It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Masih dengan perasaan setengah takut, namun aneh sendiri, kenapa ia sampe terpaku berada didepan pintu?. Sementara Klein baru saja membukakan pintu itu dan menyuruhnya masuk.
Perlahan, Calvin berjalan maju seraya pandangannya mulai mengintari benda benda asing yang sudah disusun rapih diposisinya masing masing. Isi rumah itu bukan saja terlihat bersih, namun juga wangi.. sana sini dipasang pengharum ruangan, baik yang manual maupun otomatis yang disetel persekian menit. Belom lagi lantainya, seakan terlihat baru saja di mop.
Ruang tamu tak ada kursi, alih alih seperti garasi motor dan kandang koleksi alas kakinya. Ruang kedua inilah dianggapnya ruang utama, segala bentuk perabotan numpuk jadi satu pajangan yang menarik perhatian. Disini terletak sofa, Tv lcd, lengkap dengan dvd dan home theater.
"Duduk.." perintah Klein santai. Sama kayak setelan yang ia pakai, kaos ngepas dan celana pendek doank. Memamerkan jenjang kaki nya yang putih bersih berbulu tipis dibetis.
Klein lebih tinggi kira kira gak sampe sepuluh centi dari Calvin, rambutnya mohak abis terlihat rapih, body terlatih, bersih, wangi dan menggoda.. oops! Mungkin Calvin udah mulai nafsu dibuatnya.
"Lo tinggal sendirian?" Tanya Calvin keheranan, seolah dirumah ini ada ibu peri yang menyulapnya jadi kinclong gini. Nyokap Calvin aja belom tentu bisa ngebuat rumahnya sejenis ini.
"Tadinya berdua sama kakak, cuma sekarang dia pindah kontrakkan deket tempat kerjanya" ujarnya sambil otak atik remote tv "oh yaa, mo minum apa?"
Calvin jadi tersanjung ditawari minum, udah orang special. Toh, kebiasaan Calvin kalo maen kerumah temennya, siapapun.. pasti minumnya ambil sendiri.
"Air biasa aja.. gak usah repot repot."
"Tapi, barusan gue bikin vanila milkshake, cobain deh.." paksanya.
Sembari nunggu Klein bawa minuman, sekali lagi, kepala Calvin memutar seisi ruangan. Asing sekali. Maka Calvin belom memutuskan untuk duduk, malah nerobos kedapur.
Disini ada ruang yang tak seberapa luas, namun isinya lengkap mulai dari panci, kompor, kulkas ampe kuali dan seabrek peralatan laenya. Diujung sudutnya ada pintu kamar mandi, sepertinya dan tangga spiral menuju lantai 2. Diatas... entahlah, paling kamar tidur.
Klein baru saja menuangkan milkshake nya kegelas. "Jauh gak, dari rumah?"
"Lumayan sih, gak terlalu jauh." Calvin nyeruput vanila milkshakenya yang super dingin. Malah tambah haus kalo gak minum air putih. "Orang tua lo?"
"5 jam lagi dari kota."
"Sering balik kesono gak?"
"Terakhir, pergi bareng kaka pas lebaran."
"Mereka pernah kesini?"
"Pernah, taon ini hampir tiga kali.. waktu gue dirumah sakit, wisuda kaka, sama kaka pernah kecelakaan dan dirawat dirumah sakit juga."
"Lo pernah sakit? Apa??"
"Gak parah, cuma kecapean doank.."
"Trus, yang ngerawat rumah? Lo punya pembokat??"
"Enggak! Ni gue sendiri yang rapi in. Kaka gue sibuk orangnya, jarang pulang kerumah, malah."
"Dan lo, nyaman tinggal sendiri?"
"Yah, sejauh ini.. malah gue kadang ngerasa lebih asik."
Obrolan mereka kemudian terhenti oleh deru kendaraan yang baru saja menepi di tepat depan rumah Klein.
"Kaka gue, kayak nya.."
Calvin cuma bisa koment Ooo, "Sial, ganggu aja!" Batinnya.
Sosok yang hampir menyerupai Klein, hanya lebih tinggi sedikit dari Klein dan berjambang tipis, berkulit putih.. sama terawatnya dengan Klein.
"Temen lo, Klein?" Tebaknya begitu ngeliat muka Calvin, pikirnya Calvin seumuran dengan Klein karna perawakkan Calvin yang keliat muka bayi banged. Otomatis Calvin mencoba menjabat tangannya, saking terpesona juga. "Gue Pierre." Salamnya hangat
"Calvin.." habis deh, kata katanya. Cuma rumah ini sudah bikin dia melongo heran. Makhluk kayak gimana lagi yang lebih sempurna dari ini? Apakah mereka masih banyak tersembunyi??
"Semua pakean udah Klein masukin keransel, tinggal dibawa. Sprei kesayangan kaka juga sekalian." Terang Klein pada kaka nya.
"Ya udah, makasih yaa dek." Jawab Pierre singkat. Iapun menelusuri tangga spiral keatas.
Dan Calvin ngerasa kakaknya datang gak sendirian, tapi dengan seorang cowok muda yang masih setia berdiri disamping moge nya. Kendaraan mereka. Sayangnya, Pierre sengaja tidak memperkenalkan lelaki satu itu, ia turun dari lantai dua dan langsung pamit dengan mereka berdua.
Pria misterus itu kurus tinggi dan manis. Mereka berdua lalu pergi, hanya terlontar senyum basa basi beberapa detik.
"Kalian tidak ada masalah kan?" Mungkin Calvin terlihat kepo dan bodoh untuk mempertanyakan itu. Gays, ini kencan kedua...
Bahkan Klein tidak berani lagi untuk menatap muka Calvin. "Jadi lo kerja direstaurant?" Alihnya.
"Yah.. gue pelayan!" Jawab Cal singkat.
"Masak yuk!.. bisa, gak?!"
"Bisa makan gua mah!" Mereka lalu tertawa kecil.
***
Ini yang paling Calvin tunggu. Kelantai atas, ternyata kamar mungil. Calvin banget! Meski tidak ada tv, cuma kompi dan mini speaker dengan tembang melow menemani malam kami saat itu. rasanya, Calvin udah cukup seneng.
"Disini, gue paling suka duduk disini.." aku Klein sambil nunjukin jendela kamar dua pintu dan ketika dibuka lebar, cukup untuk dua orang duduk disitu.
Malam begitu Biru dan tenang, view yang nampak dari jendela bagai lautan ilalang yang ujungnya tak terhingga. Langitnya indah, bulan berbentuk kantong doraemon dan bintang bintang yang abstrak, serta angin malam yang sejuk.
Calvin tertegun tuk menempati posisi yang biasa Klein duduki. Apa asiknya sih? Biasa aja!
"Biasanya mereka sudah kelihatan di jam segini." Bisik Klein pelan, enak banget ketika denger suaranya malem itu, kayak mo tidur rasanya. Apalagi jarak mukanya dia terlalu dekat untuk dipandang, bikin Calvin berhenti bernafas sejenak. Wajahnya dipaksa nongol keluar jendela seolah pipinya bisa kapan saja Calvin cium. Sambil liat Klein tersenyum, Calvin juga tersenyum. "Itu mereka!" Sambutnya.
Entah Siapa maksudnya? Calvin terlalu terpesona ngeliat muka Klein yang cakep. Apalagi bersinar.. Hah! Mukanya tiba saja Bersinar. Pas Calvin beralih keluar jendela, ternyata taburan kunang kunang membuat nontonan seru, seakan ada pesta lampion dibelakang rumahnya.
"Apa mereka hadir tiap malam?" Calvin nanya disertai rasa kagum luar biasa. "Magic!"
"Setiap kali gue ngerasa sepi, biasanya." Jawab Klein terus memandangi kunang kunang itu.
Calvin melirik kembali wajah Klein.. wajah mereka berdua hanya beberapa centi saja "dan malam ini lo gak kesepian kan?" Wei.. Calvin mulai reflek ngegombal.
Klein spontan ngebales tatapan Calvin. Mata mereka terfokus. Tak lama, Klein beralih dan tersenyum.
"Enak gak masakan gue tadi?" Kata Klein tenang.
"Lo perfect yaa.. cakep, rajin, bisa masak juga.."
"Gue biasa tinggal sendiri. Dan nyobain masakan yang gak enak bikinan sendiri itu bukan berarti gak pernah.. segalanya tuh belajar dari kesalahan, hari ini keasinan, besok kurangin garam. sebelum lo nerima semua yang dianggap sempurna kayak sekarang. Berkat jalani Proses, Vin."
"Panggil gue Cal." Calvin protes. "Entar lo pikir nama gue Vina,.."
Klein ketawa "bisa aja lo!"
***
Malam belom terlalu larut, Calvin sudah beberapa kali nengokkin jam tangannya. Masih jam sembilan malam. Gak kerasa yaa,.. ngobrol sama Klein tuh, enak. sampe gak keinget waktu. Dan Calvin harus nargetin dia musti pulang sebelum jam 12 malem. Karna dikota lagi gak aman, selaen sedikit kendaraan, juga musim yang namanya begal. (*salah satu tindakan kriminal)
Sebenernya masih dua jam lagi kira kira, dan suasana semakin hangat apalagi Klein sama sekali belom keliatan mo ngusir Calvin karna udah malam. Ia terlihat santai sambil tiba saja pindah kekasur dan tiduran.
Wow.. jantung Calvin kontan dag dig dug gan. Apa udah saatnya sekarang? Ngeliat Klein rebahan seakan memancing keadaan. Niat Calvin udah mesum duluan. Setengah takut juga, karna Calvin tak berani bertindak duluan.
Calvin berjalan, dan menutup jendela kamar dengan rapat sebelumnya. Ia tau, Klein tidak mungkin marah kalo Calvin mencoba ikut tidur disampingnya. Mulai dengan jarak jauh. Sebaiknya... Maklum, Calvin belom dapet izin menyentuh ranjang dari Klein sebenernya.
Bunyi derek tertekan oleh spiral spiral springbed, Calvin mulai berbaring pelan pelan. Matanya sebentar sebentar memandang Klein. Trus, Calvin ngambil handphone disakunya dan memilih game kesukaannya, begitu kebiasaan Calvin kalo lagi jenuh.
Calvin rasa, Klein udah tau kalo posisi mereka udah satu ranjang. Detak jantung Calvin makin cepat, begitulah rasanya kalo sudah niat tapi masih ada keraguan. otot nadi makin kencang.
Ketak ketik terdengar dari keypad ngebuat Klein menggeliat, tau kan?? Ia tiba saja menggeser tubuhnya jadi semakin dekat. Wah,.. kacau.. Calvin memandang matanya yang terpejam seolah tertidur lelap, tapi Calvin tau.. ia tidak tidur. Dan balik lagi, Calvin musti maksain mainin game kesukaannya walo udah gak konsen lagi.
"Drop!" Tanpa pamit, menit berikutnya tangan Klein bergerak ngerangkul tangan kanan Calvin yang masih asik maen game. Seakan Klein mau mengikatnya untuk tidak mengizinkan Calvin menjauh darinya. Tenang, Calvin malah makin suka.!!
Beberapa menit kamudian rangkulan itu terasa erat. Sial! Calvin maen gamenya gak konsentrasi lagi saking pikirannya bercabang. Akhirnya, Calvin milih berhenti maen dan berani menatap wajah Klein yang masih pura pura tertidur.
Calvin merasakan apa yang Klein rasakan. Jantungnya berdebar, sama kayak Calvin. ia pasti punya niat dan hal itu membuatnya meragukan. Sama halnya juga kayak Calvin. Apa yang musti dilakuin?? Siapa yang mulai duluan nih??..
Calvin jadi terus terusan memandang wajah pasrah itu semakin dalam. Semakin dekat dan bibir Cal sudah menyentuh pipi Klein. Tak ada reaksi Klein sama sekali. Apa itu tandanya Cal boleh mencium bibirnya?
Calvin pelan pelan menggeser bibirnya dan saat kedua mulut itu bersentuhan. Ada tanda pergerakan dari bibir lawan. Klein menggeliat. Cal pun memindahkan tangan agar bisa mendekap ia seutuhnya. Kedua bibir itu kemudian sama sama bergerak, sesuai dengan irama halusinasi mereka. Alih alih, tubuh Klein sudah pindah diatas Calvin. Berat tapi nyaman. Klein menahan kepala Cal agar mereka tidak terpisah. Mereka belum mau menyudahinya.
Kecupan! Degukkan, gerakkan, pelukan, cengkraman, seakan tiba adanya pertarungan. Bergulat.. bergelumat, merasakan dinginnya ludah, dan menjadi hangat ketika terlepas. Waktu menempel lagi.. rasa dingin itu kembali. Seperti ini,.. mereka hanya ingin melewati malam seperti ini.
Sedang asik, tiba saja mata Klein terbuka, ia kaget dan menghentikan ciuman lalu mendadak duduk diatas ranjang sementara Calvin masih terbaring dan Cal sama kagetnya.
"Kenapa?" Tanya Cal bingung.
"Motor lo belom dimasukin kedalem.. entar ilang" jawab Klein setengah takut.
Calvin tersenyum mendengarnya. "Biarin aja, bentar lagi gue pulang.."
"gue kira lo mo nginep?" Nada Klein kecewa.
"Laen kali.." jawab Cal santai. "Malem ni, gue gak pamit sama ortu.. trus besok gue kerja pagi. Jadi belom bisa sekarang, karna masih banyak yang mo disiapkan." Cal mencairkan suasana dengan mencoba tersenyum.
Klein ngebanting badannya kekasur Disamping Calvin. Dan menghela nafas panjang. "Gue ngantuk banged!"
"Tidur aja, disamping gue.."
Dan malam itu, Klein tertidur nyenyak banged. Sementara Calvin terjaga sambil membelai rambut dan terus memandangi wajahnya. Sesekali Calvin mencium namun tak terbalas.. ia serius tidur sepertinya.
Ini kesan pertamanya, Calvin tak pernah punya pengalaman ini.. menjaga seseorang dengan penuh kasih, walau adiknya sekalipun, kesanya tidak seperti ini.
sumpah, dari awal memadang Klein, Calvin sudah menyukainya.. mengetahui siapa sosok Klein, Calvin jadi makin suka, trus sikapnya yang halus, perhatiannya, permintaan ciuman yang misteri heheh,.. sepertinya Calvin mulai mencintainya.. apa ini cinta??
Dengan sikapnya yang gak tega, Calvin harus membanguninya agar rumah terkunci selagi, Calvin pulang.
Dengan malas malasan, Klein terbangun setelah tertidur sejam an. Setelah Calvin mengikat tali sepatunya dan pamit pergi, Klein menahan pergelangan tangan dan sedikit menariknya masuk kedalam.
Calvin baru tau artinya, kenapa perpisahan selalu dikening ciumannya? Kalo dibibir, yang ada bukan ditinggal.. tapi tinggal. Disitu, Calvin lebih asik menyelesaikan cumbuannya terlebih dahulu sebelum ia pergi mengejar waktu dengan meninggalkan sebelah sepatu dan melewatkan malam panjangnya dengan kereta yang membawanya kembali jadi siapa dia sebenarnya.
Klein masih terus memandang kepergian Calvin sampai titik tubuhnya tak terlihat. Jujur, Calvinpun masih ketagihan. Dan malam itu, Klein sudah membuatnya penasaran.