BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Reply 2016

Chapter 1

“SIAL!” umpatku dalam hati. Malam ini harus kuhabiskan dengan acara yang kurang menarik bersama orang-orang yang belum ku kenal semuanya. Sebenarnya, inti sari dari acara ini sendiri yaitu untuk mengakrabkan memang, tetapi itu bukanlah sifatku yang dengan mudahnya dekat dan akrab dengan seseorang. Ya, acara ini biasa disebut dengan Makrab atau Malam Keakraban, kali ini bertempat di salah satu kaki bukit kota kembang yang memang kuakui tempatnya sangat indah nan asri.

Ohya, perkenalkan namaku Kevin yang saat ini berstatus sebagai mahasiswa tingkat 2 di salah satu universitas di kota kembang ini. Awalnya, aku sangat tidak tertarik untuk ikut dalam kegiatan unit mahasiswa seperti ini, namun paksaan dari teman-teman ku inilah yang membuat aku akhirnya mandaftarkan diri. UKM yang kami ikuti yaitu Click!, sebuah UKM yang bergerak di bidang perfilman kampus.

Dapat kulihat di dalam aula yang kurang begitu megah ini teman-teman ku yang berjarak beberapa meter dari tempatku duduk saat ini. Sebelumnya, kami telah dikelompokan dalam beberapa kelompok yang membuat akhirnya aku dan teman-teman, dan pacarku hehe, harus berpisah. Inilah yang paling aku tidak sukai, karena sifatku yang sedikit tertutup dengan orang baru akhirnya aku hanya duduk mematung.

Dapat terlihat dengan jelas Dimas yang berada di pojok ruangan tertawa dengan lepas saat kelompok 1 sedang menampilkan yel-yel nya. Sedangkan menurutku, tidak ada yang lucu sama sekali dengan yel-yel yang ditampilkan oleh kelompok itu. Berbeda sekali dengan ku, Dimas yang sifatnya sangat terbuka dan friendly terhadap siapapun, membuat siapa saja akan merasa sangat nyaman berada di dekatnya. Ditambah lagi dengan perawakannya yang tinggi, tegap dan gagah membuat para wanita bisa langsung jatuh hati. Diantara kami, Dimas-lah yang menurutku memiliki tampang yang paling ganteng dan yang lain-pun mengakuinya.

Dipojok lainnya, terdapat Ferry yang sama hal-nya dengan Dimas yaitu tertawa sangat lepas. Ferry merupakan sumber jawaban bagi kami semua ketika Dosen memberikan tugas atau semacamnya, yaa bisa dibilang otak Ferry-lah yang paling encer. Namun, untuk masalah fisik menururtku Ferry berada diurutan terakhir haha (maafkan aku Fer). Dan dialah yang selalu jadi bahan lelucon ketika kami bersama, namun dia-pun tahu kalau itu hanyalah candaan belaka.

Tepat disampingku, ada Jeremy yang hanya senyum-senyum melihat tingkah dari kelompok 1 tersebut. Bisa dibilang sifatnya hampir sama dengan ku, lebih pendiam. Tetapi, arti pendiam disini benar-benar pendiam. Berbeda dengan aku yang hanya menajdi pendiam jika berada diantara orang-orang yang belum aku kenal. Tinggi Jeremy hampir sama dengan Dimas, namun karena badan Jeremy yang terbilang kurus membuatnya terlihat seperti tiang listrik haha. Ditambah turunan darah cina yang diberikan oleh keluarganya, membuatnya sangat mirip sekali dengan artis-artis korea kebanyakan. Dengan rambut turun menyilang dan mata yang sipit, membuat wanita (kebanyakan pecinta k-pop) sangat tergila-gila dengan Jeremy.

Terakhir, Anton. Dialah yang paling misterius diantara kita. Lebih pendiam dibandingkan Jeremy, lebih pintar dibanding Ferry dan memiliki tinggi yang sama dengan Dimas, bisa dibilang dia lumayan ideal walau tidak sebidang Dimas. Untuk ukuran wajah, menurutku masih dapat dibilang Dimas-lah juaranya haha.

Ohiya, aku belum menjelaskan tentang diriku ya? Hehe. Tidak ada yang spesial sebenarnya dari diriku, aku merupakan yang paling pendek dari mereka semua. Memiliki jenis rambut yang sama dengan Jeremy membuat diriku sedikit dapat dibilang mirip artis korea juga lah ya hahaha, walau sebenarnya tidak begitu. Aku sebenarnya ragu akan orientasi seks ku, mungkin aku biseks atau mungkin juga gay? Hmm, entalah aku belum menemukan jawaban itu sampai saat ini. Yang jelas, diantara mereka berempat terdapat lelaki yang telah membuat ku merasakan betapa hangatnya cinta lagi.

~~~~~

Halo, newbie mau coba bikin cerita lagi nih hehe dan semoga aja ga jadi cerita yang berhenti ditegah-tengah lagi._. Kisah ini merupkan 100% fiktif yaaa, nama-nama yang digunakan merupakan nama buatan sendiri hehe. Jadi mohon maaf bila ada kesamaan cerita, latar, waktu maupun karakter.

Readers semua tau sequel drama Reply? Kalau belum tau bisa dicari di google yaa hehe. Jadi, di drama ini penonton ditantang untuk menebak siapakah pasangan si pemeran utamanya. Nahhh, di cerita ini juga akan seperti itu hehe. Setiap chapternya bakalan kasih clue bahkan ngegambarin kejadian-kejadian manis si pemeran utama baik dengan Dimas, Ferry, Jeremy dan Anton jadi silahkan menebak riaaa haha.

Ohiya, ditunggu juga komen dan masukan dari readers semua yaa. Untuk perbaikan kedepannya hehe, don’t be silent readers. Gomawo ^^

Comments

  • aku team choi taek /dikira reply 1988/
  • Chapter 2
    “Hahaha gimana tadi aksi yel-yel dari kelompok 1? Seru bukan? Sekarang mari kita lihat persembahan yel-yel dari kelompok 2!” ujar salah satu MC yang tidak ku ketahui namanya. Itu merupakan pertanda bahwa saatnya kelompok ku menampilkan yel-yel yang telah kami siapkan sebelumnya. Yel-yel yang kami tampilkan menggunakan lagu anak-anak yaitu Three Little Bears*, sebelumnya ketua kelompok kami yang merupakan senior memberitahukan kalau ini juga merupakan salah satu cara mengasah akting kami. Karena kami terdiri dari tida orang akhirnya kami memutuskan untuk memilih lagu ini, Kak Arfi sebagai ayah beruang, Reisa sebagai ibu beruang dan aku sebagai anak beruang.

    “Ini dia kelompok dua, yang ganteng, yang cantik dan imut” nyanyi kita serentak,

    “Saya ketuanya yang gagah” nyanyi Kak Arfi disertai dengan posisi lengannya yang diangkat membentuk huruf U seakan-akan seorang binaragawan.

    “Saya anggotanya yang cantik” nyanyi Reisa disertai dengan kibasan rambutnya yang membuat lelaki diruangan itu bersiul.

    “Saya anggotanya yang imut” nyanyiku dengan sedikit menggerakkan tubuhku dan meletakkan kedua tanganku yang dikepal di kedua pipiku sambil memutar-mutarnya. Sontak membuat semua yang berada diruangan itu tertawa sejadi-jadinya, terutama dia yang sejak tadi tidak melepaskan tatapannya kepadaku disertai dengan tawanya. Sungguh! Aku sangat malu!

    “Kami.. Kami.. pasti menang! Yey!” tanpa menunggu aba-aba aku langsung menutup muka ku dan kembali duduk ke tempat asal. Suara tawa dari peserta yang lainnya masih sangat jelas terdengar oleh telinga ini, membuat diriku semakin malu menjadi-jadi. Ditambah lagi Jeremy yang berada disampingku mencubit pipiku pelan dan berkata “Hai imut” membuat pipiku menjadi semakin merah seperti kepiting rebus.

    Akhirnya aku bisa menjadi sedikit lebih tenang ketika kelompk lainnya maju dan menampilkan yel-yelnya, ditambah lagi teman-teman ku juga menampilkan yel-yel yang dbilang sedikit lucu dan membuat aku dapat tertawa. “Silahkan selanjutnya kelompok terakhir, yaitu kelompok 6 silahkan maju kedepan!” yang berarti merupakan kelompok dari pacar ku. Sungguh tak sabar rasanya ingin melihat apa yang akan ditampilkannya haha.

    Tiba-tiba saja, pikiran ku melayang mengingat kejadian enam bulan lalu saat aku pertama kali bertemu dengan mereka, teman-teman ku dan juga pacar ku itu...

    Flashback.

    Enam bulan lalu terjadi perubahan besar dalam hidupku, awalnya kami sekeluarga bertempat tinggal di daerah Finlayson Green, Singapura. Memang, kala itu hubungan antara mamah dan papah sedang sangat tidak baik. Papah sangat sering sekali tidak pulang dan bahkan tidak menafkahi kami sekeluarga dengan layak. Sebelummnya, kami tinggal di Jakarta dan memutuskan untuk ikut pindah ke Singapura karena urusan pekerjaan papah. Namun, seiring berjalannya waktu aku tidak sengaja mendengar salah satu pertengkaran hebat mereka bahwa papah memiliki wanita lain di sini dan mamah ku akhirnya memergokinya. Setelah itu papah jarang pulang dan menelantarkan kami semua.

    Hampir satu bulan tidak ada kabar dari papah, akhirnya kami semua memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan kota kembang inilah yang menjadi pilihan kami karena disini juga nenek dari keluarga mamah tinggal. Mamah adalah sosok yang sangat hebat menurutku, beliau tetap tegar menghadapi segalanya, bahkan sesampainya di Indonesia beliau langsung bekerja disalah satu restaurant ternama walau hanya sebagai waitress. Dengan pekerjaan seperti itu, aku tidak pernah malu dan sangat bangga bahwa dengan keringatnya kami semua bisa hidup.

    Nenek juga bukan berasal dari keluarga yang berada, setelah kepergian almarhum kakek yang dulunya berprofesi sebagai PNS, syukurnya nenek masih mendapatkan tunjangan hari tua setiap bulannya meski tak seberapa. Aku memiliki satu adik laki-laki yang masih berumur tujuh tahun yang saat ini berada di bangku Sekolah Dasar dan bernama Ken. Yaa beginilah kondisi dari keluarga ku, walau sangat memilukan tetapi aku tidak pernah malu namun bangga akan semuanya, terutama mamah yang memang merupakan pahlawan sejati bagi kehidupan kami.

    Setelah memilih-milih universitas untuk melanjutkan studi ku, sebelumnya aku telah meminta surat kepindahan untuk melanjutkan studi ku saat masih di Singapura. Karena jurusan yang aku pilih saat di Singapura-pun sama akhirnya aku dapat melanjutkan studi ku tanpa harus mengulang satu tahun. Karena kala itu masih terdapat satu minggu terakhir sebelum semester baru berlangsung, akhirnya aku hanya menghabiskan waktu ku berdiam diri di rumah dan sesekali mengantar serta menjemput mamah di tempat kerjanya.

    Sedangkan Ken langsung masuk ke sekolah barunya, sesekali aku juga mengantarnya ke sekolah yang memang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Jika aku sedang tidak bangun pagi, biasanya Ken akan langsung pergi sendiri ke sekolahnya dengan berjalan kaki. Berbeda denganku, Ken merupakan sosok adik yang sangat ceria, penuh dengan canda. Dalam kondisi apapun dia akan selalu tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih nan bagus itu. Jarang, bahkan tidak pernah aku melihatnya sedih ataupun murung, maka dari itulah aku sangat menyayanginya dan selalu berusaha untuk melindunginya dalam kondisi apapun, kami semua. Ken bagaikan mutiara bagiku, selain mamah dan nenek tentunya. Karena hanya dengan melihat mereka saja sudah menumbuhkan semangat ku setiap harinya, maka dari itu aku harus selalu menjaga mereka.

    Pagi ini, hari minggu, merupakan hari terakhir libur semester di universitas baru ku itu. “Besok pasti akan menjadi hari yang berat” keluhku. Aku merupakan tipikal orang yang akan selalu panik tanpa sebab hanya dengan membayangkan apa yang akan terjadi besok ataupun lusa. Padahal kenyataannya tidak sebegitu buruk apa yang aku bayangkan, dan pemikiran-pemikiran itu akan terus menghantuiku hingga malam datang bahkan dapat mengganggu tidurku. Bisa dibilang aku merupakan tipikal orang yang sedikit pesimis, sebenarnya aku sudah berusaha sangat keras untuk selalu optimis dalam menjalankan hidup namun entah kenapa rasa panik itu dan prasangka-prasangka buruk akan apa yang akan terjadi selalu saja muncul dalam benakku.

    “Bang, temenin Ken yuk ke toko buku. Ibu guru suruh buat bawa pensil warna, sedangkan Ken gak punya” masih kuingat dengan jelas pagi itu Ken yang merajuk untuk menemaninya ke toko buku. Bayangkan saja, saat itu masih menunjukkan pukul 08.00 pagi, tetapi hebatnya Ken sudah berpakaian rapih lengkap dengan sepatu merah kesayangannya yang sudah dibawanya sejak masuk ke kamar ku pagi itu. Sedangkan aku? Kaos oblong berwarna putih polos dan celana boxer masih menghiasi tubuh ini haha “Eh kamu udah siap gitu. Nanti ya abang ganti baju dulu”.

    Ken hanya duduk dikasur ku sedangkan aku sedang bersiap-siap mengganti pakaian dan merapihkan rambut serta menambahkan sedikit parfum agar tidak terlalu terlihat bahwa belum ada air yang membasuh tubuh ini. Aku memutuskan untuk mengenakan kaos hitam polos dan skinny ripped jeans serta sepatu kets hitam sebagai pelengkapnya. Tak lupa dengan membawa dompet yang berada diatas meja belajar dan kunci motor yang tergelatak disebelahnya. “Ayo dek, kita makan dulu yak tapi” Ken hanya mengangguk, dengan senyumnya yang sangat imut tidak lupa, mengartikan tanda setuju atas ajakkan ku.

    Rumah nenek tidaklah terlalu besar maupun tidak terlalu kecil, terdiri dari tiga kamar yang terdiri dari kamar utama, kamar mamah dan kamar tamu. Namun semenjak kepindahan kami, mamah dan nenek menggunakan kamar utama, Ken menggunakan kamar mamah yang lama sedangkan aku menggunakan kamar tamu. Dirumah nenek ini terdapat dua kamar mandi dimana satu terdapat di kamar utama dan satunya lagi berada tepat disebelah dapur. “Mah, Ken pergi dulu ya sama abang ke toko buku, disuruh ibu guru beli pensil warna” ujar ken. “Yaudah ini uangnya, tapi makan dulu yahh. Mamah udah masakin nasi goreng tuh”.

    Setelah kami menghabiskan sarapan kami pagi itu, aku dan Ken langsung bergegas menuju toko buku terdekat yang memang tidak terlalu jauh dari rumah nenek. Walau tidak terlalu jauh, perjalanan kami pagi itu tidak terlalu mulus, karena mungkin karena ini hari minggu jadi jalanan begitu macetnya? Padahal seingat ku sebelum berangkat ke Singapura, kota kembang belum seramai ini dan selalu menjadi destinasi berlibur kami kala itu. Ternyata semua memang telah berubah. Suara bising dari klakson menghiasi jalanan di kota kembang ini, Ken saja sempat sedikit mengomel karena kebisingan dan kemacetan yang terjadi.

    Setelah menghabsikan waktu sekitar 20 menit akhirnya kami sampai ke toko buku yang ingin kami tuju. Ken langsung turun dari motor dan masuk meninggalkan aku yang masih sibuk dengan motor. Setelah memastikan bahwa motor kami telah terkunci, aku langsung masuk dan mencari kemana perginya Ken. Jelas saja, dia sudah berada di bagian peralatan menggambar. Dengan telitinya dia memilih macam-macam dari sekian banyak pensil warna yang dijual di toko tersebut. “Bang, Ken boleh beli yang ini gak? Warnanya banyak banget bang, temen-temen Ken juga pakai ini semua” saat kulihat harga untuk pensil warna yang di inginkan Ken terbilang cukup mahal dan tidak pada porsinya untuk seukuran pensil warna. Namun, terlihat dengan jelas bahwa dia sangat menginginkannya. Terpaksa aku harus menggunakan uang pribadi untuk menambahkan uang yang sebelumnya telah mamah berikan.

    Sebelum membayar pensil warna tersebut, aku berpindah tempat ke bagian binder dan semacamnya. Aku baru ingat kalau binder miliku dirumah sudah hampir habis isinya, sekalian saja pikirku karena kapan lagi aku bisa ke toko buku sedangkan besok perkuliahan ku sudah akan dimulai. Terlihat di bagian binder sosok lelaki yang tinggi dan sipit, membuatnya terlihat seperti artis korea. Lelaki tersebut sedang sibuk memilih-milih binder dalam berbagai bentuk dan ukuran, namun posisinya menutupi hampir sebagian rak sehingga aku tidak bisa dengan leluasa memilih isi binder yang kubutuhkan. Setelah dilihat-lihat ternyata ganteng juga hehe, yasudahlah tidak apa-apa aku bersabar sedikit. Namun nihil, lelaki itu tidak bergerak se-inchi pun dan sepertinya dia tidak menyadari kehadiranku.

    “Er... mas permisi?” tanya ku seraya menepuk pundaknya pelan. Namun ternyata reaksi yang diberikan lelaki itu sontak membuatku kaget. Dengan tergesa-gesa dia membalikan tubuhnya dengan gerakan sedikit melompat yang tentunya membuatku ikut terpental ke bagian rak dibelakang. Bayangkan saja, kedua rak diantara kami jaraknya tidak terlalu jauh sehingga akupun tidak bisa dengan leluasanya menghindar. Rak tempat pensil merupakan sasaran empuk sebagai tempatku mendarat. Dengan sigap lelaki tersebut menghampiri ku yang sudah tergeletak di lantai dengan beberapa tempat pensil yang sudah berjatuhan. “Gapapa?” tanya lelaki itu dengan nada yang sangaaaat dingin. Setelah mengumpulkan tenaga akibat sedikit shock, aku bangkit dari tempat ku terjatuh tadi dan membantunya mengembalikan tempat pensil yang jatuh berserakkan ke tempatnya semula.

    “Sorry ya, gak sengaja” Gila, udah bikin orang jatuh dan responnya cuma sependek dan sedingin itu? Aku yang masih sedikit merasa aneh akan lelaki itu akhirnya hanya bisa terdiam. “Mau beli yang mana? Sekalian aja gue yang bayar.... Jeremy by the way” lanjutnya seraya memberikan tangannya. “Kevin.. Gak usah, gue duluan yah adek gue udah nunggu” aku terima tangannya dan langsung aku tinggalkan begitu saja. Setelah dipikir-pikir lucu juga sih, apa dia ganteng? Ya sangat. Terus kenapa ditinggal? Karena aku takut muka ku akan memerah karena rasa gugup itu, maka dari itu aku meninggalkannya. Setelah menyusuri beberapa koridor, akhirnya aku menemukan Ken yang berada di bagian alat tulis. Langsung saja aku mengambil tangan Ken dan membawanya ke bagian kasir, agar cepat-cepat bisa pulang ke rumah dan pergi dari toko buku ini.

    Untung saja perjalanan pulang ke rumah nenek tidaklah terlalu semacet saat kami berangkat tadi. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit ternyata kami sudah sampai di rumah. Setelah mematikan motor, tanpa berpikir panjang aku langsung masuk kedalam kamar dan menguncinya. Seharian itu tidak banyak yang aku lakukan, selain menonton tv, tidur, menonton lagi dan tidur lagi hingga akhirnya malam tiba. Malam harinya, setelah memastikan semua brang yang aku perlukan telah siap di dalam tas, aku merebahkan diri ke atas kasur dan membayangkan apa saja yang mungkin terjadi besok. Pertama, mungkin saja saat pertama kali aku masuk semua orang tidak ada yang mengetahui kehadiran ku dan berakhir dengan aku yang tidak akan memiliki teman untuk tiga tahun kedepan. Kedua, mungkin saja saat pertama kali aku masuk semua orang akan memperhatikan ku dan membuatku menjadi bahan pembicaraan mereka. Atau mungkin yang ketiga, mereka semua tidak mau menerima kehadiranku. Oke itu lebay, tapi memang itu yang sedang aku pikirkan. Sudahlah, lebih baik lekas tidur.

    Pagi itu setelah menghabiskan nugget yang mamah telah persiapkan, aku langsung bergegas menyiapkan motor ku karena aku yakin pagi ini akan macet juga. Tidak lupa, Ken yang sudah siap menunggu di samping motorku dengan membawa satu kotak bekal makanan. Untung saja, lokasi kampus dan sekolah Ken masih searah sehingga aku dapat mengantarkan Ken setiap harinya. Seperti biasa, sebelum kami pergi mamah akan selalu mencium kening kami dan memberikan semangat kepada kami berdua. Nenek pun tidak mau kalah yang saat ini sedang berdiri di sebelah mamah di ambang pintu rumah. “Hati-hati yah cucu-cucu nenek yang ganteng. Pulangnya jangan malam-malam” ucap nenek sembari melambaikan tangan. “Iyaa nek” jawab kami serentak. Kini kami telah berada diperjalanan menuju sekolah Ken yang memang tidak terlalu jauh itu, setelah sampai Ken langsung turun dan langsung berlari masuk ke dalam sekolahnya sembari melambaikan tangan mungilnya itu kepadaku namun badannya tetap lurus menghadap kedepan. Ada-ada saja adikku yang lucu ini.

    Setelah yakin Ken telah masuk ke dalam sekolahnya, aku langsung bergegas menuju kampus ku yang kira-kira membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Sesampainya di kampus, aku sedikit bingung untuk memakirkan motor ku karena aku pun masih belum tahu dimana gedung jurusan ku berada. Setelah memakirkan motor di sembarang tempat, aku langsung masuk ke salah satu gedung kampus dan menanyakan ke salah satu satpam yang sedang bertugas kala itu. Ternyata ini merupakan gedung fakultas bahasa yang dimana gedung untuk jurusan broadcast berada di pojok kanan lokasi kampus ini dan satpam tersebut menyarankan ku untuk menggunakan motor kesana karena jaraknya yang terbilang cukup jauh. Akhirnya setelah berputar-putar cukup lama, aku dapat menemukan gedung jurusan ku. Mengapa aku begitu yakin? Karena di depan gedung ini bertuliskan Broadcasting, haha yaiyalah Kev masa tulisannya Kedokteran. Setelah menemukan lahan parkir motor yang tidak jauh dari pintu masuk gedung ini, aku langsung bergegas masuk ke dalam dengan langkah yang sedikit ku percepat. Karena aku harus kebagiaan adminsitrasi dan mengurus beberapa berkas sebelum masuk ke dalam kelas.

    Setelah cukup lama aku berada di dalam ruang administrasi, akhirnya semua berkas yang diperlukan telah selesai. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 08.10 pagi yang dimana aku memiliki kelas pertama yang akan dimulai pada pukul 08.30. Sedikit bingung juga mencari kelas yang akan ku tuju ini, karena denah gedung ini masih sangat asing buat ku. Setelah menyusuri beberapa koridor, akhirnya ruangan B-01-11 aku temukan. Sebelum masuk aku hanya berdiri diam di depan pintu yang tertutup ini, namun dapat jelas terdengar dari dalam bahwa sudah banyak mahasiswa yang datang. Aku pejamkan mata sejenak dan menarik nafas ku dalam-dalam, semuanya akan baik-baik saja kev, semuanya akan baik... Puk! Tiba-tiba saja aku merasakan ada sebuah tangan yang menepuk pundak ku. “Wah dosen nih.. waduh mampus gue” pikirku dalam hati. Belum sempat aku membuka mata untuk memastikan, tiba-tiba saja “Kevin?”. Sontak aku langsung membuka mata dan sedikit memundurkan tubuhku ketika yang aku lihat, benar saja, adalah Jeremy.

    ~~~~~

    Halo, chapter 2 udah keluar nih hehe. Belum ketebak yah? Mungkinkah Jeremy?

    Ditunggu komennya yah readers semua, kalau ada yg kurang berkenan mohon dibertahu agar ceritanya dapat diperbaiki. Dan mohon jangan jadi silent readers yaaa, biar semangat lagi untuk nulisnya dan menyelesaikan semua chapternya. Gomawo ^^
  • edited April 2016
    Maaf double hehe..
  • Jadi ingat drama Reply 1988
  • Anton kayaknya nih ... dilanjut penasaran ...
  • semangat lajutinnyaa
  • nitip yaa bang/sis hehee, next yaaa :smile:
  • Menarik nih. Aku nebak anton jg. Hehe.. Nitip mensyen ya
  • Dia ini so gay gay banget, ya. Chapter pertama muji-muji Dimas layaknya pangeran. Lalu, di chapter dua ada Jeremy. Uh! Jalang kamu, Kevin!
  • Kirain replay 1988
Sign In or Register to comment.