BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Aku?

Menjadi sepertiku bukan hal yang mudah namun juga bukan hal yang susah. Aku adalah bagian kecil dalam sebuah cerita. Aku juga sepenggal makna yang mungkin tak terduga. Aku adalah si pejuang untuk cinta yang ingin selalu ada.

Pagi ini cerah, matahari tak mau tertinggal untuk unjuk pesona. Aku? Aku juga tak mau lenyap tertelan pesonanya. Aku akan memulai dari akhir yang baru, dan inilah secuil catatan dari waktu yang kulalui. Inilah kisah tentang AKU, Rey.

~
"Menikmati malammu?," tanya sebuah suara dari arah belakangku. Kutolehkan wajahku sejenak untuk memberi senyum sebelum kembali pada aktifitasku berdiri memandangi matahari terbit dari balkon kamar apartemen.

"Pemandangan yang indah," suaranya kembali muncul sebelum aku menjawab pertanyaanya tadi. Dia kini berdiri di samping kananku mengikuti kegiatanku.

"Iya," jawabku jujur.

"Kapan Ayah dan Ibu pulang?" tanyanya.

"Ibu bilang minggu depan,"

"Kamu akan menjemputnya?"

"Tentu, kamu juga akan ikut bersamaku?"

"Aku akan menyambutnya di rumah,"

"Hm.," anggukku paham.

Suasana kembali hening. Aku dan orang yang ada di sebelahku memilik untuk kembali menikmati suasana pagi.

"Bagaimana kabar Arina?" tanyaku memecah keheningan. Dia menoleh menghadapku.

"Tidak terlalu baik," jawabnya.

"Dia sakit?"

"Sakit yang membahagiakan,"

"Maksudmu?" tanyaku heran.

"Dia hamil," jawabnya. Wajahnya kini dia kembali alikan pada pemandangan balkon. Senyum kecil membahagiakan, aku suguhkan.

"Abi atau Ayah?" ujarku menanggapi dengan pertanyaan yang aku yakin dia paham maksudnya.

"Abi," jawabnya dengan senyum menenangkanya.

"Alasanya?"

"Panggilan Ayah sudah aku berikan pada orang yang tepat,"

"Siapa?"

"Orang disampingku,"

"Kamu tidak akan menyesal dengan keputusanmu," gumamku bahagia dengan penghormatan yang dia beri.

"Tapi, Apa arina setuju?" sambungku.

"Dia yang mengusulkan," jawabnya.

"Terima kasih,"

"Kamu pantas mendapatkanya," ujarnya yang sekaligus menjadi penutup perbincangan kami.

Kedua pasang bola mata kami kembali pada pertunjukan indah matahari pagi. Aku sadar banyak hal yang tidak sempurna telah aku lakukan di waktu yang lalu, namun sekarang aku hanya ingin menjadi yang lebih baik. Baik untukku dan untuk orang nomor satuku.

To be continou

Baru belajar nulis jadi mohon maaf kalau jelek, kritik dan saran di tunggu.

Comments

  • wow cerita yang menarik ... dilanjut ...
  • wow cerita yang menarik ... dilanjut ...
  • Pagi adalah waktu yang selalu identik dengan awal, dan aku percaya itu. Aku percaya ketika matahari memulai aktifitasnya untuk menyinari langit di atas kita, maka waktu itulah semuanya akan di mulai. Aku selalu menyebut pagi sebagai titik nol untuk hari yang akan aku jalani. Dan di pagi yang cerah ini juga, kisahku akan aku mulai.

    Aku memulai kisahku bukan hanya seorang diri. Aku selalu memulai pagiku bersama sosok yang aku sebut sebagai sosok lain dalam diriku. Apa aku punya kepribadian ganda? Bukan, yang aku punya adalah saudara kembar. Sosok lain dalam diriku adalah kembaranku yang bernama Key. Dan sekarang kita mulai semuanya pagi ini.

    "Rey..!! Key...!! Kenapa kalian lari-larian di dalam rumah?" teriakan tak sopan ini ternyata menjadi awal pagiku. Teriakan dari tanteku bernama Yasmin.

    "Rey yang mulai tante, dia meminum habis susu jatah sarapan pagiku," bisa tebak suara siapa ini? Yup ini suara cempreng Key. Dia terus berusaha mengejarku walau mulutnya menyahut ucapan tante.

    "Benar itu Rey?" tanya tante yang masih setia menonton pertunjukanku dan Key mengelilingi meja makan.

    "Key juga menghabiskan jatah susu malamku," belaku sambil terus menghindar dari kejaran Key.

    "Tapi kamu yang menyuruhku," jawab Key tak terima.

    "Aku hanya memintamu meminum sisanya, bukan menghabiskanya,"

    "Itu sama saja, sisa susunya sedikit jadi aku habiskan semuanya,"

    "Itu beda Key, kamu harusnya meminum sedikit saja. Kalau tadi malam aku tiba-tiba kehausan di tengah malam gimana? Aku bisa mati kehausan," jawabku sesuai otakku.

    "Emang bisa mati karena kehausan?" tanya Key bingung dan akhirnya tujuanku melontarkan kalimat aneh tadi tercapai, Key menghentikan acara mengejarku.

    "Tentu bisa, mati karena kelaparan aja banyak apalagi mati karena kehausan," ujarku kembali. Akhirnya kini aku bisa istirahat dan duduk di kursi, huh., capek juga olahraga lari.

    "Bisa ambilkan gelas? Aku haus," sambungku dengan kalimat perintah yang jelas akan di tolak.

    "Kenapa malah jadi menyuruhku" dengus Key kesal.

    "Kamu mau jadi pembunuh? Aku haus nih gara-gara daritadi lari mengindari kejaranmu. Kamu tidak lupa kalau ada orang mati karena kehausankan?"

    "Benarkah bisa sampai mati?" tanya Key makin terlihat bodoh, hehe.

    "Tentu, kamu mau tidak punya saudara kembar lagi gara-gara aku mati kehausan?"

    "I...iya aku ambilkan," akhirnya nurut juga nih saudara kembarku. Senyum kemenangan kini aku suguhkan di hadapan tante Yasmin yang sekarang hanya bisa geleng-geleng kepala.

    "Ini..." interusi Key memberikan pesananku.

    "Terima kasih," balasku tulus.

    "Rey?" panggil Key tiba-tiba menginterupsi kegiatan minumku.

    "Hmm" gumamku membalas.

    "Kamu janji ya jangan mati, aku tidak mau kalau hidup sendiri," ujar Key. Sekarang dia sudah duduk di kursi sebelahku sambil menatapku serius.

    "Tenang saja, aku tidak akan meninggalkanmu, kita kan satu. Kamu pasti sangat menyayangiku, iya kan?" balasku menenangkanya. Aku sejenak melihat kearah tante Yasmin, dan dia hanya menunduk.

    "Iya aku sangat menyayangimu, tapi...."

    "Tapi kenapa?"

    "Tapi itu alasan keduaku,"

    "Lalu apa alasan pertamamu?"

    "Aku tidak bisa mendengar omelan tante sendirian, kamu harus selalu menemaniku...weeek" jawab Key sukses mengerjaiku. Sial,!.

    "Key,! Awas kau..." kesalku langsung mengejar Key yang langsung kabur membawa tas sekolahnya dan pamit kilat dengan tante.

    "Tante aku berangkat sekolah ya..." pamitku sekenanya namun langkahku terhenti ketika mengingat tadi tante menundukan kepala, aku yakin dia merasa terharu tadi.

    "Tenang tante, aku tidak akan meninggalkan kalian kok, jadi tante ga usah sedih" selaku kembali menghadap tante.

    "Emang kamu mau kemana?" tanya tante dengan wajah bingung dan saat ini juga perasaanku tidak enak.

    "Tante tadi dengar percakapanku dengan Key, yang aku yakin mengharukan?"

    "Yang mana?"

    "Waktu tadi tante menunduk, tante sedang sedihkan?"

    "Iya,"

    "Karena percakapan kami?"

    "Bukan. Tante menunduk dan sedih karena ternyata jatah bulanan tante harus berkurang karena tambahan untuk membeli sandal baru, lihat ini,! Sandal tante udah jebol"

    GUBRAK
    "Tidak.....!"

    Huh... Ternyata pagiku tak cukup menakjubkan layaknya dalam cerita inspiratif. Tapi, apapun itu, inilah pagiku. Inilah awal kisahku di pagi ini. Kisah awal yang akan berkembang seiring putaran jarum jam.
  • Langkah dan waktuku berlanjut. Mengisi ritual pagi dengan keringat dan teriakan sudah kami jalani. Sekarang, aku dan Key harus menyambung aktifitas kami dengan bersekolah.

    Sekolah kami tak terlalu jauh dari rumah, itulah kenapa sekarang aku dan Key tengah mengukur jalan menuju sekolah dengan berjalan kaki. Perjalanan kami hari ini hampir sama dengan hari yang lalu, Key masih saja protes pada ucapanku tadi. Dia tidak terima kalau aku selalu menang ketika berdebat. Namun hari ini aku tengah beruntung, Key menemukan mainan baru dan melupakan protesnya yang selalu mengganggu telingaku.

    "Kenapa berhenti?" selaku, ketika menyadari Key tak berdiri di sebelahku. Ketika aku melihatnya, dia justru berdiri diam sambil memperhatikan pohon besar di tepi jalan.

    "Kenapa berhenti Key!!!" teriakku kesal tepat di telinganya.

    "Sstt., jangan berisik Rey!" ujar Key langsung membekap mulutku.

    "Lepas! Tanganmu bau Key," geramku yang harus mencium bau tak sedap tangannya.

    "Emang bau?" Key langsung mencium tanganya untuk membuktikan ucapanku.

    "Gak bau kok" sambung Key sesaat setelah mencium tanganya sendiri.

    "Hehe, masih saja mudah di bohongi" balasku nyengir.

    "Sialan kamu,"

    "Sudah-sudah, gak usah ngomongin hal gak penting, sekarang jawab kenapa kamu berhenti dan berdiri di sini? Kamu kebelet?" cerocosku tanpa dosa.

    "Kok kebelet?"

    "La terus buat apa berdiri di depan pohon besar kalau gak kebelet?"

    "Enak aja, aku orangnya bersih gak kaya kamu, jorok!"

    "Hidup kan harus saling melengkapi, itu kata tante, iya kan?"

    "Iya itu kata tante, tapi apa hubunganya dengan kelakuan jorok kamu?"

    "Kamu kan orangnya suka kebersihan, la jadi aku harus jadi orang yang jorok buat melengkapi hidupmu,"

    "Kok bisa?"

    "Kalau aku juga orang yang suka kebersihan, nanti kamu nganggur dong, karena gak ada yang bisa di buat rapi dan bersih,"

    "Itu mah alasan kamu aja,"

    "La itu udah tahu kenapa tadi nanya?" ujarku tak mau kalah. Wajah Key langsung cemberut, haha.

    "Udah jangan cemberut, jawab aja pertanyaanku tadi!" selaku.

    "Yang mana?"

    "Kenapa berheti jalan dan malah berdiri di depan pohon besar ini?"

    "Owh itu., aku melihat mainan baru Rey,"

    "Mainan baru?"

    "Iya, lihat itu!" ucap Key sambil menunjuk arah di balik pohon besar.

    "Mana? Aku gak lihat, di sana cuma ada kodok," ujarku setelah mengikuti arah tunjukan Key. Bukanya menjawab, Key malah main bahasa isyarat dengan manaik turunkan alisny dan senyum mengembang.

    "Jangan bilang kodok itu mainanya," tebakku.

    "Emang iya, lihat Rey, dia lucu," balas Key yang kini berjongkok dan lebih mendekat pada kodok itu.

    "Kita bawa pulang ya Rey?" pinta Key dengan jurus wajah memelas andalanya.

    "Kita kan mau ke sekolah Key,"

    "Ya kita bawa aja ke sekolah, baru setelah itu kita bawa pulang, boleh ya Rey?" rengek Key seperti anak kecil, eh emang masih kecil sih, kita kan masih kelas 2 SD.

    "Tapi..."

    "Ayolah Rey, boleh ya?" Key kembali merengek dan aku tidak bisa menolak sekarang.

    "Yeey"

    "Tapi mau taruh dimana tuh kodok?"

    "Em... Dimana ya?" pikir Key bingung.

    "Gimana kalau dalam sepatu?" usul Key.

    "Terserah, ayo cepat! Kita nanti telat," ujarku setuju saja.

    "Tapi, sepatu kamu ya Rey?" sela Key berhasil membuatku geram.

    "Kenapa harus sepatuku? Kamu juga punya sepatu, itu kan kodok kamu," tanyaku kesal.

    "Sepatuku belum di cuci Rey, dan itu juga salahmu yang iseng menukar sepatu sebelum aku mencucinya. Aku akhirnya mencuci sepatumu bukan sepatuku. Kamu harus membayarnya,"

    "Itu salah kamu sendiri yang gak memeriksa sepatu siapa yang sedang kamu cuci," belaku.

    "Kalau kamu gak menukarnya, gak akan kejadian. Lagian, sepatu kita sama persis, aku jadi gak curiga, ayolah Rey? Itung-itung kamu balas budi karena aku sudah mencuci sepatumu," bujuk Key masih dengan wajah memelasnya yang membuatku tak tega.

    "Iya iya," akhirnya aku menyerah.

    "Yeey." sorak Key dan langsung menangkap kodok itu dengan mulus. Lagian tuh kodok kenapa ga pergi waktu aku dan Key debat sih, menyebalkan.

    "Nih,!" ujarku akhirnya menyerahkan sepatu bagian kananku. Akhirnya aku juga harus melepas sepatu bagian kiriku, masa iya pake sepatu sebelah doang.

    "Makasih ya," ujar Key girang dan kitapun melanjutkan perjalanan ke sekolah.

    "Kok berhenti lagi?" tanyaku heran.

    "Aku mau melepas sepatuku, pegang ini,!" balas Key memberikan sepatu berisi kodok lalu sibuk membuka sepatunya.

    "Buat apa di lepas? Apa mau cari kodok lagi?"

    "Gak,"

    "Lalu?"

    "Kamu kan gak pake sepatu, masa aku pake sih, itu gak adil namanya,"

    "Begitu ya?"

    "Iya, selesai, ayo kita jalan lagi nanti terlambat," ujar Key setelah menenteng sepatunya, sama sepertiku.

    "Ayo," balasku.

    Waktu dan perjalanan yang selalu menyenangkan bersama Key, aku kembali nikmati. Apapun yang kita lakukan sekarang adalah hal yang kelak akan menjadi kenangan. Ya, kenangan yang selalu aku nikmati dengan senyum.
  • kasihan Key dijahilin mulu ... apa yang terjadi ...
  • Hari ini petualangan kecilku bersama Key masih berlanjut. Menghentikan perjalanan ke sekolah demi seekor kodok, akhirnya aksi kami di sekolah penuh warna. Harus menambah dosa karena menjahili pak satpam sekolah agar bisa masuk ke sekolah karena kami terlambat adalah warna pertama. Membuat onar kelas karena kodok dalam sepatuku melompat keluar, hingga membuat marah kepala sekolah karena dengan tanpa dosa tuh kodok nangkring di lapangan jidatnya, adalah warna kedua. Warna ketiga adalah yang paling menyebalkan, kami harus menghabiskan waktu istirahat di wc siswa, untuk apa lagi kalau bukan membersihkan ruangan terkutuk ini sebagai hadiah dari bu Neti, wali kelas kami akibat ulah sang kodok.

    "Gila nih siswa sekolah ini, emang mereka gak punya wc di rumah, kenapa harus pake wc sekolah bergantian? Jadi kotor gini kan," gerutuku kesal melihat wc tak kunjung bersih. Bagaimana mau bersih? Orang lantai masih basah malah pada seliweran lewat.

    "Kamu punya wc di rumah, tapi juga pakai wc di sekolah," timpal Key bosan mendengar keluhanku.

    "Itu kepepet,"

    "Mungkin mereka juga kepepet?"

    "Masa iya semua siswa alesanya kepepet? Cari yang lain dong! Gak kreatif baget,"

    "Emang kudu kreatif buat pake wc sekolah?"

    "HARUS!" ujarku masih dongkol.

    "Terserah kamu Rey," balas Key tak mau lagi berdebat, aneh. Aku gak suka Key yang seperti ini.

    "Kamu kenapa?" selaku tahu ada yang tidak beres dengan saudara kembarku ini.

    "Katanya kamu kreatif, tebak dong?" ujar Key dengan wajah makin gak enak di lihat.

    "Kamu kebelet BAB?"

    "Bukan"

    "Laper?"

    "Gak,"

    "Ngantuk?"

    "Salah,"

    "Em... Butuh duit?"

    "Buat apa?"

    "Makan,"

    "Aku gak laper Rey,!"

    "Terus?"

    "Aku butuh duit buat nonton sepakbola," jawb Key akhirnya. Mau nonton? Oh iya aku baru ingat kalau pulang sekolah kami rencana akan nonton pertandingan sepakbola di stadion. Wah ingatan Key boleh juga.

    "Tenang aja, kita pasti nonton," jawabku menenangkan.

    "Emang kamu udah punya tiketnya?" tanya Key penasaran, namun raut wajahnya lebih enak, ini nih wajah yang aku suka darinya.

    "Belum,"

    "Lalu kenapa kamu bilang kita akan nonton?"

    "Ya pokoknya nanti kita akan nonton, kamu bisa percaya denganku,"

    "Benarkah?" tanya Key dengan wajah berbinar dan aku sangat suka melihat wajahnya seperti ini.

    "Iya, kamu tenang saja," ujarku kembali menenangkan.

    "Kamu tidak bohong?"

    "Kapan aku bohong padamu,?"

    "Sering Rey,"

    "Benarkah? Tapi aku janji kali ini kamu bisa percaya denganku, tenang saja,"

    "Aku pegang ucapanmu,"

    "Ya,"

    "Aku tidak mau Irwan mengejek kita lagi karena gak bisa nonton,"

    "Tenang saja, aku yakin kali ini Irwan akan diam. Kita pasti akan pergi nonton," ujarku meyakinkan. Aku berjalan mendekati Key dan merangkulnya, memberi senyum kepastian untuknya.

    "Aku percaya denganmu, Rey," ujarnya.

    "Itu harus karena kita adalah saudara, iya kan?" balasku yang mendapat anggukan Key sebagai responnya.

    "Wah ada dua anak miskin di wc,.." sela sebuah suara yang sudah sangat kami hapal. Suara yang tidak ada bosannya mengejek kami. Dia datang bersama dua dayangnya dan berdiri angkuh dengan bersender tembok.

    "Wah sepertinya ada tamu Key?" ujarku melepas rangkulan dan menatap tiga sosok menyebalkan itu.

    "Sepertinya tadi aku dengar ada yang takut tidak bisa nonton? Wah pasti mereka orang miskin teman2, pastas saja... Hahaha" celoteh Irwan angkuh. Aku menatap Key yang sekarang menatap pasrah dengan hinaan Irwan.

    "Key, apa wc nya udah beres?" bisikku.

    "Sepertinya iya, tapi lantai di depan kita masih basah, emang kenapa?"

    "Lihat pertunjukan menarik ini,!"

    "Emang kamu bisa nonton pertandingan itu?" tanyaku sok pada Irwan. Aku yakin orang sepertinya akan mudah terpancing.

    "Kamu menghinaku? Tentu saja bisa," jawabnya tetap angkuh.

    "Buktinya apa?"

    "Aku sudah membeli tiketnya, iyakan teman2?"

    "Iya" kompak kedua dayang Irwan.

    "Kamu yakin itu tiket asli? Setahuku banyak yang jual tiket palsu," ujarku memancing emosinya.

    "Enak aja, ini asli!"

    "Emang kamu tahu mana yang asli atau gak?" tanyaku sukses membuat irwan masuk perangkapku. Dia kini kebingungan dan berbisik pada dayangnya untuk memastikan tiketnya, dan aku bisa menebak mereka tidak akan ada yang tahu.

    "Emang kamu tahu?" tanya Irwan, akhirya sampai juga di bagian akhir.

    "Tentu?" jawabku mantap.

    "Emang kamu beneran tahu Rey?" bisik Key.

    "Tentu saja tidak,"

    "Terus?"

    "Lihat saja nanti,"

    "Kamu mau aku membantumu mengecek tiket itu?" tanyaku sok baik.

    "Ya sudah ini periksa!" ujarnya menyodorkan tiket.

    "Sini,! Lebih dekat,"

    "Ini..." ujar Irwan berusaha memberikan tiketnya, sementara aku berlahan mundur untuk memancing Irwan menginjak lantai yang basah.

    "Aku dapat!" seruku langsung menarik tangan Irwan.

    BUGH
    "aww!" Irwan terjatuh.

    "Hahaha" tawaku lepas berhasil mengerjai Irwan.

    "Ayo Key,! Kita pergi dari sini, lari,...."seruku langsung ngibrit ninggalin Irwan yang marah2.
  • ternyata Rey berani dan bandel juga ...
Sign In or Register to comment.