It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Haha klo kayak gini ingat seseorang yg sering gangguin si doi demi cari perhatian.
Lanjut @freeefujoushi
Haha klo kayak gini ingat seseorang yg sering gangguin si doi demi cari perhatian.
Lanjut @freeefujoushi
@j4nji
hahaha...iya2 semoga aja hahaha
@Akang_Cunihin
klu q tdk sibuk ya hehehe
@haha5
chapter akan mendatang scene dimas alfa byk hehehe
@haikallekall
iya nih dimas udh tahu...hayoo ingat siapa??? cieee
@Aurora_69
siiiip
@gilang22
@rama_andikaa
cieeeee cieee hehehe
@Aurora_69
iya ternyata anton suka alfa jg tdk ketebak
@lulu_75
nanti ya hehehehe
@harya_kei
Pelajaran olahraga kali ini Alfa mengadakan penilaian terhadap semua murid.
Ia akan memberikan ujian praktek melempar bola basket. Semua murid diminta satu-persatu maju dan menangkap bola yang dilemparkan Alfa kemudian melemparkannya kembali kepada Alfa.
Ia akan melihat benar tidaknya teknik yang mereka gunakan saat melempar bola.
“Jadi saya ingin lihat sejauh mana kalian bisa mempraktekkan materi yang telah saya ajarkan,” ucap Alfa menjelaskan sambil mulai menyebutkan nama murid-muridnya satu persatu.
Semua murid laki-laki kelihatan sangat menguasai tekniknya. Namun berbeda dengan beberapa murid perempuan yang terlihat manja.
Ada yang berteriak saat bola datang, ada yang menghindar dengan bergaya manja sambil menjerit manis membuat Dimas yang dan beberapa teman lelakinya tertawa terbahak-bahak menyaksikan ulah gadis-gadis genit itu.
Melihat tawa riang Dimas tak pelak membuat Alfa gemas dan ingin menggodanya. Saat cowok manis itu masih tertawa, Alfa melemparkan bola tepat ke kepala Dimas sambil memanggilnya,
“Giliran kamu,” perintah Alfa membuat Dimas mendelik kesal padanya.
Mereka saling berhadapan di tengah lapangan. Lemparan pertama, Dimas berhasil menangkap bolanya. Tapi saat gilirannya melempar bola, Dimas yang masih kesal pun ingin membalas Alfa. Ia melemparkan bola dengan keras dan tepat menghantam kepala Alfa, membuat pria itu hampir goyah.
Murid-murid yang lain tertawa, Dimas mengulum senyumnya,
“Ops.. maaf Pak,” ucap Dimas dengan wajah polosnya.
Alfa hanya menghela nafas meredam kekesalannya. Ia tahu cowok manis itu sengaja melakukannya.
Maka saat giliran Alfa melempar, iapun melakukan hal yang sama. Dan kali ini Dimas ingin membuat Alfa jera.
Saat bola tepat mengenai kepalanya Dimas pun melancarkan aksinya dengan berpura-pura pingsan.
“Dimas....” pekik Gio segera berlari menghampiri Dimas disusul Rio, Zacky dan beberapa teman yang lain.
Mereka terlihat panik menatap Dimas yang mendadak pingsan. Namun Alfa sama sekali tdak terlihat panik.
Ia berjalan santai menghampiri kerumunan anak-anak itu. Alfa tahu jika Dimas hanya berpura-pura pingsan untuk membalasnya, karena ia dapat melihat kelopak mata Dimas yang masih bergerak.
“Akting kamu benar-benar buruk Dimas,” batin Alfa.
“Minggir semua, saya akan bawa Dimas ke ruang kesehatan, Raka, kamu ambil alih kelas, ok!” perintah Alfa sambil mulai mengangkat tubuh Dimas dari lantai.
Alfa tidak kesulitan untuk menggendong cowok manis itu karena tubunya mungil. Murid-murid perempuan terlihat iri dengan Dimas.
“Seandainya gue yang ada di pelukannya Pak Alfa,” gumam Budi, Anton yang ada di sampingnya semakin bertambah kemarahannya.
Dalam diamnya Dimas merutuk dirinya dan Alfa. Sialan.. bukan ini yang ia mau, berada dalam gendongan Alfa.
Ia mau Alfa panik dan merasa bersalah karena mencelakakannya, bukannya dengan seenaknya menggendong Dimas dan membawanya ke ruang kesehatan.
“Ternyata kamu berat juga ya? Ya wajar sih, kamu kan makannya banyak,” ledek Alfa saat berjalan membawa Dimas.
Dimas yang harus tetap diam terpaksa menelan semua rasa
kesalnya. Ia tidak mau jika sampai orang-orang tahu ia berbohong.
“Hei.. kita hampir sampai. Udah, gak usah akting lagi, saya tahu kamu cuma pura-pura," lanjut Alfa namun Dimas harus tetap diam.
“Dalam posisi seperti ini, sepertinya saya punya banyak keuntungan ya! Saya bisa cium kamu, karena kamu pasti gak akan melakukan perlawanan,” canda Alfa untuk membuat
Dimas takut.
Benar saja, dalam diamnya, tubuh Dimas mengejang kaku, apalagi saat Alfa mendekatkan wajahnya seolah akan menciumnya. Cowok manis itu malah merapatkan bibirnya membuat Alfa tertawa geli.
“Haha.. kamu itu lucu ya?” ledek Alfa lagi, kemudian berucap,
“Kita sudah sampai di ruang kesehatan, kamu mau turun sendiri atau saya yang turunin kamu?”.
Seketika Dimas melompat dari gendongan Alfa dan karena terburu-buru posisi tubuhnya tidak seimbang, membuatnya mendarat di lantai.
“Aduh...” pekik Dimas sambil memegangi bokongnya.
“Dasar nyebelin...” desis Dimas pada Alfa yang tersenyum melihat reaksi spontan cowok manis itu.
“Kenapa harus Bapak sih, yang gendong saya, kenapa bukan yang lain aja? Dan apa maksud ucapan Bapak tadi, mau nyium saya?” cecar Dimas tanpa henti,
“Kalau tahu saya bohong kenapa gak bilang aja ke orang-orang kalau saya cuma akting,”
“Bisa diam tidak Dimas, ocehan kamu yang berkecepatan tinggi itu bikin kepala saya pusing,”
“Saya lebih pusing lagi dengan semua kelakuan Bapak, apa maksud Bapak tiba-tiba muncul di sekolah ini? Mau balas saya karena kaleng soda itu?” Dimas menuntut penjelasan Alfa yang sudah membuatnya mati penasaran dengan kemunculan Alfa yang tiba-tiba di sekolah mereka.
“Kalau Bapak emang mau menuntut pembalasan,” belum sempat Dimas menyelesaikan ucapannya Alfa memotongnya,
“Tunggu, apa? Pembalasan? Bahasa kamu aneh, kamu pikir
ini film horor?”
“Iya, horor, sejak kemunculan Pak Alfa di sekolah ini, Bapak itu jadi Horor number one buat saya,” lanjut Dimas membuat Alfa tersenyum geli dengan pilihan kata cowok manis itu,
“Darimana Bapak tahu saya sekolah di sini? Gak mungkin dong ini kebetulan?”
Mendengar pertanyaan Dimas, Alfa tersenyum penuh arti. Berarti cowok manis itu belum menyadari ada barangnya yang tertinggal dari kenangan kaleng soda mereka, pikir Alfa.
“Kenapa senyum-senyum? Ayo jawab,” desak Dimas lagi.
“Itu ..rahasia. Biar kamu tebak sendiri,” balas Alfa semakin membuat Dimas penasaran.
“Ok, saya gak peduli, sekarang mari kita selesaikan perang dingin ini. Sekarang mau Bapak apa? Saya mengaku saya salah. Bapak mau saya minta maaf kan? Baik, saya minta maaf,”
cerocos Dimas tiada henti, namun Alfa belum menunjukkan reaksi apapun.
“Pak Alfa...” teriak Dimas mengagetkan Alfa. Namun ia senang mendengar Dimas berteriak memanggil namanya.
“Ok. Kalau kamu mau menyelesaikan masalah kita, let’s fix it up. Tapi cuma permintaan maaf segitu saja belum cukup buat saya Dimas,” balas Alfa membuat Dimas membelalakkan
matanya.
“Terus gimana?”
“Ehm...” Alfa mencoba berpikir, “Saya mau kamu minta maaf besok, saat jam istirahat, di lapangan basket di depan satu sekolahan,”
“Apa?!?!” teriak Dimas tidak percaya dengan permintaan konyol Alfa. “Bapak yang benar aja dong, ini kan masalah kita berdua, kenapa bawa-bawa sekolahan sih,” protes Dimas.
“Terserah kamu. Take it or leave it.. dan perang akan terus berlanjut,” Alfa memberikan pilihan. Dimas menggigiti bibirnya pertanda ia berpikir keras.
Melihat cowok manis itu melakukan hal itu membuat Alfa menyelanya, “Jangan menggigiti bibir kamu Dimas, bibir kamu bisa berdarah,”. Mendengar ucapan Alfa Dimas menghentikan tindakannya. Setelah berpikir sejenak ia menghela nafas panjang,
“Ok. Saya setuju.. saya bosan dengan semua perselisihan kita, Deal...” ucap Dimas akhirnya sambil mengulurkan tangannya. Alfa menjabat tangan Dimas dengan erat dan tidak berniat
untuk melepaskannya, membuat cowok manis itu meronta.
“Lepasin...” pinta Dimas sambil berusaha menarik tangannya.
Namun Alfa tetap tidak melepaskan. Bagi Alfa ini kesempatan langka. Ini pertama kalinya ia bisa menggenggam tangan cowok manis itu.
Melihat usaha Dimas untuk melepaskan genggamannya membuat Alfa menyentakkan tangan cowok manis itu hingga Dimas tersentak semakin dekat ke tubuh Alfa. Seketika tubuh Dimas kaku, ia ingin menjauh, namun entah kenapa seolah kakinya tertanam di lantai.
Alfa mendekatkan wajahnya pada wajah Dimas, wajah Dimas bersemu merah membuat ia menundukkan kepala dan memejamkan matanya.
Alfa geli melihat tingkah Dimas. Ia bisa menebak, cowok manis itu pasti belum pernah berpacaran. Dimas punya banyak teman lelaki, namun semua hanya sebatas teman, tidak lebih.
Lalu tiba-tiba Alfa mengangkat tangan kirinya dan mengacak-acak rambut hitam Dimas yang agak panjang dengan gemas.
“Dasar konyol....” ucap Alfa kemudian melepaskan Dimas dan berjalan keluar meninggalkan Dimas
Cowok manis itu yang masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.
Sepeninggal Alfa, Dimas masih berdiri kaku di tempatnya. Ia memandangi tangannya yang tadi digenggam Alfa dengan wajah yang masih memerah
“Dasar bego.....” teriak Dimas kesal sambil memukul kepalanya sendiri.
***
Siang itu Dimas sudah siap dengan aksinya untuk meminta maaf. Ia berdiri di lapangan basket sambil memegang pengeras suara di tangan.
“Test..test..ok...” ucapnya dan memulai aksinya, “Buat semua orang yang ada di sekolah, saya minta perhatiannya sebentar,” terlihat semua orang mulai memberikan perhatian atas
tindakan Dimas.
Sebagian anak-anak mulai berkumpul di lapangan basket mengerubunginya. Guru-guru terlihat berdiri di depan pintu ruang guru.
Ingin tahu ulah apa lagi yang akan dilakukan si pembuat onar itu. Alfa pun turut menyaksikan ulah cowok manis itu sambil mendekapkan kedua tangan di dada dan bersandar di pilar penyangga yang ada di koridor sekolah.
“OK. Saya berdiri di sini untuk menyampaikan sebuah pengakuan. Kepada Bapak Alfaro Zirka yang terhormat...” saat Dimas menyebutkan nama Alfa, semua mata memandang keduanya secara bergantian penuh minat.
“Pak Alfa yang terhormat, saya Dimas Kurniawan minta maaf yang sebesar-besarnya atas tindakan saya beberapa minggu yang lalu, yang telah menendang kaleng soda hingga nimpuk dahi Bapak yang super luas itu, seluas lapangan golf,” ucap Dimas seenaknya membuat semua orang tertawa, termasuk Alfa.
“Dan saya juga sudah memaafkan segala kezaliman yang sudah Bapak lakukan pada saya beberapa minggu ini juga. Yang menyiksa saya habis-habisan di kelas olahraga. Saya tahu Bapak pasti dendam sama saya makanya Bapak membalas saya sedemikian rupa.
Sebagai murid yang tidak berdaya, saya hanya bisa pasrah menerima segala siksaan Bapak lahir dan batin. Karena saya adalah orang yang berhati mulia, maka dari itu, dengan tulus ikhlas saya memaafkan Bapak, walau Bapak tidak pernah mengucapkan permintaan maaf pada saya...”
Saat mengucapkan kata-kata itu, Dimas memandang Alfa yang kelihatan mulai geram.
Wajah Alfa memerah menahan malu. Akhirnya terungkap sudah alasan mengapa selama ini mereka selalu terlibat pertengkaran.
Semua mata memandang Alfa, seakan menuduhnya karena
bersikap kekanakan dalam membalas perbuatan Dimas.
“Pak Alfa, saya bersedia menerima semua konsekuensi, tapi Bapak juga tidak seharusnya menggunakan koneksi Bapak sebagai adik kepala sekolah untuk masuk ke sekolah ini dan
membalas saya...” ucap Dimas meneruskan dramanya.
Alfa pun segera melangkah cepat dan menarik cowok manis itu keluar dari lapangan basket dan menyeretnya menuju ruangan kepala sekolah.
Saat Alfa melakukan itu, semua murid bersorak meledeknya sementara Dimas tersenyum penuh kemenangan walau harus diseret kesana-kemari oleh Alfa.
“Kali ini ..benar-benar keterlaluan Dimas...” Alfa meluapkan emosinya namun Dimas hanya menanggapi dengan santai,
“Kan Pak Alfa sendiri yang suruh saya minta maaf di hadapan satu sekolahan,”
“Tapi gak gini juga caranya....”. Saat keduanya berdebat, Adrian masuk ke ruangannya.
“Jadi ini alasan semua pertengkaran kalian. Dan ini sebabnya kamu ngotot mau ngajar di sekolah Al? Karena Dimas?” tanya Adrian, dan Alfa hanya diam sambil menatap jengkel Dimas.
“Karena saya?” tanya Dimas bingung.
“Al, Mas gak mau tahu, bereskan semua masalah ini,” desak Adrian lalu keluar meninggalkan kedua orang itu.
“Kamu puas?” tanya Alfa.
“Belum..” jawab Dimas polos membuat Alfa semakin gemas.
“Dimas...........” desahnya tertahan.
“Kalau Bapak keluar dari sekolah ini dan berhenti mengganggu saya, baru saya puas,” ucap Dimas terus terang membuat Alfa membelalak tak percaya.
“Apa? Maaf Dimas, tapi saya gak akan keluar semudah itu. So, enjoy your time with me!” ucap Alfa santai, dan kali ini Dimas yang terperangah.
“What!” pekik Dimas saat Alfa keluar dari ruangan itu.
“No!!!! Apa maunya sih tu orang?”
Alfa berdiri dihadapan para guru yang meminta penjelasan dan pertanggung jawabannya.
Semua guru menyalahkan sikap kekanak-kanakkan Alfa, sementara Adrian hanya diam mendengarkan keluhan para guru dan pembelaan Alfa.
Dengan hati-hati Alfa pun berusaha menjelaskan semuanya dan meyakinkan bahwa ini hanya kesalahpahaman antara dirinya dan Dimas.
Dan ia berjanji tidak akan ada lagi pertengkaran dengan cowok manis itu karena mereka sudah sepakat untuk mengakhiri pertengkaran.
Dan Alfa juga berjanji tidak akan ada lagi kejahilan yang akan ia lakukan untuk membalas Dimas. Lagipula Alfa meyakinkan bahwa ia hanya guru magang di sekolah, dan pada saatnya nanti, ia akan keluar dari sekolah dan tidak akan menyebabkan keributan lagi.
Mendengar penjelasan Alfa mau tidak mau para guru pun mencoba mengerti dan sepakat untuk tetap menerima Alfa mengajar. Setelah menyelesaikan masalah dengan para guru, saatnya Alfa menyelesaikan masalahnya dengan cowok keras kepala itu.
“Dimas, bisa ikut saya sebentar?” pinta Alfa, dengan malas. Dimas melangkah keluar kelas diikuti pandangan mata teman-teman sekelasnya.
Mereka berdiri berhadapan di bawah pohon rindang di depan lapangan basket. Tempat yang sering digunakan anak-anak untuk melepas lelah setelah bermain.
“Ada apa?” tanya Dimas sambil berkacak pinggang. Alfa tersenyum simpul, dan menurunkan kedua tangan Dimas dari pinggangnya hingga jatuh di samping tubuhnya.
“Yang sopan Dimas,” Alfa mengingatkan, “Saya suruh minta maaf, kamu malah kasih saya kejutan yang luar biasa. Kalau begitu kita impas. Gak ada lagi pertengkaran dan saling balas
menjahili, ok?” ucap Alfa kali ini dengan nada ramah dan sungguh-sungguh.
Dimas berpikir sejenak kemudian berucap, “Ok, tapi bener ya, Pak Alfa gak akan ganggu saya lagi, gak akan siksa saya lagi di kelas olahraga,”
“Janji, tapi untuk berhenti gangguin kamu sepertinya gak bisa deh,” canda Alfa menanti reaksi Dimas yang biasanya tak terduga.
“Tuh kan? Pak Alfa..............” jerit Dimas kesal sambil menghentakkan kakinya.
“Bercanda..............” balas Alfa sambil mengelus kepala Dimas gemas.
“Apaan sih,” Dimas menghardik tangan Alfa dari kepalanya membuat Alfa semakin gencar menggoda cowok manis itu.
Tanpa mereka sadari, sejak tadi Anton sudah berdiri di balik pohon yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Darah Anton mendidih menyaksikan kedekatan Dimas dan Alfa yang semakin intens.
“Dasar kau Dimas.................” desis Anton geram.
BERSAMBUNG