BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

.................. (Beri judul sendiri. Sampai saat ini nggak ada judulnya)

edited March 2016 in BoyzStories
#One

Aku terlalu bahagia untuk mengukir dosaku dengan nikmat yang diberikan Allah terhadapku. Aku terlalu picik untuk menyatakan khilafku sebagai sebuah karunia yang tak akan pernah ada habisnya. Aku terlalu kurang ajar, untuk meletakkan rasaku terhadap sesuatu yang bahkan masih tabu. Aku bodoh, tapi sekalipun aku tak merasa dungu. Aku terlalu lupa diri hingga menganggap semua hal tentang lelaki terindahku itu sebagai surga. Padahal surga yang kulihat adalah neraka yang pekat. Terlalu pekat hingga aku harus mundur. Aku mencelupkan kakiku ke dalamnya. Lalu tubuhku. Lalu tanganku. Lalu semuanya tercelup begitu saja. Aku tenggelam.

"Mas baru pulang?" Suara itu menyapaku, membangkitkan rasa bangga yang membuncah begitu saja kini. Mengisi relung hatiku, merayap begitu saja hingga aku terdekap. Suaranya mengalun halus. Lembut.

"Kamu kok belum bobok?"

"Aku masih nunggu mas pulang!" Dia tersenyum manis, menampakkan gigi geliginya yang lucu seperti kelinci. Aku tersenyum, merengkuh kepalanya ke dalam dadaku. Mengecupnya setelah itu. Allah... ini sumber bahagiaku yang mereka sebut dengan dosa. Aku bahagia karena dosa. Tidak, dosaku bukan dia. Dosaku bukan tentang rasa. Dosaku adalah tentang keinginanku untuk mendalami rasa itu. Mengenali lelaki itu lebih jauh lagi. Menyentuhnya dalam malamku, menenggelamkan dia dalam mimpiku.

#Two

Kamu unik. Kamu lucu. Kamu muncul begitu saja dalam setiap bayang-bayang semu. Kamu menganggap semua hal di depanmu adalah karunia terbesar. Kamu bahkan tak pernah berharap untuk melepaskannya. Kamu begitu egois, kamu mengeja keegoisanmu terhadap mimpi besar yang menurutmu itu karunia. Kamu terlihat bodoh dengan suara memujamu terhadapku. Aku selalu tertawa geli, namun kamu selalu menganggapnya sebagai tawa lucu dan menggemaskan. Mas bisa menyerang kamu kalau kamu masih nakal gitu! Itu yang selalu kamu katakan padaku. Aku hanya bisa tertawa. Aku tak pernah berbuat nakal. Aku hanya iseng. Kamu akan mencubitku dengan gemas, lalu menghujaniku dengan ciuman.

"Mas, gimana tadi kerjanya?" Mau tak mau aku berbisik di telingamu. Kamu hanya tertawa kecil, lalu muncullah cerita panjang dari bibirmu. Aku mendengarkannya dengan setia, meski aku sudah larut dalam rajutan mimpi malamku. Kamu akan mengomel sebentar saat tahu aku sudah menutup mata, lalu pasti akan mencium keningku sambil mengucapkan selamat malam.

#Three

Ketika dia tidur, ada beberapa niat buruk dalam hatiku. Dia tak pernah lupa mengajakku berdoa sebelum menutup mata. Aku menuruti maunya. Kami berdoa bersama sebelum tidur. Setelah itu dia akan menanyakan banyak hal, bertanya banyak hal tentang dunia. Tentang bagaimana kerjaku. Bagaimana hariku. Apa aku bahagia. Apa aku mendapatkan banyak teman baru. Bagaimana warna merah itu. Apa itu warna biru. Bagaimana bentuk kucing. Apa dia punya telinga runcing lucu di antara kepalanya.

Aku ingin menangis saat itu juga! Aku ingin! Tapi dia tak akan pernah mengizinkanku untuk menitikkan air mata. Dia mengatakan, air mata tak akan pernah cocok di wajah gantengku. Aku hanya sanggup tersenyum. Meski hatiku sakit. Sangat.

"Mas, hati-hati ya kerjanya! Jangan ngebut-ngebut kalau naik motor!" Dia muncul di balik pintu dengan raut penuh kantuk. Aku mengangguk. Aku bodoh! Aku mengangguk meski dia tak bisa melihat anggukanku.

"Adek juga hati-hati ya..! Baik-baik di rumah!" Aku berpesan. Aku ingin membawanya juga. Aku takut meninggalkannya di rumah. Aku takut. Aku ingin selalu bersamanya. Mengusap sayang kepalanya, mencium hangat bibirnya.

#Four

Kamu menjauh dengan motormu. Meski aku tak bisa melihatnya, tapi aku tahu kamu sudah pergi untuk bekerja. Kamu bercerita dua hari yang lalu kalau kamu sudah mengganti cat motormu dengan warna lain. Kamu ingin warna kuning cerah. Warna yang menggambarkan kepribadianku, itu yang kamu katakan. Aku tak pernah tahu warna kuning, mas! Aku bahkan tak pernah tahu warna putih. Yang kutahu hanya warna hitam. Hitam. Hanya hitam.

#Five

Aku hanya menghela nafas saat aku sampai di rumah. Rumahku dalam keadaan terkunci. Dia pasti di dalam. Aku menekan bel, tapi dia tak menyahut. Aku mengucapkan salam, tapi tak ada jawaban. Hatiku cemas seketika. Aku mulai tak bisa rasional kalau membahas lelaki itu. Aku panik. Otakku mengatakan dia pasti baik-baik saja, tapi hatiku berkata lain. Dengan rasa panik, aku menendang pintu rumahku. Pintuku rusak seketika. Engselnya terlepas.

Aku bergegas masuk ke dalam dan mendapati dia sedang tergeletak di atas kasurnya. Aku panik. Kusentuh tubuh dinginnya. Dia masih diam tak bergeming. Aku semakin kacau.

"Adek! Adek...!" Aku memanggilnya panik. Perlahan dia membuka matanya, mengerjap.

"Mas...? Ada apa?" Dia menguap lebar. Rasa takut yang tadi menendang logikaku kini berganti jadi rasa lega luar biasa.

"Syukurlah kamu nggak apa-apa, sayang!" Aku memeluknya erat. Sangat. Aku tak akan melepaskannya. Tak akan!

"Aku ketiduran tadi. Aku dengerin radio, tapi nggak ada yang menarik.."

Aku menghela nafas lega. Rasa takutku kehilangannya.... mungkin bisa menarik logikaku!

#Six

Kamu selalu cemas setiap kali aku di rumah sendirian. Aku bukan anak kecil. Kamu harus fokus pada kerjamu, agar bisa menabung untuk masa depan. Masa depan kamu dan.... calon istrimu.

#Seven

"Hari ini mas libur kerja!" Aku berteriak kesal. Dia menggeleng.

"Mas harus kerja!" Dia masih keras kepala. Mulutnya mengerucut lucu, tapi aku tahu dia sedang marah.

"Nggak, percuma kan?"

"Aku nggak apa sendirian di rumah! Jangan cemaskan aku!"

"Mas libur hari ini!" Aku masih keras kepala. Dia ingin pergi dari hadapanku dan melangkah cepat hingga terantuk meja beberapa kali. Aku menghampirinya dan berniat membantunya, tapi dia menyentakkan tanganku. Menyuruhku untuk tak mendekati dan menyentuhnya.

Dia kembali ke kamarnya, mengunci pintunya. Aku makin kacau. Tidak! Dia tak boleh mengunci pintu kamarnya! Dia tak boleh berbuat seperti itu! Jangan dikunci! Tolonglah, jangan dikunci!

"Buka pintunya, sayang..." Aku merajuk sambil mengetuk pintu kamarnya.

"Aku nggak mau ngomong sama mas! Aku marah!," teriaknya dari balik pintu. Aku sudah tak tahan lagi.

#Eight

Kamu terpaksa menderita karena aku. Aku begitu merepotkan hidupmu! Aku lelah seperti ini... Kamu harus bahagia, dengan istri dan anak-anakmu nanti!

#Nine

"Buka pintunya, sayang! Kalau nggak, mas dobrak sekarang!" Aku mengancam. Dia masih tak bersuara di dalam. Aku curiga. Aku sudah nggak bisa menahan kesabaranku lagi. Hampir seharian dia di dalam sana. Aku cemas. Takut. Lalu tanpa berpikir dua kali, aku mendobrak pintu kamarnya. Entah, sudah berapa pintu yang kurusakkan! Aku tak begitu peduli soal pintu. Dan di dalam sana tubuhnya benar-benar tergeletak. Dengan darah yang mengucur dari dua lubang hidungnya.

Aku menjerit kencang! Aku sudah tak bisa rasional lagi. Tubuhnya sudah dingin dan kaku. Detak jantungnya sudah berhenti. Aku mencoba membangunkannya dan dia masih diam. Membisu. Aku menggendong tubuhnya, lalu membawanya pergi dengan motorku.

"Lihat, sayang! Itu laut! Airnya biru, langitnya bersih. Anginnya sejuk, sayang!"

Bungkam.

"Sayang, lihat sayang! Kamu ngomong, dong! Kamu nggak bisu, kan?"

Bisu.

"Sayang, bangun...! Aku akan janji kerja lebih rajin nanti!"

Sunyi.

Aku sudah tak tahan seperti ini!

"Ah, kita mandi air laut, yuk!" Aku menggendongnya ke arah laut. Melangkah. Melangkah. Menjauh. Tapi sayangku tak pernah bangun dan membuka matanya. Mungkin harus lebih dalam lagi agar dia terbangun. Aku melangkah. Melangkah. Menjauh menuju laut. Dan semua hilang! Selesai! Kami berdua sama sekarang! Seri!

#Ten

.......................................................................................

END

Bikin ini karena pengen aja! Sudah, nggak ada tendensi apapun. Cuma pengen ngetik aja! Ini oneshoot. Nggak tahu ngapain ya post di sini lagi...
Tagged:

Comments

Sign In or Register to comment.