenpai @YourSenpai yuliantoku
  • Kill yourself please
    Jump off a bridge or something
    Fucking cancerous degenerate
  • kyaaa om

    gimana kabar di malaysia??

    mensyen lagi yawh kalo update..
  • Charlie puth???
  • awalnya gw kira cuma cerita tanpa ada "itu"nya tapi ini ceritanya terlalu vulgar buat ada di boyzstories menurut gw, tapi cerita yang menarik,thanks dah di mention
  • Keren.. Seret aku, seret aku.. Nanggung bget bang.. Ditunggu lanjutannya
  • Say…

    Elu udah bikin gw merasa kayak om jin…

    Main tarik aja…
  • keren...tapi apakah ini bakal sampai tamat ???
  • @GrayF nggak kok. nama Charlie aku ngambilnya dari tokoh utama film Those People. Hihihi. Kiblat karakternya emang kesana sih. He's cute tho

    @rahmad1 uhm.. ya, aku cuman mau munculin konfliknya aja kok. tapi aku yakin ini ceritanya ga vulgar. cuman chapter pertama aja sih. yah, tapi itu kembali ke yang baca sih. hehe

    @Riyand hehehe makasih ^^ iya aku update ya ni ya

    @Gabriel_Valiant do'ain aja ya:)

    ~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Wajah Charlie benar-benar merah padam sekarang. Dia—melakukan oral sex di depan orang-orang adalah hal terakhir yang ingin dia lakukan. Dan apa yang ia alami sekarang ini benar-benar memalukan. Tak pernah ia mengalami hal yang lebih memalukan dibanding dengan tak sengaja melorotkan celana dalam seorang penari telanjang? What’s more disgusting than that? Terlebih lagi orang-orang menyangka Charllie juga salah satu dari sekian stripper yang ingin menunjukkan showyang lebih panas daripada sekedar Go Go Dance.

    Pria bertubuh bagai pahatan patung dewa yunani—yang sekarang sudah sepenuhnya telanjang tersebut—benar-benar shock setengah mati. Ini pengalaman pertamanya menjadi seorang stripper dan dia malah mengalami kejadian memalukan seperti ini.

    Dia pikir yang dilakukan penari telanjang hanyalah meliuk-liukkan tubuh diatas meja bar dan menerima sentuhan-sentuhan dari orang-orang yang bernafsu dengan tubuhnya. Tapi, dia tak habis pikir, apakah melakukan blowjob di depan umum termasuk bagian dari pekerjaan para stripper?

    ‘Damn. Lain kali aku takkan ikut-ikutan dengan taruhan bodoh itu lagi’ batin si penari telanjang tersebut.

    Charlie dengan gugup langsung berdiri dan memecah kerumunan orang-orang yang mengelilinginya beserta si penari telanjang. Sekarang bukan hanya kecewa, tapi rasa malu juga menyelubungi hatinya. Tapi kayaknya rasa malu itu yang lebih mendominasinya saat ini. Itulah kenapa wajahnya begitu merah sekarang.

    Sudah hampir 15 menit Gordon menunggu Charlie di parkiran. Dan selama itu pula ia tak mempedulikan hawa dingin yang menggigiti epidermisnya. Ia tetap menunggu Charlie sambil menyandarkan punggungnya ke truk tua yang ia beli beberapa bulan yang lalu. Sebagai seorang Latino, Gordon tentu saja menarik bagi orang Amerika asli. Terlebih postur tubuhnya yang ideal. Lengannya begitu berisi. Khas koki-koki di restoran bintang lima yang terkenal. Selain itu, ia juga pandai menemukan gaya berpakaian yang pas untuk tubuhnya.

    Setiap kali Gordon berjalan bersisian dengan Charlie, orang-orang yang tak mengenal mereka pasti akan mengira kalau mereka berdua adalah pasangan gay yang serasi. Gordon yang dewasa, Charlie yang imut dengan mata besarnya. Tapi sebetulnya, mereka berdua hanya kakak beradik yang tak sengaja bertemu dalam sebuah insiden.

    Insiden yang cukup memalukan bagi Charlie sebenarnya. Dulu, saat Charlie belum menyewa apartemen—dan rumahnya berjarak beberapa stasiun dari kota tempat kampusnya berada—dia harus ikut kereta pagi yang penuh sesak agar bisa sampai tepat waktu di kelas pertama.

    Suatu hari dalam kereta yang penuh sesak tersebut, Charlie yang berdiri sendirian sambil memegangi tasnya di depan pintu kaca, tiba-tiba merasa ada seseorang yang menyentuh bokongnya. Charlie hendak melihat kebelakang, tapi kereta yang penuh sesak membuatnya tak bisa mengetahui siapa orang yang kurang ajar tersebut. Tak ada yang bisa ia lakukan selain menahan diri waktu itu dan berharap stasiun selanjutnya akan segera sampai. But, too bad. Orang itu masih saja betah menggerayangi bokong Charlie.

    Gordon yang berdiri tak jauh dari tempat Charlie, merasa kasihan dan lalu membantunya. Mengusir orang kurang ajar tersebut—tentu saja dengan sedikit kekerasan—membuat kedua telapak tangan orang itu terkilir.

    Semenjak saat itulah Charlie menganggap Gordon sebagai kakaknya.

    Begitupula sebaliknya dengan Gordon.

    Selain kejadian itu, Gordon juga sudah lumayan akrab dengan keluarganya Charlie. Charlie itu anak bungsu. Dia punya seorang kakak perempuan yang saat ini bekerja di sebuah bank ternama di pusat kota. Orangtuanya tinggal di sebuah kota yang jauh dari tempat tinggal anak-anaknya. Namun mereka semua sudah mengenal Gordon. Lagian, orang tua Charlie juga sudah menganggap Gordon sebagai anak mereka sendiri.

    Sebagai seseorang yang sudah dianggap kakak dan juga anak dari sebuah keluarga yang menyenangkan, tentu saja Gordon berpikir tugasnya adalah melindungi Charlie yang juga sudah ia anggap sebagai adiknya. Adik yang paling ia sayangi.

    Sekarang dia jadi merasa bersalah sudah mengajak Charlie ke bar seperti ini. Tadi saja dia hampir mabuk gara-gara kebanyakan minum smoothies. Gimana coba kalau misalnya ia tadi memberikan Charlie alkohol?

    Gordon menoleh ke kiri dan ke kanan sambil semakin merapatkan pelukannya pada tubuhnya sendiri sebelum kemudian ia mendengar bunyi derap kaki seseorang. Lantas, Gordon mendongakkan kepalanya dan menemukan Charlie sedang berlari ke arahnya.

    “Hey! Ini sudah hampir setengah jam dan—“

    Brukk! Gordon langsung berhenti bersuara saat Charlie memeluknya. Tubuh cowok manis itu bergetar. Ia menyurukkan kepalanya ke dada bidang Gordon.

    Gordon tak tahu apa yang terjadi. Ia masih mencoba untuk mencerna situasi saat ini. Namun beberapa saat kemudian, ia bisa mendengar suara isakan yang samar-samar keluar dari Charlie.

    “Hiks..”

    Charlie semakin memeluk erat Gordon. Detik demi detik, suara isakannya semakin jelas. Tubuhnya bergetar hebat.

    Saat ini, Charlie tampak sangat rapuh. Dia belum pernah melihat adiknya serapuh ini sebelumnya. Gordon bingung harus melakukan apa selain perlahan juga ikut memeluk tubuh Charlie dan membelai-belai kepalanya.

    ---

    “Aku sudah menyiapkan sesuatu untukmu di kulkas, jadi kalau kau ingin makan sesuatu, kau bisa menghangatkannya. OK?” Terang Gordon sembari mengganti kain kompres di atas dahi Charlie.

    Bibir Charlie pucat. Dia mendadak demam. Dan kepalanya masih pusing. Ia masih membutuhkan Gordon di apartemennya saat ini. Ia butuh teman untuk berkeluh kesah. Kejadian Hunter tadi, benar-benar membuatnya patah hati. Begitu pula dengan si penari telanjang.

    “Gordon—“ panggil Charlie.

    Gordon yang sedang menyesap espreso yang ia bikin sendiri tadi di dapur, langsung menoleh saat Charlie memanggilnya. “Ya? Ada apa?”

    “Kamu akan menginap disini kan malam ini?”

    “Tentu.” Jawab Gordon dan menyesap cepat espresonya. “Mana mungkin aku meninggalkanmu dalam kondisi demam seperti ini?”

    Charlie tersenyum lemah. “thanks.” Katanya. “Tolong ambilkan ponselku dong..”

    “Dimana?”

    “Di—“ Jawab Charlie sembari memeriksa kedua saku celananya. Tapi—wait. Tak ada apapun di dalam celana Charlie. Cowok manis itu dengan cepat menyibakkan selimut dan menemukan bahwa celananya sudah berganti dengan sebuah sweatpants panjang. “Mana celanaku yang tadi?”

    “Oh, sudah kumasukkan ke dalam mesin cuci bersama dengan bajumu.”

    “Astaga!” Pekik Charlie seketika. “Tadi ponselku ada di dalam celanaku!”

    Gordon terdiam. “Tapi tadi aku sudah memeriksanya dan tak menemukan apapun di dalam celanamu.”

    “Benarkah?”

    Gordon mengangguk. “Coba kau ingat-ingat lagi dimana terakhir kali kamu meletakkan ponselmu?”

    Pertanyaan dari Gordon membuat Charlie spontan menerawang ke belakang. Tadi terakhir kali ia meletakkan ponselnya kalau tak salah di dalam saku jaketnya. Dan.. setelah itu dia memergoki Hunter sedang bercinta dengan pria lain. Duh, jadi teary lagi matanya si Charlie. Lupakan Hunter!

    Tapi.. setelah itu...

    Hah! Dia kan tadi bertabrakan dengan seorang stripper! Kepala Charlie mendadak pusing dan berputar-putar membayangkan kejadian itu lagi. Penis yang menggantung dan bergelayutan kesana kemari. Orang-orang yang meneriakinya.

    “Gordon—“ lirih Charlie horror. “Aku—“

    “Kenapa?” Panggil Gordon khawatir. “Kau sudah ingat dimana terakhir kali meletakkan ponselmu?”

    “Aku—“ ulang Charlie lagi semakin penasaran. “Sepertinya—aku menjatuhkannya di bar, tadi.”

    Gordon menghela nafas panjang. Begitu pula dengan Charlie yang langsung berteriak kesal memaki dirinya sendiri.

    “Kalau begitu, aku akan mencoba menyuruh temanku mencarinya. Aku kenal seorang barista disana.”

    Charlie mengangguk. “Thanks, Gordon.”

    Gordon tersenyum dan mengacak-acak rambut Charlie. “No problem, little brother.”

    ---
    Sebuah sedan hitam berkilau berhenti di dalam halaman sebuah rumah yang sangat mewah dan megah.

    Dari gerbang ke halaman tersebut, ada jalan khusus yang ditumbuhi oleh pohon-pohon besar namun selalu dipelihara oleh tukang kebun. Jalannya saja di bikin eksklusif dengan batu impor dari luar negeri. Selain itu, di halamannya saja ada sebuah kolam yang didalamnya ada kolam lagi. Dan didalam kolamnya kolam itu, ada kolam lagi. Ada sebuah air mancur tepat di tengah-tengah kolam bertingkat tersebut. Dan di setiap tingkat, berbagai macam makhluk air yang berbeda-beda.


    Rumah tersebut bergaya sedikit victoria dari abad pertengahan, tapi juga terdapat unsur modern darinya. Sepertinya orang yang tinggal di tempat ini, punya selera tinggi. Lihat saja, karpetnya sangat lembut dan selalu diganti setiap tiga jam dalam satu hari. Dan di pintu masuk saja, berjejer beberapa pembantu yang menyambut kedatangan tuan besar dari rumah ini.

    Oh, ini dia. Si tuan besar tersebut. Orang yang baru saja membuka pintu sedan hitam yang berhenti di depan rumah megah ini.

    Seketika setiap orang membungkukkan badannya saat orang itu melangkah keluar. Dari cara orang-orang bereaksi dengan kedatangannya, orang ini pastilah sangat kaya dan berpengaruh. Lihatlah bagaimana orang-orang itu sangat menghormati si tuan besar.

    Tapi.. gaya berpakaian orang itu sangat tidak mencerminkan gaya berpakaian orang kaya! Lihatlah, dia hanya memakai T-shirt polos yang tampak kusam. Sementara rambutnya acak-acakan. Dan terlebih dari itu, dia tampak seperti seorang penari telanjang yang baru saja pulang dari shift nya!

    “Selamat datang, Tuan Darren!” Ucap salah satu pelayan.

    Orang itu menyunggingkan senyumnya sedikit. Raut wajahnya langsung berubah seketika melihat lampu di ruang tengah menyala. “Apa dia ada di sini?” Tanya Darren kesal.

    “Ya, Tuan.”

    “Aku akan membuat perhitungan padanya. Karena pertaruhan bodoh itu, aku harus menjadi penari telanjang dan harus di telanjangi di depan orang orang!” Gerutu Darren sambil berjalan gusar di tengah-tengah kerumunan pelayan yang membungkukkan tubuh padanya.

    Namun baru beberapa langkah, Darren langsung di hentikan oleh suara supirnya. “Tuan!”

    Darren menoleh ke belakang. “Ya?”

    Pak Tua itu membungkukkan tubuhnya sambil menyerahkan sesuatu. “Anda melupakan ponsel anda.”

    Darren menaikkan sebelah alisnya. Dia yakin sekali tadi dia tak membawa apapun ke bar. “Kau ini bicara apa, Todd? Aku tak membawa apapun tadi.”

    “Tapi saya menemukan ponsel ini di kursi belakang tempat anda duduk.” Supir tersebut bersikeras.

    Darren lantas menghela nafas dan mengambil ponsel tersebut dari tangan Todd yang sudah tua. Kasihan juga orang setua Todd harus membungkuk lama-lama. Dia harus protes pada kedua orang tuanya untuk tidak berlebihan dalam membuat peraturan kepada pelayan-pelayan dan bawahan keluarganya ini.

    Cowok yang tadi menjadi stripper karena taruhan itu lantas menghidupkan ponsel tersebut.

    Setelah beberapa saat , ia terkejut melihat tampilan awal ponsel itu.

    Perlahan kejadian memalukan tadipun terputar kembali di benaknya.

    ---

    3 Bulan Kemudian...

    Hunter mengerang karena hangover nya pagi ini lebih menyakitkan daripada yang ia alami hari-hari sebelumnya. Itu karena ia tahu kalau hari ini—lebih tepatnya tanggal ini—seharusnya menjadi perayaan hari jadi hubungannya dan Charlie yang genap berusia 15 bulan.

    Karena kejadian itu, Charlie mendadak menghilang dan setiap kali Hunter mencoba menghubunginya untuk meminta maaf—barang kali untuk mendengarkan pacarnya tersebut memakinya—telfonnya selalu berakhir dengan suara operator.

    Hunter memang sudah mencoba untuk menghubungi Charlie lagi berkali-lagi. Tapi hasilnya sama sekali gagal. Seminggu setelah kejadian itu, Charlie sudah tak menempati apartemennya lagi. Dan di kampus pun, seolah-olah Charlie juga menghilang dan susah di temukan oleh Hunter.

    Awalnya Hunter bertekad untuk menjelaskan semuanya pada Charlie. Kalau hatinya, cintanya, rasa sayangnya, sepenuhnya untuk cowok manis tersebut. Dan hubungannya bersama Steven hanyalah—having fun. Malam itu juga Hunter langsung mencampakkan cowok sensual tersebut dan mengejar Charlie. Tapi terlambat karena cowok manis itu sudah lebih dulu menghilang di tempat parkir.

    Hunter tau kalau Charlie akan kembali ke apartemennya, tapi dia tak berpikir bahwa menghampiri Charlie adalah ide yang bagus saat itu. Ia pikir, mungkin Charlie butuh waktu dulu untuk sendiri.

    Tapi justru keputusannya membiarkan Charlie sendirian itulah yang salah.

    Akibatnya, Hunter harus rela dilanda rasa bersalah dan dilema yang hebat atas menghilangnya Charlie.

    Hunter depresi.

    Hunter kesal pada dirinya sendiri.

    Ingin marah, tapi semuanya memang terjadi karena kesalahannya.

    Karena itu, setiap malamnya Hunter menghukum dirinya sendiri. Pleasure Punishment. Ia mendatangi pesta dan menghabiskan malamnya di pesta-pesta. Menenggak berbotol-botol alkohol, dan bercinta dengan beberapa stripper di kamarnya.

    Meski pada akhirnya stripper tersebut akan sakit hati. Karena pada saat Hunter memasuki tubuh mereka, polisi seksi itu akan menyebutkan nama Charlie.

    Siapa yang sakit hati bukan? Saat orang lain menikmati cintamu, tapi menganggapmu sebagai orang lain.

    “Bersenang-senanglah dengan Charlie sialanmu! You fucking bastard!” Teriak seorang cowok yang setengah telanjang dan kemudian membanting pintu kamar Hunter.

    Hunter cuek. Ia kembali menguap dan menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur.

    Keadaan cowok itu saat ini benar-benar berantakan. Lihatlah kamarnya yang dulu selalu rapih dan bersih saat Charlie rutin mengunjunginya. Spreinya yang tak pernah ia ganti sejak terakhir kali Charlie menginap di tempat ini 3½ bulan yang lalu. Semuanya kacau.

    Satu-satunya yang tak kacau adalah kumpulan foto-fotonya dan Charlie yang ia tempeli di dinding kamar. Membuat kamar ini penuh sesak oleh foto-foto kenangannya bersama Charlie.

    Hunter masih mencoba untuk menyiksa dirinya dengan tidur dan berharap mati saat sebuah dering telfon berbunyi dan mengagetkan polisi itu. Membuat Hunter spontan bangkit dan menggapai-gapai nightstand tempat ia meletakkan ponselnya.

    “Halo?” Suara Hunter saat sudah menemukan ponselnya.

    “Hey, barusan aku melihat ada orang setengah telanjang yang baru keluar dari pintu rumahmu.” Ucap orang di seberang.

    “Ada apa, Matt?”

    “Kau tak sadar ini jam berapa? Huh?” Tanya Matt setengah kesal. Matt adalah teman satu patrolinya Hunter.

    Hunter menengok jam di dinding kamarnya sebentar. Matanya langsung membelalak saat melihat jarum pendek sudah menunjuk pada angka 10. He’s fucking late! “Astaga! Matt! Kau terlambat membangunkanku!” Pekik Hunter cepat dan langsung bangkit dari kasurnya dalam keadaan telanjang. Benar-benar telanjang.

    Sementara itu, Matt di seberang telfon hanya menghela nafas. “Aku tunggu kau diluar.” Katanya dan langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.

    To be honest, Matt lebih dari sekedar mengerti dengan keadaan Hunter. Ali juga. Tiga bulan yang lalu, tepatnya sehari setelah peristiwa Charlie yang memergoki Hunter sedang bercinta dengan Steve. Hunter langsung depresi. Keadaannya sangat kacau. Ia menceritakan semua masalahnya kepada kedua sahabatnya tersebut. Meski sebulan setelah itu Matt dan Ali mengikutkan Hunter dalam acara perjodohan buta, tetap saja gagal. Yang ada di dalam hati Hunter hanyalah Charlie, dan juga Charlie.

    Matt, Ali dan Hunter adalah sahabat sejak kecil yang tak terpisahkan. Hunter selalu menceritakan masalahnya kepada kedua sahabatnya. Dan jika Hunter terluka, atau Matt terluka, Ali yang berprofesi sebagai dokter akan mengobatinya. Ketiga sahabat tersebut saling melengkapi satu sama lain.

    Meskipun mereka saling melengkapi, tapi secara orientasi seksual, mereka bertiga sangat berbeda. Kalian mungkin tau jika Hunter adalah gay. Like a pure gay, and he’s a real jock. Dia top idaman setiap gay yang merindukan tongkat ajaib di dalam tubuh mereka. Sedangkan Matt, hanya dia satu-satunya yang bisa dikategorikan normal. Dia mempunyai seorang istri yang sekarang tengah mengandung 4 bulan. Lalu Ali, dia juga straight. Tapi pacarnya adalah seorang nenek-nenek berusia 64 tahun.

    I told you, they are different to each other, sexually.

    Nah, cukup membicarakan Hunter. Ayo kita pindah ke scene lainnya.

    ---

    Tatapan yang tajam seperti elang.

    Setelan yang selalu mahal dan ekslusif setiap harinya.

    Bau yang selalu menggugah gairah setiap wanita.

    Harta yang melimpah ruah.

    Tampan.

    Jangkung dengan tubuh impian setiap pria.

    Ada sejuta kata lagi—dan mungkin sejuta kata tersebut masih belum bisa untuk bisa menggambarkan setiap hal dari sosok Darren Wolf. Sosoknya selalu mengintimidasi lawan-lawannya. Darren selalu mendapatkan apa yang ia mau. Kekuasaan? Uang? Harta? Wanita? Semuanya.

    Dan meskipun dikenal sebagai sosok yang mengintimidasi, Darren juga sangat di hargai oleh semua rekan kerjanya. Yaitu karena sikap sportifitasnya. Seperti contohnya tiga bulan yang lalu. Saat Darren dan beberapa temannya bermain truth or dare. Ia ditantang untuk menyamar sebagai seorang stripper di sebuah gaybar. Darren menyanggupi tantangan itu malam itu juga.

    Yah, meskipun berakhir memalukan sih.

    Namun meski begitu, sikat sportifitasnya selalu menjadi nilai plus tersendiri bagi sosok Darren Wolf. Yah, disamping ia juga tampan dan juga seksi dan juga kaya dan... yah begitulah.

    Darren adalah CEO dan pemegang saham terbanyak dalam perusahaan ternama dunia, Wolf Corporation. Perusahaan ini bergerak dalam bidang telekomunikasi dan dunia online. Menjaring banyak pelanggan dari sana. Dan kemudian mengembangkan sayapnya ke dalam bidang lain. Dan sekarang, Wolf Corp. adalah salah satu perusahaan paling berpengaruh di dunia. Itu semua, tak lain adalah karena kerja keras Darren yang baru empat tahun saja menjabat sebagai pemimpin tertinggi.

    Jabatan sebelumnya, tentu saja di pegang oleh Ayahnya. Jackson Wolf. Ia pensiun lebih awal dengan alasan “bosan menyentuh uang”. Bagi Jackson, uang bukanlah prioritasnya. Prioritasnya adalah emas batangan. Yah bukannya sombong, tapi bagi keluarga Wolf, sangat mudah untuk menghambur-hamburkan uang dalam jumlah banyak. Tapi setelah dunia niaga emas mengalami kemunduran akhir-akhir ini, Wolf memutuskan untuk pensiun dan menikmati emas-emasnya.

    Toilet emas.

    Tisu toilet emas.

    Kasur emas.

    Pokoknya semuanya deh!

    Jackson Wolf memang sangat fanatik dengan sesuatu yang bewarnakan emas. Kemegahan. Lux. Apapun itu.

    Dan sifat fanatiknya itu, sedikit membuat Darren jengkel dan memutuskan untuk membangun rumah sendiri. Rumahnya cukup sederhana. Dengan 20 kamar. Sebuah bar. Sebuah ballroom yang bisa memuat 200 orang. Kolam renang raksasa. Bioskop dan fasilitas lainnya yang hanya bisa diimpikan orang-orang agar bisa ada dirumahnya.

    Namun, meski memiliki rumah yang sangat besar dengan banyak pelayan yang setia di dalamnya, Darren tak pernah sekalipus berpikir untuk berkeluarga. I mean, untuk apa menjalin sebuah hubungan jika kau bisa mendapatkan semua gadis setiap malamnya? All you had to do was pay them, bring them home, fuck them, and then everything’s done.

    Menurutnya yang bisa dilakukan wanita hanyalah marah-marah. Itu bukannya tanpa alasan, lihat saja cewek dengan pakaian norak di depannya ini. Ia menggunakan tas-tas bermerk yang hanya bisa di dapatkan di butik-butik terkenal. Selain itu that hairstyle benar-benar sangat—priceless. Suaranya melengking seperti kuda yang sedang tertawa.

    “Dengar—“ Kata si cewek. Sementara Darren hanya bisa bersidekap dada sambil bersabar menunggu gilirannya. “Yang kumau, adalah Pumpkin Latte dengan sedikit tambahan krim diatasnya, yang diseduh dengan suhu 120’ C sampai semua bakteri yang ada di dalamnya mati. Kalau kau tak mau menyediakannya, maka aku akan memastikan bahwa kau dan semua keluarga idiotmu akan berakhir di bawah jembatan sebagai gelandangan!”

    Siapa yang tak gentar di ancam seperti itu? Orang yang sedang melayani wanita tersebut langsung ketakutan setengah mati. “Ma—maafkan aku, Nyonya. Tapi 120’ itu sangat panas. Kami khawatir nanti lidah anda tak bisa mencerna hal seperti itu.”

    “Lalu kenapa kalau itu panas? Hah? Aku ingin minum itu dan aku ingin itu sekarang!” Emosi cewek tersebut semakin membludak. Gayanya semakin pongah. Dengan cepat orang yang ia bentak segera membuatkan pesanan si cewek bergaya pongah dan sok berkuasa tersebut.

    Darren hanya memutar kedua bola matanya. Padahal yang dia mau hanya mampir sebentar untuk membeli sebuah Espreso hangat, lalu kembali untuk menghadiri sebuah meeting penting di kantornya. Dan masih dua antrian lagi sampai gilirannya datang. Cewek yang ada di depannya ini benar-benar menganggu. Andai dia tak dikenal sebagai orang yang sportif, Darren tak segan-segan untuk mengusir wanita ini.

    “Ini dia—“ Kata pelayan tersebut sambil mengangkat gelas pesanan cewek tadi. “Satu Pumpkin Latte yang diseduh dengan suhu 120’C. Tanpa bakteri. Dengan tambahan krim atas bawah.”

    Cewek itu mendengus sebal dan melemparkan beberapa lembar dollar pada pelayan tersebut lalu pergi. Membuat beberapa pelanggan yang lainnya bisa bernafas lega karena akhirnya satu orang bodoh pergi. Kini, Darren malah kasihan pada pelayan tadi.

    Untungnya, antrian selanjutnya tidak meminta sesuatu yang ribet seperti yang diminta cewek tadi. Darren mendengar kalau orang ini—yang dia taksir pasti masih berusia di awal 20 tahunam—hanya memesan kopi biasa dengan ekstra gula.

    Ekstra gula. Membuat Darren tersenyum kecil. Pesanan orang itu membuat Darren teringat kepada almarhumah Ibunya yang sudah meninggal saat ia berusia 7 tahun. Ibunya sangat senang dengan makanan yang manis-manis.

    Terkadang saat hari Thanksgiving, selain menyajikan sepiring penuh kalkun matang di atas meja, Ibunya Darren juga menyajikan secangkir teh kepada setiap orang di meja. Teh tersebut sangat manis, dan itu membuat Jackson selalu protes karena dia tak suka sesuatu yang manis. Tapi, Darren sangat menyukai hal tersebut. Dia selalu senang saat melihat kedua orang tuanya memperdebatkan hal-hal kecil.

    Andai saja waktu itu Darren tidak tertidur di mobil dan lebih memperhatikan jalan saat Ibunya mendapatkan tugas untuk menjemputnya dari sekolah, pastilah kecelakaan itu tak akan terjadi. Darren selalu menyalahkan dirinya sendiri, meskipun ayahnya sudah mengatakan bahwa tak ada yang salah dalam insiden tersebut.

    Come to think about it, Darren jadi bertanya-tanya, apa yang sedang Ibunya lakukan sekarang di surga sana. Dulu saat pulang sekolah, Darren akan menemukan ibunya bersantai di ruang tengah sambil menonton serial Friends kesukaannya lengkap dengan semangkuk penuh berondong jagung di tangan.

    Apa disana ada TV? Apa Ibu sedang menikmati marathon Friends sekarang? Darren bertanya-tanya sambil melamun.

    Begitu banyak pertanyaan yang beterbangan di dalam kepala Darren. Sampai-sampai ia tak sadar bahwa sosok yang ada di depannya sudah selesai hampir selesai dengan pesanannya. Ia tak mendengarkan namanya di sebut.

    “Selanjutnya!” Panggil si pelayan. Tapi Darren sama sekali bergeming. Bayangan Ibunya terus melintas di pikirannya, seakan-akan merenggut kesadaraannya sesaat.

    Namun yang terjadi selanjutnya mampu membuat kesadaran Darren kembali seketika pada otaknya. Saat antrian di depannya membalikkan badan dan tak sengaja menumpahkan kopi ekstra manisnya ke jas hitam bermerk milik Darren.

    Panas, itu yang dirasakan Darren pertama kali di bagian dadanya. Tak hanya mengenai jas,tapi kemejanya juga basah oleh kopi panas tersebut.

    “Ah!” Pekik orang tersebut terkejut. Orang-orang yang mengantri di belakang sontak langsung menjatuhkan perhatian mereka pada Darren dan juga orang ceroboh yang baru saja menyiram setelan mahal Darren dengan kopi. “Maafkan aku!”

    Saat orang tersebut hendak mencoba membersihkan jas dan kemeja yang tengah Darren pakai dengan telapak tangan, dengan cepat Darren menepis tangannya. “I can do it myself. Thank you.” Jawab Darren datar sambil membersihkan jasnya sendiri.

    “Tidak. Biar aku yang melakukannya.” Orang itu tetap saja bersikeras dan berusaha menjangkau bagian atas jas Darren.

    “Aku bilang aku bisa melakukannya sendiri!” Kesal, Darren lantas langsung menggenggam tangan orang tersebut dengan kuat.

    Charlie terperanjat dan semakin merasa bersalah saat orang yang tak sengaja ia tumpahi kopi membentaknya di depan umum. Ia ketakutan setengah mati.

    Sedangkan Darren, matanya yang tajam sontak berubah kaget saat melihat sosok yang sama yang secara tak sengaja pernah menelanjanginya di sebuah klub malam tiga bulan yang lalu.
  • @CONQIY hehe. udah dimention yaa
  • ok sip makasih
  • edited July 2016
    @bedakjohnson Wuiiih... menarik, bikin penasaran.
    Mention gue ya bang... thanks. ;)
  • Lanjut.. Mulai seru nih.. Hunter, go to the hell !
  • mntion jga donk. seru nih critany :smile:
Sign In or Register to comment.