It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
To : Sonia, Jaka and you...
Jangan jadi seperti aku.
Jangan jadi seseorang yang menghancurkan kebahagiaan orang orang yang mencintaiku. Seseorang yang telah membiarkan keegoisan menguasai akal dan hati nurani, lalu bertamengkan air mata dan rasa ketidakadilan pada diri membuat aku menjadi orang yang tak berhati. Untuk semua yang ingin berpikir untuk mengharapkan cinta yang tak pasti, jangan sampai menjadi seperti aku. Aku yang awalnya merasa tersakiti, karena cintaku yang pergi mencari pelabuhan cinta terakhirnya, membuatku memilih untuk melihat mereka merasakan penderitaanku. Namun, tak kusangka kalau derita ini tak terangkat dan pergi, malah benci penuh sesal pada diri sendiri, karena mereka yang kusayangi menjauh pergi. Cinta memang egois, kebutaan akan cinta mengantarku pada alasan ironis.
Namun, cinta tidak buta. Cinta membukakan mata ini, membuatku sadar bahwa ini bukan cinta untukku, cintaku membuatku sadar akan betapa arti cinta yang aku pahami hanyalah rasa ingin memiliki. Dari cintalah aku belajar kembali untuk mengerti. Bahwa memiliki bukan selalu jalan yang paling baik. Cinta sejati adalah merelakan cintamu mencari cintanya yang hakiki.
- untuk sahabatku, Sonia
untuk sahabatku, Jaka
Ini kisahku, perjalanan pria yang kenal dengan kata "cinta" tapi sedikit tahu dan banyak mengira-ngira makna sebuah "cinta".
One - Beginning...
hfong is back
Awal tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Aku sudah mulai masuk semester dua jurusan desain fashion yang sudah menjadi impian utamaku semenjak usia dini. Suatu saat, aku ingin menjadi salah seorang nama besar industri fashion Indonesia. Takes a big courage to dream big, katanya. Jadi itulah yang aku lakukan. Mimpi anak kampung yang semakin nyata ingin segera terlaksana setelah tinggal di Jakarta selama enam bulan.
Masuk kuliah dengan uang pas-pasan, berbekal kepintaran dan kerajinan serta tergantung beasiswa membawaku ke gerbang mimpi. Gerbang mimpi yang begitu mewah, glamor dan hedonis. Bagaimana tidak, masuk ke industri fashion saja sudah tak asing dengan istilah itu. Masih menjadi mahasiswa saja aku sudah ternganga dengan teman teman sebaya dan "seperjuangan"ku yang rata rata sudah punya mobil pribadi pemberikan orangtua. Baju dan tas mahal yang tergantung manis ditubuh mereka, berjalan setiap hari bak model. Penuh dengan pameran yang menelan ludahku. Pikirku, bisa karena biasa. Jadi, dengan status ku yang hanya anak biasa aku pasti bisa menjadi yang terbaik untuk orang tuaku, untuk mimpiku.
"Heyyyy, Nicoooo!!!! Help me out, pleasee...", suara seorang wanita yang melengking indah dan sangat familiar itu sudah berhasil membuat aku dan banyak orang menoleh kearahku. Aku berbalik dan disitulah Sonia, teman pertamaku di kampus ini. Satu jurusan, satu angkatan. Sonia membawa banyak sekali gulungan-gulungan kain untuk proyek kuliah kami. Salut dengan perempuan satu ini, selain otaknya cerdas, cantik, tinggi, kaya dan langsing ini, dia sangat gigih ingin mencapai apapun yang dia inginkan. Termasuk mencari kain yang berkualitas tinggi, harga murah meski harus jatuh bangun mencari jalan ke tempat itu. Keahlian bernegosiasi nya juga lihai, menurun dari ayahnya yang juga konglomerat eksportir yang lumayan terkenal di Indonesia.
Sonia memindahkan gulungan kain yang super berat itu kepadaku tanpa basa basi. Tanpa persiapan, akupun agak membungkuk menahan gulungan-gulungan kain itu sebelum semuanya jatuh kelantai. "Ah, payah lo. Badan aja gede. Nge-gym. Masa balancing nya lamban...", sindirnya sambil menepuk pundak lebarku.
"Ga gitu juga kali, nyet", jawabku sambil menggerutu. Sonia langsung melihatku dan berkedip, "you know this is also one of your daily workouts right?"
Aku menghela napas. Lagi...??
One-two-three, gooooo!!!!
Sonia berlari sangat kencang menuju kelas. Akupun tak mau kalah. Refleks, kakiku juga langsung siap berlari mengejar Sonia. Inilah kebiasaan kami berdua. Tiap pagi, Sonia akan memberiku "beban" dan akan berlomba kekelas. Siapa yang sampai duluan akan traktir makan siang. Namun sebesar-besarnya badanku karena gym, aku harus sujud pada Sonia yang stamina nya jauh lebih diatasku. Bagaimana tidak. Sonia adalah pelari handal. Kalau saja ayahnya tidak melarang, Sonia pasti sudah menang kompetisi nasional. Sudah pasti tak akan bertemu dan berteman baik sampai sekarang.
"Yessss... Lo kalah lagi, Nic. Tapi hari ini gue minta traktirannya di pending dulu. Tar ikut gue makan siang yah. Ada yang mau gue kenalin...", ujarnya sambil minum.
Aku yang terengah-engah langsung menaruh kain-kain itu diatas meja dan langsung terduduk sambil merebut minuman dari Sonia. Butuh waktu beberapa saat untuk mencerna apa yang tadi dia katakan barusan.
"Hhhhh... lo sadisss.... bisa ga sihh libur dulu kejar mengejar nyaaa... hhhh", jawabku sambil kembali meminum air putih yang hari ini terasa begitu nikmat. "Lo mau kemana... hhh... siapa lagi korban lo, nyet..."
Sonia menepuk bahuku keras. Ouch! Aku pun mengusap-usap bahuku yang malang itu. "Don't be rude! He's my love..."
Aku hanya menggeleng. "Itu juga yang lo katakan pas ketemu sama Tommy, Jim, Randy, Hari...", belum sempat aku melanjutkannya, Sonia sudah menutup mulutku. "Past tense. This one is different...", suara Sonia melembut.
Ini hal baru. Selama aku berteman dengannya, baru kali ini aku melihat Sonia begitu... tersipu malu. Aku semakin penasaran dengan pria ini. Bukan karena penampilannya. Sonia pasti akan menyeleksi dulu penampilan calon pacarnya. Yang pasti gym body, minimal tegap, "endowment" yang lumayan tercetak dan mampu dipertanggungjawabkan (kebanyakan mantannya selalu begitu), dan pastinya harus bisa memaklumi dirinya yang akan jadi manusia yang paling cuek kalau hectic saat mengerjakan proyak, bersamaku. Untungnya mantan-mantannya tak perlu cemburu, karena Sonia sudah memberitahu mereka kalau aku gay. Yes, dengan nada datar. Dan, sudah pasti mereka tak akan ada dalam jarak yang dekat saat aku dan Sonia tengah berada dilokasi yang sama. Mungkin takut aku akan membuat mereka "belok", atau ngeri dengan kehomoan ku dibalik kebesaran ototku.
Tapi, untunglah mereka paham. Akupun tak heran bahkan aku tak begitu peduli. Yang penting mereka tidak mem-bully Sonia. Pernah mantannya selingkuh dan membuat Sonia harus berdiam dikamar selama beberap minggu, membuat aku harus menghajar mantannya itu. Mungkin Sonia juga sudah menceritakan semuanya ke mantan-mantan sesudahnya. Jadi, mereka tak berani macam-macam juga.
Saat makan siang, Sonia mengajakku menunggu dilobby kampus. Akupun duduk di kursi panjang sementara dia mondar mandir menunggu pria itu seperti fans ingin bertemu dengan sang idola. Fandemonium. "Nah, itu dia. Heyy, i'm here...", teriaknya kencang, kembali membuat banyak mata menoleh kearahnya, sambil melambai lebay. Aku hanya menggeleng.
Seorang pria melesat mendekati lobby. Dari jauh terlihat sangat gagah. Pria itu mengenakan kemeja dan celana jeans. Dari jauh, postur tubuhnya sudah sesuai dengan kriteria Sonia. Motor itu berhenti tepat didepan Sonia. Pria itu membuka helm dan sebuah wajah blasteran yang ganteng, putih dan bersih terpampang jelas. Sekarang bukan kriteria Sonia saja yang terpenuhi. Kriteriaku juga terpenuhi. Aku menatap dia yang tersenyum melihat Sonia. Tapi, aku sadar dia juga melihatku. Seakan dia tersenyum padaku dulu, bukan pada Sonia.