Teman-teman, gw pengen curhat aja sih. Mohon maaf ya kalau tulisan tidak terstruktur dan ngacak. Soalny ini langsung ditulis saat sedang merasakan perasaan ini.
Gw ga dapat memungkiri bahwa saya mempunyai bibit gay. Bagaimana bisa? Secara tidak sadar, saya selalu melirik ke cowok-cowok yang macho, keren, punya bodi keren atau at least muka ganteng. Kalau ada seorang cewek dan cowok jalan bareng, pasti yang diliatin cowok dulu. Secara tidak sadar juga, saya selalu melihat ke arah bawah, yang mana buat aku kewalahan juga. Ngeresnya cuma pas ngeliat cowok 'hot' dan gempet-gempetan dengan lelaki. Itu refleks, susah untuk dikendalikan. Kalau ngajak ngobrol ama cowok yang kebetulan keren, selalu grogi, ga bisa ngomong apa-apa.
Akan tetapi diri saya tidak dapat menerima fakta-fakta ini. Beberapa kali sering aku menyangkal hal ini. Sisi logis dan sisi 'primitif' otak saya selalu saling ngotot berantem, gak mau kalah.
I hate being a gay karena beda dengan yang lain. Beda dengan yang lain emang keren, tapi dengan syarat beda itu harus positif. Being a gay is not positive, at least from my prespective. Budaya kita tidak menghargai gay, menganggap itu sebagai penyakit, dan membenci itu. Kata 'gay' atau 'maho' sering dijadiin sebagai candaan. Kalau ikutan mereka, hati serasa sakit, berbohong dengan diri sendiri. Banyak pendukung manusia maho ini berpendapat kita seharusnya tidak mendengarkan orang lain, dengarkan hati sendiri, ikuti kata hati. Akan tetapi, kita adalah makhluk sosial. Tidak mungkin kita menghilangkan teman-teman, keluarga, dan masyarakat dalam kehidupan kita. Mereka secara tidak langsung memengaruhi kita, walaupun pikiran sadar kita berusaha untuk tidak membiarkan hal itu terjadi.
Sebagai makhluk sosial, kita mempunyai berbagai peran. Satu peran yang penting adalah sebagai anak, kita bertanggung jawab kepada orang tua kita. Setiap tahun baru, kakak saya ditanya kapan nikah. Untungnya gw belum saatnya ditanya. Akan tetapi, ada waktunya pasti saya akan ditanya. Apakah gw bakal bisa menghindari pertanyaan itu? Orang tua pengen cucu donk dan ga akan pernah membiarkan anaknya sendirian sampai hari tua. Setelah kakak saya menikah, tentu saya ga akan bisa menghindari pertanyaan itu lagi. Dan gw benci dengan diri saya kalau saya tidak dapat membahagiakan orang tua dalam hal ini.
Kemudian teman-teman kantor juga sering menanyakan sampai kapan saya mau memegang teguh status jomblo saya. Ada juga yang mempertanyakan preferensi seksual saya karena masih belum punya pacar karena beberapa menganggap saya seharusnya sudah bisa dapat dengan kondisi sekarang. Untungnya sih gw diselamatin ama diri gw yang katanya cupu kalau dekat-dekaT cewek. Ya siapa sih yang gak pengen pacaran, bisa menikmati momen berdua seolah olah dunia cuma milik berdua, melakukan hal-hal romantis, pergi nonton berdua. Tentu semua pengen. Beberapa yang menganggap gw cupu pun mencoba membantu dengan kasih tips trik PDKT ama cewek atau kenalin ke cewek, tapi gimana ya. I feel something not right inside my heart. Jawaban yang selalu keluar dan ampuh adalah "itu bukan tipe gw sih" atau "ga cocok". Tapi apakah gw akan terus begitu?... Gw takut akan ada waktu gw tidak dapat menghindari ini lagi.. Ada perasaan takut muncul.
Selain itu, hati juga tidak tenang setiap kali melihat orang idaman hati (cowok tapi, dan kebetulan ketemu tiap hari di kantor..), selalu berdebar-debar dan grogi. It sucks bro. Gw pengen aja sih kalau bisa dekatin atau sampaiin perasaan. Tapi itu tentu tidak mungkin. Stay discreet adalah pilihan yang paling tepat. I am not ready and I think I will always not ready.
Perasaan gw juga tidak tenang membayangkan kehidupan gw kedepan. Nasehat dari orang tua tahun lalu ketika menemani mereka ke rumah sakit adalah janganlah sampai tidak menikah karena tidak akan ada yang menemani di hari tua selain pasangan dan anaknya sendiri. Dan gw menyaksikan sendiri seorang tua yang sendirian ke rumah sakit. Sedih melihatnya dan takut membayangkan kehidupan nanti. Hidup tidak akan lengkap tanpa sebuah keluarga (pasangan hidup dan anak). Walaupun preferensi seksual gw seperti ini, saya masih ingin mempunyai anak kelak. Gw gak ingin tidak ada seorang penerus gen-gen diri saya.
Itulah kegalauan-kegalauan yang diciptkan otak logis saya. Pandangan kehidupan mendatang menghantui saya.
Ada saatnya sisi logis akan memenangkan pertemputan ini, ada saatnya sisi 'primitif' itu akan mengambil alih. Gw juga manusia biasa, punya nafsu, hanya saja pelampiasaanya beda. Kalau lagi capek-capek kerja atau sedang stres, apa yang gw anggap sebagai penyakit itu akan kambuh lagi. Setelah keadaan normal, logika akan mengambil alih kembali. Dan siklus ini berlanjut terus menerus berulang-ulang.
Gw juga ingin menjadi seorang anak yang dapat membahagiakan orang tua, ingin menjadi seorang anggota masyarakat yang diterima masyarakat sekitarnya, ingin mempunyai kehidupan yang normal seperti manusia lainnya, ingin menjadi manusia bahagia. Akan tetapi gimana caranya? Kalau ada caranya, tentu gw bakal melakukan cara itu, sesusah apapun, untuk 'memperbaiki kecacatan' diri saya sekarang.
Ada kala gw mempertanyakan kenapa sih gw dilahirkan kayak gini. Kenapa sih dari sekian pilihan kecacatan, harus ini yang diberikan ke gw. Memang sih ada yang mengatakan seharusnya bersyukur tidak diberikan kecacatan ekstrim, terutama dalam hal fisik. Mungkin kalau diberi kesempatan untuk negosiasi ulang, gw pengen nukar dengan pilihan lain. Gw pengen bisa bersyukur, tetapi susah sekali.. Hati dan otak suka berontak..
Inilah curhatan saya. Saya post di sini soalnya tidak ada tempat lagi dimana gw ga akan dicaci maki, dibully, dan dihina-hina selain di sini. Mungkin beberapa teman di sini ada yang mempunyai perasaan yang sama, atau pandangan yang sama, dapat sharing di sini. Pandangan atau pendapat lain yang konstruktif tentu juga akan saya terima di sini. Lagi pula, post ini cuma hanya curhatan semata yang sudah dipendam lama sekali, sumpek rasanya. Terima kasih dan mohon maaf dengan struktur kalimat yang berantakan...
Comments