Teve menyala tanpa arti, kami berpura-pura melihatnya padahal pikiran kami melayang entah kemana. Mata ku hanya melihat teve yang sebenarnya batin ku menelisik suasana di ruang tengah mu. Seperti biasa pula aku tak mampu memandang mu, seperti yang kau tahu mataku selalu membuang pandang di sekitar dalam percakapan. Tapi aku yakin kau pasti membaca suasana saat itu, pula persepsi ku yang sebenarnya kau tahu pikiran dan batinku. Sedikitpun tak mampu diriku melakukan rencana dan percakapan yang sebenarnya telah aku persiapkan, karena suasana canggung seperti pertama kita brtemu. Dan juga seseorang yang sedang berada di rumahmu itu. seperti biasa, sofa hijau masih menjadi saksi persis ketika awal kita berjumpa.
Kala itu serasa lebih dari satu jam. Sepi menyelebungi dan menutup mata-mata kita untuk terbuka. Aku ingin mengatakan akan pulang ke kotaku dengan beberapa hal yang ingin aku sampaikan sekaligus mengambil barang-barangku. tidak ada rencana untuk berpisah dalam konteks yang kau pikirkan selama ini. Diluar semua kebohongan dan janji yang tidak tertepati, aku masih berharap akan ada masa depan dimana aku masih berharap untuk bisa tetap mecintaimu, bahkan untuk menjadi seorang kekasih. Namun aku membenci diriku terlalu sensitif dalam berperasaan yang selalu membuatmu jengah . Yang pada akhirnya kita sering berspekulasi akan masa depan masing-masing tanpa lagi ada hubungan suka dan luka seperti yang telah kita jalani.
Jika dulu amarah hanyalah topeng dibalik cinta yang mendalam. Diam dan perang yang kita akhiri dengan pertemuan dan dekat kembali. Aku masih berharap mampu menumbuhkan kenangan itu kembali, namun kini topeng tersingkap dan membuka sebuah kenyataan bahwa sejarah seperti itu seperti tidak akan terulang kembali. Setidaknya aku berjanji pada diriku sendiri, jika jalan mengarah kepadamu suatu hari nanti aku harus menerimanya karena denganmu aku bisa berperasaan meski sama sekali tidak kau sukai.
Tentang cinta. Setelah kepergianku, aku hampir tidak meyakini adanya cinta. Walau aku menjalin relasi dengan beberapa orang dan sempat berada dekat dengan mereka, namun tak kutemukan hal seperti aku mencintaimu dulu. Hingga suatu hari aku kembali datang dengan harapan mampu merajut luka yang telah kita torehkan. tetapi pertemuan terakhir, kita sekali lagi membuatku sadar bahwa aku adalah seorang pemimpi cinta. Cinta seperti mustahil bagi kita. Dimana aku tak mampu menyatukan idealisme kita satu-persatu, hanya menjadi ketidakjelasan mimpiku yang selalu abu-abu jika melihatmu saat ini. Mungkin aku belum menyerah hingga nafas terakhir kali ini, sepertiku dulu-dulu yang sangat berjuang demi itu. namun aku iri, ingin menjadi seorang yang tegar akan gelombang kehidupan seperti dirimu meskipun masalah terus berkawan denganmu tanpa berperasaan mendalam.
Aku beranjak dari sofa hijau, mengemasi barang-barangku berharap segera pergi dari rumahmu. Aku gelisah, tak mampu berkata sesuai rencana yang seharusnya aku katakan sebelum perpisahan kita. sebisa mungkin aku ingin tampak biasa saat itu sehingga aku tidak berspekulasi lebih yang berakhir dengan cemburu yang menggeroti perasaanku. Kata basa-basi yang kaku dan sangat sampah, itu yang aku katakan dan kaupun juga begitu. Kupandang dirimu untuk terakhir kalinya sebelum dirimu menyelam lebih dalam akan petualangan cintamu selanjutnya, dan tentu saja melupakanku. aku ingin setegar dirimu dalam perpisahan ini. berharap jalan terbaik apakah harus menuju kepadamu atau kepada hal baru.
Perpisahan, buka berarti kita berhenti untuk mencintai, kita hanya berhenti untuk saling menyakiti.
Comments
That is all I'm taking with me.
So good-bye, please don't cry
We both know I'm not what you.. you need
And I.. will always love you..
And I hope you have all you've dreamed of
And I wish you joy and happiness
But above all this I wish you love
And I... will always love you
@LittlePigeon ini curhatan kakak, bukan cerita hehehe @Irfandi_rahman