It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@JimaeVian_Fujo bgitu,
@freeefujoushi wesss dha lgi yg dkung arya sm erwin.. kita akn liat siapa itu lucy
@arieat
@harya_kei mataku ga nahan natap layar laptop lama" jdi cuma bisa bkin spnjng itu.. hihi ntar usahain lebih pnjg deh v ga jnji
@3ll0 udah di kunci kelleesss wkwk
@Pradipta24 buknkh hati perubah yg hebat mka dri itu hnya waktulah yg tahu.. jiiiahhhh bhasaku..
@cute_inuyasha klo trllu erotis ntar ceritaku msuk daftar Boyzstories+ *ngeles
@hendra_bastian seperti itulah
@cute_inuyasha klo trllu erotis ntar ceritaku msuk daftar Boyzstories+ *ngeles
@hendra_bastian seperti itulah
Aku merasakan hembusan hangat di tengkukku, membuat aku mengerjap beberapa kali hanya sekedar mengingat apa yang terjadi semalam dan ya, aku menemukannya. Aku mencium Arya dengan beringas, Aku mendesah.
Aku benci diriku yang sering tak terkendali kalau hasrat sudah menggerogotiku. Untung saja orangnya Arya.
Ku singkirkan tangan Arya yang melingkar di pinggangku dan dengan pelan bangun dari tempat tidur. Aku berjalan ke kamar mandi. Sebentar lagi jam kuliahku mulai dan kurasa Arya juga harus mengantar Zion kuliah.
Setelah selesai mandi aku melilitkan handuk di pinggangku dan keluar dengan rambut basah. Arya menatapku yang masih menyandarkan kepalanya di kepala ranjang. Dia tersenyum dan aku membalasnya dengan sedikit enggan.
“Tadi malam hebat.” Komentarnya saat aku berjalan menuju lemari pakaianku.
“Bukankah setiap kita melakukannya selalu saja hebat.” Aku menanggapai komentarnya sambil memakai pakaianku dan juga denimku. Pintu lemariku menghalangi Arya dari memandangku.
“Karena kamu memang pintar melakukannya.” Aku mengernyit.
“Jadi itu sebabnya kamu menyukaiku. Kehebatanku di atas ranjang membuatmu tak mampu pergi dariku walau nyatanya Zionlah yang memiliki hatimu.” Aku berucap sembari menutup pintu lemariku dan kulihat dia sedang menatapku dengan tatapan tak terbaca. Aku sibuk merapikan bukuku seakan tak pernah bicara hal seperti tadi.
“Kamu tahu tapi kamu mencoba menutupinya,” Aku menatapnya sejenak dan kembali sibuk dengan ranselku.
“Apa yang ku tahu?” Aku bertanya tanpa menatap ke arahnya. Dari ekor mataku aku bisa melihatnya sedang memakai celana dan bajunya. Dia kesal, aku tahu itu. Jika kami sedang berdua dan aku membicarakan Zion dia akan selalu bereaksi seperti sekarang.
“Jangan berpura-pura sweetheart.” Suaranya jengkel.
“Mau makan denganku?” Aku sedang tak ingin berdebat sekarang jadi mengalihkan pembicaraan adalah jalan terbaiknya.
“Kamu akan selalu seperti ini, mari kita tuntaskan pembahasan yang selalu kamu buat itu.” Kali ini ia sudah berdiri di dekatku, aku bangun dan memakai ranselku.
“Apa yang mau kamu selesaikan? Bukankah semuanya tak pernah berujung dan mana mungkin hubungan yang kita jalani dengan menghianati temanku sendiri adalah baik adanya.” Aku mulai terpancing emosi.
“Aku sudah mengajakmu untuk mengakuinya tapi apa yang kamu bilang? Kamu dengan jelas mengatakan kamu tidak ingin menyakitinya waktu itu. Kamu bisa paham gak siapa sebenaranya yang membuat semua ini jadi rumit.” Dia menekan suaranya di setiap kata. Menantang mataku yang sedang menatapnya.
“Kamu tidak tahu bagaimana bedanya cara pandang kamu ke aku dan ke dia!” Aku berteriak.
“Apanya yang beda Erwin? Apa?”
“Sudahlah, sudah cukup pembahasannya. Aku sedang tak ingin berantem.” Aku menyudahi kata-kataku dan beranjak pergi meninggalkannya tapi dia merangkul pinggangku dan menarik tubuhku hingga berbalik lalu mendaratkan ciuman di sana, hanya sekedar ciuman tak ada lumatan atau sesapan. Sebuah ciuman cinta tanpa adanya embel-embel nafsu mengikutinya dan aku tak inginkan itu.
“Ayo! Kuantar kamu Kuliah.” Dia menarik pergelangan tanganku dan membawaku keluar.
“Tapi Ar, Zion?” Aku mencoba mengingatkan tapi seolah ia tak mendengar dan terus saja menarik tanganku.
***
“Kamu tidak menjemputku dan malah berangkat bersama Erwin?” Zion bertanya saat aku keluar dari mobil Arya dan Arya hanya mengangguk. Aku mematung di tempatku tak tahu harus berucap apa.
“Ada apa dengan kalian?” Oke, ini mulai tak baik.
“Motorku tadi mogok di tengah jalan dan terpaksa harus menumpang dengan Arya.” Aku berusaha mencari alasan walau nyatanya kulihat gelengan di kepala sahabatku itu sedangkan Arya hanya diam tak mau menanggapi sama sekali.
“Kalian beda arah, mana mungkin bisa bertemu begitu saja.” Aku ternyata salah memberi alasan. Semuanya terdengar tak logis.
“Aku tidak tahu bagaimana kronologinya tapi Arya sudah ada di sana.” Aku mencoba peruntungan kali ini. Arya juga malah hanya diam, apa dia ingin Zion tahu semuanya sekarang. Sialan.
“Ehh ada si jalang nih.” Aku mendelik marah pada suara yang sudah tak asing lagi di telingaku. Dan yah benar saja Bara sudah berdiri di sana dengan memeluk pinggang pacarnya.
“Mulut anjing nyalak.” Sebenarnya aku tidak ingin meladeninya tapi ini mungkin cara agar terhindar dari Zion. Apalagi melihat tatapan Zion yang seolah menghujamku.
“Anjing teriak anjing.” Dia tersenyum culas dengan geraham bergemelatuk aku berjalan ke arahnya dan menghadiahi dia kepalan tanganku hingga membuat dia terhuyung dan jatuh ke tanah. Aku mengibaskan tanganku dan tersenyum menang.
“Itu balasan atas luka lebamku kemarin. Kamu menang jika berdua kalau sendiri tamatlah riwayatmu bangsat.” Aku menunjuk tepat di depan wajahnya dan berlalu pergi. Semoga Arya tak memberitahu Zion dan Zion juga tak mencurigai apapun.
“Anjing hidungku!” Aku mendengar suara rintihan Bara dan menghentikan langkahku, ku tatap ia yang masih terkapar di lantai dan di bantui oleh Seina.
“Seina!” Aku berteriak memanggil nama kekasinya dan Seina berdiri menatapku dengan tatapan penuh tanya.
“Ya?” Dia menjawab dengan heran ke arahku.
“Kamu tahan dengan cowok macam dia, kalau aku jadi kamu sepertinya tidak.” Dengan kata itu aku kembali melangkah tak peduli dengan respon mereka semua.
***
Aku bergegas mengemasi barangku, hari ini aku harus ke kantor Ben. Sesuatu mengganjal di kepalaku dan aku tidak suka hal itu.
“Kamu pulang cepat hari ini?” Aku menatap haikal yang sibuk dengan bahan bacaannya.
“Ya, aku harus ketemu dengan kakakku.” Aku menjawab tak menatap kearahnya, masih sibuk dengan barang-barangku.
“Kamu punya kakak?” Kali ini ia bertanya dengan menatapku, aku tahu itu karena ekor mataku melihat semuanya. Aku menatapnya sebentar seolah berpikir dan tersenyum.
“Kamu kan tahu aku anak tunggal,” Aku tak melanjutkan jawaban yang ingin ku berikan padanya.
“Lalu?” Ternyata bisa penasaran juga ni anak satu.
“Seorang kakak sepupu.” Ucapanku sukses membuat dia membulatkan bibirnya. Aku beranjak pergi sebelum lebih dulu berpamitan pada Haikal.
Aku berlari menuruni anak tangga, saat lewat dilorong kampus, aku tersentak seseorang menarik kemejaku dan membuat aku terpojok ke ruangan sempit. Aku menatapnya dengan tatapan penuh heran, tapi tak urung ku sunggingkan senyum palsu ke arahnya.
“Pertanyaan itu masih berlaku?” Dia berucap dengan mendesah, aku tahu dia sedang menggodaku dan iya dia berhasil melakukannya. Aku memegang pinggangnya dengan erat, menarik ia semakin dekat denganku.
“Pertanyaan yang mana?” Tangannya sudah bermain di kancing kemejaku.
“Yang kemarin, saat di parkiran.” Aku tertawa dalam diamku dan aku mengangguk membuat ia tersenyum lucu, aku menatapnya menunggu kata-kata apa yang akan keluar dari mulutnya.
“Aku rasa kamu tahu jawaban atas pertanyaan yang tak terlalu pantas untuk di ajukan padaku.”
“Apa?” Aku kembali memancing kata yang ingin keluar dari bibir tipis gadis bermata besar ini.
“Tentu aku lebih tahan denganmu. Aku benci saat dia memukulmu waktu itu. Rasanya aku ingin membalas perlakuannya padamu.” Dia berucap dengan nada geram.
“Gadisku bisa galak juga.”
“Katakan lagi.”
“Apa?” Aku menaruh tanganku di wajahnya.
“Sebut aku dengan kata yang kamu ucapkan barusan.”
“Gadisku?” Aku mencoba menebak dan dia mengangguk. Aku kembali tersenyum palsu kearahnya. Dia memeluk dengan erat.
“Aku mencintaimu.” Aku mengelus rambutnya. Rasanya melihatnya selalu bisa membuat amarahku bangkit tapi kali ini biarlah.
“Baiklah sepertinya aku harus pergi.” Aku melepas pelukan kami dan dia terlihat kecewa.
“Kamu tidak pernah memiliki waktu banyak untukku dan aku benci akan hal itu.”
“Lain kali akan ku sediakan waktu sebanyak mungkin untukmu tapi tidak kali ini. Aku benar-benar ada urusan dan ini sangat penting.” Aku kembali mengelus wajahnya.
“Kapan waktu itu ada? Kamu tahu sendiri kalau Bara selalu dekat denganku. Aku sudah bilang ke kamu untuk mengizinkanku memutuskannya tapi kamu bersikeras menyuruhku bertahan. Aku capek dengannya dan aku juga tidak suka sama dia.”
“Sayang Hei, aku tahu ini bukanlah kamu. Kamu orang yang ngerti aku kan?” Dia mengangguk sendu.
“Maaf.” Dia kembali memelukku. Aku menyeringai, membuat rasa menang merajaiku. Membuat wanita satu ini bertekuk lutut amatlah muda. Tunggu tanggal mainnya sayang. Rasanya aku ingin Bara memergoki kami. Pasti senang rasannya.
***
@Otho_WNata92 @lulu_75 @nakashima
@Andre_patiatama @hendra_bastian
@akina_kenji @harya_kei @NanNan
@boy @BangBeki @arieat @Asu123456
@boybrownis @DM_0607 @littlemark04
@dimasalf9 @freeefujoushi @4ndho
@jacksmile @kristal_air @Pradipta24
@abong @cute_inuyasha @Aurora_69
@JimaeVian_Fujo @panji @Hiruma @ArDewa