▬ ஜ۩۞۩ஜ Kebaikan Natal Obi dan Makna Natal yang Sebenarnya ஜ۩۞۩ஜ ▬
[Kamis, 22 Desember 2005]
Kala itu Obi kecil tengah liburan semester. Obi kecil baru duduk di kelas 2 SD kala itu. Seperti beberapa hari sebelumnya, Obi kecil datang main-main ke sebuah gereja yang letaknya tidak jauh dari rumah Obi. Waktu itu rumah Obi kecil masih belom pindah di perumahan yang sekarang Obi tinggali, Obi kecil masih satu rumah sama rumah eyangnya Obi di daerah Kotabaru, Yogyakarta. Sambil membawa tas, Obi kecil mengayuh sepeda BMX nya menyusuri jalanan aspal menuju ke gereja.
Yap! Minggu ini adalah hari-hari terakhir minggu advent, minggu-minggu dimana seluruh umat yang satu kepercayaan dengan Obi menyambut dan menanti-nanti datangnya Sang Juru Selamat. Obi kecil merayakan advent dengan berdoa setiap hari di gereja tersebut.
Sebentar lagi natal...
Obi kecil selalu berdoa kepada Tuhan agar Obi kecil dikasih hadiah mainan mobil-mobilan yang sudah Obi kecil idam-idamkan sejak awal masuk kelas 2 dulu...
Setelah memarkirkan sepeda, Obi kecil langsung masuk ke dalam gereja yang kala itu masih sepi karena sedang tidak ada kegiatan ibadah. Obi kecil langsung mulai berdoa memanjatkan puluhan keinginan-keinginan yang ingin Obi kecil dapatkan ketika natal nanti tiba. Ya..., begitulah cara berdoanya seorang Obi kecil, bukan semua yang terbaik buat Obi kecil yang dipanjatkan, melainkan memanjatkan keinginan-keinginan layaknya anak-anak pada umumnya.
Hahah...
Waktu itu yang Obi kecil panjatkan adalah mainan semua...
Obi kecil berdoa khusuk kepada Tuhan agar Obi kecil diberi banyak mainan ketika nanti natal tiba...
Selesai berdoa, Obi kecil memandangi patung salib Tuhan Yesus yang berada di atas Altar.
“Tuhan... semoga papah memberikan Obi banyak mainan di hari natal nanti...” kata Obi kecil dalam hati.
Suasana di dalam gereja pagi itu masih sepi. Tiba-tiba Obi kecil dikejutkan dengan suara langkah kaki dari pintu belakang altar. Tampak sosok seorang dengan usia sedikit lebih tua dari papahnya Obi kecil berjalan sambil membawa Alkitab menuju ke arah Altar. Sosok tersebut memberikan senyuman hangatnya kepada Obi kecil ketika beliau melihat Obi kecil duduk di kursi paling depan gereja. Obi membalas senyum hangat beliau. Obi sudah tidak asing lagi dengan sosok tengah baya tersebut. Beliau adalah imam di paroki kami, Pastur Lukas.
Setelah meletakkan Alkitab di Altar, Pastur Lukas berjalan mendatangi Obi kecil dan duduk di samping kiri Obi kecil.
“Selamat pagi Obi...” sapa Pastur Lukas.
“Pagi Bapa!” balas Obi dengan semangat.
“Hari ini datang menyapa Sahabatmu lagi ya...?” tanya beliau dengan nada hangat.
“Iya Bapa! Obi barusan berdoa agar Obi dibelikan banyak mainan ketika natal nanti tiba sama papah!” kata Obi kecil polos.
“Hahah!” tawa Pastur Lukas sambil membelai lembut rambut Obi kecil.
“Cuma Obi yang datang pagi-pagi sekali selama advent tiba...” kata pastur Lukas.
“Iya Bapa!” kata Obi kecil sambil tersenyum manis.
“Melihat Obi rajin datang ke gereja, Bapa jadi teringat suatu cerita!” kata Pastur Lukas.
“Umm...?” gumam Obi kecil polos.
Pastur Lukas melihat kearah jam tangannya.
“Obi mau dengar cerita Bapa?” tanya Pastur Lukas.
“Mau!” jawab Obi kecil bersemangat.
“Hahah!” tawa beliau sambil kembali membelai lembut rambut Obi kecil.
Pastur Lukas mengangkat kepalanya. Kedua matanya tertuju kepada patung salib yang berada di atas Altar.
“Cerita ini datang dari umat kita yang berada di negara Filipina...” kata beliau.
“Filipina?” tanya Obi kecil polos.
“Iya...” jawab Pastur Lukas.
“Apa itu jauh Bapa...?” tanya Obi kecil dengan lugu.
“Hahah..., iya! Jauh! Jauuuhhh sekali!” jawab Pastur Lukas sambil tertawa.
Obi kecil duduk manis sambil menyimak kelanjutan cerita dari Pastur Lukas. Agaknya Obi kecil tertarik mendengar cerita dari Pastur Lukas, sebab beliau teringat akan suatu kisah tersebut karena melihat Obi yang belakangan selalu hadir di gereja.
“Dulu ada seorang bocah kelas 4 SD di suatu daerah di Milaor Camarine Sur, Filipina, yang setiap hari mengambil rute melintasi daerah tanah yang berbatu dan menyeberangi jalan raya yang berbahaya dimana banyak kendaraan yang melaju kencang dan tidak beraturan...” kata pastur Lukas mulai bercerita.
“Setiap kali berhasil menyebrangi jalan raya tersebut, bocah ini selalu mampir sebentar ke Gereja tiap pagi hanya untuk menyapa Tuhan, Sahabatnya!” kata Pastur Lukas sambil tersenyum dan melihat ke arah Obi. Lalu selang sebentar, pandangan Pastur Lukas kembali tertuju ke arah patung salib yang terdapat di atas altar.
“Tindakannya selama ini diamati oleh seorang Pendeta yang merasa terharu menjumpai sikap bocah yang lugu dan beriman tersebut. Pendeta tersebut bertanya, ‘Bagaimana kabarmu, Andy? Apakah kamu akan ke Sekolah?’..., ‘Ya, Bapa Pendeta!’ balas Andy dengan senyumnya yang menyentuh hati Pendeta tersebut,” kata beliau.
“Pendeta tersebut sangat memperhatikan keselamatan Andy, sehingga suatu hari dia berkata kepada Andy, ‘Jangan menyebrang jalan raya sendirian, setiap kali pulang sekolah, kamu boleh mampir ke Gereja dan saya akan memastikan kamu pulang ke rumah dengan selamat!’...”
“Andy membalas, ‘Terima kasih, Bapa Pendeta!’ ”
“Pendeta bertanya, ‘Kenapa kamu tidak pulang sekarang? Apakah kamu tinggal di Gereja setelah pulang sekolah?’ ”
“Andy menjawab, ‘Aku hanya ingin menyapa kepada Tuhan.. sahabatku!’ ” kata pastur Lukas dalam ceritanya.
Kala itu Obi tersenyum ketika mendengar cerita pastur Lukas bahwa bocah yang bernama Andy juga menganggap Tuhan sebagai Sahabatnya.
Pastur Lukas melanjutkan ceritanya.
“Selang sebentar, Pendeta tersebut meninggalkan Andy untuk melewatkan waktunya di depan altar berbicara sendiri, tetapi pendeta tersebut bersembunyi di balik altar untuk mendengarkan apa yang dibicarakan Andy kepada Bapa di Surga.” Kata Pastur Lukas.
“Andy berkata kepada Tuhan, ‘Engkau tahu Tuhan, ujian matematikaku hari ini sangat buruk, tetapi aku tidak mencontek walaupun temanku melakukannya. Aku makan satu kue dan minum airku. Ayahku mengalami musim paceklik dan yang bisa kumakan hanya kue ini. Terima kasih buat kue ini, Tuhan! Tuhan..., tadi aku melihat anak kucing malang yang kelaparan dan aku memberikan kueku yang terakhir buatnya.. lucunya, aku jadi tidak begitu lapar. Tuhan..., lihat ini selopku yang terakhir! Aku mungkin harus berjalan tanpa sepatu minggu depan. Engkau tahu sepatu ini akan rusak, tapi tidak apa-apa..., paling tidak aku tetap dapat pergi ke sekolah. Orang-orang berbicara bahwa kami akan mengalami musim panen yang susah bulan ini, bahkan beberapa dari temanku sudah berhenti sekolah, tolong Bantu mereka supaya bisa bersekolah lagi.... Tolong Tuhan....’ ” kata Pastur Lukas dalam ceritanya.
Obi merasa trenyuh mendengar cerita dari Pastur Lukas.
“Andy masih belum selesai bercerita..., dia berkata ‘Oh, ya.., .Engkau tahu kalau ibu memukulku lagi? Ini memang menyakitkan, tapi aku tahu sakit ini akan hilang, paling tidak aku masih punya seorang Ibu. Tuhan..., Engkau mau lihat lukaku??? Aku tahu Engkau dapat menyembuhkannya, disini..., disini..., dan aku rasa Engkau tahu yang ini kan….??? Tolong jangan marahi ibuku, ya…?? Dia hanya sedang lelah dan kuatir akan kebutuhan makan dan biaya sekolahku..., itulah mengapa dia memukul aku. Oh, Tuhan..., aku rasa, aku sedang jatuh cinta saat ini. Ada seorang gadis yang sangat cantik dikelasku, namanya Anita. menurut Engkau, apakah dia akan menyukaiku??? Bagaimanapun juga paling tidak aku tahu Engkau tetap menyukaiku karena aku tidak usah menjadi siapapun hanya untuk menyenangkan Mu. Engkau adalah sahabatku... Hei! Ulang tahun Mu tinggal dua hari lagi!! Apakah Engkau gembira??? Tunggu saja sampai Engkau lihat, aku punya hadiah untuk Mu. Tapi ini kejutan bagi Mu. Aku berharap Engkau menyukainya. Oooops...aku harus pergi sekarang.’... Kemudian Andy segera berdiri dan memanggil Sang Pendeta” kata Pastur Lukas dalam ceritanya.
Obi masih menyimak kelanjutan cerita dari beliau. Entah kenapa Obi jadi semakin antusias mendengarkan cerita beliau.
“Dia bilang ‘Bapa Pendeta..., Bapa Pendeta..., aku sudah selesai bicara dengan sahabatku, anda bisa menemaniku menyebrang jalan sekarang!’. Kegiatan tersebut berlangsung setiap hari, Andy tidak pernah absen sekalipun untuk datang ke gereja dan menyapa Sahabatnya. Pendeta Agaton berbagi cerita ini kepada jemaat di Gereja nya setiap hari Minggu karena dia belum pernah melihat suatu iman dan kepercayaan yang murni kepada Tuhan..., suatu pandangan positif dalam situasi yang negatif! Dan Pada hari Natal, Pendeta Agaton jatuh sakit sehingga tidak bisa memimpin gereja dan dirawat di rumah sakit. Gereja tersebut diserahkan kepada 4 wanita tua yang tidak pernah tersenyum dan selalu menyalahkan segala sesuatu yang orang lain perbuat...” kata Pastur Lukas dalam ceritanya.
“Mereka juga mengutuki orang yang menyinggung mereka. Ketika mereka sedang berdoa, Andy pun tiba di Gereja tersebut usai menghadiri pesta Natal di sekolahnya, dan langsung menyapa Sahabatnya, ‘Halo Tuhan...Aku...’ belum sampai Andy selesai bicara, salah satu dari wanita tadi memaki Andy, ‘Kurang ajar kamu, bocah!!! Tidakkah kamu lihat kalau kami sedang berdoa???!!! Keluar, kamu!!!!!’ . Andy begitu terkejut, dia bertanya ‘Dimana Bapa Pendeta Agaton..?? Seharusnya dia membantuku menyeberangi jalan raya. Dia selalu menyuruhku untuk mampir lewat pintu belakang Gereja. Tidak hanya itu, aku juga harus menyapa Tuhan Yesus, karena hari ini hari ulang tahun Nya, aku pun punya hadiah untuk Nya...’ kata dia...”
“Tapi ketika Andy mau mengambil hadiah tersebut dari dalam bajunya, seorang dari keempat wanita itu menarik kerahnya dan mendorongnya keluar Gereja... ‘Keluar kamu, bocah! Kamu akan mendapatkannya!!!’..., Akhirnya Andy tidak punya pilihan lain kecuali sendirian menyeberangi jalan raya yang berbahaya tersebut di depan Gereja...”
“Apa yang terjadi selanjutnya Pastur...?” tanya Obi kecil polos.
Pastur Lukas tidak menjawab pertanyaan Obi. Dia hanya tersenyum melihat rasa keingintahuan Obi. Selang sebentar, beliau kembali mengalihkan pandangan ke arah patung salib.
“Dia menyeberang jalan itu..., tapi tiba-tiba sebuah bus datang melaju dengan kencang! Disitu ada tikungan yang tidak terlihat pandangan. Andy melindungi hadiah tersebut didalam saku bajunya, sehingga dia tidak melihat datangnya bus tersebut. Waktunya hanya sedikit untuk Andy agar menghindar..., sehingga Andy tidak sempat mengelak, ia tertabrak dan Andy pun tewas seketika...” kata Pastur Lukas.
“Apakah Andy meninggal...?” tanya Obi kecil polos. Kala itu kedua mata Obi kecil meneteskan air mata yang mengalir membasahi pipi putih Obi kecil.
“Bapa telah memanggil Andy ke surga...” jawab Pastur Lukas.
Obi kecil tambah menangis karena mendengarkan cerita Pastur Lukas. Obi kecil memeluk tubuh Pastur Lukas sekuat Obi kecil.
Pastur Lukas masih melanjutkan ceritanya...
“Orang-orang disekitarnya berlarian dan mengelilingi tubuh bocah malang tersebut yang sudah tidak bernyawa lagi. Tiba-tiba, entah muncul darimana ada seorang pria berjubah putih dengan wajah yang halus dan lembut, namun dengan penuh air mata, Dia datang dan memeluk bocah malang tersebut..., Dia menangis...” kata Pastur Lukas.
“Orang-orang penasaran dengan dirinya dan bertanya, ‘Maaf tuan..., apakah anda keluarga dari bocah yang malang ini? Apakah anda mengenalnya?’, tetapi pria tersebut dengan hati yang berduka karena penderitaan yang begitu dalam berkata, ‘Dia adalah sahabatku...’ Hanya itulah yang dikatakan. Dia mengambil bungkusan hadiah dari dalam saku baju bocah malang tersebut dan menaruhnya didadanya. Dia lalu berdiri dan membawa pergi tubuh bocah tersebut, kemudian keduanya menghilang. Orang-orang yang ada disekitar tersebut semakin penasaran dan takjub...” kata Pastur Lukas dalam ceritanya.
Obi kecil mengusap air matanya.
“Siapa yang datang dan membawa tubuh Andy..., Bapa...?” tanya Obi kecil penasaran.
Sekali lagi Pastur Lukas hanya memberikan sebuah senyuman untuk Obi kecil. Pastur Lukas melanjutkan ceritanya...
“Di malam Natal, Pendeta Agaton menerima berita yang sangat mengejutkan. Dia pun berkunjung ke rumah Andy untuk memastikan pria misterius berjubah putih tersebut. Pendeta itu bertemu dengan kedua orang tua Andy. Pendeta tersebut bertanya, ‘Bagaimana anda mengetahui putra anda telah meninggal?’, ‘Seorang pria berjubah putih yang membawanya kemari...’ ucap ibu Andy terisak...”
“Pendeta tersebut kembali bertanya, ‘Apa katanya?’, ayah Andy menjawab, ‘Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia sangat berduka. Kami tidak mengenalnya namun dia terlihat sangat kesepian atas meninggalnya Andy, sepertinya Dia begitu mengenal Andy dengan baik. Tapi ada suatu kedamaian yang sulit untuk dijelaskan mengenai dirinya. Dia menyerahkan anak kami dan tersenyum lembut. Dia menyibakkan rambut Andy dari wajahnya dan memberikan kecupan dikeningnya, kemudian Dia membisikkan sesuatu....’ ”
“Pendeta tersebut bertanya lagi, ‘Apa yang dikatakan?’, Ayah Andy menjawab, ‘Dia berkata kepada putraku..., ‘Terima kasih buat kadonya..., Aku akan berjumpa denganmu. Engkau akan bersamaku...’ Dan sang ayah melanjutkan, ‘Apakah anda tahu kemudian semuanya itu terasa begitu indah...? Aku menangis tapi tidak tahu mengapa bisa demikian. Yang aku tahu..., aku menangis karena bahagia..., aku tidak dapat menjelaskannya Bapa Pendeta, tetapi ketika Dia meninggalkan kami, ada suatu kedamaian yang memenuhi hati kami, aku merasakan kasihnya yang begitu dalam di hatiku... Aku tidak dapat melukiskan suka cita dalam hatiku. Aku tahu, putraku sudah berada di Surga sekarang. Tapi tolong Bapa Pendeta .. Siapakah pria ini yang selalu bicara dengan putraku setiap hari di Gerejamu? Anda seharusnya mengetahui karena anda selalu di sana setiap hari, kecuali pada saat putraku meninggal...?’”
“Pendeta Agaton tiba-tiba merasa air matanya menetes dipipinya, dengan lutut gemetar dia berbisik, ‘Dia tidak berbicara kepada siapa-siapa… kecuali dengan Tuhan...’ ” kata Pastur Lukas mengakhiri ceritanya.
Mendengar cerita dari Pastur Lukas tersebut, hati Obi kecil bergetar. Obi kecil berkata...
“Sahabatnya Obi...” sambil tersenyum.
Pastur Lukas menganggukkan kepala dan mengelus rambut Obi dengan lembut.
“Apa yang Obi dapat dari cerita tadi...?” tanya Pastur Lukas.
“Cerita Bapa membuat Obi sedih...” kata Obi kecil polos.
“Obi sekarang tau, kita harus terus mengucap syukur kepada Tuhan, karena sering kali kita lupa bahwa Tuhan selalu ‘peduli’ dengan kita..., apapun keadaan kita hari ini, kita semua adalah sahabat Nya jika kita mencintai Nya...” kata Obi kecil.
“Pinter...” kata Pastur Lukas dengan senyuman hangatnya.
“Ya sudah..., bapa masih mau melanjutkan pekerjaan bapa...” kata Pastur Lukas.
“Umm...” gumam Obi kecil polos.
...
..
.
▬ ஜ۩۞۩ஜ ▬
Pagi itu setelah Obi kecil selesai mendengarkan cerita dari Pastur Lukas, Obi kecil langsung berkemas-kemas untuk pulang dari gereja. Obi kecil mengambil sepeda BMX Obi kecil di parkiran belakang gereja. Tapi Obi kecil melihat sosok seorang anak yang Obi kecil sudah tidak asing lagi. Dia adalah anak dari tetangganya Obi kecil yang ayah nya bekerja sebagai tukang bersih-bersih di gereja paroki kami. Obi kecil mengenal anak tersebut, namanya Gregorious Gioia, atau biasanya kita memanggilnya Joya saja.
Obi kecil melihat Joya dari parkiran tadi. Joya tengah menyapu halaman belakang gereja dari daun-daun pohon mangga yang berguguran.
“Rajin sekali Joya...” kata Obi kecil dalam hati.
Tidak Obi sangka-sangka, tiba-tiba Joya melihat ke arah Obi. Obi kecil mengembangkan senyuman manisnya untuk menyapa Joya. Tapi diluar dugaan, dia membuang muka, tidak membalas senyum Obi kecil. Mungkin dia malu dengan Obi kecil. Setahu Obi, Joya anaknya pendiam. Joya terlahir dengan latar belakang yang berbeda dengan Obi. Joya dibesarkan ditengah-tengah ekonomi keluarga yang sulit. Jika dirumah, dia jarang sekali mau bermain dengan kita.
Obi kecil tidak mempermasalahkan hal tersebut, Obi kecil mulai melaju pelan dengan sepeda BMX nya meninggalkan gereja, meninggalkan Joya yang tengah membantu ayahnya bersih-bersih pekarangan gereja.
▬ ஜ۩۞۩ஜ ▬
[Jumat, 23 Desember 2005]
Pagi itu sekitar jam sembilanan pagi, Obi kecil sudah berada di jalanan aspal untuk pergi ke gereja lagi. Namun kali ini lain, Obi kecil datang bersama dengan papah nya Obi kecil. Mulai hari ini, papah sudah mulai libur akhir tahun. Dan kali ini, papah ditunjuk menjadi panitia pelaksanaan Misa untuk perayaan Natal yang jatuh tepat pada tanggal 25 Desember nanti oleh pimpinan gereja paroki kami.
Mobil melaju pelan menyusuri daerah Kotabaru Yogyakarta. Tidak menunggu lama, akhirnya kita telah sampai di gereja. Ya! Lokasi gereja memang dekat dengan rumah eyang, rumah Obi kecil yang dulu.
Setelah mobil di parkirkan rapi, kita semua turun dari mobil. Berbeda dengan hari kemarin dimana gereja tampak sepi-sepi saja, kali ini di luar gereja Obi dapati banyak umat-umat yang sedang sibuk melakukan sesuatu.
“Adek mau ikut masuk buat rapat atau main sama temen-temen adek saja?” tanya papah.
Obi kecil mengamati sekumpulan anak yang sedang duduk di bangku semen yang terdapat di halaman samping gereja utama. Obi kecil sudah tidak asing lagi dengan mereka, mereka adalah anak-anak yang setiap minggu Obi kecil jumpai di gereja ketika Obi kecil beribadah.
“Adek mau main sama temen-temen adek ajah pah...” jawab Obi kecil.
“Ya sudah..., papah engga lama kok, jadi adek mainnya jangan jauh-jauh, jangan main di jalan...” pesan papahnya Obi kecil.
“Iya pah!” kata Obi kecil.
Akhirnya Obi kecil sambil menenteng tasnya berlari meninggalkan papahnya dan mendatangi teman-teman Obi yang sedang asyik bersenda-gurau. Beberapa dari mereka ada yang sedang asyik bermain PSP. Mereka adalah Albert, Stefan, Edgard, dan Kennenth.
“Hei! Itu Obi!” kata salah satu dari mereka begitu melihat Obi kecil berlari kecil menuju kearah mereka.
Obi kecil menyapa mereka.
“Hai semua...” sapa Obi kecil.
Walau Obi bilang kalo mereka adalah teman-teman Obi, tapi sebenarnya kita hanya bertemu satu minggu satu kali saja, itu pun kalo Obi datang beribadah ke gereja. Obi memang mengenal mereka semua, tapi belom terlalu akrab. Obi hanya sebatas tau mereka saja.
Ketika Obi telah sampai, Obi teringat akan sesuatu.
“Oppss..., pagi ini Obi belum menyapa Sahabatnya Obi!”kata Obi kecil dalam hati.
“Sebentar yah teman-teman...” kata Obi kecil.
“Kamu mau kemana Bi?” tanya salah satu dari mereka, sebut saja namanya Albert.
Albert adalah anak yang berusia dua tahun lebih tua dari pada kita semua yang ada di sini. Badannya lebih besar dari pada kita semua. Anak yang berkulit putih keturunan Indo-Chinese ini sudah kita kenal sebagai anak yang sukanya ¬bossy.
“Obi mau berdoa ke dalam gereja dahulu..., kalian mau ikut?” tanya Obi kecil.
“Ah! Engga deh! Kita main-main ajah disini! Nanti kalo ketemu Pastur Lukas bisa lama! Soalnya harus dikasih khotbah dulu!” kata Albert.
“Ya sudahlah..., Obi mau berdoa dulu...” kata Obi kecil sembari meninggalkan mereka.
Obi kecil langsung masuk ke dalam gereja. Berbeda dengan keadaan di luar, di dalam gereja ini masih sepi. Dan seperti biasa, ternyata di sana sudah ada Pastur Lukas. Begitu melihat Obi kecil memasuki gereja, Pastur Lukas menyambut Obi kecil dengan senyuman hangatnya.
“Pagi Obi!” sapa Pastur Lukas.
“Pagi Bapa!” balas Obi.
“Hari ini mau berdoa lagi?” tanya Pastur Lukas.
“Iya Bapa!” jawab Obi mantab.
Obi kecil meletakkan tas Obi kecil dan langsung duduk di bangku paling depan. Pastur Lukas yang sedari tadi berdiri di Altar langsung berjalan mendatangi Obi kecil dan ikut duduk di samping Obi kecil.
“Mari Bapa temani berdoa!” ajak Pastur Lukas.
“Baik Bapa!” balas Obi kecil polos.
“Apakah Bapa belum berdoa hari ini?” tanya Obi kecil.
“Belum!” jawab Pastur Lukas disertai dengan senyuman yang menghangatkan.
Obi kecil pun mengambil sikap sempurna untuk berdoa, begitu pula dengan Pastur Lukas. Kita berdoa dengan khidmad nya. Setelah beberapa menit, kita sama-sama menyudahi doa kita kepada Tuhan.
“Apa yang Obi panjatkan untuk hari ini?” tanya Pastur Lukas.
“Mainan mobil-mobilan untuk hadiah natalnya Obi, Bapa!” jawab Obi kecil lugu.
Pastur Lukas tersenyum begitu mendengar jawaban Obi yang masih kekanak-kanakan.
“Apa yang Bapa panjatkan kepada Tuhan, Bapa?” tanya Obi kecil.
“Kedamaian bagi semua umat manusia...” jawab Pastur Lukas.
“Apakah Tuhan akan mengabulkan doa Bapa...?” tanya Obi kecil.
“Tuhan selalu mendengarkan dan mengabulkan doa bagi umatnya yang taat kepada-Nya...” jawab Pastur Lukas.
“Apakah Tuhan akan mengabulkan doa Obi di hari natal nanti...?” tanya Obi kecil.
“Jika Obi percaya, pasti Tuhan akan mengabulkan doa Obi. Tuhan akan mengabulkan semua doa anak yang baik...” jawab Pastur Lukas.
“Umm...” gumam Obi sambil mengangguk.
“Bapa, sebentar lagi hari natal tiba..., Obi senang sekali...” kata Obi kecil.
“Buat Obi, seperti apa natal itu...? Bagaimana Obi menyambut datangnya natal?” tanya Pastur Lukas.
“Buat Obi, hari natal itu dimana Obi mendapatkan hadiah banyak dari saudaranya Obi, Bapa!” jawab Obi kecil.
“Obi menyambut hari natal dengan memasang pohon natal di rumah Obi! Obi juga punya satu di kamarnya Obi sama abang, Bapa! Kemarin kita menghiasi pohon natal dengan banyak hiasan! Ada gantungan Sinterklas sama Malaikatnya juga! Diatasnya ditaruh bintang besar, Bapa! Terus banyak permen sama lilin, Bapa! Hiasannya Banyaaaakk.....!!” kata Obi dengan semangat menyebutkan cara Obi menyambut hari natal.
“Hahah!” Pastur Lukas tertawa mendengar cara Obi menyambut natal.
“Apa Obi tau kalo hari natal itu merupakan hari dimana Sang Juru Selamat hadir di tengah-tengah kita untuk menebus dosa-dosa kita?” tanya Pastur Lukas.
“U’um...” gumam Obi kecil sambil mengangguk.
“Bapa ada cerita buat Obi..., apa Obi ingin mendengarkan cerita Bapa?” tanya Pastur Lukas.
“Mau!” jawab Obi dengan semangat.
“Hahah!” tawa Pastur Lukas.
Pastur Lukas membelai lembut kepala Obi.
“Dulu ada cerita dari salah satu umat kita menjelang hari natal...” kata Pastur Lukas mulai bercerita.
“Satu minggu sebelum Natal, umat tersebut kedatangan tamu. Begini ceritanya. Waktu itu umat tersebut sedang bersiap-siap untuk tidur ketika dia mendengar suara berisik di ruang tamu. Dia membuka pintu kamar dan dia amat terkejut, Sinterklas tiba-tiba muncul dari balik pohon Natal!” kata Pastur Lukas dalam ceritanya.
“Sinterklas?!” tanya Obi antusias.
Pastur Lukas menganggukkan kepalanya.
“Namun Sinterklas tidak tampak gembira seperti biasanya. Malahan dia pikir dia melihat air mata di sudut matanya. ‘Apa yang sedang anda lakukan?’ dia bertanya kepada Sinterklas tersebut. ‘Saya datang untuk mengingatkan kamu … AJARILAH ANAK-ANAK!’ kata Sinterklas. Dia menjadi bingung, apa yang dimaksudkannya?”
“Bapa, apa Sinterklas tengah bersedih...?” tanya Obi kecil lugu.
“Iya...” jawab Pastur Lukas dengan senyuman hangatnya.
Pastur Lukas melanjutkan ceritanya.
“Kemudian dengan suatu gerak cepat Sinterklas memungut sebuah tas mainan dari balik pohon. Sementara Si Umat tadi berdiri dengan bingung, Sinterklas berkata, ‘Ajarilah anak-anak! Ajarilah mereka arti Natal yang sebenarnya, arti yang sekarang ini telah dilupakan oleh banyak anak.’, kata Sinterklass tersebut...”
Obi masih menyimak cerita Pastur Lukas.
“Sinterklas merogoh ke dalam tasnya dan mengeluarkan sebuah POHON NATAL mini. Dia berkata, ‘Ajarilah anak-anak bahwa pohon cemara senantiasa hijau sepanjang tahun, melambangkan harapan abadi seluruh umat manusia, semua ujung daunnya mengarah ke atas, mengingatkan kita bahwa segala pikiran kita di masa Natal hanya terarah pada surga.’ ”
“Kemudian ia memasukkan tangannya ke dalam tas dan mengeluarkan sebuah BINTANG cemerlang. Sinterklass berkata, ‘Ajarilah anak-anak bahwa bintang adalah tanda surgawi akan janji Allah berabad-abad yang silam. Tuhan menjanjikan seorang Penyelamat bagi dunia, dan bintang adalah tanda bahwa Tuhan menepati janji-Nya.’ ”
“Ia memasukkan tangannya lagi ke dalam tasnya dan mengeluarkan sebatang LILIN. Sinterklass kembali berkata, ‘Ajarilah anak-anak bahwa Kristus adalah terang dunia, dan ketika kita melihat terang lilin kita diingatkan kepada-Nya yang telah mengusir kegelapan.’ ”
“Sekali lagi ia memasukkan tangannya ke dalam tasnya, mengeluarkan sebuah LINGKARAN lalu memasangnya di pohon Natal. Sinterklass berkata, ‘Ajarilah anak-anak bahwa lingkaran melambangkan cinta Sejati yang tak akan pernah berhenti. Cinta adalah kasih sayang yang terus-menerus - tidak hanya saat Natal tetapi sepanjang tahun.’ ”
“Kemudian dari tasnya ia mengeluarkan hiasan SINTERKLAS. Sinterklass berkata, ‘Ajarilah anak-anak bahwa saya, Sinterklas, melambangkan kemurahan hati dan segala niat baik yang kita rasakan sepanjang bulan Desember.’ ”
“Selanjutnya ia mengeluarkan sebuah HADIAH dan berkata, ‘Ajarilah anak-anak bahwa Tuhan demikian mengasihi umatnya sehingga Ia memberikan anaknya yang tunggal…, terpujilah Allah atas hadiah-Nya yang demikian mengagumkan itu. Ajarilah anak-anak bahwa para majus datang menyembah sang bayi kudus dan mempersembahkan emas, kemenyan dan mur. Hendaknyalah kita memberi dengan semangat yang sama dengan para majus...’ ”
“Sinterklas kemudian mengambil tasnya, memungut sebatang PERMEN coklat berbentuk tongkat dan menggantungkannya di pohon Natal. ‘Ajarilah anak-anak bahwa batangan permen ini melambangkan para gembala. Sekali waktu seekor domba berkelana pergi meninggalkan kawanannya dan tersesat maka gembala datang dan menuntun mereka kembali. Batangan permen ini mengingatkan kita bahwa kita adalah penjaga saudara-saudara kita, sekali waktu orang-orang yang telah lama pergi meninggalkan gereja membutuhkan pertolongan untuk kembali ke pangkuan Gereja. Selayaknyalah kita berdaya upaya untuk menjadi gembala-gembala yang baik dan menuntun mereka pulang ke rumah.’ ”
“Ia memasukkan tangannya lagi ke dalam tas dan mengeluarkan sebuah boneka MALAIKAT. Sinterklass berkata, ‘Ajarilah anak-anak bahwa para malaikatlah yang mewartakan kabar sukacita kelahiran Sang Penyelamat. Para malaikat itu bernyanyi, "Kemuliaan bagi Allah di surga dan damai di bumi bagi manusia." Sama seperti para malaikat di Betlehem, kita patut mewartakan Kabar Gembira tersebut kepada keluarga dan teman-teman: Immanuel - Tuhan beserta kita!’ ”
“Sekarang Sinterklas kelihatan gembira. Ia memandang umat tersebut dan dia melihat matanya telah bersinar kembali. Sinterklass berkata, ‘Ingat, ajarilah anak-anak arti Natal yang sebenarnya. Jangan menjadikan saya pusat perhatian karena saya hanyalah hamba dari Dia yang adalah arti Natal yang sebenarnya - Immanuel - Tuhan beserta kita.’, Kemudian, secepat datangnya, Sinterklas tiba-tiba pergi.”
“Sinterklas telah datang untuk membawa hadiah bagi Sang umat dan anak-anak nya, suatu hadiah yang luar biasa. Sinterklas telah membantu umat tersebut mengingat kembali arti Natal yang sebenarnya - dan arti kedatangan Yesus ke dunia. Dan umat tersebut tahu, bagi dia dan anak-anaknya, Natal ini akan menjadi Natal yang terindah - karena Immanuel ~ Tuhan beserta kita!” kata Pastur Lukas mengakhiri ceritanya.
“Nah..., apa Obi sudah megerti arti natal yang sesungguhnya...?” tanya Pastur Lukas.
“Hu’umbh...” jawab Obi kecil sambil menganggukkan kepala.
“Bapa, apa Sinterklass sekarang sudah senang...?” tanya Obi kecil kembali.
“Iya..., Sinterklas sekarang sudah senang..., karena masih ada anak baik seperti Obi yang mengerti arti natal yang sesungguhnya...” jawab Pastur Lukas.
“Terima kasih Bapa!” kata Obi sambil tersenyum.
...
..
.
▬ ஜ۩۞۩ஜ ▬
Setelah selesai mendengarkan cerita dari Pastur Lukas, Obi kecil keluar dari dalam gereja. Obi kecil selalu senang jika mendapatkan cerita-cerita dari Pastur Lukas. Bagi Obi kecil kala itu, cerita Pastur Lukas sangat menarik untuk di dengarkan. Dari cerita-cerita Pastur Lukas, Obi kecil banyak mendapatkan pelajaran hidup dari nya.
Obi berjalan menghampiri teman-teman Obi yang dari tadi berkumpul di tempat duduk samping gereja.
“Kok lama Bi! Pasti kamu mendapatkan ceramah dari Pastur Lukas kan? Pasti ceramahnya panjaaaaaanggg!!” kata Albert.
“Iya! Obi diceritain tentang Sinterklas sama Pastur Lukas!” jawab Obi kecil. Obi kecil merasa bangga kala itu, karena Obi kecil yakin, hanya Obi kecil lah yang tau cerita tadi dari Pastur Lukas.
“Cih!” kata Albert.
Obi kecil duduk bergabung dengan teman-teman Obi kecil yang masih asyik bermain dengan PSP.
Obi kecil mengamati keadaan sekitar. Tiba-tiba Obi kecil kembali menangkap sosok seorang anak yang sama yang Obi jumpai kemarin sedang menyapu halaman samping gereja.
...Joya
Obi melihat Joya yang masih sibuk membersihkan halaman gereja dari daun-daun yang jatuh berguguran.
“Sungguh rajin sekali anak ini..., disela-sela liburannya, dia masih mau membantu ayahnya bekerja di gereja..., berbeda dengan anak-anak di depan Obi ini yang menghabiskan waktunya untuk bermain game...” kata Obi kecil dalam hati.
“Eh! Itu Joya!” seru Edgard.
“Mana?” tanya Albert.
“Itu sedang menyapu!” jawab Edgard.
Albert melihat Joya yang sedang sibuk menyapu halaman samping gereja. Lalu tiba-tiba Albert memanggil Joya.
“Hoy! Joy!! Sini!” pinta Albert.
Joya yang mendengar panggilan Albert, dengan segera berlari kecil mendatangi kita.
“Nih! Beliin kita es teh di depan!” pinta Albert sambil mengulurkan selembar uang dua puluh ribuan.
“Kamu mau engga Bi?” tawar Albert.
“Engga...” jawab Obi kecil.
Tanpa protes Joya langsung menerima uang tersebut dan menuju halaman depan gereja. Disana Joya membeli es seperti yang diinginkan Albert dan teman-teman Obi kecil.
Selang sebentar Joya datang dengan sekatong es pesanan Albert dan teman-temannya Obi kecil.
“Ini...” kata Albert sambil mengulurkan sejumlah uang kembalian.
“Kembaliannya ambil aja! Receh!” kata Albert.
Ya Tuhan...
Kenapa Albert tidak bilang terima kasih kepada Joya...
“Terima kasih...” kata Joya sambil mengantongi sejumlah uang kembalian dan duduk di samping Obi kecil.
Obi kecil melemparkan sebuah senyuman untuk Joya. Obi kecil sempat mengira kalo Joya akan langsung membuang muka seperti kemarin, tapi engga, dia membalas senyum Obi kecil dengan senyumannya yang ramah.
“Kenapa kamu tidak membeli es juga...?” tanya Obi kecil.
“Aku engga haus...” jawab Joya.
“Kamu sudah selesai membantu ayahmu...?” tanya Obi kecil.
“Belum..., masih nanti selesainya..., masih lama...” jawab Joya.
Obi kecil menganggukkan kepala.
Walau kita tetanggaan, Obi kecil jarang sekali mengajak ngobrol Joya. Dirumah, jika kita sedang asyik bermain bersama teman-teman Obi kecil disana, Joya tidak pernah mau ikut bergabung dengan kita. Obi kecil bisa memaklumi keadaan Joya. Mungkin dia malu karena keluarganya tergolong kurang mampu jika dibandingkan dengan kita.
“Hei! Apa kalian punya pohon natal sendiri?” tanya Albert tiba-tiba.
“Aku punya sendiri di kamarku! Pohonnya besar! Banyak lampu sama hiasannya juga!” kata Albert menambahkan.
“Aku punya juga!” kata Stefan.
“Aku juga!” kata Edgard dan Kennenth hampir bersamaan.
“Lampu hiasan pohon natalku warna-warni! Tree toppernya juga besar dan bisa menyala-nyala!” kata Edgard.
“Kalo tempatku dipasangi patung navity juga di bawahnya!” seru Kennenth.
“Kamu punya engga Bi di kamarmu?” tanya Albert.
“Obi punya! Punya Obi tingginya hampir dua kali badan Obi! Ada lampunya, ada bintangnya, ada boneka santa sama malaikatnya juga..., dibawah pohon natal Obi juga ada beberapa lilin sama patung navity nya juga!” kata Obi kecil.
“Punya kamu lengkap sekali Bi!” kata Kennenth.
“Wah aku juga mau dibeliin papahku hiasan yang seperti itu ah!” seru Edgard.
“Cih! Pasti kamu bohong Bi! Apa benar kamu punya semua itu di kamar kamu?” tanya Albert.
“Obi engga bohong!” kata Obi kecil.
“Apa pohon natal kamu banyak hiasannya Bi...?” tanya Joya.
“Iyah..., punya Obi ada beneran...” jawab Obi kecil.
“Pasti kamu senang yah...?” tanya Joya.
“Iyah! Obi sama abangnya Obi yang menghias pohon natal itu pas awal-awal minggu advent!” jawab Obi.
“Ohh...” gumam Joya.
“Ditempat Joya pohon natalnya seperti apa hiasannya...?” tanya Obi kecil.
Joya tidak memberikan Obi jawaban. Dia hanya menggelengkan kepala.
“Hahah! Anak seperti dia mana bisa beli hiasan pohon natal!” ejek Albert.
“Hei! Engga boleh ngomong seperti itu!” kata Obi kecil.
“Cih!” decak Albert.
“Memang benar kan?! Kalo memang ada, coba ceritakan seperti apa hiasan pohon natal di kamarnya!” pinta Joya.
“Aku engga punya hiasan pohon natal kok Bi..., di rumah kami hanya ada pohon natal tua warisan nenek..., itupun tanpa hiasan...” kata Joya.
“Tuh kan bener!” kata Albert.
Obi kecil tidak bisa berkata apa-apa. Saat itu Obi kecil bisa merasakan apa yang Joya rasakan. Mungkin saat ini Joya tengah menahan malu. Seperti inilah yang terjadi jika pergaulan di kotak-kotakkan dengan materi. Disatu pihak harus selalu ada yang menanggung malu, dan dipihak lain bisa dengan seenaknya mengejek.
“Ya sudah..., aku mau kembali bantu-bantu ayah menyapu halaman Bi...” kata Joya.
“Iya...” jawab Obi kecil.
Obi kecil mengamati Joya yang berjalan dengan lesu meninggalkan kita.
Tuhan...
Obi tau pasti Tuhan melihat dan mendengar semua ini kan...
Obi masih percaya kepada Tuhan...
Jadi Obi mohon..., bantulah Joya..., bantulah dia disisa hari menunggu hari ulang tahun Mu ini..
...
..
.
▬ ஜ۩۞۩ஜ ▬
[Sabtu, 24 Desember 2005]
Sore itu Obi kecil sama papah mamah berbelanja keperluan yang belom sempet kita beli buat pesta malam natal nanti. Hanya kita bertiga saja sore itu. Kita berbelanja di Mall Malioboro untuk membeli bahan buat pesta barbekyu di rumah Obi nanti malam. Sejak kemarin sore, semua keluarga besar Obi sudah hadir di rumah eyang. Sudah menjadi tradisi bagi keluarga kita untuk merayakan malam natal bersama-sama dengan keluarga besar.
Suasana di Mall Malioboro kala itu cukup ramai. Para pemburu diskonan akhir tahun membanjiri setiap sudut mall sore itu. Menjelang natal dan tahun baru ini semua harga memang banyak yang sedang di diskon.
Obi kecil yang tengah digandeng mamah mengamati suasana sekitar mall.
Ramai...
Obi kecil takut terpisah dengan papah sama mamah...
Obi kecil mengencangkan genggaman tangan Obi kecil ke mamah.
“Mamah..., adek dibeliin mainan?” tanya Obi kecil.
“Bilang sama papah...” jawab mamah.
“Papah...” panggil obi kecil.
“Dibeliin engga yah...?” goda papah.
“Ahh...” rengek Obi kecil.
“Hahah..., nanti papah telepon Om Sinterklas, biar nanti Om Sinterklas yang ngasih adek mainannya...” kata papah.
Kala itu Obi masih percaya kalo Sinterklas itu benar-benar ada. Terlebih setelah kemarin Obi mendengar Pastur Lukas bercerita tentang adanya Sinterklas yang mendatangi rumah salah satu umat.
“Papah, adek mau mainan mobil-mobilan..., yang warna merah..., bilangin Om Sinterklas yah...” rengek Obi.
“Iya..., nanti papah bilangin ke Om Santa, tapi janji dulu adek jangan nakal, papah sama mamah sedang repot beli ini itu buat keperluan nanti malam...” kata papahnya Obi.
“Yaa...” jawab Obi kecil lugu.
Tidak terasa kita sudah satu jam berkeliling Mall Malioboro. Kita loncat dari mall satu ke mall lainnya karena barang yang kita butuhkan kadang tidak kita jumpai di beberapa mall yang ada di Malioboro. Akhirnya kita tiba di Matahari Mall Malioboro. Karena papah sama mamah sudah agak letih, kita memutuskan untuk makan dulu di McDonald.
Setelah papah memesankan makanan buat Obi kecil, kita langsung mencari tempat duduk yang agak mepet ke dinding kaca agar bisa melihat pemandangan jalan Malioboro. Kala itu hujan sedang turun dengan lebatnya. Entah kenapa setiap menjelang malam natal, Kota Yogyakarta selalu menitikkan airnya. Mungkin langit juga ingin merayakan ulang tahunnya Sang Juru Selamat.
Ketika Obi kecil memakan makanan yang dipesankan oleh papah, mata Obi kecil menangkap sosok anak penjual yang tengah menjajakan sesuatu. Dan yang lebih mengejutkan, Obi kecil mengenal anak tersebut.
Ya benar...
Joya...
Joya!
Joya sedang berdagang!
Melihat pemandangan itu, Obi kecil merasa trenyuh dan terharu. Usia Joya sama seperti Obi, tapi diusianya yang masih terbilang sangat muda itu, Joya sudah harus merasakan bagaimana susahnya mencari uang.
Ya Tuhan...
Nasib Joya tidak seberuntung Obi...
Tuhan...
Sudahkan Tuhan menurunkan keajaiban natal buat Joya...
Bantulah Joya Ya Tuhan...
“Ada apa adek...?” tanya papah.
“Engga ada apa-apa pah...” jawab Obi kecil.
“Adek...” panggil papah.
“Iya pah...?” sahut Obi kecil.
“Adek mau mainan dari Om Santa kan?” tanya papah.
“Adek mau!!” kata Obi kecil antusias.
“Nah..., dengerin papah, papah sama mamah masih mau berbelanja sebentar, adek nunggu di sini..., jangan kemana-mana, papah sama mamah cuma sebentar..., adek masih mau mainannya kan...?” tanya papah.
“Tapi papah engga lama kan...?” tanya Obi.
“Engga kok, cuma sebentar ke lantai dua...” jawab papah.
“Ya...” kata Obi kecil.
“Sebentar ya adek ya...” kata papah.
“Umm...” kata Obi sambil mengangguk.
Papah sama mamah pun pergi meninggalkan Obi sendirian di dalam meja McDonalds. Buat Obi kecil, ditinggal sendirian seperti itu tidak membuat Obi kecil merasa takut. Karena Obi kecil sudah terbiasa ditinggal belanja seperti ini. Biasanya Obi ditinggal di Timezone atau di McDonalds ini kalo papah mamah mau belanja. Dan seperti biasanya juga Obi selalu menunggu mereka hingga mereka menjemput Obi lagi.
Tapi kali ini lain, Obi kecil merasa tertarik dengan apa yang barusan Obi kecil lihat.
Joya yang sedang keliling menjajakan dagangannya!
Setelah menyelesaikan makannya Obi, Obi kecil keluar Mc’D untuk mengikuti Joya dari belakang. Obi kecil ingin melihat Joya menjajakan dagangannya.
Sore itu sudah menjelang petang. Jam kiranya tengah menunjukkan pukul lima sore. Dan karena sore itu hujan turun lumayan lebat, langit sudah kelihatan menghitam lantaran mendung pekat yang menutupi langit Kota Jogja sore itu. Begitu Obi kecil keluar Mc’D, hawa dingin langsung terasa. Ditengah kerumunan pengunjung Jalan Malioboro kala itu, Obi kecil mendapati seorang anak seusia Obi kecil yang sedang berjalan pelan menjajakan dagangannya. Obi kecil tau kalo keluarga Joya mempunyai ekonomi keluarga yang sulit. Tapi Obi kecil tidak menyangka kalo keadaan itu sampai memojokkan Joya hingga ia harus ikut berjualan demi membantu kedua orang tuanya.
Tanpa mempedulikan dinginnya angin sore dan beceknya jalanan, Joya terus menjajakan dagangannya. Obi kecil mengikuti Joya dari belakang.
“Permen Gulali..., siapa yang mau beli...?” terdengar suara kecil Joya menjajakan dagangannya.
Joya jualan permen gulali...
Dia tidak memiliki baju hangat, Joya memakai baju yang sudah kumal dan di lehernya dibungkus sebuah syal renda yang sudah koyak, diatas kakinya hanya memakai sepasang sandal jepit tua, dia berteriak menjajakan permen gulalinya dijalanan Malioboro, tetapi tidak seorangpun yang memperdulinya. Tidak seorang pun dari ratusan orang yang mendengar suaranya mau membeli permen gulali yang Joya jajakan kepada mereka dengan suara kecilnya.
Semua orang sedang sibuk mempersiapkan kado natal, dengan gembira dan bersenang-senang! Sungguh kasihan anak malang ini! Joya, dia mempunyai banyak permen gulali yang disimpan disebuah kotak kecil dan tangannya memegang beberapa permen gulali untuk dijajakan.
Hari menjelang petang, selama Obi kecil membuntuti Joya, dia tidak dapat menjual satu pun permen gulali nya. Mungkin saat itu Joya belum makan dan beristirahat. Dalam keadaan lelah dan lapar dia berjalan terus, rintik-rintik air hujan jatuh diatas rambutnya yang berwarna hitam, sampai didepan sebuah restaurant yang mewah, Obi kecil melihat Joya berhenti dan memandang kedalam restaurant tersebut. Di dalam restaurant tersebut terlihat sebuah pohon natal yang dihias dengan indah, disana juga nampak seorang ibu sedang bermain dengan gembira dengan kedua anaknya, kedua anaknya kelihatan sangat bahagia. Di atas meja di depan keluarga kecil tersebut terlihat lilin yang berwarna-warni menyala, ada yang berwarna merah, hijau, putih, ungu, terlihat Joya sangat senang dengan hiasan-hiasan tersebut, warnanya sangat kontras diatas meja restaurant tersebut.
Kemudian dengan lesu, tampak Joya mulai berjalan kembali. Obi masih mengikuti Joya dari belakang dengan sembunyi-sembunyi.
“Permen gulali..., siapa yang mau beli permen gulali...?” terdengar kembali suara Joya menjajakan permen gulalinya.
Tapi sayang, usaha Joya sia-sia belaka. Tidak sorang pun mau membeli permen gulali Joya, bahkan tidak ada yang mempedulikanya. Mungkin karena usia Joya masih teramat sangat muda untuk bekerja, jadi orang-orang enggan membeli dagangan dari anak ingusan seperti itu.
Joya berjalan menuju tempat yang agak sepi. Menghindari keramaian orang-orang yang kebanyakan berbelanja barang-barang mahal. Joya meletakkan kotak dagangannya di emperan jalan dan duduk termangu disana.
Obi kecil berjalan mendatangi Joya.
“Joya...” panggil Obi kecil.
“Obi?!” sahut Joya terkejut begitu melihat Obi mendatanginya.
Dari gerak-gerik Joya, Obi kecil tau kalo Joya merasa malu karena terlihat ia sedang berjualan permen gulali. Maka dari itu, Obi kecil pura-pura tidak tahu.
“Kamu lagi jualan yah...?” tanya Obi kecil seraya duduk disamping Joya.
“Iyah...” jawab Joya.
“Kamu jualan permen gulali...?” tanya Obi kecil.
“Iyah...” jawab Joya.
“Waah..., sepertinya menarik...” kata Obi kecil.
“Yang ini satu berapa harganya...?” tanya Obi kecil sambil menunjuk ke arah sebuah permen gulali yang berbentuk ayam jago.
“Satu lima ribu rupiah...” jawab Joya.
“Obi mau beli yang ini...” kata Obi kecil.
“Kamu mau beli...?” tanya Joya.
“Iyah..., Obi mau beli...” jawab Obi kecil.
“Ini...” kata Joya sambil mengulurkan sebuah permen gulali yang berbentuk ayam jago tadi.
“Ini uangnya...” kata Obi kecil sambil mengulurkan selembaran uang lima puluh ribuan pemberian eyangnya Obi.
“Engga usah Bi..., permen gulalinya buat kamu saja...” tolak Joya halus.
“Tapi Obi maunya beli permen ini...” kata Obi kecil.
Joya tersenyum.
“Buat kamu saja..., lagian aku engga ada uang kembalian...” kata Joya.
“Kembaliannya buat kamu...” kata Obi kecil sambil masih menyodorkan uangnya Obi kecil.
“Jangan...” tolak Joya halus.
“Simpan saja uangnya..., Tuhan memberkati kita...” kata Joya.
Ya Tuhan...
Besar sekali kebaikan hati Joya...
Obi kecil tau kalo Joya sedang mengalami kesulitan...
Terlihat dari sorot matanya yang mengungkapkan semuanya di depan Obi kecil...
“Apa kamu berjualan untuk membantu kedua orang tua kamu, Joya?” tanya Obi kecil.
“Bisa dibilang iya..., aku berjualan permen gulali karena ada sesuatu yang ingin aku beli dari hasil keuntungan jualan permen gulali ini, Bi...! Karena jika aku meminta kedua orang tua ku untuk membelikan sesuatu tersebut, itu akan sangat membebani mereka berdua...” jawab Joya.
“Apa itu...? Apa hadiah natal?” tanya Obi kecil.
“Bukan...” jawab Joya.
“Apa Obi boleh tau apa itu...?” tanya Obi kecil.
“Hiasan pohon natal...” jawab Joya singkat.
Ya Tuhan...
Jadi Joya rela berjualan sampai sore gini hanya karena ia ingin membeli hiasan pohon natal...
“Aku belum pernah mempunyai pohon natal pertamaku yang penuh dengan hiasan lampu yang kerlap-kerlip Bi...” kata Joya.
“Apa kamu sangat menginginkan hiasan itu, Joya?” tanya Obi kecil.
“Iyah..., aku sudah mencari uang dari awal liburan sekolah seminggu yang lalu...” kata Joya.
“Apa sudah terkumpul banyak...?” tanya Obi kecil.
“Lumayan..., tapi sayang..., semua dekorasi yang dijual murah sudah habis semua semenjak dua hari yang lalu Bi..., yang ada tinggal yang mahal-mahal, yang seperti itu sudah tidak bisa aku beli Bi karena aku engga punya uang sebanyak itu...” kata Joya.
“Yang aku inginkan cuma sederhana Bi..., engga lebih..., aku cuma ingin hiasan pohon natal saja..., aku tidak meminta kepada Tuhan agar aku dihidangkan makanan hangat dan lezat di malam perayaan natal nanti..., aku tidak mengharapkan ada banyak tumpukan kotak hadiah di bawah pohon natal tua kita..., tapi nampaknya Tuhan belum mengizinkan aku untuk mempunyai pohon natal pertama ku yang penuh dengan kerlap-kerlip lampu serta hiasannya...” kata Joya.
Kala itu Obi kecil merasa miris dengan cerita Joya.
Tuhan...
Bantulah Joya Tuhan...
Obi yakin Engkau mendengar keluh kesah Joya yang tadi...
Bantulah Joya Tuhan...
“Ayo jualan lagi..., Obi mau bantu kamu jualan..., kamu masih bisa beli hiasan pohonnya nanti!” kata Obi kecil.
“Tidak usah Bi..., kalaupun nanti permen gulali ini terjual habis, uangnya masih belum cukup untuk membeli hiasan natal yang harganya mahal..., untuk hari ini aku mau pulang saja..., kamu nanti juga masih mau merayakan pesta malam natal di rumah kamu kan..., aku tadi lihat ada banyak ramai-ramai di rumah kamu...” kata Joya.
“Kalo Joya mau, Joya boleh datang ke rumah Obi, ajak ayah sama ibu kamu juga...” ajak Obi.
“Terima kasih atas tawarannya, tidak usah Bi..., kami akan merayakan malam natal di rumah kami saja..., kami tidak mau merepotkan...” kata Joya.
Joya mengemasi dagangannya. Ia pun pamitan kepada Obi kecil dan mulai melangkahkan kakinya. Awalnya Obi ingin memberi Joya tumpangan pulang, tapi Obi yakin Joya pasti akan menolaknya. Joya adalah anak yang berhati besar.
Obi mengamati Joya yang tengah berjalan.
Tuhan...
Lihat...
Sekarang Joya sudah pulang...
Semuanya sudah terlambat...
Sekarang yang tersisa buat Joya adalah malam yang penuh dengan kesedihan...
Tuhan...
Tidak bisakah Engkau membiarkan Joya merasakan kebahagiaan di malam ulang tahun Mu ini...
Apakah masih ada keajaiban natal dari Mu...
Obi menggenggam erat permen gulali pemberian Joya.
▬ ஜ۩۞۩ஜ ▬
Malam itu pukul waktu tengah menunjukkan pukul setengah delapan tepat. Suasana rumah Obi kecil terlihat lebih ramai dari pada malam-malam sebelumnya. Sudah merupakan tradisi dari keluarga Obi untuk berkumpul pada perayaan natal seperti ini.
Kala itu kita tengah bakar-bakar barbekyu. Ada banyak bahan makanan yang bisa dibakar. Seperti sosis, daging ayam, daging sapi dan jagung. Banyak sekali papah sama mamah beli bahan-bahan tersebut.
Beberapa sepupu Obi yang sepantaran dengan Obi berlari-larian di dalam ruang tamu. Semuanya terlihat sangat senang malam ini. Malam suci dimana kita merayakan lahirnya Sang Juru Selamat. Kita menyambutnya dengan suka cita. Tapi tidak dengan Obi kecil. Obi kecil masih terpikirkan oleh perjuangan Joya untuk mendapatkan suatu kebahagiaan dalam natal tahun ini.
“Kenapa cucu Oma cemberut gini..., apa papah belom telepon Om Santa untuk mengantarkan hadiah cucunya Oma ya...?” kata Eyangnya Obi yang tiba-tiba duduk di sofa samping Obi persis.
“Oma...” panggil Obi.
“Ada apa cucu Oma...?” tanya eyangnya Obi.
“Apakah merayakan natal itu selalu dilakukan dengan pesta seperti ini Oma...?” tanya Obi kecil polos.
“Tidak harus..., pesta seperti ini hanya untuk mengungkapkan rasa senang menyambut lahirnya Sang Kristus..., masih banyak cara lain untuk merayakan natal...” jelas eyangnya Obi kecil.
“Seperti apa Oma...?” tanya Obi kecil.
“Berbagi kepada sesama...” jawab eyangnya Obi kecil.
“Pastur Lukas juga pernah mengatakan hal yang sama, Oma...” kata Obi polos.
Eyangnya Obi hanya tersenyum mendengar ucapan Obi.
“Lalu kenapa cucu Oma terlihat bersedih...?” tanya eyangnya Obi.
“Obi masih teringat sama teman Obi, Oma...” jawab Obi kecil.
“Teman cucu Oma...?” tanya eyangnya Obi.
“Hu’umbh..., Joya tetangga kita...” jawab Obi kecil.
“Ada apa dengan dia...? Apakah terjadi sesuatu?” tanya eyangnya Obi.
“Engga Oma..., hanya saja Tuhan belum memberikan kebahagiaan natalnya buat Joya...” terang Obi kecil.
“Kebahagiaan seperti apa yang teman cucu Oma inginkan...?” tanya eyangnya Obi.
“Joya menginginkan hiasan pohon natal untuk pohon natal pertamanya..., akan tetapi Joya tidak punya uang untuk membeli semua itu, Oma..., bahkan tadi Obi lihat, Joya berjualan permen gulali di Mall Malioboro Oma...” kata Obi kecil sambil mempererat permen gulali yang dari tadi Obi kecil genggam.
“Tuhan tidak mendengar doa Obi..., Tuhan tidak membagi kebahagiaan untuk Joya di malam ulang tahun Nya..., Oma...” kata Obi.
“Kalo begitu sekarang sudah waktunya cucu Oma berbagi kebahagiaan dengan teman cucu Oma...” kata eyangnya Obi.
“Caranya bagaimana Oma..., apa Obi bisa berbagi kebahagiaan dengan Joya...?” tanya Obi kecil polos.
“Iya..., tentu saja bisa...” jawab eyangnya Obi.
“Bagaimana caranya Oma...?” tanya Obi kecil.
“Ayo..., coba cucu Oma pikirkan dulu..., apa yang bisa cucu Oma lakukan buat teman cucu Oma ini...?” tanya eyangnya Obi.
Obi berpikir keras. Apa yang bisa Obi lakukan untuk berbagi kebahagiaan dengan Joya di malam natal tahun ini. Tadi Joya sudah menolak undangan Obi untuk merayakan malam natal dirumah Obi, lalu apa yang bisa Obi lakukan untuk Joya...
“Opsss!! Ahaaa!! Obi punya ide!!” kata Obi kecil girang dalam hati.
“Oma..., apakah Obi boleh memberikan hiasan pohon natal Obi buat Joya, Oma...?” tanya Obi kecil.
Eyangnya Obi tersenyum ketika mendengar cara Obi berbagi kebahagiaan untuk Joya.
“Tentu saja boleh...” jawab eyangnya Obi.
“Terima kasih Oma!” kata Obi kecil.
“Itu baru cucu kesayangan Oma..., tapi ada yang ingin Oma tanyakan untuk cucu Oma yang satu ini...” kata eyangnya Obi.
“Apa itu Oma...?” tanya Obi kecil.
“Kenapa cucu Oma ingin memberikan kebahagiaan buat teman cucu Oma...?” tanya eyangnya Obi.
Sekali lagi Obi kecil berpikir keras, tapi Obi kecil yang kala itu masih kelas 2 SD tetap tidak bisa mendapatkan jawaban dari pertanyaan eyang.
“........., Obi engga tau, Oma...” kata Obi kecil.
“Berarti itulah yang disebut dengan kebaikan hati yang tulus..., sebuah kebaikan yang dilakukan tanpa dilandasi sebab alasan..., Oma bangga sama cucu Oma..., tolong berikan ini buat temen cucu Oma..., dan yang ini buat cucu Oma...” kata eyangnya Obi sembari mengulurkan sebuah amplop dengan tema natal. Obi kecil langsung tau kalo amplop ini isinya adalah uang.
“Terima kasih banyak Oma! Obi sayang Oma!” kata Obi kecil sambil mencium pipi eyangnya Obi.
▬ ஜ۩۞۩ஜ ▬
Setelah Obi mengemasi semua hiasan pohon natal yang ada di dalam kamarnya Obi kecil. Obi kecil langsung meminta izin sama papah dan mamahnya Obi kecil untuk pergi merayakan natal di rumah Joya.
Papah sama mamahnya Obi kecil awalnya melarang Obi untuk ke rumah Joya karena malam itu memang sudah terlalu malam buat Obi. Tapi atas bantuan bujukan eyangnya Obi, Obi kecil diperbolehkan untuk merayakan malam natal di rumah Joya.
Segera saja Obi kecil mengayuh sepeda BMX nya Obi menuju rumah Joya yang letaknya tidak begitu jauh dari rumah Obi.
Tidak menunggu lama, Obi telah sampai di rumah Joya. Kala itu hujan yang dari tadi siang turun dengan derasnya sudah reda.
Begitu Obi sampai di depan rumah Joya. Langsung tampak suasana rumah yang kontras dengan suasana rumah Obi. Suasana dimana kita sekeluarga tengah bersuka cita menyambut natal tahun ini, tapi Obi tidak mendapati semua itu di rumah Joya. Tidak ada kerlap-kerlip lampu natal di rumah Joya. Obi hanya mendapati sebuah bohlam remang-remang yang menerangi pekarangan kecil rumah Joya degan cahayanya yang redup.
Semoga semangat natal Joya masih ada dan belum redup seperti lampu itu...
Obi turun dari sepeda Obi.
“Joyaaaa....” panggil Obi dari luar pagar rumah Joya.
Tidak ada sahutan dari yang Obi panggil namanya.
“Joyaaaa....” panggil Obi untuk yang kedua kalinya.
Selang sebentar nampak sebuah pintu yang dibuka. Dan Joyalah yang membukakan pintu tersebut.
“Obi?!” kata Joya terkejut ketika menjumpai Obi sudah berada di depan pintu rumahnya.
Obi kecil berjalan memasuki pagar rumah Joya.
Obi kecil memberikan satu kardus aqua yang didalamnya berisi hiasan pohon natal yang Obi kemasi dari dalam kamar Obi tadi.
“Ini! Semoga ini sesuai dengan apa yang kamu inginkan...” kata Obi kecil.
“Ini apa...?” tanya Joya.
“Bukalah..., maka kamu akan tau sendiri...” kata Obi kecil.
Joya membuka kardus tersebut. Dan begitu Joya melihat bahwa yang didalam kardus tersebut adalah hiasan pohon natal, Joya langsung meletakkan kardus pemberian Obi tersebut dan langsung memeluk tubuh Obi.
“Terima kasih banyak Bi...” kata Joya menahan haru.
“Sama-sama...” kata Obi kecil.
“Makasi permen gulalinya...” tambah Obi lagi.
...
..
.
▬ ஜ۩۞۩ஜ ▬
Natal memang luar biasa. Bagi sebagian orang, makna Hari Natal adalah hari libur menjelang akhir tahun. Bagi beberapa orang lain, ini berarti kesempatan bersenang-senang, bahkan berpesta-pora. Bagi yang lain lagi, inilah kesempatan untuk mengeruk keuntungan bisnis sebesar-besarnya dengan menempelkan label Natal pada apa saja yang mereka perdagangkan. Bagi orang lain, Natal adalah kesempatan untuk temu-kangen dengan keluarga dan kerabat, entah itu di sekitaran rumah ataupun di gereja. Jika benar itu yang terjadi di sekitar kita, sungguh menyedihkan, karena itu berarti kedatangan Yesus justru tak terasa dampaknya bagi kita.
Sebagian besar orang tidak suka berada di dalam kegelapan. Itu ditandai dengan tindakan untuk mencari dan menyalakan alat penerang bila tidak ada lampu, misalnya. Manusia memang membutuhkan terang karena terang membuat manusia merasa nyaman dan aman. Demikian juga dengan kehidupan rohani manusia. Dosa menguasai manusia, seperti kegelapan menguasai malam. Dalam keadaan demikian, manusia membutuhkan terang agar tidak lagi hidup di dalam kegelapan dosa.
Natal mengingatkan kita akan kehadiran Terang itu ke dalam dunia. Menyambut natal berarti menyambut Sang Terang. Memberi diri diterangi oleh Yesus sama dengan menyambut hidup yang kekal. Orang yang mengikut Yesus tidak akan berjalan di dalam kegelapan, melainkan akan memiliki terang hidup. Marilah kita mempersilakan Kristus mengusir kegelapan dosa yang menguasai kita. Biarkanlah Dia menerangi dan memimpin hidup kita.
...
..
.
Malam itu Obi menghabiskan sisa waktu malam natal di rumah Joya. Kita bersama-sama menghiasi pohon natal tua rumah Joya dengan hiasan-hiasan natal yang Obi berikan tadi. Bagus sekali kerlap-kerlip lampunya. Memberikan keceriaan keluarga kecil Joya di malam kudus ini.
Memang dirumah ini cahaya nya nya tidak seterang rumah Obi, tapi Obi kecil dapat merasakan kalo kebahagiaan Joya jauh lebih bersinar terang dari pada cahaya matahari sekalipun. Suguhannya pun hanya sekedar Indomie goreng dengan tambahan kecap manis buat Obi kecil, tapi itu jauh lebih terasa mengenyangkan karena kita sudah dipenuhi dengan rasa saling berbagi.
Malam itu, Tuhan benar-benar berbaik hati mengabulkan permintaan Obi kecil agar Joya bisa merasakan kebahagiaan di malam natal tahun ini. Tuhan memberikan kebahagiaan natal buat Joya melalui perantara Obi kecil. Tuhan selalu mendengarkan doa umatnya yang tulus dan percaya kepada Nya, dan mengabulkannya dengan jalan yang kadang diluar dugaan kita.
Malam itu papah sama mamahnya Obi kecil menjemput Obi kecil sekitar jam 11-an malam. Obi kecil tengah tertidur disamping Joya malam itu. Kita tertidur dibawah pohon natal dengan kerlap-kerlip dan hiasannya yang indah. Obi merasakan suatu kehangatan walau kita tidur dengan hanya beralaskan karpet tipis. Hingga Obi kecil kembali terlelap di dalam mobil. Obi berharap, kebahagiaan akan selalu ada di sekeliling Joya dan menemaninya sampai pagi menjelang, serta terus ada selamanya buat Joya.
“Selamat Natal Joya...:’)”*)Selamat Natal Abang (✿ *´ `*)
“Hari ini telah lahir bagimu Juru Selamat...”(Lukas 2:11)
▬ ஜ۩۞۩ஜ ▬Fin▬ ஜ۩۞۩ஜ ▬
Comments