It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
thnks sarannya kak @pokemon
gue pelanin aja
hahaa
Oh iya jangan ngambek dong kalau nggak pada komentar hehehe. Tulus berkarya aja nanti bakal pada datang sendiri. Terus tanggapi dengan baik komentar dari pembaca biar bisa rame.
makasih kak @shrug udah update nih @UiOOp
Hari kedua MOS tak jauh berubah. Kegiatan diawali dengan latihan upacara bendera kemudian latihan baris berbaris yang cukup membosankan. Tetapi karena cuaca terik, jadwal latihan pbb dipercepat dan diganti dengan kunjungan ke perpustakaan. Kali ini tiap kelompok dibawa ke perpus bergantian. Perpustakaan ini terdapat di lantai dua gedung A, sebuah gedung serbaguna yang memiliki desain mewah. Lantainya ditutup karpet secara penuh. Wajar jika siswa tak diizinkan masuk menggunakan sepatu. Kami diajarkan cara mencari buku berdasar kode yang tertera di lemari, menggunakan computer untuk kegiatan akademik, dan mendaftar sebagai anggota perpustakaan dengan system online. Selama satu jam diajar mengenal perpustakaan, giliran kelompok lain untuk masuk. Beberapa siswa sudah tampak antri diluar pintu menunggu kelompok kami keluar. Banyak sepatu jatuh berserakan, mungkin karena tertendang siswa lain yang sudah megantri masuk. Kami keluar perlahan, tetapi beberapa anak dari kelompok delapan menerobos masuk. Karena saling berdorongan, aku menyenggol anak bernama Amar. Tak merasa bersalah, aku melanjutkan perjalanan keluar. Akan tetapi Amar marah. Mukanya tampak merah, malu karena jatuh. Ia berdiri dan mendekatkan mukanya ke wajahku. Dengan umpatan-umpatan daerah, ia memakiku. Hingga pada akhirnya ia mengeluarkan kata-kata rasis yang membuat aku mengeluarkan pukulan keras ke arah pipinya. Kepalan tinjuku persis masuk di muka Amar. Kemudian suasana menjadi kacau. Amar berusaha membalas pukulan itu menyasar mata ku, aku mencoba menghindar, hingga ia hanya berhasil mengenai bagian atas alis ku. Murid perempuan panik dan berteriak histeris, sedangkan murid laki-laki mencoba melerai kami.
Seorang guru kemudian menghampiri dan mengentikan perkelahian itu. Aku dan Amar dibawa ke ruang BK (Bimbingan Konseling). Disana kami diceramahi habis-habisan. Kami bahkan disuruh melanjutkan perkelahian di depan guru. Tetapi tentu perintah itu bermaksud mengajarkan kami bahwa permasalahan tidak bisa diselesaikan dengan berkelahi. Aku sebenarnya beberapa kali membela diri, bahwa tindakan yang aku lakukan karena terpancing emosi kata-kata rasis dari Amar. Akan tetapi, aku tetap dianggap salah karena memukul pertama kali. Akhirnya kami diberi pilihan, berdamai dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan serupa, atau orang tua/wali kami dipanggil ke ruang kepala sekolah. Aku tentu memilih opsi pertama. Hal ini karena aku tak ingin menambah beban mama. Cukuplah masalah seperti ini aku yang atasi.
Kami diizinkan keluar. Beberapa anak kabur setelah terlihat mengintip dari jendela. Dilon menungguku dengan tenang di depan pintu dengan membawah sebuah kotak P3K. Sepertinya dia sudah tahu masalah ini.
-----
Malam itu, hujan turun. Anak-anak asrama sedang mengikuti kegiatan Tahfiz(Hafal alquran) di Musholla. Berbeda dengan yang lain, aku baru belajar Iqro. Perlahan aku mulai terbiasa dengan agama ini. Diajar ustad Kris secara personal, aku mula-mula belajar membaca tulisan yang sangat sulit dihapalkan. Kemudian saat akan selesai, ustads Kris mengajakku berbicara empat mata di pojok musholla. Semula aku menyangka ia akan membahas masalahku dengan Amar tadi siang. Tetapi ternyata ia bertanya hal lain.
“Ric, maaf ustadz mau nanya, jangan tersinggung ya, tapi apa arti agama ini bagimu? Apakah kamu hanya menjadikan ini sebagai kewajiban belajar karena sekolah di Madrasah? Atau apa?” Mata nya menatap dalam wajahku.
Sejenak aku berfikir, berusaha merangkai kata agar tidak salah ucap. “mmm… Ustad, aku…” belum sempat ku Jawab, ustad Kris kembali bertanya “Ustadz tidak ingin kamu terpaksa Ric!”
“Sebenarnya, aku mulai menyukai Islam ustadz, aku terpesona dengan bacaan alquran dan kebaikan teman-teman yang katanya perintah agama. Sebelumnya aku kosong, aku tak diajarkan apapun tentang agama oleh orang tua” jawabku lirih.
“Sudah, jika demikian, kamu harus sungguh-sungguh” Ustadz Kris mengusap kepalaku.
“Iya Ustadz, Insha Allah” jawabku spontan
Mendengar kata-kata Insha Allah, Ustadz Kris tersenyum. “Ngomong-ngomong apa kamu sudah di sunat?” pertanyaan serupa yang dahulu pernah ditanyakan Dilon kepadaku.
“emmm… Belum stadz” mukaku tak berani menatap wajah Ustadz.
Ustadz Kris berfikir sesaat, Kemudian berkata “kamu sudah tahu tentang itu?”
“Sudah Ustadz, aku sudah berencana untuk disunat libur semester ini” jawabku ngasal.
“Oh baguslah, semoga kamu diberi hidayah oleh Allah” jawab Ustad sebelum meninggalkanku sendiri.
Kemudian aku berfikir atas apa yang aku ucapkan. Aku tidak sadar telah berkata bahwa sudah berencana untuk disunat. Jangankan untuk disunat, membayangkan kulit kemaluan dijepit gunting saja aku sudah takut. Pandanganku jauh, disertai bunyi gemuruh dan rintikan hujan di loteng. Aku bermenung, tanpa kusadari Dilon sudah berada di sampingku.
“Mikirin apa Ric?” tanyanya singkat.
“hmmm… Dil, tadi ustadz nanya tentang…..” aku berfikir panjang
“apa?” jawab Dilon penasaran.
“Tadi aku bilang mau disunat libur semester ini Dil”
“Apa? serius ..? Syukurlaaah… kamu sudah memberitahu mama mu? Bagaimana rencanamu? Lucu deh kayaknya” Dilon terus bertanya seolah tak percaya.
“Justru itu Dil. Aku tak tahu bagaimana caranya, bagaimana liburaku nanti, dimana aku akan tinggal, dan dengan siapa aku akan pergi” jawabku lirih.
“jangan sedih Ric. Gausah fikirin itu dulu. Jika memang kamu serius, nanti tinggal saja di rumah tanteku, dia baik kok, untuk kesana, nanti aku minta tante temani”. Dilon coba menenangkanku.
Bukannya tenang, aku malah bingung. Bagaimana mengatakan rencana ini kepada mama.
“masih bingung ya?” Dilon menebak fikiranku. “aku tahu kok yang kamu fikirin, gausah dipusingin Ric. Kamu kan laki-laki, sudah remaja juga, apa mama mu akan melihat penismu?” Dilon coba memantapkan niatku.
Aku tersenyum mendengar jawaban itu. Benar juga apa yang dikatakan Dilon. Aku tak perlu memberitahu rencana ini kepada mama. Toh ini masalah pribadi dan sangat sensitive, tak mungkin mama memeriksa penisku.
Sambil memegang pundakku, Dilon terus meyakinkanku sepanjang jalan menuju kamar asrama. Dilon adalah teman terdekatku saat ini. Satu-satunya orang yang tahu masalahku, orang yang terus memberi semangat dan motifasi. Tanpa dia, mungkin aku akan sulit beradaptasi.
Kami sudah mengikuti kegiatan Masa Orientasi Siswa selama seminggu. Kegiatan yang lebih banyak latihan PBB ini setidaknya membuat kami menjadi lebih kenal satu sama lain antar siswa diluar kelas dan siswa yang tinggal di asrama atau bukan. Bagiku, dekat dengan dua orang seperti Cardo dan Dilon sudah cukup memberi warna dalam hidup.
Bersambung….
Untuk update an berikutnya mungkin akan diupdate tiap seminggu sekali atau dua kali seminggu.
Follow juga akun IG @IfanRicoAldrich untuk tahu jadwal update dan kegiatanku lainnya. hehe
Mohon kritik dan sarannya
pengen tau kyk gmn di dalam sana buat referensi klo ada ponakan yg mau mondok
Sebenernya niat awal tulisan ini zaman MTS cuma buat Intro. yang pengen di ceritain lebih ke saat ini sbenernya. hehe
MOS telah usai, semua siswa mulai belajar normal. Jadwal pelajaran di kelas menjadi penuh. Rutinitas yang padat membuat waktu seolah berlalu begitu cepat. Pukul empat kami sudah harus di masjid, kemudian diikuti acara subuh berjamaah dan kegiatan lainnya hingga pukul 6.30, pukul 7.30 sudah masuk kelas. Artinya ada interval waktu satu jam. Beberapa anak bergegas ke kamar mandi jika belum sempat mandi sebelum ke masjid. Kebanyakan anak memang malas mandi sebelum pukul empat. Bayangin aja gimana dinginnya air dini hari di daerah ini. Beberapa lagi ke kamar memanfaatkan waktu tersebut untuk tidur, ada juga yang memilih membahas pelajaran sebelum kelas, yang lainnya mengobrol santai atau bercengkarama. Aku gak jelas ngapain, kadang baca buku sambil tiduran, kalau lagi rajin ngerjain PR yang deadline nya masih lama, terkadang juga ikut ngorbol, atau ikutan olahraga bareng Dilon. Setelah itu kami menuju ruang makan untuk sarapan. Beberapa anak sudah memenuhi meja makan dengan lauk yang masih segar, berbeda dengan anak yang datang belakangan, biasanya akan dapat sisa-sisa atau bagian yang gak sebagus anak yang makan duluan. Lucunya, setiap senin kamis dapur hanya menyediakan makanan sebelum subuh (sahur), hal ini untuk membiasakan kami agar puasa sunnah. Puasa gak puasa setelah subuh gak bisa makan lagi. Kalau gak puasa, makan nya di luar asrama aja. Tapi bagi yang “cerdik”, puasa atau enggak pasti ikutan sahur, sayang jatah sarapan katanya. Hahah… Asrama ini memang asyik, terutama bagi mereka yang suka berinteraksi. Kekeluargaan anak asrama juga sangat dibina. Wajar kami begitu solid dan dianggap menutup diri dengan anak luar asrama.
PESONA ANGGI
Remaja tak lepas dari masa indah tentang cinta. Tak seperti asrama di pesantren, di MTs ini masih sedikit longgar karena seperti gabungan Pesantren dan SMP. Meski dilarang “pacaran”, banyak murid yang akhirnya menjalin asmara. Tampaknya larangan itu hanya menjadi aturan tak tertulis dari guru. Jika ketahuan, paling disuruh putus atau terberat adalah pemanggilan orang tua. Tapi, sulit bagi pihak sekolah membuktikan status ini jika tak diakui selain menangkap basah “pelaku” sedang berduaan atau tanpa bukti otentik. Masa SMP sebenarnya belum terlalu mengenal apa itu cinta sejati, perasaan suka, atau rasa sayang. Oleh karena itu pula hubungan ini masih disebut cinta monyet, karena pada dasarnya perasaan itu identik dengan nafsu. Oleh karena itu juga kami dilarang pacaran karena khawatir berdampak negatif pada individu.
Benih-benih cinta tampak muncul pada banyak murid. Biasanya anak non asrama dan senior lah yang banyak berada dalam status ini (pacaran). Tetapi bukan berarti siswa baru gak ada yang pacaran. Sebenarnya, cinta pertama ku adalah kepada seorang cewek bernama Anggi. Tubuhnya tinggi, punya dada montok, mukanya putih mulus dan cukup telihat dewasa untuk anak seusianya. Akan tetapi karena perasaan suka ini muncul karena melihat fisik Anggi, aku sadar kalau ini bukan cinta sesungguhnya. Aku hanya nafsu melihat Anggi,terutama saat dengan seragam putih dongker ketat yang membentuk payudara dan pinggulnya. Ia menjadi dambaan semua pria di sekolah ini.
---
Hari sabtu kami hanya belajar hingga pukul satu. Menjelang siang, kompleks sekolah mulai ramai dipenuhi mobil dan orang yang lalu lalang. Bukan karena ada event tertentu, tapi karena banyak orang tua dan wali murid yang berdatangan menjemput anaknya untuk pulang atau berlibur. Begitu juga dengan Dilon yang bersiap dijemput tantenya. Tante Rin adalah orang yang menjadi wali Dilon di sekolah ini. Ia sangat peduli dan sudah menganggap Dilon seperti anaknya. Dilon pernah bercerita kalau tantenya ini sangat dekat dengan mama Dilon walau yang menjadi saudara mama Dilon adalah Pamannya, tapi Dilon lebih dekat dengan Tante Rin. Konon katanya Tante rin adalah sahabat mama Dilon sejak SMA dan akhirnya menikah dengan Om Hans yang merupakan saudara mama Dilon. Karena kasihan meninggalkanku sendiri, Dilon akhirnya mengajakku. Semula aku merasa tidak enak. Tetapi setelah tante Rin juga ikut memaksaku, aku bersedia. Apalagi melihat di asrama sangat sepi ditinggal penghuninya berlibur. Tante Rin sepertinya baik dan ramah. Aku kemudian mengiyakan ajakan ini.
Sedan hitam yang kami tunggangi melaju cepat menuju rumah tante Rin yang berjarak cukup jauh dari sekolah. Dengan cekatan tante Rin mengemudi di jalan yang sempit dan tak rata, menghindar dari kambing-kambing yang berkeliaran di jalan, dan berbagai rintangan lain ala pedesaan. Daerah ini begitu asri, lebih indah dari sekitar sekolah yang juga masih rindang. Tak jauh dari jalan, terlihat sebuah rumah bertingkat dengan desain minimalis di pinggir sawah. Rumah mewah tersebut cukup kontras dibanding rumah sekitar yang masih biasa saja dan berjarak cukup jauh antar rumah. Aku dan Dilon masuk ke sebuah kamar di lantai dua, sebuah kamar klasik dengan keramik cokelat dan cat putih itu ternyata adalah kamar kosong yang memang diperuntukkan untuk keluarga. Jika jendela dibuka, udara segar akan masuk dan terasa sejuk di dada. Bentangan sawah di belakang rumah menjadi pemandangan indah rumah ini.
Dilon langsung menghubungi mamanya dengan menggunakan HP yang dititipkan pada tante Rin. Anak asrama memang tidak diizinkan untuk menggunakan ponsel di asrama. aku jadi teringat mama juga , tapi sayang saat aku hubungi menggunakan HP Dilon, nomornya selalu sibuk, padahal ini hari sabtu. Tak terasa hari sudah magrib. Setelah selesai mandi dan sholat, kami diajak turun oleh tante Rin untuk makan malam. Om Hanz sedang keluar kota, praktis hanya ada tante Rin di ruang makan.
“ Dil, panggilin Anggi buat makan Dil” ujar tante Rins sambil masih sibuk menyiapkan makanan tambahan untuk kami.
Semula aku biasa saja mendengar nama itu. Tapi setelah dilon bertanya lagi, hatiku jadi seeeer… kayak naik tornado di Dufan
“Anggi kenapa gak masuk tadi tan?” Tanya Dilon
“Gatau deh tante, katanya sih sakit. Tapi gak ada panas-panasnya badan Anggi, mungkin malas” jawab tante rin
Kok perasaanku jadi cenat cenut gini ya, Apa Anggi yang ini….
“Oia Rico sekelas ama Anggi ya?” tadi surat izinnya sampe kan? Tanya tante rin memotong waktu berfikirku.
“Anggi mana nih tan, apa….” Belum sempat aku menjawab tante Rin sudah bertanya lagi
“kamu sekelas ama Anggi kan? Anggi Rinzani 7E, dia anak tante” jawaban tante Rin membuat aku tak percaya. Ternyata orang yang aku suka selama ini sepupu Dilon, sahabatku di Asrama. tapi kenapa Dilon tidak pernah cerita?
“Oh iya tan, ada kok” aku menjawab pertanyaan tante Rin dengan gugup.
Selang berapa lama Anggi datang mengenakan baju pink dan celana pendek tanpa jilbab yang menyebabkan dadanya terlihat menonjol indah. Oh my gooood, Apa aku bermimpi? Orang yang aku sukai ini sekarang ada di rumah ini bersamaku, makan malam berhadapan satu meja.
“Eh ada Rico juga” Anggi datang sambil berjalan menuju meja makan.
“Iya Nggi, aku baru tau kamu sepupuan ama Dilon, kenapa gak di asrama Nggi?” pertanyaanku gak jelas banget, mungkin karena gugup.
“Ngapain di asrama Ric, orang rumah aku gak jauh-jauh amat ama sekolah” jawab Anggi.
Wajar juga selama ini aku gak tahu hubungan Anggi dan Dilon. Yang satu di asrama, satu lagi bukan. Makan malam ini adalah makan malam terindah bagiku, bukan karena makanannya yang enak-enak, justru aku gak makan banyak karena jaga image di depan wanita yang aku suka. Selama makan banyak hal ditanyakan tante Rin kepadaku, termasuk asal usul keluarga. Aku menjawab semua pertanyaan itu dengan polos dan sepertinya cukup menarik perhatian tante Rin. Tante Rin bahkan menyarankan aku agar ikut Dilon saja setiap pulang ke rumah ini. Aku hanya menanggapi ajakan itu dengan ucapan terima kasih dan senyum. Aku tak sabar segera menyelesaikan makan malam ini dan mengajukan seribu pertanyaan kepada Dilon. Setelah selesai makan, tante rin menyarankan kami beristirahat karena besok akan dibawa berlibur ke salah satu objek wisata terbaik di kota ini. Aku menjadi sangat senang karena merasa punya keluarga sendiri, meski mama tak bisa dihubungi hingga kini.
Aku dan Dilon segera mengambil air wudhu, kemudian sholat isha sebelum bermain PS di ruang tamu. Untuk pertama kalinya aku mencoba bermain Winning Elevan di PS 2 karena selama ini hanya bermain Video Game dan PS 1 di rumah. PS 2 masih terlalu mahal saat itu. Berulang kali aku kalah telak oleh Dilon. Sepertinya Dilon sangat jago bermain WE dan aku harus menyesuaikan diri dengan permainan yang lebih kompleks di PS 2. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Kami kemudian menyudahi permainan dan menuju kamar tidur untuk beristirahat. Dilon mengganti celana menjadi Boxer, begitu juga denganku yang mengenakan boxer putih diatas. Lampu utama kemudian dimatikan dan diganti lampu tidur. Aku melihat muka Dilon yang tenang dalam cahaya yang remang. Ingin mengajukan banyak pertanyaan kepada Dilon tentang Anggi, tapi karena sepertinya Dilon keburu ngantuk, aku mengurungkan niat tersebut. Hari ini sangat indah bagiku. Mungkin besok akan lebih seru karena kami akan jalan-jalan.
Bersambung…
Aku berusaha untuk update paling lama 3 hari sekali. Tapi semua tergantung mood dan komentar pembaca suka apa enggak. Energi untuk melanjutkan cerita ini tentu bertambah kalo emang pada suka. Hehehe