It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Tidur selamanya kayak putri tidur donk..
Di pipi merembet ke bibir main lidah AW~
Eeee udah pengalaman ya amost....gimana rasanya main lidah? *mukpol*
@denfauzan @3ll0 @Yirly @Sho_Lee @Aurora_69 @arieat @o_komo @okki
@monic @Adi_Suseno10 @soratanz @asik_asikJos @xmoaningmex @lulu_75 @RifRafReis @LostFaro @gaybekasi168 @amostalee @andi_andee @hananta @Pratama_Robi_Putra
*******
Part 6
Hari-hariku jadi penuh warna setelah kejadian beberapa waktu lalu. Aku juga sudah memberitahu Tora mengenai percakapanku dengan Kak Inka, bahkan aku juga memberitahunya kalau kakakku ingin bertemu dengannya dan dia menyetujui ajakanku, tapi kami belum menemukan waktu yang tepat untuk bertemu karena kakakku sedang sibuk-sibuknya dengan pekerjaan dan urusan pertunangannya.
Saat ini aku hanya berguling-guling di atas kasur, tidak tahu mau ngapain lagi. Sepulang sekolah tadi aku langsung di antar Tora ke rumah karena Tora harus segera pulang guna mengantarkan mamanya ke stasiun. Dia bilang mamanya akan tinggal bersama Kakak perempuannya di Bandung untuk sementara karena kakaknya baru saja melahirkan.
Kubuka akun facebookku, tidak ada yang menarik. Kuputuskan memberikan ‘like’ saja ke status teman-temanku yang lewat di berandaku. Lalu aku beralih ke applikasi BBM-ku dan mengganti statusnya.
‘you have no idea how fast my heart beats when i see you’
Satu pesan masuk ke group BBM-ku. Ternyata dari Andre.
[ I love u ]
[Pe’a...] kataku dan menambahkan emot ‘boxing’. Namun baru saja aku membalas pesan dari Andre, muncul satu pesan lagi.
[Lu tambah romantis aja dengan pacar kedua lu Dre] kata Doni, sambil menambahkan emot ‘ketawa’.
[Hahaha iya donk. Sebagai pasangan yang SAMAWA kita harus romantis, iya kan Yank? *colek Andri*]
[Gue gak mau jadi pacar lu] kataku membalas pesan Andre.
[Maunya jadi suami gue ya Yank?]
[Ide bagus. Resti jadi istri lu dan Andri jadi suami lu Dre] Doni menimpali lagi, tak lupa dia mengirimkan emot ‘ngakak’.
[Doni. Lu malah ikut-ikutan gila kayak Andre. *tendang*] kataku pada Doni.
[Andre. Gue gak mau jadi suami lu. Gue udah punya.] kataku, yang ku tujukan untuk Andre.
Setelah pesanku terkirim, aku baru menyadari kalau aku salah tulis. Harusnya aku tidak bilang kalau aku sudah punya pasangan. Bego, bego, bego.... Aku merutuki diriku sendiri karena sudah keceplosan. Pasti si Andre dan Doni bakalan kepo-in aku.
[Hah, beneran Yank? Kamu udah punya pacar? Eh suami!? Eh sama aja...] Andre menanggapi pesanku dengan kaget, tak lupa dia menambahkan emot ‘kaget’.
[Ciee...suit..suit...siapa tuh yang berhasil membuka hati lu Dri? Kasih tau kita dong. Asalkan lu bahagia gue ngedukung aja Dri, meski bersama Andre sekalipun hahaha]
Nah kan, mereka mulai kepo. Aku tidak tahu harus membalas apa.
[Ehm...sepertinya ada keramaian nih.] Resti ikut nimbrung ke dalam chat group.
[Eh sayang, kok belum tidur? Ada berita bagus tuh, si Andri udah punya gebatan baru.] kata Andre memberitahu Resti.
[Belum Yank. Gimana aku bisa tidur kalo kamu godain Andri mulu *marah*...
Hah benarkah? Siapa Yank orangnya?] Resti ikutan kepo.
[Hehehe kan Cuma becanda Yank *piss*...
Ga tau Yank, dia belum kasih tau siapa orangnya.]
[Dia masih malu mungkin buat ngasih tau kita-kita.] kata Doni.
[Ah Andri mah gak asik.] kata Resti lalu menambahkan emot ‘kesal’.
[Yoi.] Doni sepakat dengan Resti.
Setelah membaca semua pesan dari mereka, aku memutuskan untuk mengirimi balasan untuk mereka.
[Kalian kepoooo.... #Resti, udah malam tidur gih,,,, #Andre, kasih tau gak ya hihihi,,, #Doni, kalo gue sama Andre, bisa stres gue. Cukup Resti aja yang stres xixixi. Udah ah gue mau tidur. Bye all. *cium atu-atu*.]
[Andri jangan main kabur aja. Okey gue gak bakal godain lu sama Andre lagi deh, tapi kasih tau kita dong.] Doni masih saja penasaran.
[ Iya, kasih tau kita dong Andri sayang. Tar aja tidurnya,,,
Tau aja kamu aku stres mikirin Andre ] balas Resti dan juga masih penasaran.
Aku tak membalas lagi pesan mereka. Kuletakkan HP-ku di atas meja kecil di samping tempat tidurku. Mereka masih saling berbalas pesan di BBM tapi aku memilih melangkahkan kakiku mendekati jendela melihat sejenak keluar. Bulan bersinar terang malam ini. Ku dudukkan pantatku di bingkai jendela menatap sang rembulan dan membayangkan wajah seseorang yang akhir-akhir ini selalu ada di pikiranku.
“Kamu lagi apa sekarang? Apakah kamu juga sedang melihat sang rembulan sekarang dan memikirkanku di sana?” gumamku. Aku melihat wajah seseorang pada rembulan tersebut, terseyum dengan manis ke arahku. Seolah-olah mengatakan dia melakukan hal yang sama seperti yang ku lakukan saat ini.
Ku dengar sebuah sms masuk ke HP-ku. Segera aku bangkit dari dudukku dan mengambil HP yang tak lagi berisik karena pesan BBM-ku. Setelah membuka kunci layarnya ternyata ada sebuah sms dari Tora. Segera saja aku membaca isi pesannya.
[Aku sedang melihat bulan yang bersinar terang di sini. Ku lihat dirimu tersenyum manis di dalam cahayanya. Apakah kamu juga memikirkanku di sana?]
Aku sangat senang sekali membaca sms darinya. Segera saja aku mengambil foto diriku dengan background sang rembulan tersebut lalu masuk ke applikasi BBM-ku dan mengirimkannya ke Tora, tak lupa memasukkan sebuah pesan.
[Aku juga sedang melihatnya dan memikirkanmu di sini ]. Kemudian ku sentuh kata ‘kirim’.
Tak lama sebuah pesan masuk, ternyata dia mengirimkan sebuah pesan suara.
“You make me believe in soul mates. I love you”.
Kyaaaa...! Aku senang sekali mendengarnya, saat dia mengucapkan kata-kata yang barusan ku dengar.
Kuputuskan untuk membalas sekalian mengucapkan selamat tidur. [ I love you too My Moon, sleep tight. Jangan lupa mimpikan aku ] aku senyum-senyum nggak jelas setelah mengirimkan pesan tersebut.
[You too dear ]. Aku tidak membalas lagi pesannya. Ku tarik selimutku mengambil posisi miring sebelah kanan lalu memejamkan mataku berharap semoga aku memimpikannya malam ini.
**
Seperti biasa rutinitasku setiap hari adalah sekolah dan sekolah kecuali hari libur. Hari ini aku di antar Kak Inka. Dia sibuk di belakang kemudi, sementara aku juga sibuk membalas pesan di BBM-ku. Bukan dari Tora, tapi dari Revan. Dia menanyakan apakah aku ada waktu besok siang, karena dia mau mengajakku makan di luar. Oh iya besok adalah hari Minggu.
Tora sangat jarang mengajakku ke luar di hari Minggu dan aku juga tidak pernah mempermasalahkannya atau menuntutnya untuk selalu mengajakku pada hari libur karena bagiku kapanpun waktunya, jika bersama dia aku sudah merasa bahagia tidak peduli apakah itu hari libur atau bukan, hehehe.
“Sibuk mulu sms-in pacarnya. Tar juga ketemuan di sekolah. Udah gak sabar ya, atau mau ngatur rencana buat malam mingguan?” goda Kak Inka senyum-senyum gaje.
“Apaan sih Kak, aku gak sms-an sama dia kok. Cuma balas pesan dari teman yang ngajak pergi main nanti. Nih!” aku memperlihatkan pesan BBM-ku ke Kak Inka. Dia hanya melihat sebentar lalu kembali fokus ke depan.
“Kok weekend gak sama pacar?”
“Kami memang jarang kok pergi di hari libur. Kan udah sering ketemu di sekolah, trus pulang sekolah juga sering pergi jalan. Ngapain weekend keluar lagi,” kataku menjelaskan.
“Jadi karena itu kamu sering pulang sore atau agak malaman akhir-akhir ini?”
“Hehehehe” aku hanya cengengesan membalas pertanyaan kakakku yang cantik ini. Ternyata dia memperhatikan aku yang sering pulang sore akhir-akhir ini.
Sampai di depan kelas aku melihat Kak Wisnu berdiri di depan pintu kelasku. Tak seperti biasanya dia mendatangi kelasku. Aku jadi teringat kata-kata Doni yang mengatakan kalau Kak Wisnu suka padaku. Apa dia mau mencariku? Ah mungkin dia mencari yang lain, bukan aku.
“Hai Kak! Cari siapa nih pagi-pagi gini?” tanyaku mendekatinya. Kami memang cukup akrab karena setiap kali aku main ke ruang OSIS mencari Kak Ridho, dia juga selalu ada di sana. Kadang dia ikut ngobrol bareng kami. Sementara Kak Ridho, aku mulai akrab dengannya setelah MOS tahun lalu. Katanya sifatku sama dengan adiknya yang cowok, yang sudah meninggal beberapa tahun lalu karena kanker. Dia bilang kami seumuran dan wajah kami juga ada kemiripan. Saat aku ke rumahnya, Kak Ridho memperlihatkan foto adiknya itu. Saat ku perhatikan memang ada sedikit kemiripan di antara kami, tapi adik Kak Ridho lebih cakep dari aku, dia imut banget. Kulitnya putih, sementara aku memiliki kulit kuning langsat turunan dari Mama. Eh, kenapa malah jadi ngomongin Kak Ridho. Okey, balik lagi ke Kak Wisnu.
“Kakak ke sini nyari kamu Dri.”
“Ada perlu apa ya Kak?”
“Emm...besok kamu ada acara gak? Kakak mau ngajak kamu keluar,” katanya menatapku dengan tatapan yang berharap aku mau menerima ajakannya.
“Maaf Kak sebelumnya, bukannya Andri gak mau nerima ajakan Kak Wisnu. Tapi Andri sudah ada janji besok,” jawabku dengan hati-hati. Terlihat wajahnya sedikit kecewa.
“Dengan pacar ya?” tanyanya meminta kepastian dengan siapa aku pergi.
“Bukan, dengan teman kok.” Dia terlihat lega mendengar jawabanku. Sepertinya aku harus membenarkan ucapan Doni.
“Kalau begitu kapan-kapan aja. Kamu mau kan?”
“Hmmm...boleh.” dia tersenyum senang mendengar ucapanku.
Saat Kak Wisnu memegang bahuku dan hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba seseorang menepis tangannya yang ada di bahuku, lalu mendorong tubuh Kak Wisnu dengan kasar hingga membuatnya mundur beberapa langkah ke belakang. Ketika aku membalikan badan ternyata orang tersebut adalah Tora.
“Jangan pernah coba-coba menyentuhnya lagi,” katanya dengan tatapan dingin ke Kak Wisnu.
“Heh! Masalah lu apa sampai ngelarang gue segala!?” Kak Wisnu mendorong tubuh Tora dengan marah.
Aku segera menahan tangan Tora yang hendak melayangkan pukulan ke Kak Wisnu, begitupun sebaliknya Kak Wisnu juga ingin melayangkan pukulannya, namun segera di tahan oleh Andre yang aku tidak tahu kapan datangnya. Kami sama-sama menjauhkan mereka. Andre membawa Kak Wisnu entah kemana aku tak tahu. Sementara aku dengan susah payah membawa Tora ke dalam kelas.
“Kamu kenapa sih...baru datang main kasar aja ke orang lain!?” aku memberikan tatapan tak suka pada tindakannya tadi.
“Aku tidak mau orang lain menyentuhmu seenaknya,” jawabnya dingin.
“Tapi Kak Wisnu hanya memegang bahuku Tora.! Dia tidak melakukan hal yang macam-macam padaku.”
“Sekarang dia memang hanya memegang bahumu. Setelahnya dia akan melakukan hal yang lebih,” dia menatapku dingin. Terlihat seperti orang yang sedang menahan emosi. Aku jadi takut melihatnya. Aku menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan.
“Tora....dia tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku kenal Kak Wisnu. Dia tidak pernah ngapa-ngapain aku.” Aku mencoba memberikan pengertian padanya.
“Aku tahu dia menyukaimu dan aku tidak suka kamu berada dekat dengannya,” katanya dengan tegas.
“Mungkin yang di katakan Doni dan apa yang kamu katakan barusan benar kalau Kak Wisnu menyukaiku. Tapi kamu juga tahu dengan pasti bukan, siapa orang yang aku sukai? Kamu.!” Kataku meyakinkannya.
“Tapi....”
“Ehm..ehm...” kata-kata Tora terhenti karena deheman seseroang yang ternyata adalah Andre.
Kelas memang sedang sepi karena belum ada yang datang. Aku dan Andre memang selalu datang cepat. Dan Tora.? Aku tidak tahu kenapa dia bisa datang cepat hari ini. Biasanya dia datang 10 menit sebelum masuk, kadang berbarengan dengan bunyi bel. Aku menjadi kikuk dan salah tingkah melihat kedatangan Andre. Aku takut dia mendengar percakapan kami tadi. Sementara Tora tidak mempedulikan kedatangan Andre, dia malah sibuk membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah buku lalu membacanya. Andre duduk di pinggir meja Tora. Dia menatap kami bergantian. Aku tidak berani menatapnya lama-lama. Dia tersenyum penuh arti kemudian mengambil buku yang ada di tangan Tora. Dia tidak mempedulikan tatapan Tora, malah membalasnya dengan kedipan jahil. Setelah meletakkan buku tadi di atas meja, dia turun dari duduknya dan berpindah ke bangku yang ada di depan kami yang sudah di balikan agar menghadap ke arah kami.
“Sepertinya kalian harus menjelaskan sesuatu ke gue,” katanya manatap kami bergantian. “Terutama elu Dri.” Dia menatapku dengan serius.
“Emm...emm...gue harus ngejelasin apa?” tanyaku gugup. Pertanyaan bodoh, pikirku.
“Tentu lu tahu apa yang gue maksud barusan. Dan sekarang kasih tahu gue, kalau kalian berdua pacaran kan?” dia kembali menatap kami bergantian. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Aku menatap Tora yang juga menatapku lalu dia mengalihkan tatapannya ke Andre.
“Benar. Kami pacaran,” jawab Tora.
“Jadi kecurigaan gue selama ini ternyata benar. Kenapa lu gak penah mau bilang ke kita-kita kalau ternyata lu pacaran dengan Tora?” dia mengalihkan pandangannya padaku.
“Gue, gue...gue takut lu ngeledekin gue. Karena gue pernah bilang kalau Tora aneh dan sekarang kami pacaran,” jawabku gugup dan malu-malu.
“Hahahaha...iya gue ingat betul lu pernah bilang gitu.” Andre tertawa renyah mendengar penuturanku.
“Kenapa kamu bilang aku ini aneh?” Tora menatapku tajam. Membuat Andre menghentikan tawanya.
“Maaf.....” aku membalas tatapannya sekilas lalu menundukan wajah. “Habisnya kamu tidak mau bicara dan tak pernah berhenti menatapku dari mulai masuk kelas sampai pulang sekolah, juga selalu marah saat aku dekat dengan teman-temanku, padahal kamu hanya anak baru waktu itu,” kataku lirih.
“Dan selama kita pacaran kamu masih menganggap aku aneh setiap kali aku menatapmu lama-lama?” tanyanya lagi. Aku menggeleng dengan cepat.
“Nggak...sekarang aku malah suka jika kamu liatin terus,” kataku dengan semangat sambil memasang senyum termanisku. Tora membalas senyumku dan mencubit pipiku pelan.
“Itu karena aku mencintaimu dan aku cemburu jika ada orang lain dekat denganmu.” Aku tersipu mendengar ucapannya. Di tambah dia memegang tanganku, membuatku semakin tersipu.
“Ehmm...woi gue masih ada di sini..!” ucapan Andre membuatku spontan melepaskan tangan Tora yang baru saja menggenggam tanganku.
“Eh, gue kira lu udah gak ada hehehe,” kataku tersenyum malu-malu sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal. Aku lupa kalau Andre ada bersama kami. Sudah bisa di pastikan juga wajahku memerah sekarang.
“Kamvret lu,!” katanya menjitak kepalaku, membuatku meringis kesakitan. Tora mengusap-ngusap kepalaku yang kena jitakan Andre. “Dasar pasangan aneh,” ledeknya.
“Biarin weeek,” aku memeletkan lidahku padanya.
“Kami sudah mendengar semuanya.!” Kami bertiga menoleh ke sumber suara. Terlihat Doni berdiri di bingkai pintu kelas. Di belakangnya muncul Reno, Resti, dan beberapa teman lain. Mereka semua masuk berbarengan menuju bangku masing-masing dan tersenyum penuh arti menatap kami.
Aku jadi malu karena teman-temanku sudah mengetahui hubungan kami. Dan kalian tentu tahu apa yang akan terjadi pada diriku. Yup. Mereka semua menggodaku dan Tora. Di tambah lagi ketika Andre menceritakan semua percakapan yang pernah kami lakukan dulu saat aku menyangkal kalau aku menyukai Tora. Dengan malu-malu aku mengakuinya di depan Tora dan di depan mereka, kalau aku memang pernah suka pada Tora saat pertama kali dia memasuki kelas kami. Dan dengan senang hati mereka meledekku.
Tora memilih tinggal di dalam kelas, sementara aku dan yang lain pergi ke kantin. Aku juga tidak mau lama-lama di kantin, hanya membeli beberapa jajanan untuk ku bawa ke dalam kelas. Aku memutuskan makan di kelas saja bareng Tora. Teman-temanku memintaku untuk mentraktir mereka nanti sepulang sekolah saja. Mereka bilang sudah bosan di traktir di kantin sekolah mulu. Dasar.
Saat melewati ruang OSIS yang terletak agak ke belakang dan berdekatan dengan perpustakaan, aku melihat Kak Wisnu baru saja menutup pintu ruangan OSIS tersebut. Aku segera menghampirinya, bermaksud mau minta maaf atas kejadian tadi pagi. Dia membuka kembali pintu yang baru saja dikuncinya, lalu menyuruhku masuk. Aku mengikutinya menuju ruangan rapat OSIS dan duduk di lantai yang beralaskan karpet, ruangan OSIS di sekolah kami memang tidak ada kursinya, jadi jika ada rapat OSIS, semua anggotanya duduk di atas karpet. Dia menatapku lama membuatku jadi sedikit salah tingkah.
“Emm...aku mau minta maaf Kak atas kejadian tadi pagi,” kataku memulai pembicaraan.
“Tidak apa-apa. Kamu gak harus minta maaf kok. Yang salah itu kan cowok aneh itu. Oya siapa namanya?” tanyanya dengan ramah. Entah kenapa saat dia menyebut Tora cowok aneh aku merasa tersinggung. Namun aku mencoba untuk bersikap biasa.
“Tora...namanya Tora.”
“Ah, iya Tora. Kakak ingat, dulu dia kan yang memukul Ridho tanpa alasan?” aku mengangguk pelan, teringat kejadian saat Tora memukul Kak Ridho yang saat itu merangkulku dengan erat. “Dia memang aneh main pukul orang seenaknya aja. Tadi pagi dia juga hampir memukul Kakak. Hmmm, Kakak rasa dia menyukaimu Andri.”
Aku masih berusaha bersikap biasa. Tidak mempedulikan pemikirannya tentang Tora.
“Maka dari itu Andri mau minta maaf ke Kak Wisnu atas sikap Tora tadi.”
“Yang harus minta maaf itu dia, bukan kamu. Jadi lupakan saja,” katanya sambil tersenyum, yang memperlihatkan lesung ppinya. Aku selalu suka melihat Kak Wisnu tersenyum karena dia memiliki lesung pipi yang membuat senyumnya jadi tambah manis. Tapi itu tidak membuatku tertarik padanya. Padahal sebelum kenal dengan Tora aku sudah mengetahui orientasi seks-nya. Tapi entah kenapa aku tidak tertarik sedikitpun padanya, padahal dia banyak di gilai para siswi di sekolah ini. Bahkan aku sering mendengar semua mantan cowoknya dulu cakep-cakep.
“Jadi Kakak nggak marah lagi kan?” tanyaku memastikan.
“Iya, Kakak nggak marah kok. Tapi jika cowok aneh itu beneran suka sama kamu. Kakak harap kamu tidak menerimanya sebagai pacar,” katanya. Aku mengernyitkan keningku mendengar ucapannya.
“Tapi Kak, Tora.....” Kak Wisnu mendaratkan jari telujuknya di bibirku. Membuatku berhenti bicara. Aku menatap heran dengan sikapnya. Sekarang dia mulai menggenggam jemariku dan mengusapnya lembut.
“Kamu tahu.!? Sebenarnya Kakak mengajak kamu keluar besok karena ingin mengatakan sesuatu. Tapi sebaiknya Kakak katakan sekarang. Emm...Kakak suka sama kamu. Kamu mau kan jadi pacar Kakak?” katanya tanpa menghiraukan ucapanku.
“Maaf Kak aku...aku tidak bisa.”
“Kenapa? Apa karena kamu belum bisa move on dari mantanmu yang dulu?”
“Bukan begitu tapi....”
“Tolong beri Kakak kesempatan,” katanya memotong kata-kataku. “Kakak sayang kamu Dri.” Perlahan wajahnya mulai mendekati wajahku. Aku berusaha mendorong bahunya tapi dia tetap berusaha mendekatkan wajahnya hendak mencuimku.
“Kak, jangan....!” kataku yang terus berusaha mendorong tubuhnya, tapi dia tidak peduli. Aku mengelak saat bibirnya hampir mendekati bibirku. Namun dia malah mendaratkan bibirnya ke leherku, bahkan sekarang dia sudah mengunci kedua tanganku dan menindih tubuhku. Dia berhasil mencium pipi dan leherku beberapa kali walaupun aku sudah berusaha sekuat tenaga mengelak tapi tetap nihil. Aku merutuki dan menangisi diriku yang begitu lemah. Dalam hati aku memanggil-manggil namanya, berharap dia datang menolongku.
Doaku terkabul saat seseorang menarik tubuh Kak Wisnu yang menindihku. Dia mulai memukuli Kak Wisnu bertubi-tubi tanpa memberikan kesempatan kepada Kak Wisnu untuk membela diri.
Aku berusaha menarik tubuhnya menjauh dari Kak Wisnu yang sudah terbaring lemah di lantai. Dengan susah payah aku menahan tubuhnya agar dia berhenti karena dia masih belum puas memukul Kak Wisnu. Hingga aku berhasil membuat dia berhenti, namun aku masih bisa merasakan deru nafasnya yang kencang. Wajahnya memerah karena emosi.
Dia menarik tanganku meninggalkan ruangan OSIS. Aku mengikuti langkahnya tanpa kata, walaupun aku merasakan sakit di pergelangan tanganku yang di tariknya. Beberapa pasang mata memperhatikan kami dengan tatapan yang penuh tanda tanya. Dia tidak mempedulikan orang-orang yang menatap kami, bahkan bunyi bel tanda masuk juga tak di pedulikannya.