BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

BLACK WINGS

edited December 2015 in BoyzStories
Black Wings
Chapter 1 :The Prince And The Shadows.
Hari sudah menjelang tengah malam di sebuah perumahan di pinggir kota Semarang. Jalan aspal itu tampak sepi dan menghembuskan angin bulan januari yang menusuk tulang, membuat beberapa satpam yang harusnya bertugas jaga malam lebih memilih untuk mencari perlindungan di pos mereka dengan kehangatan segelas kopi. Pagar-pagar tinggi di perumahan mewah itu berkilau tertimpa cahaya keemasan lampu-lampu jalan.
Sebuah plakat kuningan bertulis angka 17 bertengger sempurna di depan sebuah pagar dari besi tempa yang berhias ukiran dua ekor angsa di pintu gerbangnya. Rumah di belakang pagar itu terlihat megah dan mewah dengan gaya eropa, dengan pilar-pilar berukir dan jendela tinggi berpanel. Sebuah kolam dengan air mancur menghiasi halaman depan diterangi lampu taman yang berpendar kemerahan, disekitarnya dipenuhi tanaman-tanaman hias berdaun lebar dan serumpun besar hydrangea. Di sisi rumah sebuah pohon mangga berdiri gagah, dahan-dahannya menjulur sampai melewati tembok batu yang mengelilingi rumah itu.
Di salah satu dahanya yang besar sesosok mahluk tiba-tiba muncul, duduk bersila di pohon itu padahal sedetik lalu tak ada apapun, seakan dia muncul hari dalam dahan itu sendiri. Mahluk itu bergerak, dia menekuk sayap hitam nya dibalik punggung telanjangnya yang pucat. Kepalanya miring mengamati jendela yang tertutup gorden dilantai dua yang persis berada dipepanya dengan tertarik. Sudah berapa lama? Dia bertanya dalam hati. Sejak pertama kali dia melihat ke tempat yang sama? Sepuluh tahun? Ah, tidak mungkin lebih. Bagaimana bisa dia memendamnya begitu lama? Tapi semua itu akan segera berakhir, besok dia akan melakukanya, dia tak akan menghilangkan kesempatan ini dia sudah terlalu lama menunggu. Di bibirnya tertoreh senyum simpul, matanya yang segelap malam menatap sendu penuh rindu. Dia terus memandang jendela tertutup itu seakan dia bisa melihat menembus gordenya.
Sementara itu, di sisi dalam jendela seorang pria sedang berbaring telentang dalam kegelapan, mulutnya sedikit terbuka. Kulitnya putih dan rambut ikalnya berwarna kecoklatan. Peter rahardian adalah seorang keturunan campuran belanda dan jawa. Penampilan peter memang tidak mencerminkan usianya, banyak orang yang akan mengira dia masih SMP padahal dia telah berada di kelas terakhir sebuah SMA. Dia berguling dalam tidurnya tapi tak terbangun, mimpinya aneh sekali, ada seorang berjubah hitam dan membawa sabit besar menaiki seekor kuda putih dan mengatakan padanya kalau dia akan jadi seorang raja. Peter terbangun karena suara deringan yang memekakan telinga, tanpa membuka matanya dia meraba-raba dalam gelap sebelum menarik keluar HP samsung barunya dari bawah bantal. Dengan mata masih terpejam dia menekan tombol receive dan menempelkanya ketelinganya
“ hmmm...” katanya sebagai ganti halo.
“ apanya yang hmmm! Lo masih tidur ya? Kebo .” sahut sebuah suara diseberang, begitu keras sampai peter langsung membuka matanya dan menjauhkan HP nya dari telinga. Dia tak perlu lagi bertanya-tanya siapa yang menelpon, hanya ada satu orang yang akan mengganggu nya pagi-pagi buta begini- atau setidaknya itulah yang dikiranya-.
“ ngapain sih lo nelpon gue? Masih subuh juga.”
“ lo ngigo ya?! Lihat tuh jam!”
Dan baru saat itu peter menyadari bahwa kamarnya surang terang, cahanya matahari menembus gorden jendelanya seperti benang-benang keemasan yang tebal dan berkilau. Dia menggosok matanya sebentar sebelum kembali bicara pada telepon.
“ oh..”
“ Cuma, oh?! Sepuluh menit lagi gue sampai di sana dan lo harus sudah siap! Kalau nggak gue seret lo dari kasur!”
“ hmmm”
“ jangan tidur lagi!”
“ hmmm.”
Dan sambungan pun terputus. Peter menjatuh HP nya dan melirik ke jam kecil yang bertengger di mejanya. Pukul 06.35. pantas saja dion marah-marah. Dion adalah sahabat peter sejak kecil dan mereka bersekolah di SMA yang sama. Dengan malas peter bangkit dari kasurnya yang empuk dan berjalan gontai melewati kamarnya menuju pintu kamar mandi yang memang jadi satu dengan kamarnya. Setelah mencuci muka dan gosok gigi dia melepaskan pakaianya, menyalakan water heater dan langsung mandi.
Peter turun dari kamarnya lima belas menit kemudian, sudah berpakaian lengkap dan menenteng tasnya. Di meja makan dia mendengar ibunya tengah ngobrol riang dengan seseorang yang tak lain adalah dion yang sedang mengolesi selai nanas di roti bakarnya. Dion langsung memberikan pandangan menegur sedingin es pada peter yang baru saja memasuki meja makan.
“ kebo.” Gumamnya di sela-sela mengunyah roti bakar.
“ siapa juga yang nyuruh lo kesini.” Balas peter sadis seraya duduk dan menjangkau seteko susu.
“ peter nggak boleh ngomong gitu!” tegur ibunya” dion udah baik mau jemput kamu sekolah, harusnya kamu terimakasih dong.”
Dion memasang senyum kemenangan dan peter cemberut sambil bergumam kritikan yang tak bisa didengar ibunya.
“ makasih ya dion udah mau repot-repot jemput peter segala.” Kata ibu peter dengan senyum ramah.
“ ga apa-apa kok tante, sama sekali nggak repot.”
Ibu peter-Ny Anisa adalah keturunan jawa sementara suaminya keturunan belanda. Dia adalah wanita yang ramah dan murah senyum dengan rambut hitam yang digelung ketat. Sebenarnya wajah peter lebih mirip ibunya sementara warna kulit dan rambutnya mirip ayahnya.
Sejujurnya peter kurang setuju dengan kebiasaan baru yang sedang dion kembangkan, yaitu menjemput dan mengantarnya sekolah setiap hari. Karena dia dan dion tak pernah sepakat tentang ‘waktu bangun pagi’. Membuat peter harus rela waktu bangun paginya menjadi lebih cepat dari yang dia harapkan karena telepon dari dion yang mulai membuat senewen. Sebenarnya ini baru hari kedua dion melancarkan kebiasaan barunya ini, semua ini berawal dari insiden dua hari lalu. Saat itu peter yang biasanya pulang sekolah bareng dion memutuskan untuk pulang sendiri karena dion harus latihan karate sampai sore. Namun sebelum mencapai terminal bus dia dicegat segerombol preman yang langsung memalaknya. Untung saja saat itu dia tidak diapa-apakan walaupun dia harus merelakan HP nya dibawa para preman itu. Dampak dari kejadian itu dion yang merasa bersalah karena tak menemani peter berjanji untuk terus mengantar nya pulang pergi sekolah mulai saat itu, walaupun peter sudah berkali-kali mengatakan kalau ini sama sekali bukan salahnya. Tapi dion itu sangat keras kepala, sekali sudah memutuskan sesuatu dia tak akan pernah goyah.
Peter baru saja menelan rotinya yang ketiga saat pembawa acara di TV pagi membacakan sebuah berita kecelakaan. Bus yang menghantam trotoar menewaskan tiga pejalan kaki... tapi peter tak bisa mendengar kelanjutan beritanya karena saat itu dion ngomel-ngomel bahwa mereka akan terlambat sekolah, dan ibunya yang telah bersekongkol juga menyuruh peter untuk makan lebih cepat. Maka setelah pamit pada ibunya, peter langsung duduk di boncengan motor matic dion yang berwarna hijau cerah, sementara dion yang tidak sabar berkali-kali melihat jam tanganya.
Pukul tujuh adalah saat paling macet di kota semarang. Semua orang sepertinya tumpah ruah di satu jalan, suara klakson mobil yang sama sekali nggak berguna memenuhi udara. Hal ini memperburuk mood dion yang memang sudah buruk sedari pagi. Dia ngomel-ngomel sepanjang jalan yang tidak dibantah peter, karena jauh lebih mudah begitu. Untungnya dion menegetahui jalan-jalan tikus melewati perumahan padat dan gang-gang sempit, sehingga mereka tidak perlu ikut berpartisipasi dalam hiruk pikuk jalan di waktu pagi.
Motor dion membelok tajam di gang terakhir, sekolah mereka tampak dari kejauhan. Sebuah bangunan besar berlantai dua dan ber cat krem pucat dengan letter U. Beberapa anak terlihat sedang tergesa-gesa memasuki gerbang. Dion membawa motornya memutari dinding pembatas sekolah ke pintu belakang. Tempat parkir sudah penuh sesak sehingga dion agak kesulitan menemukan tempat untuk motornya. Tepat setelah dion berhasil memarkir motornya, bel masuk berdering kencang. Mereka berdua bergegas melewati segerombol anak kelas 10 yang berceloteh riang, dan menaiki tangga ke lantai dua. Kelas mereka 12 IPS 1 berada di ruangan paling ujung, sehingga mereka bisa melihat seluruh sekolah dari pagar pembatas. Mereka mengatur nafas di depan pintu sebelum masuk, untung gurunya belum datang, tapi semua temanya tampaknya sudah disana, mengobrol ramai. Peter duduk di kursinya, di pojok belakang kelas sambil terengah-engah.
“ kenapa kalian terlambat?” tanya seorang anak perempuan berambut keriting lebat yang duduk didepan mereka.
“ gara-gara kebo satu ini nih.” Omel dion.
“ kenapa nyalahin gue, kan gue nggak nyuruh lo jemput gue”
Dion membuka mulut hendak membalas tapi gadis itu menghentikanya.” Udah lah nggak usah berantem. Kalian udah bikin tugas ekonomi itu? Aku nggak tau apakah aku harus ngasih tabel APBD yang 2014 atau nggak, kayaknya udah kebanyakan deh...” dia terus mengoceh tanpa memperhatikan bahwa peter sedang melongo dan dion tampak ngeri.
“ emang ada PR nit?” tanya dion yang langsung dibalas nita dengan pandangan menegur sambil bergumam “ sudah kuduga..”
“ pinjem dong nit...nita cantik deh.” Kata peter memelas berusaha menarik simpati.
“ nggak boleh!” jawab nita tajam seperti jepitan tikus.” Kalian punya waktu satu minggu untuk mengerjakanya, kenapa nggak bikin!”
“ kan lo tau sendiri nit gue habis kena musibah, jadi gue bener-bener lupa. Masa lo tega sih ngelihat gue keliling lapangan panas-panas gini. Pleaseee” bujuk peter pantang menyerah, sementara dion manggut-manggut dibelakangnya, tau kalau nita sudah bisa dibujuk oleh jurus puppy eyes peter dia juga bisa ikut mencontek.
Sementara nita memandang mereka dengan mata menyipit berbahaya dan tangan tersilang.” Baiklah.” Katanya seraya menghela nafas kesal. “ tapi ini yang terakhir, jangan harap aku bakal bantuin kalian lagi!”. Dia mengaduk-aduk tas nya dan mengeluarkan sebuah buku tulis bersampul hijau.
“ thanks nit, lo bener-bener temen baik gue.” Kata peter menyambar buku yang disodorkan nita sebelum dia berubah pikiran.
Pelajaran pertama adalah sejarah. Bagi peter dan dion ini adalah kesempatan yang sangat bagus, karena biasanya guru mereka, pak Yanto akan menyuruh mereka membaca satu bab panjang di buku teks sementara dia pamit ke kamar mandi dan kembali dua jam kemudian. Dan sejauh ini tampaknya hanya nita yang dengan setia melakukan perintah pak yanto. Suara langkah kaki di depan menunjukan bahwa pak yanto sudah datang. Cewek-cewek yang sedang asik bergosip di sudut mendadak berhenti, hal ini tak pernah terjadi di pelajaran sejarah sebelumnya. Karena penasaran peter mengangkat wajahnya dari usaha mencontek jawaban nita di bawah meja.
Pak yanto berjalan ke mejanya dengan tangan berada di belakang punggungnya. Kepalanya yang hampir botak berkilau di timpa cahaya matahari pagi. Tapi hari ini dia tidak sendirian, peter melihat alasan cewek-cewek tadi menghentikan gosip mereka. Di belakang pak yanto berjalan seorang pria jangkung berbadan tegap dengan rambut gelap yang sengaja di buat berantakan. Pak yanto berhenti dan pria itu ikut berhenti di depan kelas sambil tersenyum menunjukan dua gigi taring nya yang runcing. Peter menghentikan kegiatan menulisnya dan mengamati sang pendatang baru, wajah pria itu tampak tegas namun juga ramah disaat bersamaan, matanya gelap dengan alis tebal, terdapat luka torehan yang jelas di atas mata kirinya seakan dia pernah terjatuh dan menghantam sesuatu yang tajam. Cewek-cewek di kelas mentapnya tanpa berkedip, bahkan yuli tampak terang-terangan melongo. Peter berusaha menahan tawa melihatnya, namun tampaknya dion yang sedang menunduk sambil menulis tak menyadari apa yang sedang terjadi.
“ ehem.” Deham pak yanto seperti biasa kalau dia akan bicara.” Yah, seperti yang kalian lihat, kita keatangan seorang murid pindahan dari SMA swasta di jakarta, silahkan kenalkan diri kamu.” Kata pak yanto dengan suara dengung membosankan.
Pria itu kembali tersenyum sebelum bicara. “ selamat pagi temen-temen.” Katanya dengan suara bass yang berat membuat beberapa cewe menggigiti kuku jarinya.” Perkenalkan namaku aldo diandrika dari jakarta, baru saja pindah kemarin.”
“ udah punya pacar belum?” celetuk yuli yang langsung dijawab sorakan seluruh kelas. Aldo hanya tertawa kecil sambil menggeleng. Yuli dan teman-teman nya cekikikan senang.
“ ya udah aldo kamu boleh duduk.” Kata pak yanto mengatasi tingkat kebisingan kelas yang mulai meninggi lagi. Beberapa cewek tampak gelisah saat aldo berjalan melewati gang-gang meja, siska malah mendorong-dorong wahyu yang duduk di sebelahnya sambil berbisik keras. “ pindah dong yu, biar dia duduk disini.” Sehingga membuat wahyu yang malang terjungkal dari kursinya.
Aldo akhirnya memilih duduk di kursi kosong disamping melani yang tampak shock seakan dia terpilih sebagai miss universe, namun langsung bisa menguasai diri dan mengedip-ngedipkan matanya genit, beberapa cewek tampak kecewa.
“ yah kalau begitu ayo kita mulai pelajaranya.”
Dan sisa pelajaran itu seperti yang sudah diduga peter, mereka harus membaca satu bab luarbiasa panjang tentang perang diponegoro sementara pak yanto pergi ke kamar mandi. Peter sama sekali tak menyentuh buku ‘Sejarah Indonesia Sebelum Tahun 1945’ nya dan memilih untuk mulai membuat tabel ekonomi, hal ini jadi lebih mudah karena dia tidak harus mengerjakanya di bawah meja lagi.
“ pet, siapa orang itu?” tanya dion saat peter sedang mengisi tabel nya. Tampak jelas bahwa dia baru saja menyadari ada murid baru. Tapi dion hebat juga bisa tau tentang aldo, padahal aldo kan duduk barisan bangku tengah, pikir peter. Tapi saat peter mengangkat kepalanya, keherananya terjawab karena hampir semua cewek di kelas mengerubungi meja aldo dan berceloteh gila-gilaan. Mereka menayakan mulai dari rumah, sekolah yang dulu, keluarga, hoby, ukuran sepatu,merek celana dalam...
Tampaknya hanya ada satu cewe yang masih bertahan di tempat duduknya. Nita membenamkan wajahnya di buku ‘ Sejarah Indonesia Sebelum Tahun 1945 ‘. Ekspresi cemberutnya dengan jelas menunjukan ketidak setujuanya atas kebisingan ini.
“ aldo, murid baru pindahan dari jakarta.”
“ kok gue nggak tau?”
“ ya karena dari tadi lo berada di dunia yang lain jadi gue nggak bisa ngasih tau! Udah jangan ganggu gue dulu, masih banyak nih yang harus gue tulis!” jabab peter kesal membayangkan betapa banyak dan rumit tabel yang dibuat oleh nita, sementara dia nggak mengerti hampir sebagian besarnya.
Dua jam pelajaran sejarah yang digunakan peter untuk membuat PR ekonomi diikuti dua jam pelajaran ekonomi nya yang diajar oleh guru wanita yang terkenal galak. Kepala peter rasanya menjadi lebih panas daripada tadi pagi, maka dia sangat bersyukur saat mendengar bel istirahat yang berdering keras. Bu winda meninggalkan kelas setelah dengan sadis memberikan tugas yang jauh lebih rumit dari sebelumnya, hanya nita saja yang tampak senang.
“ akhirnya istirahat juga...” desah peter lega sambil melemaskan tulang-tulang tanganya yang kaku.
“ kalau sekali lagi gue disuruh nulis begini banyak, gue nggak akan bisa ikut karate lagi.” Keluh dion seraya memijat pergelangan tanganya.” Gue nggak tau kenapa lo bisa ngerti apa yang diomongin bu winda nit.”
“ karena aku mendengarkan.”
“ gue juga, tapi tetep aja gue nggak ngerti apa yang dia omongin.”
“ udah ah, ke kantin aja yuk.” Ajak nita sambil berbalik setelah memasukan buku-bukunya ke dalam tas.
“ ayuk...gue juga laper, coba makan roti doang tadi pagi.” Kata peter.
“ lo kan udah makan lima pet. Kalian duluan aja deh, gue harus ketemu anak-anak karate dulu ntar gue nyusul.” Jawab dion sambil berdiri dan meninggalkan mereka.” Ciau.”
Nita ikut berdiri dan merapikan rambutnya .” ayo pet.” “ ok.”
“ kalian mau ke kantin? Aku boleh ikut nggak?” tanya suara bass dibelakang mereka. Peter yang baru menoleh mundur dengan reflek karena aldo sudah berdiri sangat dekat denganya, sementara nita menatap heran.
“ boleh aja sih,” jawab nita sementara peter menggosok-gosok punggungnya yang sakit karena menabrak tepi meja
“ sori-sori kau nggak pa-pa kan?” tanya aldo cemas
“ nggak kok nggak apa- apa, Cuma kaget aja.” Jawab peter nyengir.
“ aku ikut kekantin ya.” “ aku juga.” “ aku juga ikut deh.” “ tunggu aku ikut juga.” Tiba-tiba saja keadaan jadi ramai karena semua cewek di kelas jadi pengen ikut ke kantin juga, beberapa malah ada yang bergelayut manja di tangan aldo yang tampak panik. Nita melemparkan pandangan menghina terbaik nya sebelum berbalik dan meninggalkan mereka.
“ kau urusi aja dulu deh itu, aku mau ke kantin bukan ke pawai.” Katanya sinis.
“ hei tunggu nit, jangan tinggalin gue.” Teriak peter mengejarnya sementara aldo berusaha menenangkan segerombolan singa betina.” Kenapa sih lo sewot banget?” tanyanya setelah melewati koridor yang ramai.
“ nggak punya harga diri.” Bisiknya kesal.
Peter menatapnya heran sebelum berkata hati-hati.” Lo nggak suka sama aldo kan?”
Nita memberinya pandangan menghina seperti yang diberikanya pada cewe-cewe di kelas tadi.” Jangan ngaco! Sorry aja ya aku bukan cewe murahan yang akan langsung mengerumuni orang yang baru kukenal!”
“ oke-oke nggak usah marah-marah.”
“ hei tunggu!” teriak suara di belakang mereka. Aldo terengah-engah dan bertumpu pada lututnya setelah berhasil menyusul mereka.” Sorry soal yang tadi.”
“ lo apain mereka?”
Aldo hanya mengangkat bahu sambil nyengir. “ oh iya, aku belum tau nama kalian.”
“ gue peter, lalu cewe yang tempramenya sangat menyenangkan ini namanya nita.” Nita melemparkan pandangan kesal sementara aldo tertawa renyah.
“ jadi jakarta? Gimana sekolah disana? Kudengar standar nilai kurikulumnya tinggi ya? Tapi menurutku itu wajar sih untuk sekolah sekelas itu...” oceh nita saat mereka menuruni tangga.
“ apapun yang kau dengar tentang jakarta, percayalah mereka melebih lebihkan. Sekolahnya tak lebih bagus dari di sini kok. Malah aku pribadi lebih senang disini orang-orangnya lebih ramah.”
“ aku bisa lihat itu.” Sindir nita
Aldo tersenyum lebar.” Yah, walaupun agak..”
“ liar.” Sambung peter. Mereka bertiga tertawa.” Apakah ada artis juga yang sekolah di sana?” tanyanya antusias.
“ ya, kalau disekolahku ada beberapa artis sih. Tapi kau tak akan suka, tidak semua, tapi sebagian dari mereka agak sombong.”
“ mengenal mereka tak akan membuatmu rugi kan.”
“ tidak membuat untung juga sih.”
Tampaknya berita tentang murid baru yang ganteng bernama aldo telah menyebar dengan luar biasa cepat bahkan untuk standar sekolah ini. Itu terbukti saat mereka melewati ruang kelas 11 menuju ke kantin, beberapa cewe terlihat bergerombol dan cekikikan bahkan ada yang terang-terangan menunjuk-nunjuk.
“ apa mereka tidak pernah melihat spesies bernama manusia.” Bisik nita kesal saat mereka melewati segerombolan cewe kelas sepuluh yang menatap aldo sambil melongo.
“ hey pet.” Teriak sebuah suara yang sudah dikenalnya. Peter menoleh dan melihat kak daniel berjalan cepat ke arahnya. Walaupun peter memanggilnya kak umur mereka hanya terpaut beberapa bulan. Dia seangkatan dengan peter tapi di jurusan IPA, orangnya ramah dengan rambut model shagy yang tampak cocok untuknya.
“ ada apa kak?”
“ kapan kita bisa kumpul, kau ingat, buat bahas poster.” Jawab kak daniel yang sama sekali nggak menunjukan tanda-tanda kalau dia melihat aldo.
“ oh iya sorry banget kak aku hampir lupa soal itu.” Kata peter dengan nada minta maaf. Peter memang benar-benar lupa kalau dia mendapat tugas untuk mendisain poster promosi acara pensi yang akan diadakan beberapa minggu lagi.
“ nggak apa-apa, sekarang udah inget kan? Gimana kalau besok sore, sepulang sekolah, dirumahku? Aku juga bisa bantu bikin desainya dikit-dikit.”
“ bener-bener nggak ngerepotin nih kak?”
“ ya enggak lah. Kalau ngerepotin nggak akan aku tawarin kan. Jadi gimana? oke?”
“ boleh deh.”
“ sip, kutunggu besok. Aku kesana dulu ya, udah ditungguin intan.” Katanya sambil berbalik.” Bye juga nit.”
“ siapa dia?” tanya aldo yang entah kenapa tampak tidak senang.
“ kak daniel, ketua osis. Cepetan yuk kekantin, keburu rame.”
Benar saja, ketika mereka sampai di kantin, tempat itu sudah penuh sesak dan luar biasa bising. Tapi untungnya mereka berhasil menemukan sebuah meja kosong di sudut. Aldo sama sekali tak tampak terganggu oleh anak-anak lain yang menatapnya heran bahkan dengan sikap ibu penjaga kantin berusia 50 tahun yang mengedip manja dan bertanya dengan genit “ mau makan apa sayang.” Malahan dia tampak sangat lahap memakan sotonya.
“ ngomong-ngomong orang yang tadi seangkatan dengan kalian ya?” tanyanya setelah berhasil menelan makanan di mulutnya.
Peter mengangguk sambil mengunyah bakso nya sebelum menjawab.” Ya, kak daniel kelas 12 juga tapi dia di IPA.”
“ IPA? Dia pinter dong.”
“ yah lo bisa bilang begitu.” Kata peter.” Tapi kalau lo cari calon pacar yang pinter, lo bisa pertimbangkan mbak nita yang cantik ini, dia peringkat satu di sekolah lho.”
Nita yang sedang mengunyah siomai nya mencubit perut peter sambil menatap jengkel.
“ beneran nit. Hebat dong.” Kata aldo kagum.
“ jangan percaya sama dia, aku bukan peringkat satu.”jawab nita.” Cowo di kelas IPA 3 lah yang jadi peringkat satu.”
“ maksud lo gee? Dia mah nggak usah dihitung, dia kan aneh.” Kata peter nggak mau kalah.
“ siapa gee?” tanya aldo penasaran.
“ dia juara sekolah selain nita, pernah dikirim ke berbagai olimpiade. Tapi gue nggak begitu kenal, gue Cuma pernah ketemu dua kali. Anaknya nggak pernah masuk.”
Tepat pada saat itu, seorang cewe cantik dengan lesung pipi menyeruak duduk di pinggir aldo sambil meletakan nampan berisi soto dan es jeruk.” Boleh gabung nggak?” tanyanya tanpa menunggu jawaban dari siapapun.” Jasmine.” Katanya langsung pada aldo sambil mengulurkan tanganya.
“oh, ya, aku aldo.” Jawab aldo agak kaget tapi langsung tersenyum sopan.
Saat itu peter melirik nita dengan hati-hati, ekspresi kakunya sudah mulai menunjukan tanda-tanda bahaya. Sementara jasmine bersikap semakin sok akrab pada aldo yang tampak bingung dan salah tingkah. Lebih untuk menghindari melihat pemandangan ini daripada karena alasan lain, peter pamit untuk pergi ke kamar kecil yang diabaikan oleh nita dan dijawab sambil tersenyum oleh aldo.
Dia berbelok di sudut dan melewati petak-petak bunga begonia di halaman belakang sekolah sampai di bangunan kamar mandi yang terdiri dari enam bilik yang berderet-deret. Tempat itu sepi karena sebagian besar murid sedang tumpah ruah di kantin atau halaman. Peter masuk kesalah satu bilik untuk mencuci muka, dan dia mendengar langkah kaki seseorang di luar pintu. Tepat saat dia keluar sebuah tangan yang berat menarik kerah bajunya dan mendorongnya sampai punggungnya menabrak tembok berlumut. Saat matanya sudah terbiasa dia bisa melihat jelas siapa penyerangnya. Seorang pria kekar berkulit gelap muncul dalam fokus. Tommy, seorang preman sekolah yang sangat sering membuat masalah dan beberapa kali nyaris dikeluarkan, tapi berhasil lolos berkat orang tuanya yang adalah anggota dewan sekolah dan juga penyumbang dana yang sangat royal, atau seperti itulah yang didengar peter.
“ bagi duit!” katanya tanpa basa-basi. Satu hal lagi yang membuat peter heran, karena tommy termasuk anak orang yang bisa dibilang lebih dari mampu, tapi dia terkenal sangat suka memalak. Mungkin dia menderita kelainan mental atau dia Cuma suka mengancam orang-orang saja, pikir peter getir.
“ gu...gue nggak bawa duit..” segal peter yang hampir tercekik karena tangan tommy yang menahanya di tembok.
“ alah bacot lo!!” sergah tommy kasar sememtara tangan kirinya merogoh saku depan baju peter dan menarik keluar segenggam uang kertas.” Ini apaan?! Tukang ngibul!” dia membanting peter kesamping dan meninggalkanya begitu saja.
Peter menggosok siku tanganya yang terluka menghantam lantai keramik basah. Di luar dia masih bisa mendengar tommy yang berbicara keras, sepertinya dia sedang menelpon.
“ iya ntar sore gue kesana. Jangan lupa siapin aja videonya, oke-oke....”
Peter benar-benar heran kenapa orang-orang seperti itu sangat tertarik padanya, mula-mula para preman yang mengambil HP nya, sekarang tommy. Mungkin ini karena alasan yang sering kali dikatakan oleh dion, “ lo terlalu polos sih.” Walaupun peter merasa itu sama sekali tak ada hubunganya. Dan entah kenapa peter tak memiliki niat untuk membalas, mungkin karena dia tau dia itu sangat lemah kalau soal menyangkut fisik, atau dia tak mau membuat orang lain repot, terutama dion yang pasti langsung ngamuk-ngamuk. Karena alasan ini jugalah dia memutuskan untuk merahasiakan kejadian ini dari dion.
Dia bangkit dan membersihkan sikunya di wastafel terdekat sebelum kembali ke kantin. Ternyata nita dan aldo sudah tidak ada saat peter kembali, makanya dia memutuskan untuk kembali ke kelas, mungkin mereka berdua sudah ada di sana. Dan benar saja, saat peter sampai di kelas nita dan aldo sudah duduk di sana. Nita sedang bersandar di kursi dan membaca buku tebal berjudul ‘ Pergeseran Benua’, sementara aldo yang duduk di sampingnya berusaha menjawab berbagai pertanyaan yang disampaikan yuli, siska, dan wiwit di saat bersamaan.
“ cepet banget baliknya, nggak nungguin gue lagi.” Kata peter sambil menghempaskan diri ke kursinya.
“ kau saja yang lama ke WC nya, ngapain aja? Mandi?” jawab nita ketus tanpa mengangkat wajahnya dari buku. Tapi peter yakin alasan nita pergi dari kantin cepat-cepat adalah karena kehadiran yang tak diharapkan dari jasmine. Walaupun nita bilang dia tidak menyukai aldo tapi sulit sekali menghilangkan kecurigaan bahwa ada sesuatu diantara mereka dari benak peter. “ kenapa sikumu?”
“ jatuh.” Bohong peter lancar. Mata nita menyipit curiga tapi dia tak berkata apa-apa lagi.
Saat itu dion berjalan masuk, ekspresi wajahnya sangat puas dengan senyum lebar. “ gue terpilih.” Katanya sebelum ada yang sempat bertanya. “ sebagai perwakilan sekolah buat ikut kejuaraan karate tingkat nasional!”
“ traktir dong.” Tuntut peter.
“ menang juga belum udah minta traktir!”
“ selamat ya yon, harus sering latihan dong.” Kata nita langsung ceria lagi sambil meletakkan bukunya.
“ pasti dong, doain gue menang makanya. Ntar sore ada latihan, gue anterin peter pulang dulu tapinya.”
“ lo jadi bolak-balik dong, nggak usah gue pulang sendiri aja, gue juga bukan anak TK lagi.”
Ekspresi dion seketika mengeras dan peter tau bahwa sebentar lagi dia pasti akan marah-marah. Tapi untung saja peter diselamatkan dari keharusan mendengar omelan dion oleh aldo yang berkata. “ biar aku saja yang nganter peter pulang, sekalian mau tau rumahnya .”
“ apa? Oh, yeah... gue bareng aldo aja.” Peter menyetujui tawaran ini semata-mata karena nggak mau ngelihat dion bolak-balik rumahnya ke sekolah, jaraknya nggak dekat juga.
Dion terdiam sebentar mengamati aldo dengan pandangan menilai seakan sedang mempertimbangkan apakah orang ini bisa dipercaya atau tidak. Tampaknya dion memutuskan bahwa aldo cukup bisa dipercaya karena dia langsung bilang. “ yeah, okelah.” Peter dan aldo nyengir di saat bersamaan.



«1345678

Comments

  • salam, saya member baru yg pengen nyoba nulis, semoga pada suka :)
  • post chapter 2 sekalian.
    Chapter 2: Rough Elimination
    Rumah itu tampak paling megah diantara rumah-rumah lain di perumahan elit itu. Para tetangganya tak begitu mengenal keluarga pengusaha kaya wiryawan, tapi mereka juga tidak berusaha beramah-tamah. Dari gosip yang mereka dengar suami istri pemilik rumah itu sangat jarang ada di sana, yang biasanya terlihat hanya anak laki-laki satu-satu nya mereka yang sifatnya juga tak di sukai warga pemukiman itu, ‘ sombong’ dan ‘dingin’ begitu mereka biasa menyebutnya. Satu-satunya informasi yang bisa didapat tentang keluarga itu adalah dari pembantu setengah baya yang bekerja di sana, yang sangat ramah dan murah senyum.
    Sebuah mobil porche merah dan motor ninja yang juga berwarna merah terparkir di bagasi di samping taman yang terawat indah. Di lantai dua seorang pria muda berkulit gelap sedang mengamati tubuh telanjangnya di depan cermin besar. Dadanya bidang dan perutnya sixpack sebagai hasil hari latihan rutin dan diet yang dia lakukan dan mungkin juga sedikit kontribusi dari olah raga favoritnya, berantem. Pria itu berbalik dan mengamati tubuhnya dari sisi lain. Kamar itu sangat luas, dengan spring bed king size, TV, laptop, perangkat audio, video game,kulkas mini, semua yang bisa diimpikan seorang remaja. Sebuah gitar listrik hitam bersandar di dinding dan dua stick drum tergeletak asal di atas kasur. Dinding kamar itu dipenuhi poster berbagai band rock.
    Setelah puas mengamati tubuhnya,dia berjalan ke sebuah lemari besar berpelitur mengkilap, membuka pintu gandanya dan mulai mengenakan boxer diikuti celana jeans yang sudah robek-robek dengan rantai sangat panjang yang terkait di atas saku kirinya, menjuntai sampai ke lutut saat dia berdiri. Saat dia sedang sibuk memilih kaos, pintu kamarnya sedikit terbuka dan sebuah kepala menjulur dari sana.
    “ aden tommy, makananya udah jadi. Mau bibi siapin?” tanya wanita berumur 55 tahun itu dengan senyum hangat.
    Tommy berbalik dengan sebuah kaos hitam di tanganya.” Nggak bi, hari ini tommy mau nginep di rumah temen.” Katanya sambil memasang senyum langkanya.
    “ nggak makan siang dulu den? Nanti sakit lo.”
    “ tommy makan di sana sekalian bi.”
    “ ya udah, ati-ati di jalan ya den.”
    Tommy membalasnya dengan anggukan singkat sebelum pintu tertutup. Dia memakai kaos berlambang metalica dan mengambil sebuah kunci motor di atas meja. Hari ini dia berencana menginap di rumah rendy, salah satu temanya, untuk bermain game dan menonton video konser band nya, Andromeda. Tapi alasan utamanya menginap di rumah tommy adalah karena dia muak berada di rumah sial ini. Rumah ini besar, tapi sangat dingin dan sepi, hanya ada mang ijang, tukang kebun dan bi sumi, pembantunya yang sudah dianggap seperti orang tuanya sendiri. Bahkan dia merasa cinta mereka berdua padanya lebih besar dari cinta kedua orang tua kandungnya sendiri. Kedua orang bodoh itu! Pikirnya geram, yang merasa bahwa mereka sudah bisa disebut orang tua hanya dengan mencekoki anaknya dengan uang dan fasilitas! Tommy sudah lama berhenti berharap pada mereka. Dulu saat dia kelas 10 SMA, dia sering membuat masalah di sekolah, berantem, membolos, tawuran, memalak teman-temanya dengan harapan bahwa orang tuanya akan dipanggil ke sekolah dan dia dimarahi. Setidaknya itu akan membuat mereka ingat bahwa mereka memiliki seorang anak laki-laki. Tapi semua harapan indah itu tak pernah terwujud, yang terjadi setelah kedua orang tuanya dipanggil pihak sekolah adalah mereka menyuap kepala sekolah agar dia tak dikeluarkan. Lalu mereka berdua bertengkar saling menyalahkan, sementara dia terkurung di kamar.
    Walaupun dia sudah menyerah untuk mencari perhatian orang tuanya sejak saat itu, ternyata kebiasaan lama tak bisa diubah. Dia jadi semakin liar, dia berteman dengan kelompok anak-anak bermasalah, mulai mengenal rokok dan alkohol. Dia jadi senang memalak teman sekolahnya, agar dia ditakuti, diperhatikan, walaupun dia tak pernah memakai uang hasil kejahatanya itu. Biasanya teman-temanya akan memakainya untuk membeli rokok atau minuman keras. Seperti kemarin, dia berhasil mendapat lima puluh ribu dari seorang anak kelas 10 atau 11 yang dipalaknya di WC, entahlah dia tak terlalu peduli. Uang itu langsung diminta oleh rendy, untuk kas katanya walau tommy tau betul uang itu dipakai untuk apa.
    Dia keluar dari kamarnya, mengunci pintu, dan menuruni tangga spiral ke ruang keluarga di lantai satu. Ruangan saat itu sangat lengang, perabot-perabot mewah berpendar lembut disiram cahaya dari kandil kristal yang dipasang di tengah ruangan. Bi sumi pasti sedang ada di dapur, pikirnya. Dia berjalan ke pintu depan yang berhias ukiran naga dan membukanya, terlihat taman depan rumahnya yang terawat rapi. Dia ingat saat kecil mang ijang pernah memarahinya karena dia lari-lari di taman ini dan terjatuh ke dalam serumpun semak mawar, membuat seluruh tubuhnya lecet terkena duri. Apakah salah? Pikirnya, jika dia berharap bahwa yang memarahinya adalah ayahnya. Tommy menggeleng, membuang pikiran itu dari kepalanya dan langsung membuka pintu bagasi. Saat itu HP di saku celanya berdering, dia menariknya keluar dan menempelkanya ke telinga.
    “ apaan?” katanya keras, dan suara rendy menyahut dari seberang.” Iya-iya gue kesana, bawel! Iya udah mau berangkat ni! Oke!” dia mengembalikan HP nya ke saku dan mulai menstater motor ninjanya dan motor itu menyahut dengan suara derum yang memuaskan.
    Dia melajukan motornya melewati jalan aspal di tengah pemukiman elit itu. Beberapa tetangganya menatap dinggin saat dia lewat. Setelah memasuki jalan raya, tommy mulai memacu motornya dengan kecepatan tinggi, dia menarik gas sampai jarum di spedometer menyentuh angka 85. Karena sudah biasa ngebut, tommy jadi sangat ahli melewati celah-celah sempit di antara mobil-mobil, membuat jalanya bebas hambatan. Rasanya sangat menyenangkan, merasakan angin menabrak butuhnya seakan seluruh masalah di kepalanya terbang terbawa angin. Mungkin saat seperti inilah dia merasa benar-benar bebas.
    Lampu lalu lintas di perempatan depan berubah merah, tapi tommy tak punya waktu untuk berhenti. Dia mengegas dengan nekat menerobos perempatan dengan kecepatan 100 km/jam, membuat seorang ibu-ibu yang mengendarai motor matic berguling ke trotoar karena kaget. Tapi tommy tak berhenti, suara makian para pengendara lain melayang di belakangnya, tak satupun mencapai telinganya. Dia berbelok tajam di tikungan sampai lututnya nyaris menyentuh aspal padat. Saat itu salah satu kaitan rantai di celananya lepas, membuat rantai itu jadi dua kali lebih panjang. Rantai itu meluncur dari jok belakang dan mengayun berbahaya, satu sisinya masih menggantung di celana jeansnya, namun tommy tak menyadarinya. Ujung rantai itu tiba-tiba mengait pada salah satu jari-jari roda belakang motor nya, membuat tubuhnya tertarik kebelakang dengan mendadak. Kehilangan keseimbangan, motornya pun jatuh miring dan tubuhnya terseret sejauh enam meter dan terlempar sampai berguling di sisi kanan jalan. “ arghhhh!” erangnya kesakitan. Dia merasakan tulang tangan dan kaki kirinya patah, siku dan lututnya robek parah karena bergesekan dengan aspal panas. Namun sebelum dia sempat mengucapkan satu umpatanpun, sorotan cahaya kuning terang menimpanya didikuti suara klakson yang luar biasa keras.
    *****
    Jarum jam yang menggantung di dinding kamar peter yang ber cat blue marine menunjukan pukul 11 malam. Dia menguap untuk yang kelima kalinya, meletakan ballpoint yang sedang dipegangnya dengan letih dan meluruskan punggungnya yang kaku. Matanya sudah terasa berat, dia memandang tugas geografinya tentang gunung berapi yang baru separo selesai dengan sedih. Sialnya tugas ini harus dikumpulkan besok dan dia sudah tidak bisa lagi meminta bantuan dari nita kali ini, karena nita sudah memberi isyarat sangat jelas bahwa dia tak mau membantu mereka ( peter dan dion.). peter mengutuk dirinya sendiri karena tak mengerjakan tugas ini jauh-jauh hari lalu. Maka dia menghela nafas panjang, mengumpulkan semangat baru dan kembali berkutat dengan tugas terkutuk ini!
    Satu jam telah berlalu dengan sangat lamban di kamar itu. Peter telah tertidur di meja belajarnya lebih dari setengah jam yang lalu, tanganya bersila dan menyangga kepalanya diatas tumpukan buku teks yang masih terbuka. Jendela kamarnya bergetar tertiup angin, dan dalam sekejap sosok bersayap itu muncul lagi entah dari mana. Kali ini wujudnya terlihat jelas karena lampu kamar yang masih menyala. Dia tampak seperti remaja yang baru menginjak usia 17 tahun, dia tak memakai baju, membuat dada dan perutnya yang bidang terekspos dengan jelas. Di punggungnya yang lebar sepasang sayap yang tampak seperti sayap gagak raksasa menempel di sana. Di bibirnya yang pucat terulas senyum lebar, dia membungkuk dan menggendong tubuh kecil peter lalu menidurkanya di kasurnya yang tampak berantakan. Wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah peter sehingga hidung mereka bersentuhan. Dia sudah tak bisa menahanya lagi, dia menempelkan bibirnya di bibir peter. Hangat dan basah, pikirnya. Dia menggigit bibir bawah peter lembut dan menyapu bibir atasnya dengan lidahnya. Ketika dia hendak memperdalam ciumanya, sebuah suara yang sangat menggangu terdengar di belakangnya.
    “ kau benar-benar keras kepala, dante.” Kata suara yang terdengar lembut namun dengan nada jengah.
    Pria yang dipanggil dante itu menoleh, melihat sesosok wanita tinggi berambut pirang yang digelung rumit, memakai gaun putih panjang dengan sulaman benang-benang emas, berdiri di sudut kamar yang terlindung bayangan, menatap dingin. Padahal sedetik lalu tak ada siapapun di sana, namun dante tampak tak menunjukan tanda-tanda keterkejutan seakan kehadiran wanita itu sudah diduganya. “ bukankah kau juga sama!” kata dante sembari berdiri dengan kesal, menghadapi wanita itu.
    “ aku minta kau segera hentikan ini semua dante, kau sudah melanggar begitu banyak peraturan. Aku tak bisa melindungimu lagi!”
    “ aku juga tak meminta kau melakukanya.” Jawab dante acuh.
    Wanita itu tampak marah tapi tetap berusaha menguasai diri. “ ini peringatanku yang terakhir! Tinggalkan dia! Kau tak memiliki hak apapun atas dirinya!” dan dengan kata-kata itu dia lenyap di tempatnya berdiri.
    Dante menatap tempat wanita itu menghilang dengan kaku, lalu menoleh pada peter yang tertidur pulas.” Jangan khawatir.” Katanya lembut. “ kita pasti akan bersama apapun yang terjadi.” Dan dante pun ikut menghilang persis sama dengan wanita itu.
    Peter terbangun dengan panik keesokan paginya oleh dering telepon dari dion. Dia belum menyelesaikan tugasnya! Dia berkutat berusaha melepaskan diri dari selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Bahkan dalam kepanikan pun dia masih sempat merasa heran karena dia yakin semalam dia tertidur di meja belajarnya. Tapi itu tidak penting sekarang, jika dia tak menyelesaikan tugasnya, bu ari pasti akan membunuhnya. Dia bergegas ke meja belajarnya yang sudah rapi, buku-buku tertumpuk di sudut dan bekas-bekas robekan kertas yang semalam bertebaran pun sudah hilang. Peter langsung menyambar buku tugas georafinya yang berada di tumpukan paling atas dan sebuah ballpoint, mungkin dia masih bisa menulis beberapa paragraf sebelum mandi, dia tak terlalu peduli dengan nilainya nanti yang penting tugas ini selesai. Namun saat peter membuka bukunya dia terbelalak, seluruh tugasnya sudah selesai, bahkan sudah ada penutup dan kesimpulan. Apa dia menyelesaikanya sebelum tertidur ya? Pikir peter heran, tapi itu jelas tulisan tanganya. Mengabaikan fakta aneh ini, peter bersandar di punggung kursinya dengan lega.
    Saat peter memasuki meja makan lima belas menit kemudian, dion sudah ada di sana, setengah jalan memakan roti bakarnya, dia tampak agak ceria hari ini paling tidak dia tak mengkritik peter yang baru saja turun.
    “ kayaknya tadi gue denger suara mama?” tanya peter sembari menjangkau roti bakar dan selai.
    “ tante anisa lagi di dapur, bikin teh katanya.”
    Lalu mereka sarapan dalam diam sembari menonton acara berita pagi. Suara pembaca berita terdengar formal dan membosankan saat dia membacakan berita kecelakaan. “ pada tanggal 10 januari kemarin, sebuah bus menabrak trotoar di daerah simpang lima dan mengakibatkan tiga pejalan kaki tewas ditempat sementara supir bus hanya mengalami luka ringan. Kecelakaan diduga terjadi karena bus mengalami rem blong. Kasus ini saat ini tengah ditangani oleh polres semarang.” Bukankah ini berita yang disiarkan kemarin? Pikir peter. Walaupun itu bukan hal yang aneh juga, beberapa stasiun TV memang biasa menyiarkan berita ulangan semacam itu. Namun saat layar televisi menampilkan foto ketiga korban, peter tersedak roti yang hendak ditelanya dan cepat-cepat minum jus apel banyak-banyak.
    “ kenapa pet?” tanya dion heran.
    “ nggak, ngakk apa-apa cuma keselek kok.” Jawab peter cepat sambil menghabiskan jus apel dari gelasnya. Tapi sebenarnya yang menbuat peter kaget adalah ketiga korban kecelakaan itu. Mereka bertiga adalah preman yang tempo hari lalu memalak dan mengambil HP nya. Peter masih menatap heran ke layar televisi yang sekarang menampilkan berita tentang skandal anggota DPR. Apa ini kebetulan? Atau...karma? kata sebuah suara kecil yang terdengar senang di sudut kepala peter, tapi dia cepat-cepat membuang pikiran itu. “ berangkat sekarang yuk. Bisa telat kita.”
    “ pamit sama tante anisa dulu lah.” Kata dion setelah menelan rotinya.
    “ ma! Kita berangkat dulu ya!” teriak peter keras.
    “ iya sebentar!” sahut sebuah suara dari dapur. Tante anisa keluar sembari membawa satu cangkir teh yang masih mengepul. Setelah mencium tangan tante anisa mereka langsung berjalan ke motor dion yang terparkir di halaman depan.
    “ jadi gimana kemarin pacaranya sama aldo.” Tanya dion saat peter duduk di jok belakang motornya.
    “ biasa aja. Oh ya, kemari kami makan di cafe lacrion.” Jawab peter santai.
    Dion menoleh dengan cepat sembari membuka kaca helm nya, tampak tidak senang.” Itu kan cafe yang biasa kita kunjungi. Lo ngajak dia kesana?”
    “ nggak, kemarin aldo tanya dimana tempat nongkrong yang enak, ya...gue kasih tau aja cafe lacrion, terus dia ngajakin gue ke sana lumayan lah dapat traktiran.”
    Dion tidak mengatakan apa-apa namun menstater motornya dengan kekuatan berlebihan. Motor matic itu mulai berderum kencang saat mereka melewati jalan di perumahan yang mulai ramai itu. Beberapa tetangga mengucapkan selamat pagi dengan ramah saat mereka lewat.
    “ so, gimana latihan kemarin? Lancar?” tanya peter saat mereka memasuki jalan raya.
    “ lancar.” Jawab dion kaku.
    “ memang kapan sih pertandinganya?”
    “ tanggal 30, dan lo harus dateng. Nggak pakek alesan!”
    “ ada untungnya nggak buat gue kalau dateng?” tanya peter jahil. Dion menjawabnya dengan mengegas mendadak, sehingga peter nyaris terlempar kebelakang dan harus berpegangan pada tepi jaket dion agar tidak jatuh. “ iya-iya gue dateng! Pelan-pelan napa! Bahaya dion bego!” omelnya kesal.
    Mereka tiba di sekolah lima belas menit kemudian. Saat mereka memasuki kelas, semua anak sedang berkerumun di tengah kelas, berbisik-bisik serius.
    “ ada apaan sih?” tanya dion sambil menepuk punggung wahyu yang berada di lingkaran paling luar.
    Wahyu menoleh, ekspresinya aneh, seperti berusaha bersimpati agar terlihat sopan. “ tommy, kemarin meninggal.”
    “ hah serius?!” tanya peter kaget. “ meninggal kenapa?”
    “ kecelakaan, kemarin sore.” Kata romi yang yang sedang duduk di bangkunya. “ gue dapat kabar ini dari rendi, lo tau, temenya tommy, jadi pasti bener.”
    Kali ini peter benar-benar kaget. Kebetulan yang lain? Pikirnya ngeri. Mula-mula para preman itu yang mengalami kecelakaan sehari setelah memalaknya, sekarang tommy. Apakah itu karena dia? Jangan bodoh!...kata suara kecil yang menenangkan di kepalanya, bagaimana mungkin kau bisa melakukanya? Itu Cuma kecelakaan biasa, sama sekali tak ada hubunganya denganmu. Walaupun peter berusaha mempercayai suara itu yang terdengar lebih logis namun detak jantungnya malah semakin cepat. Nampaknya hal itu disadari dion, karena dia langsung bertanya dengan nada khawatir. “ lo kenapa pet?”
    “ ah, apa? Oh...nggak gue Cuma kaget.” Jawab peter agak terlalu cepat. Dion mengangkat alisnya sangsi namun tidak berkata apa-apa.
    Sampai sejauh ini tampaknya berita duka itu tidak terlalu banyak mempengaruhi teman-teman peter, mereka malah sudah asik berceloteh dan bergosip lagi. Mungkin juga karena sebagian besar mereka sama seperti peter tidak terlalu menyukai tommy, dan alasan itu tak bisa dibantah juga, mengingat beberapa dari mereka juga pernah jadi korban tommy dan geng nya. Meskipun begitu deg-deg an peter belum juga berhenti, dia masih merasakan sesuatu yang aneh di dadanya, membuat nafasnya menjadi berat.
    “ kamu baik-baik saja pet? Kau kelihatan pucat? Sakit ya?” tanya nita sambil menempelkan punggung tanganya ke dahi peter, setelah lima menit penuh memperhatikanya dengan khawatir.
    “ nggak apa-apa kok. Cuma kecapean, kemarin bikin tugas sampai malem banget.” Bohong peter lancar, karena dia sudah memikirkanya beberapa menit yang lalu kalau-kalau dia butuh alasan saat ditanya.
    Tampaknya nita mempercayainya karena dia langsung kembali ke kursinya. Peter berusaha memasang senyum palsu karena sejak tadi dion melirik ke arahnya, sepertinya dion tidak mudah dibohongi. Bu ari, guru geografi sekaligus wali kelas mereka, masuk lima menit kemudian dan langsung menyampaikan berita duka yang sudah mereka tau. Dia memimpin mereka untuk mendoakan arwah tommy selama satu menit penuh. Beberapa anak sepertinya hanya menundukan kepala mereka sebagai fomalitas saja, karena mereka sama sekali tidak berdoa. Berita duka itu juga sama sekali tidak mengurangi semangat mengajar bu ari, dia langsung menagih tugas mereka sambil berbicara dengan nada tajam.
    “ sebaiknya, demi kebaikan kalian sendiri, tugas ini lebih bermutu daripada puluhan omong kosong yang terpaksa kubaca dari kakak-kakak kelas kalian terdahulu, yang beranggapan bahwa menyalin sepuluh halaman dari wikipedia bisa disebut karya tulis!” dan peter sangat bersyukur dia sudah menyelesaikan tugasnya. Bu ari melanjutkan pelajaran dengan topik sangat rumit tentang pergeseran lempeng bumi. Namun sisi baik dari pelajaran yang menguras konsentrasi itu, peter jadi melupakan rasa bersalah aneh yang menempel di dadanya sejak tadi. Hasilnya saat bel istirahat berdering moodnya sudah kembali membaik.
    “ kita nanti pulang bareng lagi ya pet? Aku jadi pengen nyoba cafe-cafe yang lain, aku traktir deh. Cafe yang kemarin enak banget.” Kata aldo tiba-tiba, membuat peter sedikit kaget karena sama sekali tak menyadari bahwa aldo sudah berdiri di sampingnya.
    “ sorry banget do, hari ini gue nggak bisa. Gue ada janji sama kak daniel buat bikin desain poster di rumahnya, kau tau kan? Cowok yang kemaren.”
    “ oh iya, Mungkin lain kali.” Jawab aldo agak kecewa.
    “ lo mau kerumahnya daniel pet?” timbrung dion. “ kenapa nggak ngomong sama gue? Gue hari ini udah ijin nggak ikut latihan buat nganterin lo pulang!”
    “ sorry...sorry yon, gue bener-bener lupa buat ngomong sama lo. Emang nggak apa-apa kalau lo nggak ikut latihan?”
    “ nggak apa-apa lah, terlanjur ijin juga. Lo kesana bareng siapa?”
    “ pulang sekolah langsung, bareng sama kak daniel biar nggak bolak-balik.”
    Sesuai rencana, saat bel pulang sekolah berdering kak daniel sudah menunggu sambil tersenyum di depan kelas peter. Hari ini dia memakai jaket merah marun diatas seragam sekolahnya. Berberapa teman peter yang melewatinya menyapa ramah, namun aldo berjalan begitu saja, bersikap seolah daniel tak lebih dari tiang penyangga.
    “ siap?” tanya daniel yang dijawab anggukan singkat oleh peter. “ hei, yon, gue pinjem peter dulu ya, entar gue balikin kok tenang aja.” Tambah daniel begitu melihat dion keluar kelas.
    “ sip, asal jangan sampai lecet aja.” Kata dion sambil mengangkat tangan kananya sebagai salam.
    Mereka mengikuti arus anak-anak yang menuruni tangga sambil berceloteh ramai.
    “ memang intan nggak ikut kita kak?” tanya peter setelah sampai di koridor lantai satu. Intan adalah murid kelas 11 yang merupakan sekretaris osis, sekaligus pacar daniel.
    “ belakangan ini dia agak...” kata-kata daniel terputus karena saat itu mereka berpapasan dengan intan yang sedang berdesakan melawan arus. Dia membawa setumpuk besar map dan kelihatan setengah jengkel.
    “ ah, kalian udah mau berangkat? Bagus.” Kata intan begitu melihat mereka. “ tadinya aku bertanya-tanya kapan poster itu bakalan jadi. Aku harap kita sudah bisa menyebarkanya seminggu sebelum pensi.”
    Peter menggaruk belakang kepalanya dengan salah tingkah, namun daniel bertanya hati-hati. “ apaan itu say?”
    “ proposal. Kau tahu ada berapa banyak proposal yang harus kubuat? Ijin ini, ijin itu, bikin pusing!”
    “ kan udah ada seketraris buat begituan.”
    “ yah, tapi mita sedang sakit. Tepat disaat seperti ini! Yaudah ya aku duluan, aku harus ketempat kepala sekolah buat minta tanda tangan.” Dan dia berlalu sambil mengomel pada anak kelas 10 yang bertampang takut-takut karena menghalangi jalannya.
    “ sorry soal itu pet” kata daniel.” Dia agak panik, kau tau, dia terpilih sebagai ketua panitia pensi kali ini.”
    “ nggak masah kok kak, gue ngerti kok.”
    “ aku juga pernah beberapa kali kena semprot. Rasanya kaya pacaran sama cewek yang lagi PMS berminggu-minggu.” Kata daniel dengan senyum geli.
    Mereka sampai di pakiran yang sudah penuh sesak dan ramai karena mereka semua berebut buat ngeluarin motor mereka lebih dahulu. Daniel memutuskan untuk menunggu sampai agak sepi karena nggak mau ikut berdesak-desakan. Setelah hampir sepuluh menit menunggu akhirnya daniel bisa mengeluarkan motor satria f merah nya dari parkian. Peter naik ke jok belakang yang tinggi yang membuatnya melorot sehingga dia harus perpegangan pada bagian belakang motor agar dadanya tidak menempel pada punggung daniel. Motor itu meluncur memutari sekolah sampai akhirnya memasuki jalan raya yang ramai.
    “ kamu laper nggak pet!” teriak daniel untuk mengatasi suara bising kendaraan disekitarnya.
    “ lumayan sih kak. Kenapa emangnya?”
    “ kita cari makan dulu ya? Aku juga laper nih.”
    “ tapi traktir ya?”
    “ kebiasaan. Yaudah ayok.”
    Daniel memutuskan membawa motornya ke sebuah cafe yang terletak tepat di samping tikungan. Tempat itu terlihat nyaman, dengan arsitektur yang didominasi dengan bambu-bambu berbagai ukuran yang dipelitur mengkilap. Mereka memilih duduk di meja sudut yang dekat dengan jendela. Bagian dalam kafe diterangi lampu-lampu yang memanjang dari langit-langit, kap lampunya terbuat dari anyaman bambu. Seorang pelayang yang mengenakan seragam hitam mendatangai meja mereka sambil tersenyum ramah.
    “ selamat datang di cafe kami. Ada yang bisa saya bantu?”
    “ ya kami mau pesan...” kata daniel sambil melihat-lihat daftar menu di depanya. “... grilled beff with mushroom sause sama black coffe. Kamu mau apa pet?”
    “ samain aja deh, tapi aku lemon tea aja.” Jawab peter yang langsung merasa tidak enak pada daniel setelah melihat daftar harga di menu.
    “ ya, itu aja mbak.”
    “ terimakasih, silakan tunggu sebentar.” Kata pelayan itu setelah menulis pesanan mereka, lalu berbalik pergi.
    Setelah yakin pelayan itu berada diluar jangkauan pendengaran, peter langsung berbisik pada daniel.” Nggak apa-apa nih kak? Mahal-mahal gini makanannya.”
    Daniel langsung tertawa renyah mendengar kecemasan dalam nada suara peter.” Santai aja lagi pet. Makananya enak kok, aku sudah sering kesini sama intan.”
    “ bukan itu masalahnya.”
    “ iya, iya aku ngerti kok tenang aja.”
    Peter masih merasa tidak enak sementara daniel tampaknya malah terlihat geli sendiri. Pesanan mereka datang lima belas menit kemudian. Dan sialnya ternyata memang enak, tanpa sadar peter makan dengan lahap membuat daniel memasang senyum kemenangan. Mereka akhirnya sampai di rumah daniel satu jam kemudia, karena daniel memaksa buat mampir dulu beli es krim sebelum pulang. Rumah daniel bergaya minimalis namun tampak sangat nyaman, ada sebuah kebun kecil di depan rumah, penuh dengan sayur-sayuran seperti selada, bayam, dan tomat yang warnanya menggugah selera. Sebuah pohon jambu pendek yang berbuah rimbun terlihat di dekat pintu masuk. Ketika mereka memasuki ruang keluarga, seorang wanita setengah baya menyambut mereka dengan tersenyum.
    “ temenya daniel ya?” tanyanya ramah.
    “ iya tante.” Jawab peter sambil menyalaminya.
    “ daniel jarang lho ajak temen cowok kerumah, biasanya kalau nggak intan ya gee.”
    “ kita langsung ke kamar ya bu, mau ngerjain tugas.” Kata daniel setelah melepas sepatunya.
    “ yaudah ibu bikinin minum dulu ya.”
    “ nggak usah tante, ngerepotin.” Tolak peter yang semakin merasa tidak enak setelah ditraktir makan dan es krim.
    “ nggak ngerepotin kok.” Jawab ibu dion sambil kembali ke dapur.
    Kenyataanya progres tugas poster mereka sangat lamban. Yang mereka lakukan di kamar daniel sepanjang sore hanyalah, bercanda, main PS sebentar, dan menghabiskan kue buah lezat yang dihidangkan ibu daniel. Sejauh ini tampaknya hanya 10% waktu yang benar-benar mereka gunakan untuk membuat poster. Namun baik daniel maupun peter sama sekali tidak mempermasalahkanya, sehingga tanpa mereka sadari langit diluar kamar sudah berubah merah. Daniel mengantar peter pulang dengan motornya karena dia menolak saat diajak menginap.
    Sejak saat itu, hampir setiap hari peter pulang bareng daniel yang mengajaknya ke berbagai tempat sebelum kerumahnya untuk membuat poster. Sejujurnya hal itu benar-benar membuat peter bahagia, karena sejak dion mulai ikut ekskul karate mereka jadi jarang main bareng lagi seperti dulu. Rasanya seperti mendapat teman yang sangat mirip dengan dion namun dengan waktu luang yang lebih banyak. Namun kebahagiaan itu juga harus dibayar mahal, pertama peter harus menerima kehadiran terus-menerus dari intan yang selalu menemuinya untuk menanyakan progres poster nya setiap tiga jam sekali, dan hal ini mulai membuat peter jengkel. Selain itu tampaknya kedekatannya dengan daniel tidak terlalu disetujui oleh dion maupun aldo. Seperti yang dikatakan oleh dion saat peter memberitahunya kalau dia bakalan pulang bareng daniel lagi.
    “ ya udah! Kalau kalian udah resmi jadian, jangan lupa kasih tau gue!” katanya sarkas.
    Sementara aldo selalu bersikap dingin dan memasang ekspresi tegang setiap kali dia bertemu dengan daniel, sehingga kelihatanya dia seperti sedang menahan sakit perut. Namun diatas itu semua yang membuat peter paling kesal adalah kenyataan bahwa nita ikut-ikutan dalam agresi yang sedang dilancarkan dion dan aldo. Dia selalu memasang ekspresi curiga yang aneh setiap kali melihat daniel bicara dengan peter. Namun setiap kali peter menanyainya dia langsung menjawab dengan suara diriang-riangkan sehingga peter yakin dia sedang menyembunyikan sesuatu.
    “ kau dengar nggak yang kuomongin pet? Peter?!” kata daniel keras seraya melambaikan tanganya ke depan wajah peter yang sejak tadi bengong dan tidak mendengarkan satu katapun darinya. Peter langsung tersentak dan segera memasang senyum salah tingkah.
    “ sorry kak, tadi soal apa? Nggak denger.”
    “ tadi aku ngomongin soal band indie yang bakalan tampil di pensi besok, soalnya kemungkinan besar andromeda nggak jadi tampil, setelah tommy meninggal” jelasnya panjang lebar. “ kamu lagi ada masalah ya? Dari tadi kok bengong terus.”
    “ hehehe, emang iya ya? Cuma kurang istirahat aja kali kak.” Jawab peter sambil nyengir. Sejujurnya dia memang sedang memikirkan sikap aneh teman-teman nya atas kedekatannya dengan daniel yang menurut peter agak berlebihan, tapi peter merasa bukan hal yang bijaksana mengatakanya pada daniel.
    “ makanya jangan begadang melulu. Tapi karena posternya udah jadi, kita bisa istirahat kan.” Mereka memang akhirnya telah menyelesaikan desain poster yang sekarang tergeletak diatas meja belajar kamar daniel, yang rencananya besok bakalan diserahkan ke intan buat dicetak. Daniel menjangkau poster yang sudah mereka buat dengan susah payah itu dan mengamati desainya yang bernuansa gothic dengan senyum bangga. “ intan pasti suka.”
    Lebih agar terlihat dia melakukan sesuatu, peter mengambil salah satu kertas di tumpukan buku-buku dan mulai menggambar asal diatasnya. Ini adalah salah satu cara menenangkan pikiran favorit peter, dia bisa menggambar berjam-jam tanpa sadar.
    “ keren banget.” Kata daniel yang langsung membuat peter menoleh dan hampir mencium pipinya. Dia sedang berdiri di belakang peter dengan kepala tepat diatas pundaknya, wajah mereka hanya berjarak kurang dari tiga senti. Peter berdeham pelan dan menggeser badanya sedikit dengan pura-pura menghambil penghapus.
    Ternyata tebakan daniel terjadi kesesokan harinya saat mereka menyerahkan contoh poster itu pada intan yang langsung berteriak senang.
    “ ini keren banget... makasih banyak ya pet,” katanya sambil memasang senyum lebar. “ ku jamin pasti bakal pada suka deh.”
    “ santai aja, gue seneng kok bisa bantu.”
    Untuk sesaat intan terlihat agak malu. “ ehm... dan juga, sorry kemaren-kemaren aku terlalu galak ya, kau tau, ternyata tugas jadi ketua panitia benar-benar bikin senewen.” Katanya dengan senyum minta maaf.
    “ nggak apa-apa kok tan, gue ngerti kok, daniel juga udah jelasin.” Jawab peter
    “ jadi kita bisa jalan lagi dong say, aku udah kangen nih...” kata daniel setelah memastikan bahwa sudah cukup aman berbicara pada intan lagi.
    Intan tampak berpikir sejenak sebelum berkata. “ minggu besok ya, tapi aku yang traktir.”
    “ boleh.” Jawab dion sambil tersenyum lebar.
    “ yaudah ya, aku mau cari mita dulu, dia baru sembuh tapi tak ada ampun untuknya, aku mau nyuruh dia buat cetak ini. Makasih sekali lagi ya pet.” Dan sambil melambai dia berbalik meninggalkan mereka.
    “ ahh.... lega,” kata daniel keras.” Pulang sekolah kita jalan-jalan lagi ya pet?”
    “ loh, kan bikin posternya udah selesai.”
    “ jadi kalau udah selesai aku nggak boleh main lagi sama kamu gitu?”
    “ hehehe, boleh lah kak. Mau jalan kemana emangnya?”
    “ aku bosen ke cafe terus. Aku tau tempat yang bagus, aku tunggu kamu di parkiran pulang sekolah nanti. Ok?”
    “ sip.”
    Karena itulah saat ini peter berdiri mematung di gebang belakang sekolah yang dekat dengan parkiran, entah kenapa daniel nggak dateng-dateng juga. Lima menit kemudian akhirnya daniel sudah berada di atas motornya dan tersenyum minta maaf.
    “ sorry lama ya nunggunya? Tadi aku diajakin ngobrol intan dulu.”
    “ nggak kok kak, nggak lama.” Jawab peter seraya naik ke boncengan motor daniel. Ketika dia hendak menstater motornya, HP yang berada di sakunya berdering dan daniel langsung mengankatnya.
    “ halo. Ya ok, nanti jadi kok dateng aja...sip,sip”
    Dia menutup panggilanya dan langsung melajukan motornya meninggalkan sekolah. Daniel membawa mereka berbelok di perempatan depan dan berhenti di sebuah toko roti besar. Dia membeli tiga lusin roti isi coklat, keju, dan kacang. Saat peter bertanya untuk siapa roti sebanyak itu daniel hanya menjawab “ kejutan.” Sambil tersenyum misterius. Mereka melanjutkan perjalanan, tapi daniel tidak membawa motornya ke pusat kota melainkan memasuki sebuah gang sempit yang berkelok-kelok yang hanya cukup dilewati satu motor. Gang itu berbelok dan bercabang di tempat-tempat tak teduga tapi tampaknya daniel sudah pernah melewati jalan ini karea dia tau betul kapan harus berbelok. Gang itu ternyata berakhir di sebuah perumahan padat yang agak kumuh, sebagian besar rumahnya terbuat dari tripleks dan papan-papan kayu berjajar berdempet-dempet. Jalan aspal yang membelah memukiman itu rusak parah dan berlubang-lubang besar disana-sini, membuat motor daniel bergetar hebat saat berjalan sehinga tak hanya sekali peter melorot dari jok belakang dan menabrak punggung daniel. Mereka kembali berbelok di sebuah jalan sempit diantara dua rumah, jalannya agak menurun dan akhirnya mereka sampai di depan sebuah bangunan memanjang yang terbuat dari papan kayu dengan atap dari seng. Bangunan itu tampak seperti dua rumah yang dijadikan satu dan terlihat jelas bahwa bangunan itu dibuat dengan sembarangan agar cepat jadi. Dihalamanya banyak anak kecil yang sedang bermain, mereka langsung berteriak gembira dan berlari menyongsong saat melihat motor daniel yang baru berhenti.
    “ kak daniel dateng!” “ ye bawa oleh-oleh ya kak?” “ kak daniel main yuk.” Mereka berceloteh gembira dan bahkan beberapa ada yang bergelayut manja di tangan daniel
    “ iya...iya nanti kak daniel ikut main, tapi kenalin dulu ini teman kakak, namanya kak peter.” Kata daniel sambil mengenalkan peter yang tersenyum sambil menyapa mereka. Beberapa anak mengamati peter dengan tertarik, bahkan ada yang nyeletuk. “ bule.” “ oh iya nih kakak bawa oleh-oleh, dibagi rata ya.” Dia menyerahkan bungkusan besar roti itu pada seorang anak perempuan yang langsung diserbu teman-temanya.
    Saat peter mengamati anak-anak itu yang sedang membagi-bagikan roti, suara seorang wanita membuatnya menoleh.
    “ daniel. Kok nggak ngomong-ngomong kalau mau dateng?” seorang wanita tinggi berambut hitam yang dikuncir kuda mendatangi mereka. Menurut peter dia cantik, wajahnya membulat ramah yang entah mengapa mengingatkanya pada seseorang. Dia menoleh pada peter dan tersenyum.” Temenya daniel ya?” dan seketika peter tau wanita itu mirip dengan siapa, ibunya daniel, berarti wanita ini...
    “ kebetulan lagi mau mampir kak. Oh iya ini temen daniel, peter.”
    “ peter.” Katanya sambil memyalami tangan kakaknya daniel yang menjawab.” Melinda. Ih, peter ganteng ya. Sekolah di SMP mana?” tanya kak melinda polos yang langsung membuat daniel meledak tertawa dan wajah peter memerah.
    “ aku satu angkatan dengan daniel kak.” Kata peter sambil menahan malu.
    Kak melinda terkejut sesaat sebelum berkata dengan nada minta maaf.” Ah, sorry, sorry pet...aku kirain masih SMP soalnya...”
    “ nggak apa apa kok kak, bukan petama kalinya.”
    Sepertinya, untuk menutupi kesalahanya melinda mengajak mereka ke sebuah ruangan kecil yang berada di sudut. “ gee dateng nggak kak?” tanya daniel saat melinda membuka pintu ruangan itu.
    “ kemarin sih dia kesini, tapi hari ini nggak dateng.”
    Ruangan tampak seperti kantor kecil. Hanya ada tiga kursi kayu berpunggung tegak dan sebuah meja tulis panjang yang penuh dengan buku-buku dan kertas yang bertumpuk-tumpuk.
    “ peter di jurusan IPA juga?” tanya melinda setelah dia duduk di salah satu kursi.
    “ IPS, kak. Daniel yang pinter.”
    “ ah, nggak harus gitu juga. Aku dulu juga IPS lho, dan kalau peter belum tahu daniel itu nggak pinter-pinter amat kok.”
    “ istilah itu terlalu baik kak, bilang aja ‘ bego.’” Kata daniel sinis yang langsung membuat peter dan melinda tertawa.
    “ jadi ini sekolah ya kak?” tanya peter pada melinda namun daniel yang menjawab.
    “ iya pet, ini semacam sekolah gratis gitu deh yang dibuat kak melinda sama temen temen kampusnya.”
    “ sebenernya.” Kata melinda.” Ide bikin sekolah ini tuh dari daniel sama gee, kakak cuman bantuin cari relawan aja kok, kebetulan temen temen kakak banyak yang mau.”
    “ kak melinda ambil jurusan apa?”
    “ ilmu komunikasi. Kenapa pet? Tertarik ambil komunikasi juga?”
    “ peter sih niatnya mau ambil DKV kak.”
    “ oh ya, gimana dengan ideku yang kemarin kak?” tanya daniel bersemangat sehingga peter yakin itulah tujuanya datang kemari hari ini.
    “ entahlah, niel.” Jawab melinda ragu.” Setidaknya harus ada tiga orang dewasa yang mengawasi mereka, tiga puluh dua anak lho. Kakak dan temen-temen nggak bisa soalnya harus ikut KKN.”
    “ gee bilang dia bisa kan. Dan...” daniel menoleh ke arah peter dengan ragu-ragu.” Kamu bisa ikut nggak pet?”
    “ ikut kemana?” tanya peter yang sejak tadi nggak mengerti apa yang diobrolin daniel dan melinda.
    “ gini, sebenernya aku punya ide buat ngajak anak-anak disini buat piknik ke pantai setelah lulusan nanti, kak melinda sudah bilang dia nggak bisa ikut, tapi aku butuh satu orang lagi buat bantu ngawasin anak-anak itu. Jadi kamu mau kan pet?” tanya daniel penuh harap.
    “ mau!” jawab peter langsung.” Bisa sekalian liburan kan.”
    Daniel terlihat sangat senang saat dia menoleh pada melinda yang mengangkat bahu sambil tersenyum. “ makasih ya pet.”
    Mereka ngobrol sepanjang sore dan dilanjutkan main sepak bola sama anak-anak disana. Tim yang dipimpin sama daniel melawan tim peter. Hasilnya 3-0 untuk tim daniel. Setelah itu daniel dan peter pamit pulang setelah berjanji akan datang lagi, rencananya mereka mau main ps di rumah daniel.
    “ sepertinya asik ya kalau bisa ngajar disana.” Kata peter sementara motor daniel melewati gang.
    “ kau mau ngajar disana pet? Aku bisa ngomong sama kak melinda.”
    “ emang boleh kak?” kata peter senang.
    “ boleh lah, besok aku bakal ngomong sama kakak.”
    Dan dengan perasaan menyenangkan itu mereka sampai di rumah daniel yang terlihat sepi. “ ibu lagi kekondangan temenya.” Kata daniel menjawab pertanyaan peter saat mereka masuk ke ruang keluarga. Di kamar daniel, mereka langsung main PS winning eleven. Daniel ternyata sangat jago main PS sehingga hasilnya dia menang telak di tiga pertandingan mereka. Peter berteriak frustasi sementara daniel mengangkat tinjunya dalam selebrasi saat dia memenangkan pertandingan keempatnya.
    “ sekali lagi! Kalau nggak menang gue pulang!” kata peter kesal.
    “ yah, masa gitu aja ngambek pet.” Kata daniel sambil menahan tawa.” Oke deh, sekali lagi.”
    Bertekat tak ingin kalah kali ini, peter menghalalkan segala cara. Salah satunya berusaha mengganggu daniel dengan memencet joysticknya asal, mengabaikan teriakan protes daniel “ pet, nggak boleh gitu. Curang! Curang!” omel daniel sambil berusaha mengangkat joystick nya jauh diluar jangkauan peter. Namun peter yang pantang menyerah ikut berdiri dalam usahanya meraih joystick daniel. Tiba-tiba kaki peter tersandung kabel PS sehingga dia terjatuh tepat diatas daniel yang langsung mengeluh kesakitan. Saat mereka sadar, tubuh peter tepat berada di atas daniel yang terbaring di lantai dan wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja. Lebih untuk mengatasi rasa malunya, peter tertawa keras seakan hal itu bisa terjadi pada siapapun dan bersaha berdiri. Namun daniel menahan tangan peter sehingga dia tak bisa berdiri, dan tanpa peringatan, daniel mencium bibirnya.
    Asian kiss, daniel tidak menggerakan lidah maupun bibirnya. Dia hanya menempelkanya di bibir peter selama satu menit penuh. Saat dia melepas ciumanya, peter terlihat membeku dengan ekspresi luarbiasa kaget dan terlalu shock untuk bisa berkata apapun. Sementara wajah daniel diliputi ekspresi menyesal yang aneh, lalu tiba-tiba dia tertawa keras dengan suara aneh yang terdengar dipaksakan.
    “ aku selalu pengen nyoba nyium kamu.” Katanya sambil menunduk setelah selesai tertawa.” Ternyata bibirmu lebih enak dari punya intan ya.”
    PLAK! Daniel meringis kesakitan dengan bekas memerah di pipi kirinya. Peter berdiri dengan murka, tanganya mengepal, nafasnya tersegal-segal menahan marah. Daniel masih tertunduk. Peter langsung menyambar tas sekolahnya yang tergeletak di atas tempat tidur daniel.
    “ GUE BENCI SAMA LO!” teriaknya sebelum membanting pintu kamar daniel dibelakangnya.
    Daniel masih terduduk disana, tak berusaha berdiri atau mengejar peter. Dengan tanganya yang setengah gemetar dia mengambil HP di sakunya dan langsung memencet speed dial dan menempelkanya ketelinga saat nada deringnya berhenti.
    “ sori gee, aku nggak bisa ketemuan hari ini.” Katanya dengan suara parau.

  • post chapter 2 sekalian.
    Chapter 2: Rough Elimination
    Rumah itu tampak paling megah diantara rumah-rumah lain di perumahan elit itu. Para tetangganya tak begitu mengenal keluarga pengusaha kaya wiryawan, tapi mereka juga tidak berusaha beramah-tamah. Dari gosip yang mereka dengar suami istri pemilik rumah itu sangat jarang ada di sana, yang biasanya terlihat hanya anak laki-laki satu-satu nya mereka yang sifatnya juga tak di sukai warga pemukiman itu, ‘ sombong’ dan ‘dingin’ begitu mereka biasa menyebutnya. Satu-satunya informasi yang bisa didapat tentang keluarga itu adalah dari pembantu setengah baya yang bekerja di sana, yang sangat ramah dan murah senyum.
    Sebuah mobil porche merah dan motor ninja yang juga berwarna merah terparkir di bagasi di samping taman yang terawat indah. Di lantai dua seorang pria muda berkulit gelap sedang mengamati tubuh telanjangnya di depan cermin besar. Dadanya bidang dan perutnya sixpack sebagai hasil hari latihan rutin dan diet yang dia lakukan dan mungkin juga sedikit kontribusi dari olah raga favoritnya, berantem. Pria itu berbalik dan mengamati tubuhnya dari sisi lain. Kamar itu sangat luas, dengan spring bed king size, TV, laptop, perangkat audio, video game,kulkas mini, semua yang bisa diimpikan seorang remaja. Sebuah gitar listrik hitam bersandar di dinding dan dua stick drum tergeletak asal di atas kasur. Dinding kamar itu dipenuhi poster berbagai band rock.
    Setelah puas mengamati tubuhnya,dia berjalan ke sebuah lemari besar berpelitur mengkilap, membuka pintu gandanya dan mulai mengenakan boxer diikuti celana jeans yang sudah robek-robek dengan rantai sangat panjang yang terkait di atas saku kirinya, menjuntai sampai ke lutut saat dia berdiri. Saat dia sedang sibuk memilih kaos, pintu kamarnya sedikit terbuka dan sebuah kepala menjulur dari sana.
    “ aden tommy, makananya udah jadi. Mau bibi siapin?” tanya wanita berumur 55 tahun itu dengan senyum hangat.
    Tommy berbalik dengan sebuah kaos hitam di tanganya.” Nggak bi, hari ini tommy mau nginep di rumah temen.” Katanya sambil memasang senyum langkanya.
    “ nggak makan siang dulu den? Nanti sakit lo.”
    “ tommy makan di sana sekalian bi.”
    “ ya udah, ati-ati di jalan ya den.”
    Tommy membalasnya dengan anggukan singkat sebelum pintu tertutup. Dia memakai kaos berlambang metalica dan mengambil sebuah kunci motor di atas meja. Hari ini dia berencana menginap di rumah rendy, salah satu temanya, untuk bermain game dan menonton video konser band nya, Andromeda. Tapi alasan utamanya menginap di rumah tommy adalah karena dia muak berada di rumah sial ini. Rumah ini besar, tapi sangat dingin dan sepi, hanya ada mang ijang, tukang kebun dan bi sumi, pembantunya yang sudah dianggap seperti orang tuanya sendiri. Bahkan dia merasa cinta mereka berdua padanya lebih besar dari cinta kedua orang tua kandungnya sendiri. Kedua orang bodoh itu! Pikirnya geram, yang merasa bahwa mereka sudah bisa disebut orang tua hanya dengan mencekoki anaknya dengan uang dan fasilitas! Tommy sudah lama berhenti berharap pada mereka. Dulu saat dia kelas 10 SMA, dia sering membuat masalah di sekolah, berantem, membolos, tawuran, memalak teman-temanya dengan harapan bahwa orang tuanya akan dipanggil ke sekolah dan dia dimarahi. Setidaknya itu akan membuat mereka ingat bahwa mereka memiliki seorang anak laki-laki. Tapi semua harapan indah itu tak pernah terwujud, yang terjadi setelah kedua orang tuanya dipanggil pihak sekolah adalah mereka menyuap kepala sekolah agar dia tak dikeluarkan. Lalu mereka berdua bertengkar saling menyalahkan, sementara dia terkurung di kamar.
    Walaupun dia sudah menyerah untuk mencari perhatian orang tuanya sejak saat itu, ternyata kebiasaan lama tak bisa diubah. Dia jadi semakin liar, dia berteman dengan kelompok anak-anak bermasalah, mulai mengenal rokok dan alkohol. Dia jadi senang memalak teman sekolahnya, agar dia ditakuti, diperhatikan, walaupun dia tak pernah memakai uang hasil kejahatanya itu. Biasanya teman-temanya akan memakainya untuk membeli rokok atau minuman keras. Seperti kemarin, dia berhasil mendapat lima puluh ribu dari seorang anak kelas 10 atau 11 yang dipalaknya di WC, entahlah dia tak terlalu peduli. Uang itu langsung diminta oleh rendy, untuk kas katanya walau tommy tau betul uang itu dipakai untuk apa.
    Dia keluar dari kamarnya, mengunci pintu, dan menuruni tangga spiral ke ruang keluarga di lantai satu. Ruangan saat itu sangat lengang, perabot-perabot mewah berpendar lembut disiram cahaya dari kandil kristal yang dipasang di tengah ruangan. Bi sumi pasti sedang ada di dapur, pikirnya. Dia berjalan ke pintu depan yang berhias ukiran naga dan membukanya, terlihat taman depan rumahnya yang terawat rapi. Dia ingat saat kecil mang ijang pernah memarahinya karena dia lari-lari di taman ini dan terjatuh ke dalam serumpun semak mawar, membuat seluruh tubuhnya lecet terkena duri. Apakah salah? Pikirnya, jika dia berharap bahwa yang memarahinya adalah ayahnya. Tommy menggeleng, membuang pikiran itu dari kepalanya dan langsung membuka pintu bagasi. Saat itu HP di saku celanya berdering, dia menariknya keluar dan menempelkanya ke telinga.
    “ apaan?” katanya keras, dan suara rendy menyahut dari seberang.” Iya-iya gue kesana, bawel! Iya udah mau berangkat ni! Oke!” dia mengembalikan HP nya ke saku dan mulai menstater motor ninjanya dan motor itu menyahut dengan suara derum yang memuaskan.
    Dia melajukan motornya melewati jalan aspal di tengah pemukiman elit itu. Beberapa tetangganya menatap dinggin saat dia lewat. Setelah memasuki jalan raya, tommy mulai memacu motornya dengan kecepatan tinggi, dia menarik gas sampai jarum di spedometer menyentuh angka 85. Karena sudah biasa ngebut, tommy jadi sangat ahli melewati celah-celah sempit di antara mobil-mobil, membuat jalanya bebas hambatan. Rasanya sangat menyenangkan, merasakan angin menabrak butuhnya seakan seluruh masalah di kepalanya terbang terbawa angin. Mungkin saat seperti inilah dia merasa benar-benar bebas.
    Lampu lalu lintas di perempatan depan berubah merah, tapi tommy tak punya waktu untuk berhenti. Dia mengegas dengan nekat menerobos perempatan dengan kecepatan 100 km/jam, membuat seorang ibu-ibu yang mengendarai motor matic berguling ke trotoar karena kaget. Tapi tommy tak berhenti, suara makian para pengendara lain melayang di belakangnya, tak satupun mencapai telinganya. Dia berbelok tajam di tikungan sampai lututnya nyaris menyentuh aspal padat. Saat itu salah satu kaitan rantai di celananya lepas, membuat rantai itu jadi dua kali lebih panjang. Rantai itu meluncur dari jok belakang dan mengayun berbahaya, satu sisinya masih menggantung di celana jeansnya, namun tommy tak menyadarinya. Ujung rantai itu tiba-tiba mengait pada salah satu jari-jari roda belakang motor nya, membuat tubuhnya tertarik kebelakang dengan mendadak. Kehilangan keseimbangan, motornya pun jatuh miring dan tubuhnya terseret sejauh enam meter dan terlempar sampai berguling di sisi kanan jalan. “ arghhhh!” erangnya kesakitan. Dia merasakan tulang tangan dan kaki kirinya patah, siku dan lututnya robek parah karena bergesekan dengan aspal panas. Namun sebelum dia sempat mengucapkan satu umpatanpun, sorotan cahaya kuning terang menimpanya didikuti suara klakson yang luar biasa keras.
    *****
    Jarum jam yang menggantung di dinding kamar peter yang ber cat blue marine menunjukan pukul 11 malam. Dia menguap untuk yang kelima kalinya, meletakan ballpoint yang sedang dipegangnya dengan letih dan meluruskan punggungnya yang kaku. Matanya sudah terasa berat, dia memandang tugas geografinya tentang gunung berapi yang baru separo selesai dengan sedih. Sialnya tugas ini harus dikumpulkan besok dan dia sudah tidak bisa lagi meminta bantuan dari nita kali ini, karena nita sudah memberi isyarat sangat jelas bahwa dia tak mau membantu mereka ( peter dan dion.). peter mengutuk dirinya sendiri karena tak mengerjakan tugas ini jauh-jauh hari lalu. Maka dia menghela nafas panjang, mengumpulkan semangat baru dan kembali berkutat dengan tugas terkutuk ini!
    Satu jam telah berlalu dengan sangat lamban di kamar itu. Peter telah tertidur di meja belajarnya lebih dari setengah jam yang lalu, tanganya bersila dan menyangga kepalanya diatas tumpukan buku teks yang masih terbuka. Jendela kamarnya bergetar tertiup angin, dan dalam sekejap sosok bersayap itu muncul lagi entah dari mana. Kali ini wujudnya terlihat jelas karena lampu kamar yang masih menyala. Dia tampak seperti remaja yang baru menginjak usia 17 tahun, dia tak memakai baju, membuat dada dan perutnya yang bidang terekspos dengan jelas. Di punggungnya yang lebar sepasang sayap yang tampak seperti sayap gagak raksasa menempel di sana. Di bibirnya yang pucat terulas senyum lebar, dia membungkuk dan menggendong tubuh kecil peter lalu menidurkanya di kasurnya yang tampak berantakan. Wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah peter sehingga hidung mereka bersentuhan. Dia sudah tak bisa menahanya lagi, dia menempelkan bibirnya di bibir peter. Hangat dan basah, pikirnya. Dia menggigit bibir bawah peter lembut dan menyapu bibir atasnya dengan lidahnya. Ketika dia hendak memperdalam ciumanya, sebuah suara yang sangat menggangu terdengar di belakangnya.
    “ kau benar-benar keras kepala, dante.” Kata suara yang terdengar lembut namun dengan nada jengah.
    Pria yang dipanggil dante itu menoleh, melihat sesosok wanita tinggi berambut pirang yang digelung rumit, memakai gaun putih panjang dengan sulaman benang-benang emas, berdiri di sudut kamar yang terlindung bayangan, menatap dingin. Padahal sedetik lalu tak ada siapapun di sana, namun dante tampak tak menunjukan tanda-tanda keterkejutan seakan kehadiran wanita itu sudah diduganya. “ bukankah kau juga sama!” kata dante sembari berdiri dengan kesal, menghadapi wanita itu.
    “ aku minta kau segera hentikan ini semua dante, kau sudah melanggar begitu banyak peraturan. Aku tak bisa melindungimu lagi!”
    “ aku juga tak meminta kau melakukanya.” Jawab dante acuh.
    Wanita itu tampak marah tapi tetap berusaha menguasai diri. “ ini peringatanku yang terakhir! Tinggalkan dia! Kau tak memiliki hak apapun atas dirinya!” dan dengan kata-kata itu dia lenyap di tempatnya berdiri.
    Dante menatap tempat wanita itu menghilang dengan kaku, lalu menoleh pada peter yang tertidur pulas.” Jangan khawatir.” Katanya lembut. “ kita pasti akan bersama apapun yang terjadi.” Dan dante pun ikut menghilang persis sama dengan wanita itu.
    Peter terbangun dengan panik keesokan paginya oleh dering telepon dari dion. Dia belum menyelesaikan tugasnya! Dia berkutat berusaha melepaskan diri dari selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Bahkan dalam kepanikan pun dia masih sempat merasa heran karena dia yakin semalam dia tertidur di meja belajarnya. Tapi itu tidak penting sekarang, jika dia tak menyelesaikan tugasnya, bu ari pasti akan membunuhnya. Dia bergegas ke meja belajarnya yang sudah rapi, buku-buku tertumpuk di sudut dan bekas-bekas robekan kertas yang semalam bertebaran pun sudah hilang. Peter langsung menyambar buku tugas georafinya yang berada di tumpukan paling atas dan sebuah ballpoint, mungkin dia masih bisa menulis beberapa paragraf sebelum mandi, dia tak terlalu peduli dengan nilainya nanti yang penting tugas ini selesai. Namun saat peter membuka bukunya dia terbelalak, seluruh tugasnya sudah selesai, bahkan sudah ada penutup dan kesimpulan. Apa dia menyelesaikanya sebelum tertidur ya? Pikir peter heran, tapi itu jelas tulisan tanganya. Mengabaikan fakta aneh ini, peter bersandar di punggung kursinya dengan lega.
    Saat peter memasuki meja makan lima belas menit kemudian, dion sudah ada di sana, setengah jalan memakan roti bakarnya, dia tampak agak ceria hari ini paling tidak dia tak mengkritik peter yang baru saja turun.
    “ kayaknya tadi gue denger suara mama?” tanya peter sembari menjangkau roti bakar dan selai.
    “ tante anisa lagi di dapur, bikin teh katanya.”
    Lalu mereka sarapan dalam diam sembari menonton acara berita pagi. Suara pembaca berita terdengar formal dan membosankan saat dia membacakan berita kecelakaan. “ pada tanggal 10 januari kemarin, sebuah bus menabrak trotoar di daerah simpang lima dan mengakibatkan tiga pejalan kaki tewas ditempat sementara supir bus hanya mengalami luka ringan. Kecelakaan diduga terjadi karena bus mengalami rem blong. Kasus ini saat ini tengah ditangani oleh polres semarang.” Bukankah ini berita yang disiarkan kemarin? Pikir peter. Walaupun itu bukan hal yang aneh juga, beberapa stasiun TV memang biasa menyiarkan berita ulangan semacam itu. Namun saat layar televisi menampilkan foto ketiga korban, peter tersedak roti yang hendak ditelanya dan cepat-cepat minum jus apel banyak-banyak.
    “ kenapa pet?” tanya dion heran.
    “ nggak, ngakk apa-apa cuma keselek kok.” Jawab peter cepat sambil menghabiskan jus apel dari gelasnya. Tapi sebenarnya yang menbuat peter kaget adalah ketiga korban kecelakaan itu. Mereka bertiga adalah preman yang tempo hari lalu memalak dan mengambil HP nya. Peter masih menatap heran ke layar televisi yang sekarang menampilkan berita tentang skandal anggota DPR. Apa ini kebetulan? Atau...karma? kata sebuah suara kecil yang terdengar senang di sudut kepala peter, tapi dia cepat-cepat membuang pikiran itu. “ berangkat sekarang yuk. Bisa telat kita.”
    “ pamit sama tante anisa dulu lah.” Kata dion setelah menelan rotinya.
    “ ma! Kita berangkat dulu ya!” teriak peter keras.
    “ iya sebentar!” sahut sebuah suara dari dapur. Tante anisa keluar sembari membawa satu cangkir teh yang masih mengepul. Setelah mencium tangan tante anisa mereka langsung berjalan ke motor dion yang terparkir di halaman depan.
    “ jadi gimana kemarin pacaranya sama aldo.” Tanya dion saat peter duduk di jok belakang motornya.
    “ biasa aja. Oh ya, kemari kami makan di cafe lacrion.” Jawab peter santai.
    Dion menoleh dengan cepat sembari membuka kaca helm nya, tampak tidak senang.” Itu kan cafe yang biasa kita kunjungi. Lo ngajak dia kesana?”
    “ nggak, kemarin aldo tanya dimana tempat nongkrong yang enak, ya...gue kasih tau aja cafe lacrion, terus dia ngajakin gue ke sana lumayan lah dapat traktiran.”
    Dion tidak mengatakan apa-apa namun menstater motornya dengan kekuatan berlebihan. Motor matic itu mulai berderum kencang saat mereka melewati jalan di perumahan yang mulai ramai itu. Beberapa tetangga mengucapkan selamat pagi dengan ramah saat mereka lewat.
    “ so, gimana latihan kemarin? Lancar?” tanya peter saat mereka memasuki jalan raya.
    “ lancar.” Jawab dion kaku.
    “ memang kapan sih pertandinganya?”
    “ tanggal 30, dan lo harus dateng. Nggak pakek alesan!”
    “ ada untungnya nggak buat gue kalau dateng?” tanya peter jahil. Dion menjawabnya dengan mengegas mendadak, sehingga peter nyaris terlempar kebelakang dan harus berpegangan pada tepi jaket dion agar tidak jatuh. “ iya-iya gue dateng! Pelan-pelan napa! Bahaya dion bego!” omelnya kesal.
    Mereka tiba di sekolah lima belas menit kemudian. Saat mereka memasuki kelas, semua anak sedang berkerumun di tengah kelas, berbisik-bisik serius.
    “ ada apaan sih?” tanya dion sambil menepuk punggung wahyu yang berada di lingkaran paling luar.
    Wahyu menoleh, ekspresinya aneh, seperti berusaha bersimpati agar terlihat sopan. “ tommy, kemarin meninggal.”
    “ hah serius?!” tanya peter kaget. “ meninggal kenapa?”
    “ kecelakaan, kemarin sore.” Kata romi yang yang sedang duduk di bangkunya. “ gue dapat kabar ini dari rendi, lo tau, temenya tommy, jadi pasti bener.”
    Kali ini peter benar-benar kaget. Kebetulan yang lain? Pikirnya ngeri. Mula-mula para preman itu yang mengalami kecelakaan sehari setelah memalaknya, sekarang tommy. Apakah itu karena dia? Jangan bodoh!...kata suara kecil yang menenangkan di kepalanya, bagaimana mungkin kau bisa melakukanya? Itu Cuma kecelakaan biasa, sama sekali tak ada hubunganya denganmu. Walaupun peter berusaha mempercayai suara itu yang terdengar lebih logis namun detak jantungnya malah semakin cepat. Nampaknya hal itu disadari dion, karena dia langsung bertanya dengan nada khawatir. “ lo kenapa pet?”
    “ ah, apa? Oh...nggak gue Cuma kaget.” Jawab peter agak terlalu cepat. Dion mengangkat alisnya sangsi namun tidak berkata apa-apa.
    Sampai sejauh ini tampaknya berita duka itu tidak terlalu banyak mempengaruhi teman-teman peter, mereka malah sudah asik berceloteh dan bergosip lagi. Mungkin juga karena sebagian besar mereka sama seperti peter tidak terlalu menyukai tommy, dan alasan itu tak bisa dibantah juga, mengingat beberapa dari mereka juga pernah jadi korban tommy dan geng nya. Meskipun begitu deg-deg an peter belum juga berhenti, dia masih merasakan sesuatu yang aneh di dadanya, membuat nafasnya menjadi berat.
    “ kamu baik-baik saja pet? Kau kelihatan pucat? Sakit ya?” tanya nita sambil menempelkan punggung tanganya ke dahi peter, setelah lima menit penuh memperhatikanya dengan khawatir.
    “ nggak apa-apa kok. Cuma kecapean, kemarin bikin tugas sampai malem banget.” Bohong peter lancar, karena dia sudah memikirkanya beberapa menit yang lalu kalau-kalau dia butuh alasan saat ditanya.
    Tampaknya nita mempercayainya karena dia langsung kembali ke kursinya. Peter berusaha memasang senyum palsu karena sejak tadi dion melirik ke arahnya, sepertinya dion tidak mudah dibohongi. Bu ari, guru geografi sekaligus wali kelas mereka, masuk lima menit kemudian dan langsung menyampaikan berita duka yang sudah mereka tau. Dia memimpin mereka untuk mendoakan arwah tommy selama satu menit penuh. Beberapa anak sepertinya hanya menundukan kepala mereka sebagai fomalitas saja, karena mereka sama sekali tidak berdoa. Berita duka itu juga sama sekali tidak mengurangi semangat mengajar bu ari, dia langsung menagih tugas mereka sambil berbicara dengan nada tajam.
    “ sebaiknya, demi kebaikan kalian sendiri, tugas ini lebih bermutu daripada puluhan omong kosong yang terpaksa kubaca dari kakak-kakak kelas kalian terdahulu, yang beranggapan bahwa menyalin sepuluh halaman dari wikipedia bisa disebut karya tulis!” dan peter sangat bersyukur dia sudah menyelesaikan tugasnya. Bu ari melanjutkan pelajaran dengan topik sangat rumit tentang pergeseran lempeng bumi. Namun sisi baik dari pelajaran yang menguras konsentrasi itu, peter jadi melupakan rasa bersalah aneh yang menempel di dadanya sejak tadi. Hasilnya saat bel istirahat berdering moodnya sudah kembali membaik.
    “ kita nanti pulang bareng lagi ya pet? Aku jadi pengen nyoba cafe-cafe yang lain, aku traktir deh. Cafe yang kemarin enak banget.” Kata aldo tiba-tiba, membuat peter sedikit kaget karena sama sekali tak menyadari bahwa aldo sudah berdiri di sampingnya.
    “ sorry banget do, hari ini gue nggak bisa. Gue ada janji sama kak daniel buat bikin desain poster di rumahnya, kau tau kan? Cowok yang kemaren.”
    “ oh iya, Mungkin lain kali.” Jawab aldo agak kecewa.
    “ lo mau kerumahnya daniel pet?” timbrung dion. “ kenapa nggak ngomong sama gue? Gue hari ini udah ijin nggak ikut latihan buat nganterin lo pulang!”
    “ sorry...sorry yon, gue bener-bener lupa buat ngomong sama lo. Emang nggak apa-apa kalau lo nggak ikut latihan?”
    “ nggak apa-apa lah, terlanjur ijin juga. Lo kesana bareng siapa?”
    “ pulang sekolah langsung, bareng sama kak daniel biar nggak bolak-balik.”
    Sesuai rencana, saat bel pulang sekolah berdering kak daniel sudah menunggu sambil tersenyum di depan kelas peter. Hari ini dia memakai jaket merah marun diatas seragam sekolahnya. Berberapa teman peter yang melewatinya menyapa ramah, namun aldo berjalan begitu saja, bersikap seolah daniel tak lebih dari tiang penyangga.
    “ siap?” tanya daniel yang dijawab anggukan singkat oleh peter. “ hei, yon, gue pinjem peter dulu ya, entar gue balikin kok tenang aja.” Tambah daniel begitu melihat dion keluar kelas.
    “ sip, asal jangan sampai lecet aja.” Kata dion sambil mengangkat tangan kananya sebagai salam.
    Mereka mengikuti arus anak-anak yang menuruni tangga sambil berceloteh ramai.
    “ memang intan nggak ikut kita kak?” tanya peter setelah sampai di koridor lantai satu. Intan adalah murid kelas 11 yang merupakan sekretaris osis, sekaligus pacar daniel.
    “ belakangan ini dia agak...” kata-kata daniel terputus karena saat itu mereka berpapasan dengan intan yang sedang berdesakan melawan arus. Dia membawa setumpuk besar map dan kelihatan setengah jengkel.
    “ ah, kalian udah mau berangkat? Bagus.” Kata intan begitu melihat mereka. “ tadinya aku bertanya-tanya kapan poster itu bakalan jadi. Aku harap kita sudah bisa menyebarkanya seminggu sebelum pensi.”
    Peter menggaruk belakang kepalanya dengan salah tingkah, namun daniel bertanya hati-hati. “ apaan itu say?”
    “ proposal. Kau tahu ada berapa banyak proposal yang harus kubuat? Ijin ini, ijin itu, bikin pusing!”
    “ kan udah ada seketraris buat begituan.”
    “ yah, tapi mita sedang sakit. Tepat disaat seperti ini! Yaudah ya aku duluan, aku harus ketempat kepala sekolah buat minta tanda tangan.” Dan dia berlalu sambil mengomel pada anak kelas 10 yang bertampang takut-takut karena menghalangi jalannya.
    “ sorry soal itu pet” kata daniel.” Dia agak panik, kau tau, dia terpilih sebagai ketua panitia pensi kali ini.”
    “ nggak masah kok kak, gue ngerti kok.”
    “ aku juga pernah beberapa kali kena semprot. Rasanya kaya pacaran sama cewek yang lagi PMS berminggu-minggu.” Kata daniel dengan senyum geli.
    Mereka sampai di pakiran yang sudah penuh sesak dan ramai karena mereka semua berebut buat ngeluarin motor mereka lebih dahulu. Daniel memutuskan untuk menunggu sampai agak sepi karena nggak mau ikut berdesak-desakan. Setelah hampir sepuluh menit menunggu akhirnya daniel bisa mengeluarkan motor satria f merah nya dari parkian. Peter naik ke jok belakang yang tinggi yang membuatnya melorot sehingga dia harus perpegangan pada bagian belakang motor agar dadanya tidak menempel pada punggung daniel. Motor itu meluncur memutari sekolah sampai akhirnya memasuki jalan raya yang ramai.
    “ kamu laper nggak pet!” teriak daniel untuk mengatasi suara bising kendaraan disekitarnya.
    “ lumayan sih kak. Kenapa emangnya?”
    “ kita cari makan dulu ya? Aku juga laper nih.”
    “ tapi traktir ya?”
    “ kebiasaan. Yaudah ayok.”
    Daniel memutuskan membawa motornya ke sebuah cafe yang terletak tepat di samping tikungan. Tempat itu terlihat nyaman, dengan arsitektur yang didominasi dengan bambu-bambu berbagai ukuran yang dipelitur mengkilap. Mereka memilih duduk di meja sudut yang dekat dengan jendela. Bagian dalam kafe diterangi lampu-lampu yang memanjang dari langit-langit, kap lampunya terbuat dari anyaman bambu. Seorang pelayang yang mengenakan seragam hitam mendatangai meja mereka sambil tersenyum ramah.
    “ selamat datang di cafe kami. Ada yang bisa saya bantu?”
    “ ya kami mau pesan...” kata daniel sambil melihat-lihat daftar menu di depanya. “... grilled beff with mushroom sause sama black coffe. Kamu mau apa pet?”
    “ samain aja deh, tapi aku lemon tea aja.” Jawab peter yang langsung merasa tidak enak pada daniel setelah melihat daftar harga di menu.
    “ ya, itu aja mbak.”
    “ terimakasih, silakan tunggu sebentar.” Kata pelayan itu setelah menulis pesanan mereka, lalu berbalik pergi.
    Setelah yakin pelayan itu berada diluar jangkauan pendengaran, peter langsung berbisik pada daniel.” Nggak apa-apa nih kak? Mahal-mahal gini makanannya.”
    Daniel langsung tertawa renyah mendengar kecemasan dalam nada suara peter.” Santai aja lagi pet. Makananya enak kok, aku sudah sering kesini sama intan.”
    “ bukan itu masalahnya.”
    “ iya, iya aku ngerti kok tenang aja.”
    Peter masih merasa tidak enak sementara daniel tampaknya malah terlihat geli sendiri. Pesanan mereka datang lima belas menit kemudian. Dan sialnya ternyata memang enak, tanpa sadar peter makan dengan lahap membuat daniel memasang senyum kemenangan. Mereka akhirnya sampai di rumah daniel satu jam kemudia, karena daniel memaksa buat mampir dulu beli es krim sebelum pulang. Rumah daniel bergaya minimalis namun tampak sangat nyaman, ada sebuah kebun kecil di depan rumah, penuh dengan sayur-sayuran seperti selada, bayam, dan tomat yang warnanya menggugah selera. Sebuah pohon jambu pendek yang berbuah rimbun terlihat di dekat pintu masuk. Ketika mereka memasuki ruang keluarga, seorang wanita setengah baya menyambut mereka dengan tersenyum.
    “ temenya daniel ya?” tanyanya ramah.
    “ iya tante.” Jawab peter sambil menyalaminya.
    “ daniel jarang lho ajak temen cowok kerumah, biasanya kalau nggak intan ya gee.”
    “ kita langsung ke kamar ya bu, mau ngerjain tugas.” Kata daniel setelah melepas sepatunya.
    “ yaudah ibu bikinin minum dulu ya.”
    “ nggak usah tante, ngerepotin.” Tolak peter yang semakin merasa tidak enak setelah ditraktir makan dan es krim.
    “ nggak ngerepotin kok.” Jawab ibu dion sambil kembali ke dapur.
    Kenyataanya progres tugas poster mereka sangat lamban. Yang mereka lakukan di kamar daniel sepanjang sore hanyalah, bercanda, main PS sebentar, dan menghabiskan kue buah lezat yang dihidangkan ibu daniel. Sejauh ini tampaknya hanya 10% waktu yang benar-benar mereka gunakan untuk membuat poster. Namun baik daniel maupun peter sama sekali tidak mempermasalahkanya, sehingga tanpa mereka sadari langit diluar kamar sudah berubah merah. Daniel mengantar peter pulang dengan motornya karena dia menolak saat diajak menginap.
    Sejak saat itu, hampir setiap hari peter pulang bareng daniel yang mengajaknya ke berbagai tempat sebelum kerumahnya untuk membuat poster. Sejujurnya hal itu benar-benar membuat peter bahagia, karena sejak dion mulai ikut ekskul karate mereka jadi jarang main bareng lagi seperti dulu. Rasanya seperti mendapat teman yang sangat mirip dengan dion namun dengan waktu luang yang lebih banyak. Namun kebahagiaan itu juga harus dibayar mahal, pertama peter harus menerima kehadiran terus-menerus dari intan yang selalu menemuinya untuk menanyakan progres poster nya setiap tiga jam sekali, dan hal ini mulai membuat peter jengkel. Selain itu tampaknya kedekatannya dengan daniel tidak terlalu disetujui oleh dion maupun aldo. Seperti yang dikatakan oleh dion saat peter memberitahunya kalau dia bakalan pulang bareng daniel lagi.
    “ ya udah! Kalau kalian udah resmi jadian, jangan lupa kasih tau gue!” katanya sarkas.
    Sementara aldo selalu bersikap dingin dan memasang ekspresi tegang setiap kali dia bertemu dengan daniel, sehingga kelihatanya dia seperti sedang menahan sakit perut. Namun diatas itu semua yang membuat peter paling kesal adalah kenyataan bahwa nita ikut-ikutan dalam agresi yang sedang dilancarkan dion dan aldo. Dia selalu memasang ekspresi curiga yang aneh setiap kali melihat daniel bicara dengan peter. Namun setiap kali peter menanyainya dia langsung menjawab dengan suara diriang-riangkan sehingga peter yakin dia sedang menyembunyikan sesuatu.
    “ kau dengar nggak yang kuomongin pet? Peter?!” kata daniel keras seraya melambaikan tanganya ke depan wajah peter yang sejak tadi bengong dan tidak mendengarkan satu katapun darinya. Peter langsung tersentak dan segera memasang senyum salah tingkah.
    “ sorry kak, tadi soal apa? Nggak denger.”
    “ tadi aku ngomongin soal band indie yang bakalan tampil di pensi besok, soalnya kemungkinan besar andromeda nggak jadi tampil, setelah tommy meninggal” jelasnya panjang lebar. “ kamu lagi ada masalah ya? Dari tadi kok bengong terus.”
    “ hehehe, emang iya ya? Cuma kurang istirahat aja kali kak.” Jawab peter sambil nyengir. Sejujurnya dia memang sedang memikirkan sikap aneh teman-teman nya atas kedekatannya dengan daniel yang menurut peter agak berlebihan, tapi peter merasa bukan hal yang bijaksana mengatakanya pada daniel.
    “ makanya jangan begadang melulu. Tapi karena posternya udah jadi, kita bisa istirahat kan.” Mereka memang akhirnya telah menyelesaikan desain poster yang sekarang tergeletak diatas meja belajar kamar daniel, yang rencananya besok bakalan diserahkan ke intan buat dicetak. Daniel menjangkau poster yang sudah mereka buat dengan susah payah itu dan mengamati desainya yang bernuansa gothic dengan senyum bangga. “ intan pasti suka.”
    Lebih agar terlihat dia melakukan sesuatu, peter mengambil salah satu kertas di tumpukan buku-buku dan mulai menggambar asal diatasnya. Ini adalah salah satu cara menenangkan pikiran favorit peter, dia bisa menggambar berjam-jam tanpa sadar.
    “ keren banget.” Kata daniel yang langsung membuat peter menoleh dan hampir mencium pipinya. Dia sedang berdiri di belakang peter dengan kepala tepat diatas pundaknya, wajah mereka hanya berjarak kurang dari tiga senti. Peter berdeham pelan dan menggeser badanya sedikit dengan pura-pura menghambil penghapus.
    Ternyata tebakan daniel terjadi kesesokan harinya saat mereka menyerahkan contoh poster itu pada intan yang langsung berteriak senang.
    “ ini keren banget... makasih banyak ya pet,” katanya sambil memasang senyum lebar. “ ku jamin pasti bakal pada suka deh.”
    “ santai aja, gue seneng kok bisa bantu.”
    Untuk sesaat intan terlihat agak malu. “ ehm... dan juga, sorry kemaren-kemaren aku terlalu galak ya, kau tau, ternyata tugas jadi ketua panitia benar-benar bikin senewen.” Katanya dengan senyum minta maaf.
    “ nggak apa-apa kok tan, gue ngerti kok, daniel juga udah jelasin.” Jawab peter
    “ jadi kita bisa jalan lagi dong say, aku udah kangen nih...” kata daniel setelah memastikan bahwa sudah cukup aman berbicara pada intan lagi.
    Intan tampak berpikir sejenak sebelum berkata. “ minggu besok ya, tapi aku yang traktir.”
    “ boleh.” Jawab dion sambil tersenyum lebar.
    “ yaudah ya, aku mau cari mita dulu, dia baru sembuh tapi tak ada ampun untuknya, aku mau nyuruh dia buat cetak ini. Makasih sekali lagi ya pet.” Dan sambil melambai dia berbalik meninggalkan mereka.
    “ ahh.... lega,” kata daniel keras.” Pulang sekolah kita jalan-jalan lagi ya pet?”
    “ loh, kan bikin posternya udah selesai.”
    “ jadi kalau udah selesai aku nggak boleh main lagi sama kamu gitu?”
    “ hehehe, boleh lah kak. Mau jalan kemana emangnya?”
    “ aku bosen ke cafe terus. Aku tau tempat yang bagus, aku tunggu kamu di parkiran pulang sekolah nanti. Ok?”
    “ sip.”
    Karena itulah saat ini peter berdiri mematung di gebang belakang sekolah yang dekat dengan parkiran, entah kenapa daniel nggak dateng-dateng juga. Lima menit kemudian akhirnya daniel sudah berada di atas motornya dan tersenyum minta maaf.
    “ sorry lama ya nunggunya? Tadi aku diajakin ngobrol intan dulu.”
    “ nggak kok kak, nggak lama.” Jawab peter seraya naik ke boncengan motor daniel. Ketika dia hendak menstater motornya, HP yang berada di sakunya berdering dan daniel langsung mengankatnya.
    “ halo. Ya ok, nanti jadi kok dateng aja...sip,sip”
    Dia menutup panggilanya dan langsung melajukan motornya meninggalkan sekolah. Daniel membawa mereka berbelok di perempatan depan dan berhenti di sebuah toko roti besar. Dia membeli tiga lusin roti isi coklat, keju, dan kacang. Saat peter bertanya untuk siapa roti sebanyak itu daniel hanya menjawab “ kejutan.” Sambil tersenyum misterius. Mereka melanjutkan perjalanan, tapi daniel tidak membawa motornya ke pusat kota melainkan memasuki sebuah gang sempit yang berkelok-kelok yang hanya cukup dilewati satu motor. Gang itu berbelok dan bercabang di tempat-tempat tak teduga tapi tampaknya daniel sudah pernah melewati jalan ini karea dia tau betul kapan harus berbelok. Gang itu ternyata berakhir di sebuah perumahan padat yang agak kumuh, sebagian besar rumahnya terbuat dari tripleks dan papan-papan kayu berjajar berdempet-dempet. Jalan aspal yang membelah memukiman itu rusak parah dan berlubang-lubang besar disana-sini, membuat motor daniel bergetar hebat saat berjalan sehinga tak hanya sekali peter melorot dari jok belakang dan menabrak punggung daniel. Mereka kembali berbelok di sebuah jalan sempit diantara dua rumah, jalannya agak menurun dan akhirnya mereka sampai di depan sebuah bangunan memanjang yang terbuat dari papan kayu dengan atap dari seng. Bangunan itu tampak seperti dua rumah yang dijadikan satu dan terlihat jelas bahwa bangunan itu dibuat dengan sembarangan agar cepat jadi. Dihalamanya banyak anak kecil yang sedang bermain, mereka langsung berteriak gembira dan berlari menyongsong saat melihat motor daniel yang baru berhenti.
    “ kak daniel dateng!” “ ye bawa oleh-oleh ya kak?” “ kak daniel main yuk.” Mereka berceloteh gembira dan bahkan beberapa ada yang bergelayut manja di tangan daniel
    “ iya...iya nanti kak daniel ikut main, tapi kenalin dulu ini teman kakak, namanya kak peter.” Kata daniel sambil mengenalkan peter yang tersenyum sambil menyapa mereka. Beberapa anak mengamati peter dengan tertarik, bahkan ada yang nyeletuk. “ bule.” “ oh iya nih kakak bawa oleh-oleh, dibagi rata ya.” Dia menyerahkan bungkusan besar roti itu pada seorang anak perempuan yang langsung diserbu teman-temanya.
    Saat peter mengamati anak-anak itu yang sedang membagi-bagikan roti, suara seorang wanita membuatnya menoleh.
    “ daniel. Kok nggak ngomong-ngomong kalau mau dateng?” seorang wanita tinggi berambut hitam yang dikuncir kuda mendatangi mereka. Menurut peter dia cantik, wajahnya membulat ramah yang entah mengapa mengingatkanya pada seseorang. Dia menoleh pada peter dan tersenyum.” Temenya daniel ya?” dan seketika peter tau wanita itu mirip dengan siapa, ibunya daniel, berarti wanita ini...
    “ kebetulan lagi mau mampir kak. Oh iya ini temen daniel, peter.”
    “ peter.” Katanya sambil memyalami tangan kakaknya daniel yang menjawab.” Melinda. Ih, peter ganteng ya. Sekolah di SMP mana?” tanya kak melinda polos yang langsung membuat daniel meledak tertawa dan wajah peter memerah.
    “ aku satu angkatan dengan daniel kak.” Kata peter sambil menahan malu.
    Kak melinda terkejut sesaat sebelum berkata dengan nada minta maaf.” Ah, sorry, sorry pet...aku kirain masih SMP soalnya...”
    “ nggak apa apa kok kak, bukan petama kalinya.”
    Sepertinya, untuk menutupi kesalahanya melinda mengajak mereka ke sebuah ruangan kecil yang berada di sudut. “ gee dateng nggak kak?” tanya daniel saat melinda membuka pintu ruangan itu.
    “ kemarin sih dia kesini, tapi hari ini nggak dateng.”
    Ruangan tampak seperti kantor kecil. Hanya ada tiga kursi kayu berpunggung tegak dan sebuah meja tulis panjang yang penuh dengan buku-buku dan kertas yang bertumpuk-tumpuk.
    “ peter di jurusan IPA juga?” tanya melinda setelah dia duduk di salah satu kursi.
    “ IPS, kak. Daniel yang pinter.”
    “ ah, nggak harus gitu juga. Aku dulu juga IPS lho, dan kalau peter belum tahu daniel itu nggak pinter-pinter amat kok.”
    “ istilah itu terlalu baik kak, bilang aja ‘ bego.’” Kata daniel sinis yang langsung membuat peter dan melinda tertawa.
    “ jadi ini sekolah ya kak?” tanya peter pada melinda namun daniel yang menjawab.
    “ iya pet, ini semacam sekolah gratis gitu deh yang dibuat kak melinda sama temen temen kampusnya.”
    “ sebenernya.” Kata melinda.” Ide bikin sekolah ini tuh dari daniel sama gee, kakak cuman bantuin cari relawan aja kok, kebetulan temen temen kakak banyak yang mau.”
    “ kak melinda ambil jurusan apa?”
    “ ilmu komunikasi. Kenapa pet? Tertarik ambil komunikasi juga?”
    “ peter sih niatnya mau ambil DKV kak.”
    “ oh ya, gimana dengan ideku yang kemarin kak?” tanya daniel bersemangat sehingga peter yakin itulah tujuanya datang kemari hari ini.
    “ entahlah, niel.” Jawab melinda ragu.” Setidaknya harus ada tiga orang dewasa yang mengawasi mereka, tiga puluh dua anak lho. Kakak dan temen-temen nggak bisa soalnya harus ikut KKN.”
    “ gee bilang dia bisa kan. Dan...” daniel menoleh ke arah peter dengan ragu-ragu.” Kamu bisa ikut nggak pet?”
    “ ikut kemana?” tanya peter yang sejak tadi nggak mengerti apa yang diobrolin daniel dan melinda.
    “ gini, sebenernya aku punya ide buat ngajak anak-anak disini buat piknik ke pantai setelah lulusan nanti, kak melinda sudah bilang dia nggak bisa ikut, tapi aku butuh satu orang lagi buat bantu ngawasin anak-anak itu. Jadi kamu mau kan pet?” tanya daniel penuh harap.
    “ mau!” jawab peter langsung.” Bisa sekalian liburan kan.”
    Daniel terlihat sangat senang saat dia menoleh pada melinda yang mengangkat bahu sambil tersenyum. “ makasih ya pet.”
    Mereka ngobrol sepanjang sore dan dilanjutkan main sepak bola sama anak-anak disana. Tim yang dipimpin sama daniel melawan tim peter. Hasilnya 3-0 untuk tim daniel. Setelah itu daniel dan peter pamit pulang setelah berjanji akan datang lagi, rencananya mereka mau main ps di rumah daniel.
    “ sepertinya asik ya kalau bisa ngajar disana.” Kata peter sementara motor daniel melewati gang.
    “ kau mau ngajar disana pet? Aku bisa ngomong sama kak melinda.”
    “ emang boleh kak?” kata peter senang.
    “ boleh lah, besok aku bakal ngomong sama kakak.”
    Dan dengan perasaan menyenangkan itu mereka sampai di rumah daniel yang terlihat sepi. “ ibu lagi kekondangan temenya.” Kata daniel menjawab pertanyaan peter saat mereka masuk ke ruang keluarga. Di kamar daniel, mereka langsung main PS winning eleven. Daniel ternyata sangat jago main PS sehingga hasilnya dia menang telak di tiga pertandingan mereka. Peter berteriak frustasi sementara daniel mengangkat tinjunya dalam selebrasi saat dia memenangkan pertandingan keempatnya.
    “ sekali lagi! Kalau nggak menang gue pulang!” kata peter kesal.
    “ yah, masa gitu aja ngambek pet.” Kata daniel sambil menahan tawa.” Oke deh, sekali lagi.”
    Bertekat tak ingin kalah kali ini, peter menghalalkan segala cara. Salah satunya berusaha mengganggu daniel dengan memencet joysticknya asal, mengabaikan teriakan protes daniel “ pet, nggak boleh gitu. Curang! Curang!” omel daniel sambil berusaha mengangkat joystick nya jauh diluar jangkauan peter. Namun peter yang pantang menyerah ikut berdiri dalam usahanya meraih joystick daniel. Tiba-tiba kaki peter tersandung kabel PS sehingga dia terjatuh tepat diatas daniel yang langsung mengeluh kesakitan. Saat mereka sadar, tubuh peter tepat berada di atas daniel yang terbaring di lantai dan wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja. Lebih untuk mengatasi rasa malunya, peter tertawa keras seakan hal itu bisa terjadi pada siapapun dan bersaha berdiri. Namun daniel menahan tangan peter sehingga dia tak bisa berdiri, dan tanpa peringatan, daniel mencium bibirnya.
    Asian kiss, daniel tidak menggerakan lidah maupun bibirnya. Dia hanya menempelkanya di bibir peter selama satu menit penuh. Saat dia melepas ciumanya, peter terlihat membeku dengan ekspresi luarbiasa kaget dan terlalu shock untuk bisa berkata apapun. Sementara wajah daniel diliputi ekspresi menyesal yang aneh, lalu tiba-tiba dia tertawa keras dengan suara aneh yang terdengar dipaksakan.
    “ aku selalu pengen nyoba nyium kamu.” Katanya sambil menunduk setelah selesai tertawa.” Ternyata bibirmu lebih enak dari punya intan ya.”
    PLAK! Daniel meringis kesakitan dengan bekas memerah di pipi kirinya. Peter berdiri dengan murka, tanganya mengepal, nafasnya tersegal-segal menahan marah. Daniel masih tertunduk. Peter langsung menyambar tas sekolahnya yang tergeletak di atas tempat tidur daniel.
    “ GUE BENCI SAMA LO!” teriaknya sebelum membanting pintu kamar daniel dibelakangnya.
    Daniel masih terduduk disana, tak berusaha berdiri atau mengejar peter. Dengan tanganya yang setengah gemetar dia mengambil HP di sakunya dan langsung memencet speed dial dan menempelkanya ketelinga saat nada deringnya berhenti.
    “ sori gee, aku nggak bisa ketemuan hari ini.” Katanya dengan suara parau.

  • cerita misteri nih ... siapa ya Dante ...? waduh kenapa dengan Daniel ...
  • cerita misteri nih ... siapa ya Dante ...? waduh kenapa dengan Daniel ...
  • nggak terlalu misteri sbnrnya, lebih ke fantasi
  • nggak terlalu misteri sbnrnya, lebih ke fantasi
  • keren dah :D mention gw :3
  • mksh... chapter 3 mngkin up bsk :)
  • jd penasaran deh, masak ada yg kayak gtu disemarang? Btw q jga smg lo, makin banyak aja ya penulis dr smg, setelah kmrn om ajiseno. Mga gak mandk ya, biasane fantasi misteri suka gtu. Tp ni kayak fantasi yg dipaksain dsmg, tp bagus jga. Mention ya bro
  • jd penasaran deh, masak ada yg kayak gtu disemarang? Btw q jga smg lo, makin banyak aja ya penulis dr smg, setelah kmrn om ajiseno. Mga gak mandk ya, biasane fantasi misteri suka gtu. Tp ni kayak fantasi yg dipaksain dsmg, tp bagus jga. Mention ya bro
  • maklum lah bru bljr nulis hehehe, semarangnya cmn skdr setting kok ;p
  • maklum lah bru bljr nulis hehehe, semarangnya cmn skdr setting kok ;p
  • Keren nih bnyak pmain ny, smoga pnjang crita ny
    Tlong mention y klo update
Sign In or Register to comment.