It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
°•¤ Happy Reading Guys ¤•°
@Antistante @yuzz @meong_meong @anohito @jeanOo @privatebuset @Gaebarajeunk @autoredoks @adinu @4ndh0 @hakenunbradah @masdabudd @zhedix @d_cetya @DafiAditya @Dhivars @kikyo @Tsu_no_YanYan @Different @rudi_cutejeunk @Beepe @dheeotherside @faisalrayhan @yubdi @ularuskasurius @Gabriel_Valiant @Dio_Phoenix @rone @adamy @babayz @tialawliet @angelofgay @nand4s1m4 @chandischbradah @Ozy_Permana @Sicnus @Dhivarsom @seno @Adam08 @FendyAdjie_ @rezadrians @_newbie @arieat @el_crush @jerukbali @AhmadJegeg @jony94 @iansunda @AdhetPitt @gege_panda17 @raharja @yubdi @Bintang96 @MikeAurellio @the_rainbow @aicasukakonde @Klanting801 @Venussalacca @adamy @greenbubles @Sefares @andre_patiatama @sky_borriello @lian25 @hwankyung69om @tjokro @exxe87bro @egosantoso @agungrahmat@mahardhyka @moemodd @ethandio @zeamays @tjokro @mamomento @obay @Sefares @Fad31 @the_angel_of_hell @Dreamweaver @blackorchid @callme_DIAZ @akina_kenji @SATELIT @Ariel_Akilina @Dhika_smg @TristanSantoso @farizpratama7 @Ren_S1211 @arixanggara @Irfandi_rahman@Yongjin1106 @Byun_Bhyun @r2846 @brownice @mikaelkananta_cakep@Just_PJ @faradika @GeryYaoibot95 @eldurion @balaka @amira_fujoshi @kimsyhenjuren @farizpratama7 @ardi_cukup @Dimz @jeanOo @mikaelkananta_cakep @LittlePigeon @yubdi @YongJin1106 @Chachan @diditwahyudicom1@steve_hendra @Ndraa @blackshappire @doel7 @TigerGirlz @angelsndemons @3ll0 @tarry @OlliE @prince17cm @balaka @bladex @dafaZartin @Arjuna_Lubis @Duna @mikaelkananta_cakep @kurokuro @d_cetya @Wita @arifinselalusial @bumbellbee @abyh @idiottediott @JulianWisnu2 @rancak248 @abiDoANk @Tristandust @raharja @marul @add_it @rone @eldurion @SteveAnggara @PeterWilll @Purnama_79 @lulu_75 @arGos @alvin21 @hendra_bastian @Bun @jeanOo @gege_panda17 @joenior68 @centraltio @adilar_yasha @new92 @CL34R_M3NTHOL @Lovelyozan @eka_januartan @tianswift26
@guilty_h @Dhivars @adilar_yasha
@GeryYaoibot95 @CL34R_M3NTHOL
@Lovelyozan @eka_januartan
@tianswift26 @abyyriza
@privatebuset @Bun @sujofin
@TedjoPamungkas @cute_inuyasha @hehe_adadeh
×××°•••°°•••°×××
°•¤ The Stars (Act 13) ¤•°
Satu minggu setelah kejadian di rumah Wahid aku sama sekali tidak menyapanya. Dan selama satu minggu itu, hanya aku, Bang Zaki dan Bang Akbar, yang mengetahui persis perihal foto itu.
Semua orang, semisal Bang Rivaz, Taka, Suwek, Bli Syaka, Bang Julian dan lainnya, hanya sekedar tahu kalau aku memang sedang ada masalah dengan Wahid. Tapi mereka tidak diberi tahu duduk persoalannya.
Aku khawatir malah Taka yang akan ngamuk. Bocah itu kan sangat temperamental. Masih jauh lebih sabar diriku dibanding Taka.
Bang Zaki yang memberi saran pada Wahid, untuk menjauh dariku untuk sementara waktu. Dan memintanya tetap bekerja seperti biasa.
Well, sistem Warung Makan ini mewajibkan aku yang bertugas sebagai juru masak, berinteraksi langsung dengan customer. Aku di tuntut bersikap seprofesional mungkin. Karena itulah, bila di hadapan customer, aku (usahakan) untuk bisa menyesuaikan diri berbicara senormal mungkin dengan Wahid.
Rasanya ingin sekali aku memberi Wahid, minimal satu atau dua kali, bogem mentah pada wajah bertopengkan ekspresi sok lugu dan sok polos itu.
Bang Zaki tidak berada di pihak siapa pun. Karena saat aku marah-marah hingga merusak beberapa pigura foto itu, Bang Zaki juga menyalahkan aku. Karena akar permasalahan memang berawal dariku. Aku sepenuhnya sadar aku juga ikut andil dalam kejadian itu.
Tapi kalau aku boleh membela diri, misalnya Wahid tidak meng-upload foto-foto menjijikan itu ke akun twitter-nya, aku tidak akan semarah ini. Beruntung saat itu aku tidak lepas kendali.
Apakah salah kalau aku marah dengan Wahid?
Siapa yang tidak akan marah kalau mendapat perlakuan seperti ini?
Sudah syukur alhamdulillah aku masih sanggup untuk tidak melayangkan bogem mentah pada Wahid.
Kemudian, dua minggu setelah kejadian di rumah Wahid. Saat itu aku sedang menikmati lunch bersama semua staff di Warung. Aku dikejutkan dengan isi pesan singkat dari Liam. Dia mencoba mengkonfirmasi kabar berita yang sedang ramai jadi bahan gosip di sebuah forum.
Aku hanya membuat Screenshot chat-ku antara aku dengan Liam, juga memberikan link forum on line yang diberikan Liam. Kemudian mengirimkannya pada Bang Zaki. Tanpa banyak bicara, aku langsung pergi meninggalkan Warung. Kalau aku tetap berada di Warung, aku takut akan kalap. Yang akan membuatku malu sendiri.
Niatku tinggal di Bali adalah untuk membantu. Bukan untuk menambah beban pikiran Bang Zaki.
Semua berawal dari kecerobohanku. Dan aku tidak ingin berbagi beban ini pada siapa pun. Yang mau kulakukan saat itu adalah menenangkan diri.
Aku butuh waktu untuk sendiri.
Sampai beberapa hari kemudian, aku tidak memberikan jawaban perihal foto dan gosip murahan itu kepada Liam. Aku hanya berkata pada Liam kalau aku belum bisa memberikan jawaban. Beruntung Liam bisa mengerti.
Sekarang sudah dua minggu setelah Liam terus meminta konfirmasi dariku. Sementara aku masih belum bisa memberikan jawaban apa pun padanya.
Artinya sekarang sudah lebih dari sebulan setelah kejadian di rumah Wahid. Aku masih sanggup memendam amarahku.
Tapi, sepandai apa pun aku menghindar dan menutupi alasanku mendiamkan Wahid, pada akhirnya Taka pun tahu juga.
Pihak management Taka-lah yang menghubunginya. Karena aku dan Taka kembar identik. Hanya bila bertemu secara tatap mata saja, maka orang akan bisa membedakan kami.
Disaat yang bersamaan, Liam datang ke Bali. Rasanya seperti tertimpa bulan dan planet Jupiter sekaligus, saat Liam menghubungiku. Dan meminta di jemput di airport.
"Elu gak bisa menghindar lagi, Ki" ujar Liam. "Gue percaya ama elu. Yang bikin gue sampe nekat dateng kemari, karena gue minta penjelasan rinci. Langsung dari mulut lu!" tandas Liam.
"Kita jadi sahabat udah berapa tahun? Dari tampang lu sekarang aja, gue udah tau dengan jelas. Elu pasti nyimpen dan nanggung semua beban lu sendiri! Apa lu udah gak mau nganggep gue sahabat lu lagi?!" cecar Liam selama di perjalanan.
"Lu bisa diem gak!?" ucapku akhirnya. Agak membentak Liam. "Nanti gue jelasin kalo udah sampe di rumah" tandasku.
Sekilas kulihat supir taxi mengerutkan keningnya, dan mencengkram erat setirnya. Mungkin dia kira kami akan adu bacok di kursi belakang Taxi-nya.
Selama di perjalanan, aku dan Liam saling membisu. Sesampai di rumah, dia mencoba membuka pembicaraan. Tapi aku langsung meraih satu-satunya tas ransel yang tadi aku letakkan di bagasi. Dan menyuruhnya duduk di kursi batu di depan teras rumah.
Kuletakkan tas milik Liam di ruang tamu. Kemudian aku beranjak ke dapur. Membuatkannya lunch. Karena aku memang belum makan sedari pagi.
Sekitar tiga puluh menit aku meninggalkan Liam duduk sendiri di depan. Kulihat dia duduk dengan punggung tegak, dan kedua tangan dilipat diatas meja batu di hadapannya. Matanya terpejam.
Aku menghela nafas. Dan menyunggingkan senyum. Tipis. Tapi ini pertama kalinya aku benar-benar tersenyum dari lubuk hati.
Sahabatku satu ini memang selalu punya kebiasaan tidur dengan berbagai macam cara dan gaya. Mau sumpek-sumpekan di metro mini atau di busway, bahkan di dalam KRL sekalipun. Kalau dia bilang sudah mengantuk, bahkan sambil berdiri tegak pun, dia bisa tertidur pulas. Meskipun aku sudah menyeretnya keluar, dan dia bisa melangkah mengikutiku. Kalau Liam belum mengendus aroma lezat dari makanan. Makanan apa pun. Asalkan bisa di makan. Liam akan terjaga dalam hitungan sepersekian detik.
Sahabatku satu ini memang ajaib.
Aku sengaja meninggalkan dia duduk disini pun bukan tanpa alasan. Aku tidak mau mendengarnya terus menerus menodongku dengan banyak pertanyaan.
Harusnya dia menjadi Rapper! Penerus Eminem atau Twista, yang bisa nge-Rap dengan kecepatan bak pembalap Formula. Bukan sebagai Boss sebuah on line shop yang menjual berbagai aksesoris ponsel.
"A...ap-apaan ini??"
Meskipun dari suaranya terdengar bingung. Dengan sepintas pandang pun aku bisa melihat binar-binar bahagia di dalam mata Liam. Juga sedikit liur yang menetes disudut bibirnya itu.
Aku hanya menghela nafas dan menggelengkan kepalaku.
Kuletakan satu mangkuk Mie Goreng Spesial, dengan telur mata sapi setengah matang dan irisan daun bawang mentah diatasnya. Dua buah piring berisi Nasi Goreng Ikan Asin Jambal. Sepiring Cap Cay Merah yang diberi irisan jamur kuping. Juga semangkuk Sapo Tahu.
Semua itu adalah sesaji yang sengaja kubuatkan khusus untuk Liam.
Kecuali sepiring Nasi Goreng Ikan Asin Jambal lagi. Satu porsinya lagi adalah untukku.
Semuanya memang bernuansa Chinese Food. Karena selain mudah di buat, cepat pula di sajikan, bahan-bahannya pun ada di semua di dalam kulkas. Karena semua itu adalah beberapa menu yang ada di Warung.
"Oh My Goat, Tiki!!" pekiknya penuh kebahagiaan.
"My God, Liam..." aku mencoba meralat.
"Itadakimasu!!!" jeritnya dengan liur bercucuran.
"Let's pray first!" kutampar punggung tangan Liam. "Kebiasaan jelek masih aja di pelihara"
"Oke!" Liam menyahut.
Setelah komat kamit dengan kedua mata terpejam. Liam dengan buas menyantap sekaligus sesajen yang kuberikan padanya.
"Pelan-pelan..." kusodorkan segelas besar Es Teh Manis kesukaannya.
"Jesus!!! This. Is. So. Yummy!!!" pekiknya penuh semangat setelah menyeruput Es Teh yang kuberikan.
Aku sudah selesai menikmati Nasi Goreng-ku. Dan sekarang perhatianku beralih ke layar ponselku.
"DONE!!" Liam berseru setelah menyantap bersih semua sesajen. Dengan punggung tangannya, dia menyeka bibirnya. "Thanks Tiki!! You are my savior!! Udah lama gue gak makan semua ini! Elu beli dimana tadi?"
Aku tersenyum. Kulipat kedua tanganku diatas meja. Sebelum menjawab, ku seruput Es Teh Manis milikku.
"Gue yang masak"
"Hah?! Serius lo?!"
"Ini tempat kerja gue" dengan ujung jari, kutunjuk layar ponselku. "Ini medan perang gue" aku berujar setelah menggeser layar. Menunjukan pada Liam sebuah foto saat aku sedang sibuk memasak di dapur Warung. "Ini semua staff di tempat kerja gue" kataku. "Ada yang elu kenal?"
Dengan seksama, Liam memperhatikan layar ponselku. Kemudian dengan jarinya, dia mengetuk dua kali layar ponselku. Itu untuk membesarkan foto yang kutunjukan padanya.
Mata Liam melebar. Melotot. Sampai rasanya aku cukup mencongkel dengan ujung kuku, agar bola matanya bisa menggelinding di dalam mangkuk kosong di dekatnya.
"Dia... Ini... Si... Itu?"
Aku tersenyum. Dan mengangguk.
Lalu tanpa perlu ditanya lagi, kuceritakan semuanya dari awal sampai akhir. Tentang kejadian di kamar Wahid. Mulai dari aku menggodanya dengan mandi bersama. Memeluk Wahid yang bugil, dan memintanya memegangi terongku. Sampai aku tau perihal postingan di twitter-nya.
"Dari mana gue bisa tau kalau bocah sialan ini adalah gay? Padahal, menurut sebagian besar orang, hanya kaum gay-lah yang memiliki 'Gay Radar', sedangkan gue... Gue yang straight bisa punya gay radar juga. Pertama, karena gue punya Kakak. Dan dia... gay!!"
Mata Liam makin melebar. Rasanya ingin ku congkel saja mata itu.
"Kedua... Meskipun untuk sebagian besar orang, ini adalah aib. Tapi gue punya sodara kembar, yang juga seorang gay" aku melanjutkan. "Gue hidup di lingkungan gay, Liam. Jadi sangat wajar, kalau gue tau semua gelagatnya adalah gay. Meskipun dia gak pernah terang-terangan ngaku ke gue"
"Hebat..." Liam bertepuk tangan.
Sementara Liam mulai menumpuk semua piring dan mangkuk kotor diatas meja. Dan juga seenak jenongnya, menenggak habis Es Teh Manis milikku, aku masukan kembali ponselku ke saku kemejaku.
"Trus... Tu bocah masih kerja di tempat kerja lu?"
"Masih" jawabku.
"Kagak elu apa-apain? Lu hajar misalnya?"
"Gue dapet apa kalo ngehajar dia?"
"Hmmm...Kepuasan batin?"
Aku menggeleng dan tersenyum lebar. "Makasih elu udah mau jauh-jauh dateng kemari..." ucapku tulus.
Liam menjulurkan tangan kanannya. Meremas bahu kiriku beberapa detik. Dilanjut menepuk-nepuk pipiku. "Gue seneng muka lu udah bisa cerah. Tadi tuh mendung. Gelap banget!"
"Berkat elu" aku menyahut.
Bulan dan Jupiter yang membebani pundakku, seolah sudah kembali ke posisi orbit mereka. Rasa sesak di dalam dadaku sirna.
"Gue masih gak habis pikir ama elu, Ki"
"Kenapa?" kupangku daguku dengan punggung tanganku.
"Elu itu gak pernah seradak seruduk. Selalu memikirkan semuanya baik-baik sebelum bertindak" puji Liam. "Kalo jadi elu nih Ki, tu bocah udah gue lempar dari puncak Monas!"
"Elu lempar dari puncak Monas, dia mati. Lalu apa semua masalah bakalan kelar? Malah bikin masalah baru lagi"
"Nah itu maksud gue. Dari dulu gue salut ama elu. Gak sia-sia gue dateng kemari. Lega deh gue" Liam bangkit. Lalu mengambil sebuah handycam yang dia sembunyikan di tanaman rambat yang tumbuh di tembok dekat kami duduk saat ini. "Dengan ini, bakal gue upload ke forum itu. Biar semuanya clear" ujarnya tersenyum.
Sekarang gantian aku yang dibuatnya termangu.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
If you're lonely
And need a friend
And troubles seem like
They never end
Just remember to keep the faith
And love will be there to light the way
Anytime you need a friend
I will be here
You'll never be alone again
So don't you fear
Even if you're miles away
I'm by your side
So don't you ever be lonely
Love will make it alright
When the shadows are closing in
And your spirit diminishing
Just remember you're not alone
And love will be there
To guide you home
If you just believe in me
I will love you endlessly
Take my hand
Take me into your heart
I'll be there forever baby
I won't let go
I'll never let go
[ Anytime You Need A Friend - Mariah Carey ]
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Dengan di upload-nya video konfirmasi itu. Meskipun masih saja ada komentar miring, tapi sebagian besar memujiku sebagai lelaki yang mempunyai hati yang besar. Lelaki yang bijak, dalam bertindak. Sudah membuatku semakin lega.
Aku pun berterima kasih pada Taka. Karena dia membantuku membuat dokumentasi foto yang tadi ku tunjukan pada Liam.
Taka memang pernah beberapa kali membuat candid camera saat aku tengah sibuk bekerja di dapur. Dengan ponselnya, dia selalu saja aktif memposting hampir semua aktifitasnya dalam bentuk foto di akun Instagram miliknya.
Tidak cuma aktifitasnya saja. Bule sontoloyo, yang tak lain ada saudara kembarku itu, selalu up date dengan hasil candid-nya. Tapi untuk 'Hobby' nyelenehnya itu, cuma dia upload di akun Path miliknya. Alasannya karena lebih private.
Aku sendiri tidak begitu update dengan segala macam bentuk sosial media. Whatsapp, Line dan sesekali aku menggunakan Skype sudah cukup membuatku pusing.
Bukan lantaran aku tidak bisa memakainya. Tapi lebih kepada fungsi dan kegunaannya. Semua kupakai secukupnya saja.
Tidak eksis seperti Idola yang tidak terkenal di kandangnya sendiri, macam Taka.
"Mendingan begini lah Ki. Kalo gue terkenal, gue gak bakalan bisa bebas semau gue!" ujar Taka suatu hari.
Membela diri, karena aku sering mengejeknya tidak terkenal.
By the way, Bang Zaki rupanya mengajak semuanya melihat video yang di posting Liam di forum itu setelah Warung tutup.
Maka tidak heran kalau semuanya datang ke rumah dengan wajah sumringah saat melihatku. Ku perkenalkan juga Liam kepada Bang Zaki, yang awalnya dia kira Abang-ku.
Well, Bang Zaki memang sudah seperti Abang ku sendiri. Tapi yang kumaksud adalah mendiang Bang Toya.
Mata Liam sempat jelalatan saat melihat mbak Donna dan mbak Rina. Aku diam saja, tidak mengatakan pada Liam kalau yang 100% wanita adalah mbak Rina. Kalau tahu, Liam pasti sudah pingsan.
Wahid juga ikut. Ini pertama kalinya dia datang kemari. Meskipun aku belum mau berbicara banyak padanya, tapi aku sudah memaafkannya. Dan kuminta dia tidak mengulangi lagi perbuatannya. Baik padaku. Maupun pada orang lain.
"Tapi aku beneran suka Kakak" ujarnya lirih, dengan kepala tertunduk.
"Dengan cara seperti itu, apa lantas gue bakalan balik suka ke elu?"
"Iya Kak... Aku salah..."
"Hmmmm... Udah gue maafin" kataku sambil merangkulnya.
Wahid memelukku, kemudian menangis. "Cup ah..." kubelai kepalanya. Mencoba membuatnya tidak menangis lebih lama. Aku paling tidak tahan melihat orang menangis.
Setelah tangis Wahid reda, kuminta dia mencuci mukanya yang kusut. Dan sekarang, saat aku sedang duduk sendirian di teras belakang, Suwek datang menghampiriku.
"Elu bilang, dengan memandangnya sekilas, elu bisa tau kalau dia suka ama elu, Bang Ki?" ucap Suwek. Suaranya lirih.
Bahkan kalau pun dia berbicara dengan volume biasa, suara keramaian di dalam rumah tetap akan meredam kalimat Suwek.
"Jadi..." Suwek berdiri dan berjalan di atas rumput halaman belakang dengan bertelanjang kaki. "Elu tau gue udah suka sama orang lain... Selama Taka tinggal di Paris... Ya kan?" Suwek berdiri memunggungiku.
Kepalanya menengadah. Menatap langit malam yang mulai terlihat mendung.
"Iya... Gue tau... Tapi lebih baik gue pura-pura gak tau" jawabku dengan tenang tanpa menatap kearahnya.
Kuraih mug kecil berisi robusta buatan bli Putu, yang kuletakan di samping kakiku. Setelah menyeruput kentalnya robusta, dan mengecap pahitnya yang terasa tajam menusuk indera perasaku, aku berdiri. Menutup pintu.
Kubiarkan kedua tangan Suwek yang melingkar di perutku dari arah belakang.
Kubiarkan juga, saat Suwek meletakan pipinya pada tengkukku. Bisa kurasakan nafasnya di permukaan kulitku.
"Elu tau kan, Wek... Gue gak bisa ngebales perasaan lu?" tanyaku. Kuremas punggung tangannya. "Kita harus tetap seperti sekarang... Sebagai sahabat. Saudara. Gak lebih... Karena gue..."
"Karena elu gak bisa... Karena elu bukan gay..." Suwek memotong ucapanku.
"Hmmmm... Gak juga..." kulepaskan tangan Suwek. Dia mundur beberapa langkah. Wajahnya nampak bingung saat menatapku.
"Gue udah konsultasi dengan seseorang... Kayaknya gue ada bakat suka ke cowok..." aku tersenyum saat melihat mata Suwek terbelalak lebar.
"Tapi bukan sebagai pure gay kayak kalian semua disini" kulipat tanganku. Sementara aku menyandarkan punggungku ke pintu. "Gue ada bakat jadi Bisex... Kayak Bang Bayu..." aku nyengir. "Sayangnya... Gak semua cowok bikin gue 'tergugah'..."
"Jadi... Udah ada orang... Yang elu taksir... Yang elu... Suka...?"
Aku menundukan kepalaku. Mengalihkan pandanganku. Menatap kedua kakiku sendiri. Aku tidak kuat melihat ekspresi sakit dan kecewa di wajah Suwek.
Selama beberapa menit. Kami berdua hanya terdiam.
"Belum ada..." aku mulai membuka suara. "Hmmmm... Lebih tepat kalo dibilang, gue belum yakin... Karena gue belum pernah punya pengalaman suka dengan seseorang..." ku beranikan diri menengadahkan kepalaku. Tapi tetap tidak berani menatap wajah Suwek. Aku hanya menatap ke arah langit-langit.
"Gue... Belum siap kecewa kayak yang elu rasain sekarang..." kataku.
Aku sendiri kaget, kenapa suaraku bisa bergetar seperti ini.
Mungkin karena aku malu?
Atau... apakah karena mendadak aku merasa kecil dihadapan Suwek?
Karena selama ini aku selalu yakin dengan ucapanku sendiri. Aku straight! Aku berbeda dengan lingkunganku sekarang.
Aku memang tidak mengaku gay. Tapi menjadi Bisex?
Apa yang akan dirasakan Mamah, kalau suatu hari, beliau tahu, kedua anak lelakinya mempunyai penyimpangan orientasi seksual.
Ah... Bukan dua. Tapi tiga!
Mamah punya tiga anak lelaki. Dan seorang anak perempuan. Tapi ketiga anak lelakinya... Mungkin tidak seperti bayangannya selama ini. Tidak ada satu pun yang akan membuatnya bangga. Padahal selama ini aku yakin akulah yang akan membanggakan beliau.
Mah... Maafin Tiki, jeritku dalam hati.
"Sorry... Gue lagi mikirin hal lain..." kataku pada Suwek. Kuseka air yang menggenang di pelupuk mata ini menggunakan punggung tanganku. Tapi semakin kuseka, semakin deras air mata ini mengucur.
Suwek meraih bahuku. Dengan cepat dia memelukku.
Sedetik kemudian kudengar suara pintu terbuka.
"Tiki... Izul... Kalian ngapain?"
Shit!! Suara Taka!
Kenapa harus dia yang membuka pintu disaat seperti ini!?!
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Everyone falls in love sometimes
Sometimes it's wrong,
and sometimes it's right
For every win, someone must fail
But there comes a point when
When we exhale...
Sometimes you'll laugh, sometimes you'll cry
Life never tells us, the when's or why's
When you've got friends, to wish you well
You'll find your point when, you will exhale...
Hearts are often broken
When there are words unspoken
In your soul there's answers to your prayers
If you're searching for a place you know
A familiar face, somewhere to go
You should look inside yourself
You're halfway there
Sometimes you'll laugh, sometimes you'll cry
Life never tells us, the when's or why's
But when you've got friends, to wish you well
You'll find your point when
You will exhale...
[ Exhale - Whitney Houston ]
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
jangan lupa sertakan komen, kritik dan saran.
insyaallah aku terima semua masukannya.
thx before.
Tuh kan Tiki biseks, ntar karma loh ma Wahid.
Btw makin bagus alur ceritanya... hhehe
aku juga gak setuju kalo tiki dibuat bisex.
tadinya sempet mikir siih kalo wahid yg bisa menggugah hati tiki. tapiii ya itu kesannya gak rela aja kalo semuanya gay atau bisex. hehehe
but overall kereeeen. makin suka sama ceritanya. tiki taka persaudaraannya bikin iri
kirain tiki udah jadian sama zaki karena dia mandi di kamar zaki..ternyata gak..
hmmm kenapa aku merasa kalau tiki ada rasa dengan wahid ya, apa karena kejadian di kamar wahid mungkin dan mereka terlihat cocok....tapi aku juga merasa kalau tiki ada rasa sama zaki, tapi masa tiki harus jadi bot-nya zaki.....aduuh aku nunggu lanjutannya aja deh..
tki ada rasa tuh sama wahid?? sabar ya hid, tiki lagi merenungi nasib.