BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Aksara Rasa

Ini adalah cerita baru saya. Berhubung saya belum menemukan rangkaian kata yang cocok untuk melanjutkan "HomoLove", saya memutuskan untuk membuat kisah baru lagi. Silahkan dinikmati.

Turut mengundang,

@lulu_75 @3ll0 @harya_kei @Unprince @Ndraa @Adiie @balaka @RegieAllvano @moccaking @Adi_Suseno10 @SteveAnggara @4ndh0 @Otho_WNata92 @Bun @Sho_Lee @NanNan @nawancio @Hon3y @happyday @BangBeki @Rifal_RMR @meandmyself @chioazura @dirpr @dimasalf9
@bianagustine @zeva_21 @obay @abong @ardavaa @boy @boybrownis @putrafebri25 @shuda2001

Aksara Rasa

Melalui rangkaian huruf yang saling bersambung, rasa ini membentuk untaian kata-kata hasilkan makna sejuta sensasi. Segalanya kutuangkan dalam ribuan aksara yang terlukis pada lembaran kertas yang sewajarnya putih tak bernoda. Ungkapan ini, hasrat ini, menelusuk ke dasar hati dan meluap dalam diam. Hanya jemari yang menyalurkan semuanya, menyatakan ada rasa yang membuncah tiap kalinya.

Bagian Satu

Mobilku memarkir di pekarangan rumah yang sudah tiada asing lagi. Rumah dua lantai bercat putih dengan jejeran bunga di terasnya, dilengkapi halaman rumput luas di mana aku kini berdiri. Rumah kuno ini, ditinggali oleh kakek dan nenek dari ibuku, yang sudah lama tak dikunjungi oleh aku dan keluargaku. Kota besar itu membuat kami lupa bahwa di sini ada rumah yang menunggu dihampiri, setia walau tak dirisaukan. Mereka, kakek nenek yang akan segera kuhadapi, adalah malaikat yang merawat rumah kesepian ini. Dengan kasih dan sayang, mereka menimangnya bagai anak butuh kecupan. Sungguh, aku merasa malu kini.
Meninggalkannya bertahun-tahun lalu dan tanpa tahu diri berbalik lagi saat tersesat dalam arus kehidupan. Tapi ia tak marah dan pergi, rumah ini tetap ada di tempat ini, tersenyum saat tahu penantiannya membuahkan hasil. Oh, betapa rindunya aku memasuki sekat-sekat bangunan ini. Hatiku kian membuncah tiap detiknya.
Dengan semangat, aku melangkahkan kaki memasuki teras rumah kuno ini. Dalam satu jentikan, bel rumah sudah menggema.
“Tosca?” Pekik nenekku dalam satu rengkuhan, tepat setelah ia membukakan pintu.
Aku membalasnya,”Kejutan.”
“Mengapa tidak bilang-bilang kalau mau datang? Pasti nenek sudah buatkan pai kesukaan kamu.”
Aku hanya tertawa,”Tidak direncanakan soalnya nek.”
“Tidak direncanakan bagaimana? Oh ya, koper kamu mana?” Nenekku celingak celinguk mencari koper yang memang tidak terbawa olehku.
“Hanya ransel dan aku saja yang datang nek. Tak ada koper, tak ada yang lain-lain.” Jawabku mantap seraya tersenyum.
“Kamu ini kok ceroboh begini? Ke sini tapi tidak bawa perlengkapan baju.”
“Namanya juga gak direncanakan nek.”
“Ya sudah, nanti kita ke toko baju dekat jalan besar. Sekarang ayo masuk”
Dalam beberapa langkah, aku sudah kembali mengisi ruang hampa yang dulu pernah menemaniku. Rupanya, baunya, masih sama seperti dulu. Belum bercacat layaknya aku.
Kami segera duduk di ruang keluarga setelah nenek menyuruh pembantu untuk merapikan kamarku.
“Bagaimana kabarmu selama di kota?” Tanya nenekku antusias.
Aku menghembuskan napas,”Begitulah Nek. Ada baik buruknya.”
“Buruknya apa? Baiknya apa?”
“Baiknya itu aku berhasil memacari pria idamanku. Nenek tau Bhaja,kan?”
Nenekku angguk-angguk. Sebagai informasi, seluruh keluargaku sudah mengetahui orientasi seksualku sejak aku masih SMA. Tak ada yang kaget seolah mereka sudah menyangka. Bagaimana tidak jika sedari kecil aku lebih digemari anak laki-laki daripada anak perempuan. Penyebabnya adalah wajah cantik ibuku yang menurun padaku. Sedangkan kakak laki-lakiku lebih gagah dan mewarisi ketampanan ayahku.
“Dia menyatakan cinta sekitar kurang lebih setahun yang lalu. Selain itu, karirku sebagai penulis menanjak naik dan melambungkan namaku.” Aku memberi jeda sebelum dengan berat hati aku berucap,”Buruknya itu Bhaja selingkuh dariku dan berdampak pada kinerjaku. Aku marah dan depresi dan semalam aku memutuskan pergi saja dulu. Tau-taunya tubuhku malah mengiringku kesini.”
Nenek mengelus pundakku,”Tubuhmu benar-benar tau dimana rumahnya.”
“Ya. Aku jadi merasa bersalah karena jarang sekali ke sini.”
“Tidak apa. Nenek memaklumi kesibukanmu dan keluargamu.”
Seperti biasanya, kelembutan nenek membuat batinku merasa tenang dan damai.
“Oh ya. Kakek mana?”
“Si lelaki tua itu sedang pergi memancing bersama teman-temannya. Mungkin sore nanti baru pulang.”
“Wah kakek sepertinya semakin kuat saja semenjak dia sakit terakhir kali.”
“Ya. Dia benar-benar sehat dan kuat sekarang. Nah sekarang kamu istirahat dulu. Nanti siang kita baru membeli pakaianmu.”
“Oke bos.”
Dengan langkah girang aku memasuki kamarku dan berbaring. Kuambil ponselku yang sudah kunonaktifkan sejak semalam dan menyalakannya. Belum sampai berdetik, puluhan pesan langsung menyerbu. Kucek satu-satu.

From : Mina
To : Tosca
“Tulisan yang kamu serahin kemarin benar-benar berantakan. Kita tidak akan menerbitkannya.”
Ya, mau bagaimana lagi. Buku itu aku tulis ketika curigaku terhadap Bhaja mulai lahir. Aku tidak fokus dan menyebabkan amburadulnya proyek yang seharusnya sudah terbit bulan depan.

From : Doli
To : Tosca
“Gimana? Kamu udah mutusin buat ninggalin dia gak? Jangan menggenggam lukamu terlalu lama. Sebagai sahabatmu, aku hanya mengharapkan yang terbaik untukmu.”
Aku sudah ninggalin dia Li. Semalam aku memutuskan untuk pergi. Maaf belum memberitahumu sebelumnya.

Selebihnya adalah pesan-pesan sampah yang tak perlu kubuka dan kubaca. Pesan promosi, pesan greeting dari kawan lama yang baru mencuat kabarnya, pesan dari Bhaja, terhapus dalam satu tekan jemari. Tak perlu tau aku apa isinya, karena tak ada gunanya untuk tau.

** ** **

Dengan berjalan kaki, aku dan nenek sudah tiba di toko pakaian dekat jalan besar. Jalan besar yang dimaksud nenekku di sini adalah jalan kecil yang sudah teraspal dan layak dilalui.
Tokonya sederhana. Hanya sebuah ruang yang dipenuhi baju-baju yang tergeletak dan tergantung di sana-sini. Tidak istimewa memang namun hanya tempat inilah yang bisa memberiku baju layak pakai kini.
“Tosca ya?” Tanya ibu pemilik toko.
“Iya bu. Ini tosca cucu saya yang kecil itu.” Jawab nenekku.
“Sudah besar ya sekarang. Makin ganteng saja.”
“Iya ya bu. Makin mirip ibunya.” Ibu yang lain menimpali.
“Masa ibunya? Ibunya cantik toh. Mirip bapaknya yang gagah itu loh.” Timpal ibu yang lain.
“Itu maksud saya bu. Tidak hanya seganteng bapaknya, nak Tosca juga secantik ibunya.”
Mereka tertawa dan semakin memujiku. Wajahku hanya bersemu merah dan sesekali mengumbar senyum.
“Oh ya. Dia seumuran sama Galih anakmu toh bu?” Seru seorang ibu ke pemilik toko.
“Iya bu.” Jawab pemilik toko.
“Wah, wah. Brondong ganteng di kampung kita makin ramai saja ya bu.”
Mereka terkikik-kikik lagi dan sekarang mulai memuji-muji setiap pria muda di kampung ini yang di anggap rupawan.
Memang benar-benarlah ibu-ibu ini. Bukannya ngomongin hal bermutu, eh malah ngegosipin cowok-cowok kampung.
“Oh ya. Ke sini mau beli baju toh?”Akhirnya pemilik toko bertanya.
“Iya bu. Sudah sepuluh menit di sini baru sadar ya bu?” Gurau nenekku sembari memilih-milihkan baju yang muat untukku.
“Maaf loh bu. keasyikan cerita sama ibu-ibu yang lain.”
Nenekku tak menanggapi lagi dan membawakanku beberapa pakaian yang mungkin menarik minatku.

** ** **

“Memang benar-benar ibu-ibu zaman sekarang. Yang dibicarain malah hal-hal tidak berbobot seperti itu.” Keluh nenekku dalam perjalanan.
“Ya mau gimana lagi nek? Masa mereka mau ngebicarain bapak-bapak ganteng di kampung ini.”
“Ya iya. Tapi jangan di depan kamu juga. Buat malu saja.”
“Tidak apalah nek. Lagian aku lumayan senang kok dipuji seperti tadi.”
“Iya. Nenek tau pujian seperti itu setidaknya akan menghiburmu.”
Aku tersenyum mendengarnya.
“Oh ya Nek. Galih itu siapa ya?” Tanyaku seketika teringat nama cowok yang sempat diceletukkan oleh salah seorang ibu.
“Oh dia anaknya pemilik toko pakaian itu. Seumuran sama kamu dan gagah kayak abang kamu.”
“Berarti ganteng ya nek?”
“Kenapa? Mau ditaksir?” Goda nenekku.
“Ya siapa tau saja cocokkan nek.”
Nenek menyentil kepalaku,”Jangan berharap lebih dari si Galih itu.”
Alisku bertaut,”Kenapa nek? Dia tidak sama seperti aku?”
“Bukan hanya itu. Dia juga sudah beristri.”
“Serius nek? Umur dua tiga sudah nikah?”
“Ya begitulah. Sebenarnya dia nikah pas umur delapan belas karena suatu kecelakaan.”
“Cepatnya. Istrinya cantik tidak?”
Nenek melirikku usil,”Kamu tanya sendiri saja nanti. Kebetulan dia salah satu teman memancing kakekmu.”
“Memangnya mereka mau bertamu?”
“Iya. Memang sejak dulu kayak begitu. Hasil pancingannya dimasak di rumah kita buat disantap ramai-ramai.”
“Jadi penasaran sama si Galih. Gantengan mana sama Bhaja?”
Nenek tertawa,”Kamu ini. Lihat dan nilai sendiri saja nanti.”

** ** **

Seperti yang dikatakan oleh nenek, kakek dan rombongannya pulang di sore hari.
“Tosca?” Reaksi kakekku sama dengan reaksi nenekku yang kaget melihat aku yang tiba-tiba saja ada di kampung ini.
“Iya kakek. Ini aku. Kejutan.” Rengkuhannya kubalas.
Dengan semangat kemudian dia memperkenalkan aku pada teman-teman memancingnya. Ada yang sudah kenal aku, ada pula yang belum. Mereka memuji parasku dan santunku yang mereka bilang sopan.
Sedangkan Galih, lelaki itu berdiri paling belakang dan merupakan satu-satunya anak muda di antara mereka. Dia memang ganteng seperti yang diceritakan dan tubuhnya tegap. Dia tidak kekar, namun tubuhnya yang bidang begitu menggoda. Kulitnya cokelat diterpa sinar matahari dan matanya tajam. Aku, manusia yang lemah ini, tentu saja tergoda akan penampakan sosok berbeda yang satu ini. kalau dibandingkan dengan Bhaja, mungkin dia kalah mapan namun pesonanya bertingkat diatas lelaki brengsek itu. Dia mungkin bakal laku kalau menjadi model atau aktor. Namun mengingat dia yang sudah berpasangan, nyaliku perlahan menciut. Tak ada kesempatan dan tak ada harapan seperti yang di katakan oleh nenek.
“Hai.” Sapanya. Dan suaranya benar-benar membuatku bergidik.
Aku memberikan senyuman terbaikku,”Hai.”
“Kamu sudah gede saja ya. Makin rupawan kalau dibandingkan waktu dulu.” Pujinya.
Waktu dulu? Memangnya kami pernah kenalan?
“Apa aku mengenalmu?” Kalimat itu spontan keluar tanpa kuberpikir. Segera saja kumenutup mulutku dengan kedua tanganku setelah sadar apa yang baru saja kuucapkan.
Dia menggagu sejenak lalu tertawa kecil,”Tentu saja kamu tidak kenal aku. Maaf sudah mengganggu.”
“Bukan begitu,mas eh pak eh...”
“Galih. Namaku Galih.”
Aku tau Galih. Hanya saja aku bingung memanggilmu bagaimana.
“Eh Galih. Aku tidak bermaksud begitu. Hanya saja aku memang benar-benar tidak mengingatmu. Maaf jika tersinggung.” Wajahku memerah.
“Tidak apa. Wajar kamu tidak mengenalku. Aku hanya bocah yang pernah bermain sewaktu kecil bersamamu tanpa melalui perkenalan.”
“Maaf ya.” Ucapku sekali lagi.
“Bukan masalah. Kalau begitu, bagaimana jika kita berkenalan sekarang saja.”
“Eh?”
“Hai. Nama saya Galih.” Senyumnya yang mengambang kini membuatku merona. Benar-benar memesonaku.
“Hai.” Balasku canggung,”Nama saya Tosca.”
Senyumnya semakin mengambang, membuat diriku semakin melayang pula. Sepertinya akan ada yang perlahan mekar dan membuncah memenuhi jiwa, menyadarkanku akan berbagai rasa yang kini bergejolak. Mungkin bukan sekarang, namun pasti akan tiba waktunya.

** To be continue**
«13

Comments

  • saat kita menulis terkadang ada stagnan ide, biar gak stagnan buat alurnya dalam bbrp sketsa chapter jd tau arahnya kmn chapter berikutnya
  • saat kita menulis terkadang ada stagnan ide, biar gak stagnan buat alurnya dalam bbrp sketsa chapter jd tau arahnya kmn chapter berikutnya
  • Cerita menarik hmm.. Minta ditarik y TS
  • Cerita menarik hmm.. Minta ditarik y TS
  • Good story
  • Pengen di Mention Suka sama judul nya :)) <33333
  • keren, lanjut
  • “Hai. Nama saya Galih.” Senyumnya yang mengambang kini membuatku merona. Benar-benar memesonaku.“Hai.” Balasku canggung,”Nama saya Tosca.”
    ...
    ngakak cara kenalannya kaya anak SD :-D :-D :-D
  • Merasa di 'anggap' pas di mention
    Kereeeen nih cerita keep update & keep mention!
  • cerita cowok cantik ya ... menarik karena Tosca suka Galih yang lebih tua ... dilanjut ...
  • cerita cowok cantik ya ... menarik karena Tosca suka Galih yang lebih tua ... dilanjut ...
  • bagian awal kok ane ngerasa ada sama kyk cerita org lain ya. dulu pernah baca hampir sama cerita awalnya. tpi lupa dah punya siapa.
    gx tay ujung2 gimana. lanjut aja dah. :D
  • bagian awal kok ane ngerasa ada sama kyk cerita org lain ya. dulu pernah baca hampir sama cerita awalnya. tpi lupa dah punya siapa.
    gx tay ujung2 gimana. lanjut aja dah. :D
  • bagian awal kok ane ngerasa ada sama kyk cerita org lain ya. dulu pernah baca hampir sama cerita awalnya. tpi lupa dah punya siapa.
    gx tay ujung2 gimana. lanjut aja dah. :D
  • cerita baru nih...
    baru baca langsung suka ma ni cerita,mudah2an ga mandek dan lancar terus updatean ceritanya..

    makasih udah dimention ya @abece
Sign In or Register to comment.