Pernah baca CSK (Cerita Secangkir Kopi)? Cerita mengharu biru tentang trio Argi-Sofi-Panji. Menurut saya itu adalah cerita paling inspiratif dan legend tentang dunia BoysLove. Dan setelah selesai membaca cerita itu saya jadi benar-benar termotivasi untuk menerima diri saya apa adanya dibandingkan sebelum-sebelumnya yang selalu mencoba untuk menolak yang pada akhirnya membuat kehidupan saya carut marut dan tak tentu arah. Maka dari itu melalui tulisan ini saya mencoba menggali kembali kehidupan saya sambil sedikit demi sedikit memperbaiki keadaannya dan semoga saja bisa jauh lebih baik.
Dalam cerita ini saya menyisipkan sudut pandang saya sebagai salah satu bagian dari dunia yang tidak semua orang diberi kesempatan untuk merasakannya. So let's try and enjoy.
Comments
"Kata orang, saat kita berhenti mencari, saat itulah kita justru menemukan apa yang kita cari. Saat kita tak bersiap untuk sebuah kejutan, hidup justru memberikan banyak kejutan."
Sukabumi, Kedai Kopi - 201x
Kopi... K-o-p-i, mungkin sudah ratusan kali aku mengeja kata itu yang entah bagaimana selalu membuat seorang manusia bernama Giri seperti tersihir ketika sudah berhadapan dengan serbuk hitam ini. Mereka berdua, Giri dan kopi. seakan memiliki magnet yang saling tarik menarik dan jika keduanya sudah saling berdekatan akan sangat sulit memisahkannya serupa melepaskan jepitan ekor kalajengking yang katanya hanya akan terlepas ketika terdengar bunyi halilintar. Sedikit berlebihan mungkin perumapaan seperti itu tapi pada kenyataannya inilah yang biasanya terjadi. Giri dengan dunia kopinya yang entah bagaimana caranya selalu membuatku menjadi istri tuanya yang dengan setia menunggu giliran ketika dia harus berhadapan dengan kopi yang bisa dibilang sebagai istri mudanya, prioritas lain setelah keluarganya, saya barulah kopi.
Sedikit lebih jauh tentang Giri. Saat ini, seperti diriku dia adalah darah muda yang sedang mengkesplorasi dan mulai mejajaki yang namanya kehidupan alias dunia kerja serta hidup yang benar-benar nyata. Ketika kami masih berkuliah di Jurusan Ekonomi-Akuntansi. Giri dengan rajinnya selalu memiliki pekerjaan paruh waktu di masa-masa lengangnya. Tapi setelah dia berkenalan dengan yang namanya kopi dan tek-tek bengek tentang cara meramunya. Akhirnya Giri memilih untuk tetap tinggal di pekerjaan paruh waktunya yang ini dan melupakan pekerjaan paruh waktu yang lain.
Setiap hari sabtu biasanya Giri sudah mulai bekerja dari jam sembilan pagi. Dengan kaos oblong putih dan celana jeans belelnya serta sebuah apron berwarna hitam, dia akan selalu terlihat sibuk dengan peralatan kopi yang ada di kedai itu. Beberapa kali terkadang aku melihatnya sedang asik dengan mesin brewer atau kadang dengan antengnya memandangi mesin espresso yang mengeluarkan bau harum semerbak dari cairan kopi yang di hasilkannya. Sedangkan aku akan duduk di sudut ruangan di sebuah meja dengan setumpuk buku dan sesekali memperhatikannya jika aku kebetulan sedang berada di Sukabumi
Saat kami lulus dari kuliah, tidak berapa lama dia diterima bekerja di sebuah Bank swasta. Kecintaannya terhadap dunia kopi untuk sejenak tenggelam seperti ampas di dasar gelas. Bukan karena maunya namun keadaan yang memaksanya demikian. Lalu setelah tiga tahun bekerja akhirnya dia berhenti dan fokus membuka usaha kedai kopi yang di rintis ini. Sedangkan aku?aku memilih untuk tetap bekerja di sebuah kantor akuntan publik di Jakarta.
Dulu ketika kami masih kuliah di sebuah Universitas di Sukabumi ini, bisa di bilang sebuah kedai kopi adalah tempat yang sangat langka bahkan mungkin kedai Kopi Giri yang sekarang ini adalah satu-satunya yang sampai kini mampu menyediakan minuman kopi yang bukan sekedar kopi yang di seduh dari Sachet yang biasa tersedia di warung-warung tetapi benar-benar kopi yang di racik oleh tangan barista dari biji kopi yang masih mentah sampai akhirnya menjadi sebuah sajian yang menyentil cuping hidung dengan bau khasnya.
"Mau berangkat sekarang?" Kata-kata Giri dan pijatan tangannya di pundak membuatku tersentak dari lamunan. Aku melemparkan dengan segera balpoint yang ada di tanganku dan segera menarik tangan Giri yang dari tadi terus memijit-mijit pundakku padahal dia tahu bahwa aku kegelian dengan apa yang dia lakukan.
"Getek ih ari kamu." Jawabku. "Emang udah beres?"
Giri mengangguk.
"Tapi ini belum beres." Kataku sambil menunjukan buku laporan keuangan toko kopinya yang dari tadi ku periksa.
"Makanya kalo kerja itu Fokus, ngapain coba dari tadi kamu merhatiin aku terus makanya kerjaannya gak beres-beres. Masih terpesona sama aa nu kasep ieu?"
"Preet cengos maneh, kasepak kuda mereun."
"Burut siah kamu mun teu ngaku, ti tatadi teu ngicep-ngicep ningali aku ti dieu."
"Ari kamu ngomong teh sok ngasal. Emang kamu daek kitu boga kabogoh burut?"
"Rido, pan nyanyutna kabogoh aku mah ngan pajangan hungkul nu pentingmah bujurna."
Lalu dengan sekuat tega gw nyubit perutnya Giri sampe dia cengengesan kesakitan sekaligus geli.
"Ih ampun atuh, kabiasaan kamu mah sok cuwat ciwit kana beteung. nyeri tau."
"Wae we. Bongana." Kata Gw "Ih ari perut kamu teh asa mingkin ngandelan."
"Keur eusi meren." *Eusi = Hamil.
"Eusi? Eusi, kumaha ari kamu teh pan urang nage kamari mah 3 bulan kaluar kota. Siah maneh maen di luarnya saha kamari nu ngecas jeung kamu." Kata Gw sambil terus nyubit dan melintir kulit perutnya Giri.
"Ay atuh euh ay nyeuri. Ampun. Ngaku.. ngaku.. eta tah mang Aep."
"Mang Aep? tukang bubur nu di depan?"
"Iya yang merangkap kalo udah malem."
"Merangkap naon ari malem? Lalaki bangor?"
"Ish lain. Tapi merangkap tukang nasi goreng. Ngeunah pisan teh Ay. Aku pan sok gadang. Mun lapar sok beli nasi goreng malem-malem. Makana jadi ndut."
"ari kamu tong loba teuing makan nasi goreng, gak bagus kana perut. Oh kitu jadi kamari kamu ngabohong bilang udah pulang padahal masih suka ada di sini? Sampe malem"
"Hehe, kadang-kadang ay."
Lalu Gw mencubit perut Giri lebih kuat.
"Ay, ay, ay Nyeuri ih ieu mah beneran. Kamu mah tarik teuing hereyna nyeuri."
Dan gw pun ngelepasin Cubitan gw. Sambil pura-pura gak bersalah
"Tuh liat kuat biru kieu. Nyeuri tahu." Giri mengangkat kaosnya sampai ke dada, memperlihatkan warna kemerahan sisa dari cubitan.
"Alus ay hurung perutna jiga bakpau ning, bakpau buled yang di tengahnya suka di kasih tanda merah."
"Cengos,"
"Tih ngambek haha hampura atuh. bongkenan kamu mah ngeselin."
"Nyeuri tau teu hayang nyaho. obatan tah."
"Obatan kumaha atuh."
"Cium."
"Naona cium? Perutna? Kos nu kereneh teh bener kamu mah. Gak mau ah."
"Sok mun teu di ubaran nyeurina sok lila."
"Aku usapin aja pake rambut biar cepet ilang sakitnya."
Giri ngga ngejawab. Dia masih mengangkat kaosnya setinggi dada yang memperlihatkan perutnya yang aga buncit kemerahan. Dan pandangannya masih ngeliat ke gw yang seolah-olah mengisyaratkan gw untuk mencium perutnya.
Lalu dengan terpaksa meskipun sebenarnya gw juga senang hati, akhirnya gw cium perutnya Giri, lalu pas gw mau cium tiba-tiba tangan Giri mendorong kepala gw sehingga Muka gw nempel banget ke perutnya.
"Anjirrr haseem ari kamu can mandi baraha poe?"
"Tah rasakeun bongana."
"Ampun atuh asin, asin."
Dia lalu melepaskan tangannya dari kepala gw, dan dengan segera gw mangap-mangap sekuat mungkin ngisep udara segar setelah beberapa saat wajah gw nempel di perut Giri.
Suara tawanya yang khas terus terdengar ketika gw sesekali melap mulut gw dengan belakang tangan untuk menghilangkan rasa asin yang tadi nempel dari perut Giri.
Sampai akhirnya Dia berhenti tertawa. Lalu tiba-tiba Giri mencium kepala gw. Dan gw melingkarkan tangan di pinggangnya. Untuk beberapa saat kami saling diam.
"Hei udah hayu katanya mau keluar." Suara Giri memecah keheningan di mana kami berada yaitu Kedai kopi yang masih tutup ini
"Ari ieu kumaha." kataku kembali menunjuk buku yang masih berserakan di meja."
Dia membereskan buku-buku itu. lalu menarik tangan gw memutari meja di sudut tempat kami dari tadi bercanda.
"Udah ini lanjutin ntar aja."
Gw hanya tersenyum melihat dia dari belakang sambil menuntun tangan gw sementara tangan satunya lagi membawa buku.
Untuk saat ini gw benar-benar merasa beruntung memiliki Giri, terutama di usia-usia gw yang udah bukan remaja ataupun pemuda. Meski kadang-kadang kami masih sama-sama seperti anak kecil tapi seperti layaknya hubungan para hetero sebisa mungkin kami berkomitmen dengan jelas karena kami sudah tidak mau main-main lagi, mungkin karena lelah juga iya kalau misalkan harus menjalin hubungan yang kaya Abg putus nyambung. Yang jelas kalau kata orang sunda istilahnya malu sama umur, meskipun apa yang kami lakukan sebenarnya juga bisa di bilang bikin malu sama umur.
Tapi pada akhirnya kami berdua belajar berdamai dengan kata "ya sudahlah" dan sebisa mungkin menikmati apa yang bisa di jalani. Karna kehidupan ini kata Giri seperti secangkir kopi. Sebagaimanapun kita meramu dan membuatnya manis akan ada selalu rasa pahit yang tak mungkin hilang. Hidup kami memang tidak sempurna tapi karena ketidak sempurnaan itu hidup kami indah apa adanya.
***
Maneh apel ka harim maneh teu?
Sender: Tara
Sent: xx:xx:20xx
Wegah anjir haying apel ka maneh euy
Sender : Giri
Sent: xx:xx:20xx
Heeuh tuh mun maneh teu apelmah urang ulin ka sukabumi.
Sakalian ngobrolkeun Excel.
Sender: Tara
Sent: xx:xx:20xx
Ngajakan Kencan Lin maneh the?
Sender : Giri
Sent: xx:xx:20xx
Kencan? Naha geus kencan deui.
Nembak ge acan cik sing sabar atuh
pdkt`an heula we ayeunamah haha anjir.
Sender: Tara
Sent: xx:xx:20xx
Nikah atuh lah yah
Sender : Giri
Sent: xx:xx:20xx
Mahal njir kudu ka belanda.
Kumpul kebo we nu murahmah
Sender: Tara
Sent: xx:xx:20xx
Susulumputan we atuhlah. Ribet amat kudu make resepsi
Sender : Giri
Sent: xx:xx:20xx
Atuh lah biasana ge maneh mah resepna lain susulumpatan tapi susulumpatan
Sender: Tara
Sent: xx:xx:20xx
Maneh mah teu biasa di lembutannya resep hardcore.
Sender : Giri
Sent: xx:xx:20xx
Atuh da aneh maneh chat kitu.
Chat jeung maneh mah sok omes.
Sender: Tara
Sukabumi, MayoField Mall – 201x
Sekitar Jam setengah empat kemudian gw dan Giri udah sampe di simpangan Jalan Dago Sukabumi. Terus sekitar setengah jam kita muter-muter gak jelas aja lewat daerah Rumah sakit bunut dan daerah secapa polri sampai akhirnya gak tau gimana ceritanya kita berdua udah ada di jalan satu jalur daerah Mayofield. Gw bilang sama Giri daripada panas-panasan kaga jelas mending jalan-jalannya liat barang aja di Mall. Akhirnya dia masukin motornya ke parkiran dan kita pun keliling lihat-lihat baju sama barang-barang hobi. Sampai akhirnya dia ngajakin buat cari makan.
“Ek dimana atuh wiskul? Atau arek ka surabi?
“wayah kieu mah geus rame atuh di wiskulmah, hese neangan parkir deui. Ka surabi oge sarua, bosen oge.”
“urang ge cangkel lelempangan wae, tuh ka ‘A & w’ we lah. Bangun seger bir-na.”
“Pinuh tingali tempatna pool kitu.”
“Bungkus atuh ngke makan na di dago.”
“heeuh atuh nggeus we ari kitumah.”
Yang namanya malem minggu tempat makan ak.a tempat nongkrong di mana-mana pasti penuh apa lagi kota kecil kaya sukabumi. Yang tempat hiburannya minim, ya yang ada tempat makan lah yang jadi pelampiasan buat di jadiin tempat nongkrong. Setelah ngantri beberapa lama akhirnya giliran gw yang mesen. Si mbanya tersenyum dan nanyain pesenan gw setelah tengok sana-sini ke menu akhirnya gw memutuskan buat milih paket ayam sama kentang goreng plus bir. Begitupun dengan Giri. Sambil nunggu pesanan, gw bergeser ke samping dari antrian. Dan Giri yang biasanya memang gak sabaran nemplokin tangannya di pundak gw dari arah belakang yang kemudian nempelin dagunya di dekat kuping gw. Matanya celingukan ke sana kemari yang bisa gw liat dari kaca di depan counter FoodCourt dan tiba-tiba telinga gw merasa geli saat hidungnya bernafas menghebuskan udara yang seakan meraba kulit gw.
Pelayan tadi sudah beres memasukan semua pesanan kami ke kantong dan dengan segera Giri mengambil dua buah kantong berisi makanan itu dari meja counter lalu berjalan keluar. Tiba-tiba saat gw mau pergi si kasir yang tadi ngelayanin gw manggil kembali sambil menyerahkan dua buah boneka sapi, hadiah dari paket makanan yang gw pesen.
“Ini mas hadiah bonekanya sepasang yah. Terima kasih.” Kata Kasir sambil tersenyum dan menyerahkan 2 buah boneka sapi berwarna cokelat.
“Mba bukannya tadi sepasang? Ini mah kan dua-duanya jalu mba.” Kata gw sambil memperhatikan boneka yang ada di tangan gw. Karena kalo gak salah boneka yang perempuan harusnya boneka sapi dengan totol berwarna pink tapi yang ini dua-duanya warna coklat alias cuman sepasang jalunya aja. Tapi tiba-tiba gw tersenyum dalam hati, ngerasa geli iya. Gw ngebayangin sepasang boneka sapi itu adalah gw dan Giri.
“Oh iya mas maaf mau di tuker?” Kasir itu tampak melihat stock boneka di dekatnya. ”tapi boneka yang perempuannya juga kosong mas maaf.” Jawabnya sambil sesekali mengecek boneka lain yang ada di bawah meja kasirnya. Dalam hati gw kepikiran sendiri ‘Iya kali mungkin Giri juga gitu, kalo misalkan stock cewe di dunia ini udah kosong baru kayanya gw bisa berjodoh sama maneh’.
“Gak papa mba ya udah terima kasih.” Kata gw sambil melangkahkan kaki.
Di luar Giri tampak masih mematung saat gw mendekatinya berjalan dari arah dalam.
“Aya naon meuni lama pisan? Menta no pin kasirnanya maneh?”
“Tingali.” Kata gw sambil mengangkat dua buah boneka tadi dan menggoyang sambil membenturkan-benturkan moncongnya mirip orang yang ciuman.
“Naon eta?”
“Hadiahna. Lucunya?” kata gw sambil senyum-senyum sendiri. Dan mungkin Giri gak tau apa yang lagi ada di pikiran gw.
“saraf maneh mah, lalaki nyageus gede deuih nyo-nyo’o boneka.”
“Bae we, ieu nu maneh embuhngmah jeung urang we.”
“Ges lah hayu urang tos lapar pisan.”
Giri dan Gw pun akhirnya melenggang ke parkiran. Karena dia emang orangnya suka buru-buru di tambah kakinya yang emang panjang. Giri berjalan mendahului gw sementara gw mengikutinya dari belakang. Gw bisa melihat Giri yang terus berjalan menjinjing dua buah kantong berisi makanan lalu tiba-tiba gw berpikir tentang sebuah kata-kata dari Cerita Secangkir Kopi yang bunyinya.
As you walk in front of me, doesn’t mean I am left behind. i just want to watch you walk away and wonder whenever you are missing something, will you look back?
Kemudian gw diam mematung sebentar gak berjalan atau bergerak sama sekali. Gw cuman memperhatikan Giri yang terus melangkah dan gw mulai menghitung langkah dia sesaat setelah gw berhenti berjalan.
“Salengkah, dua, tilu..” ucap gw pelan sambil terus menghitung mengikuti langkah Giri yang menjauhi gw.
“opat..”
“Lima.. genep.. tujuh.. dalapan.”
“Salapan…” Hati gw mulai cemas
“Sapuluh…”
Giri berhenti berjalan dan menengok ke belakang melihat gw yang tertinggal yang sebenarnya sengaja tertinggal cuman sekedar ingin memastikan apa kalo gw hilang lo bakalan cepat sadar? Kalo gw gak ada? Lo bakalan cepat nyari? Dan hati gw malam ini seperti gunung yang meletus bahagia.
“Woi parawan buru atuh lempang teh meuni jiga putri keraton lila. Keur naon? Mengkeurken bujur.”
“Cengos maneh,” kata gw kemudian tertawa berlari kearahnya.
Tuhan saya tahu ini salah tapi saya mohon jangan sampai Giri menjauh. Saya tidak akan minta hal yang lebih dari ini. Tapi semoga saja dia tidak pernah meninggalkan saya dan semoga saja dia akan segera menyadari kalau dia sedang kehilangan saya ketika dia melangkah lebih dari sepuluh langkah. Karena hanya sebatas jarak itulah saya bisa mengejarnya kalau dia suatu saat pergi, dan juga hanya dalam jarak itulah dia bisa menemukan saya kembali kalau suatu saat sayalah yang memilih untuk menghilang. Lebih dari itu saya tidak tahu, karena mungkin bayangan tubuhnya akan segera saru di mata saya. Malam ini saya benar-benar bahagia.
“Ari maneh kasambet jurig jarian sugan. Buru!!”
@lulu_75 Mas Lulu rajin mampir nih gak di wattpad gak di mari,
Tapi kamu penulisnya lah jadi terserah saja. Saya hanya bisa komentar. Haha. Good luck.
@chupy_slow Masih jauh bagusnya dari CSK hehe. Nyicil deh dikit demi dikit sambil inget-inget kejadiannya. Sambil nyari waktu luang buat nulis. Tq udah Mampir.
@Starkiller bang mario sibuk ngurus Gulungan kertasnya hahaha.
Gw duduk di ujung anak tangga yang paling bawah sambil Sta-biloin beberapa revisian laporan magang. Setelah kurang lebih enam bulan gw magang di pulau orang lebih spesifiknya pulau sumatra tepatnya di Aceh, hari ini gw mau konsultasi lagi tentang beberapa laporan yang gw belum ngerti formatnya bagaimana.
Udah sekitar semingguan gw balik ke Sukabumi, sedihnya adalah yang temen-temen gw tanyain ketika ketemu gw lagi setelah sekian lama gak ketemu adalah oleh-oleh bukan keadaan gw azzzzz. Padahal kalo boleh jujur gw mau loh cerita tentang pengalaman magang gw yang gak kalah menariknya daripada cerita liburan semester kalian. Tapi terkadang gw iri juga karena pas liburan semester gw malah ambil Magang. Magang kelar laporan ngantri. Strees. Strees
"Tar woi." Giri manggil gw dari arah depan. Anak tangga yang gw duduki ini posisinya tepat menghadap ke aula yang pintu depannya berupa pintu kaca yang selalu di buka sebelah. Jadinya ketika Giri lewat di depan Aula dia bisa langsung liat gw dari luar.
Menimpali teriakan Giri gw cuman melambaikan tangan
“Kueh mana kueh.” Lanjutnya sambil menaruh telapak tangannya di depan wajah gw.
Sekitar sebulan yang lalu Gw ulang tahun, dan saat itu gw masih Magang di Aceh. Tapi tiba-tiba pas gw mau balik ke hotel dari kantor tempat gw magang. Resepsionistnya ngasih tahu bahwa ada kiriman paket buat gw yang setelah gw buka ternyata itu kado dari Giri. Kado itu berupa 2 buah buku novel yang di bungkus rapih dengan kertas kacang asin (kertas pembungkus buku warna coklat) yang di bagian atasnya ada gambar gw yang di lukis pake ballpoint dan beberapa kata-kata motivasi gitu yang di tulis kecil-kecil sampe memenuhi semua celah kosong sisa Gambarnya. Setelah itu gw telephone Giri dan bicara cukup panjang setelah akhirnya di tutup dengan ucapan terima kasih dan janji kalo Gw mau ngasih kue buat dia.
“Urang mana aya waktu atuh bikinna, beli aja wenya?”
“Entong atuh beli mah endogna moal dua. Alias teu special. Bikin we pan ntar kalo kamu mau nikah aku kasih testimonya di surat nikah tulisan nateh berpengalaman dalam membuat kueh.
“Onlen shop we sugan mah. Kueh apa atuh kue apa maunya. Buru urang mau browsing bahanna.”
“Kue naonnya? Oh heuuh ari buras termasuk kueh teu? Bikin kueh buras we terus sama gorengan. Ngke kita piknik ka selabintana.”
“Emang muka aku mirip tukang gorengannya?”
”Iya mirip si emang nu di depan kampus.”
“Cengos maneh. Kamu tah jiga tukang nasgor bunut. Dasar si sangu. Nanaon teh kudu tina sangu tapi kekeh we begang.”
”Eh pan nu bawah nu gede, ngagedean na ke bawah. Kamu ge resep pan nu penting mah nu dibawah nu gede lain nu sanes.”
“Ih geleuh kamu mah, jorang”
“Sok api-api geleuhan kitu, urut kamu oge pan ieu teh.”
“Ih urut iraha, aku mah can pernah make oge.”
“Makana hayo atuh geura pake bisi keburu Expired. Boga nyanyut the ulah ngan ukur jadi aksesoris. Angke aku pitaan ah terus buluna di warnaan sama ntar the aku tempelin tulisan selamat menikmati.”
“Besek tina nu tahlilal we suganmah haha, geloo.”
“Ya udah nanti gw bikin awas kalo gak di habisin. Asa jiga keur PMB atuh da sagala wae ieu teh”