Jumat Yang Berembun
Jumat, 25 Maret 2016
Dear kamu.
Aku harap kamu baik-baik saja disana. Harapan yang klise? Well, harapan apa lagi yang harus kuutarakan kepada Tuhanku tentangmu? Oke, aku tak berniat marah-marah padamu. Hanya saja hari ini kurang lebih agak menyebalkan bagiku. Tentu saja aku ke gereja! Hanya saja aku tetap merasa kesal.
Hari ini dimulai dengan bangunku yang terlewat 50 menit. Kamu tahu betapa aku benci memulai ritual baru. dengan enggan akhirnya kuputuskan untuk pergi ke gereja pada jam 12 saja. Semua berjalan baik sampai akhirnya aku siap ke gereja. Ketika aku melangkahkan kakiku ke depan rumah, pemandangan tak sedap itu membuatku kesal. 4 ekor ikan peliharaanku mati. Kau tahu betapa hubunganku dengan ikan-ikan itu tidak mulus bukan? Ketika akhirnya setelah susah payah kurawat hewan peliharaan orang tuaku itu sampai besar lalu mereka tiba-tiba mati, hanya satu orang yang kusalahkan. Aku. Aku tahu. Aneh bukan? Tapi mungkin memang salahku tidak mengecek kebersihan kolam ikan itu sampai akhirnya ikan-ikan itu menyerah pada lelah insangnya. Singkat cerita, aku, dengan bajuku yang sudah rapi, mengangkat mayat (kau tahu betapa bagiku bangkai tetap kata yang kasar bukan?) ikan-ikan itu. Lalu kusembunyikan sebelum kubuang ke pembuangan sampah sepulang gereja nanti. Belum lima menit aku berurusan dengan ikan-ikan itu, cuaca dengan kejamnya berubah lalu hujan turun membasahi kota kita tercinta ini. Aku merutuk dan masuk kembali kedalam rumah untuk mengambil payungku. Baru 5 jam aku terbangun, namun aku sudah ingin tidur lagi saja.
Di gereja aku bertemu dengan mereka berdua. Kuharap kamu ingat lelaki yang kuberitahu kepadamu suka bermain musik itu. Dia ternyata lebih tinggi dari perkiraanku. Dan dia sangat memesona. Entahlah, jika kau tanyakan kepadaku, apakah karena dia pemuda yang taat beribadah atau memang karena wajahnya yang benar-benar ketimuran itu yang membuatku mengaguminya. Saking gugupnya aku berlari kecil untuk mengindarinya. Sepertinya dia mengenaliku. Kulihat dia mengerutkan keningnya saat aku lewat tadi. Entahlah. Aku lalu pergi ke toko roti untuk membeli beberapa cemilan untuk kumakan di rumah nanti. Lalu aku bertemu lelaki yang kedua. Kuharap kamu masih mengingat ceritaku tentang bagaimana perasaan kagumku kepadanya berubah drastis setelah aku tahu bahwa ternyata dia telah mempunyai hubungan dengan salah satu seniorku di SMA dulu. Tolong jangan paksa aku lagi untuk meneliti lebih lanjut tentang mereka karena kamu tak mau aku mengambil kesimpulan secepat itu. Apa yang kulihat sudah cukup bagiku. Yah, walaupun itu hanya pemandangan mereka berdua dalam satu mobil, tapi itu sudah lebih dari cukup bagiku. Ketika melihatnya, aku cepat-cepat memilih tiga jenis roti yang random tanpa meneliti lebih dulu. Di kasir aku akhirnya harus membayar 50 ribu untuk cheesecake dan tiramisu, aku kembali merutuk kebodohanku karena terlalu gegabah. Kamu tahu kan aku sekarang tinggal sendiri setelah keluargaku pergi? Jadi aku harus berhemat dan cermat dengan belanjaanku. Sebelum keluar dari toko roti itu, entahlah, aku melihatnya menatap ke arahku dengan tatapan memohon. Mungkin hanya imajinasiku, karena kami bahkan tidak mengenal satu sama lain secara dekat.
Ketika sampai di rumah, hal pertama yang terlintas di pikiranku adalah menyingkirkan mayat ikan-ikan itu. Aku menggunakan motor merahku lalu kubuang mayat ikan-ikan yang sebelumnya sudah kumasukkan dalam kantung plastik. Ketika aku sampai di rumah, aku melihat onggokan kain kotor yang tampak memanggilku untuk mencucinya. Meh. Aku akhirnya bergulat dengan selang untuk mencucinya. Kau tahu? Saat sedang mencucinya, tiba-tiba seorang lelaki kecil datang dan memandangku. Aku balas memandanginya lalu bulu kudukku meremang. Aku seperti merasakan kau ada disana, memandangiku melakukan hal-hal remeh, seperti yang dulu kau lakukan saat kau masih disini. Sumpah, bukan tujuanku menyuruhnya pergi, hanya saja langit kembali merenung dan berpikir untuk kembali menangis, aku tak mau dia sakit. Kau begitu menyayanginya bukan? Aku juga. Maka kusuruh dia kembali masuk ke rumah kalian, dan melanjutkan pergulatanku dengan selang dan kain itu.
Dia begitu mirip denganmu. Andai kau ada disini untuk melihatnya bertumbuh besar dan cerdas seperti kata-katamu yang selalu membelanya saat orang-orang dengan kejamnya mengata-ngatainya. Aku tahu aku tak mau berada disini saat dia besar nanti, aku takut. Bagaimana jika dia begitu mirip denganmu dan menghancurkan seluruh pertahanan hatiku? Ah kau tahu dulu aku mencintaimu bukan? Aku tahu bahwa walaupun kau tidak seramah ayah ibumu dan malah cuek seperti ayahku, sebenarnya kau menyayangiku. I mean, kau selalu ada untuk melindungiku.
Demi semua embun di Jumat yang indah ini, aku harap kau tenang dan bahagia disana.
Race In Peace
Love,
Bocah gendut didepan sekolahmu.
Comments
semoga msh ada surat2 yg lainnya..