Kita sedang berada di pinggir sebuah jalan. Terlihat sebuah sekolah kecil. Sebuah SMA lebih tepatnya. Terlihat SMA tersebut sudah mulai sepi. Di atas kita bisa melihat langit yang sudah tercampur baur; biru tua, putih, jingga, burung, merah. DI seberang SMA terdapat sebuah warung. Tidak besar, tidak kecil, hanya berisi beberapa jajanan, kulkas kecil, serta lemari kaca berisi tumpukan slof rokok. DI samping warung terdapat gang yang cukup kecil, dan semakin kecil dengan adanya bangku-bangku. Jauh semakin kecil karena bangku-bangku tersebut diduduki lima orang. Satu di antara mereka akan menjadi fokus cerita ini. Nampaknya karakter kita sedang melihat seorang murid keluar dari SMA. Kita namakan saja karakter kita Tara karena memang itu namanya. Tara yang bosan dengan obrolannya dengan teman-temannya merasa butuh hiburan.
"Sst. Coy, sini deh" Tara memanggil bocah itu. Yang dipanggil terlihat berjalan menunduk ke arah Tara dan empat temannya.
"Kelas berapa lo?" tanya Tara.
"K-kelas 10A, Bang" jawab anak itu gemetar.
"Oh. Masih MOS lo?" Tara memperhatikan anak itu.
"Iya, Bang." dia terdiam. "A-ada apa ya Bang?"
"Hehehe, enggak kok. Boleh minta ceban gak?" Tara terkekeh dan memalak tanpa tedeng aling-aling. Si junior yang merasa bahwa dia ingin segera pergi dari tempat tersebut segera merogoh kantung celananya dan menarik selembar uang lusuh.
"Ini, Bang." ujarnya lirih. Tara segera mengambil uang itu dan mengacungkan jempol, memberi pertanda bahwa si junior boleh pergi. Junior tersebut segera berjalan menjauh dari mereka. Tara dan teman-temannya tertawa. Tara segera mengubah selembar tersebut menjadi empat batang rokok dan selembar uang abu-abu.
Itu dia Tara, karakter utama cerita ini. Rasanya kita tidak perlu melihat kelanjutan kejadian tadi karena tidak akan menarik jika saya menjelaskan kepada kalian bagaimana mereka menghirup udara melalui batang rokok dan menyimpannya di paru-paru, kemudian menghembuskannya keluar. Sangat tidak penting dan tidak relevan saya kira. Mari kita beranjak dari tempat ini ke tempat lainnya.
Sekarang kita sedang berada di sebuah kamar. Berukuran 4x4m. Dengan sebuah kasur tanpa ranjang. Berbaring di atas kasur sebuah gitar yang penuh ditempeli stiker. Dinding kamar tersebut juga penuh stiker dan poster. Sebuah tas bergantung di pintu. Di seberang kasur kita melihat sebuah meja yang penuh dengan —bukan, bukan penuh dengan buku—baju. Tidak ada lemari di kamar itu. Hanya ada sebuah rak kecil di samping kasur. Kita sedang berada di kamar Tara.
Tidak hanya gitar yang sedang berbaring di atas kasur. Tara juga berbaring di sampingnya, tidur. Langit di luar jendela masih memiliki satu warna: hitam. Terdengar suara ketokan pintu. Kemudian pintu terbuka. Terlihat seorang wanita berumur 60 tahun membangunkan Tara.
"Tar, bangun. Udah jam 4 tuh, wudhu, subuhan, makan, mandi, terus sekolah. Emak berangkat jualan ya." ujar wanita yang sekarang kita ketahui adalah Emak Tara. Yang dibangunkan hanya menggumam tidak jelas.
Sekarang jam 6. Langit di luar jendela berubah biru muda bersih. Handphone kecil berdering; alarm mungkin. Tara terbangun dan mematikan alarm. Sebuah SMS diterima.
Tar studio yok jam 8!
Tara tersenyum. Dia memainkan gitar.Dia membuka video bokep di handphonenya. Dia coli. Dia beranjak mandi. Dia berpakaian jeans dan kaos. Dia menyalakan motornya. Dia berangkat ke studio.
Dia bermain band. Dia bermain gitar. Terkadang dia bermain drum. Dia sangat suka berada di studio. Dia senang bersama teman bandnya.
Kita sekarang berada di rumah Tara kembali. Situasi di ruang keluar agak tegang. Babeh marah-marah. Emak diam saja. Tara beradu argumen.
"Males Beh buat apaan sekolah! Kayak Abang gitu di jalan ngamen di mikrolet? Gausah kelar SMA juga bisa!"
"Biar elo lebih pinter dari abang lo bego! Babeh pengen liat elo sukses, bisa kuliah, bisa nyenengin babeh lo ame emak lo!"
"Terus gue gaboleh seneng Beh? Tau ah!" Tara nyelonong keluar rumah, menyalakan motornya, dan berangkat ke studio.
Dan begitu. Karakter kita sang Tara menyenangkan dirinya sendiri. Dia ngeband. Dia nongkrong. Dia ngerokok. Dia main gitar. Dia coli. Apa pun yang dia sukai, dia lakukan.
Burukkah? Tidak. Dia merasa senang bisa melakukan apa yang dia inginkan. Dia merasa bisa melayang tinggi di angkasa, bebas. Akankah bertahan selamanya? Sayangnya tidak.
Mari kita beranjak ke beberapa bulan kemudian, saat terjadi sesuatu yang menarik sehingga bisa saya tulis di sini.
Mei. Babeh jatuh sakit. Babeh stroke. Babeh terlalu mikirin kedua anaknya. Abang Tara berusaha ngamen dan malak mati-matian biar bisa bayarin obat dan rawat Babeh. Tapi itu enggak penting. Kita lihat sekarang Babeh sedang bersama Tara di kamar rumah sakit.
"Tar, dengerin Babeh. Babeh bisa aje besok mati. Babeh pengen liat elo sekolah. Bisa lulus, bisa kuliah. Enggak usah elo peduliin siape yang bayar. Kalo elo pinter banyak yang bayarin elo kuliah."
Tara bisa apa kalau sudah begini? Sebandel-bandelnya Tara, dia masih sayang Babehnya.
Tara terkungkung dalam sangkar.
Tara kembali sekolah. Ketika kalian tidak naik kelas, akan sangat awkward karena teman-temannya sudah berubah. Ya kita pasti tahu ya.
Sulit? Iya. Dia berusaha belajar mati-matian agar bisa naik kelas. Sangat sulit bagi Tara. Sesekali dia ke studio. Sesekali dia ngerokok (duit jajan dia berkurang setelah Babeh masuk RS). Sesekali buku pelajaran dia kebakar gara-gara rokok.
Dia naik kelas 12. Kita lihat di kamar dia sekarang, dia sedang belajar mati-matian. Teman dia yang dulu di SMA sudah lulus. Teman dia tinggal teman-temannya di studio. Mau tidak mau dia kekurangan teman.
Tara hanya makan dan minum di sangkar.
Babeh semakin memburuk. Dia sudah tidak bisa berbicara.
Tara semakin rajin belajar untuk SBMPTN. Dia sudah tidak ke studio.
Ayo kita ke studio sebentar. Nampaknya ada yang menarik.
Polisi menggerebek studio dan ternyata mereka sedang mengganja. Sudah lama Tara tidak ke studio. Dia tidak tahu.
Pengumuman kelulusan. Tara lulus.
Tara berkicau nyaring di sangkar.
Pengumuman SBMPTN. Tara lulus.
Tara terbang dalam sangkar.
Tara segera mengendarai motornya dari warnet ke RS, mengabaikan sms dan telpon di tengah jalan.
Sesampainya di RS, Babehnya takkan tahu Tara akan kuliah di universitas terbagus di Indonesia. Babehnya hanya tahu istrinya selalu merawatnya, anak sulungnya yang membiayai biaya RS, dan anak bungsunya menyelesaikan sekolahnya tanpa tahu akankah dia akan mengikuti jejak abangnya atau akankah dia menjadi beban keluarga, atau bahkan dia memenuhi keinginan Babehnya. Tara tahu, tapi Babehnya tidak.
Dan kita melihat Tara di kuburan Babehnya sendiri, dengan perasaan yang entah apa dimilikinya. Kita melihat ke atas; langit sudah tidak murni; biru, kelabu, jingga, merah, serta burung yang melayang bebas di jumantara.
Comments
untuk masalah storie line... jelas kok.. dari anak yang bandel menjadi anak yang baik, dikarenakan situasi dan pola pikir yang berubah sejak sakitnya sang ayah
like