It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Kenda emamg gak pernah makan bangku sekolahan
Nihhh aq kasih bangku sekolah
*kepruk*
**
Rio Pov
Drrrtttt.. Drrrttt..
"Eunghh?"
Dengan malas ku ambil ponsel yang ku letakan di sebelahku. Ku atur tubuhku duduk di kasur setelah ku dapatkan ponselku.
Sepertinya sepulang sekolah tadi aku ketiduran.
Ricky: 'Cuma mau ngingetin, jam 4 nanti gue jemput.'
Aku membulatkan mataku saat melihat pesan dari Ricky. Teringat akan ajakannya tadi siang yang mengajakku ke suatu tempat -yang entah kemana.
Dengan cepat ku arahkan tatapanku ke arah jam dinding bergambar menara Eiffel yang ada di kamarku.
Tek.. Tok..
15:40
Aku menatap jam itu horror.
"Mampus gue... "
Dengan cepat aku beranjak dari kasur, menyambar handuk lalu berlari kearah kamar mandi.
"Kenapa gue pake ketiduran segala sih!" gerutu ku pelan sambil melepaskan pakaianku dengan cepat.
Akhir-akhir ini -tepatnya setelah kejadian Ricky mengintrupsi percakapanku dan Kenda di halaman belakang sekolah dua-minggu yang lalu. Ricky jadi sering mengajaku keluar berdua, pergi ke tempat-tempat menyenangkan yang sebelumnya belum pernah ku kunjungi.
Entahlah sekarang mau di ajaknya kemana lagi aku. Yang pasti aku menikmati waktu berdua kami.
Jam menunjukan pukul 16:15 saat aku selesai bersiap.
Drap!
Drap!
Drap!
Dengan tergesa-gesa aku menuruni tangga menuju ke lantai bawah.
Tap!
'Haah~, sudah gue duga.' ku lihat Ricky telah sampai dan sekarang tengah duduk di ruang tamu dengan tenangnya, tanpa memperdulikan Kak Arsya yang terus menatapnya tajam.
Ricky menengokan kepalanya kearahku.
"Oh. Udah siap?" kata Ricky saat menyadari ke hadiranku, Kak Arsya langsung menatapku tajam.
"Mau kemana lagi kalian?!" kata Kak Arsya dengan nada ketus.
Aku hanya terdiam menatap Kak Arsya bingung. Pasalnya aku juga tak tau mau di ajak kemana oleh Ricky.
"Kan tadi gue udah jelasin kak." jawab Ricky dengan masih mempertahankan wajah tenang dan sedatar temboknya itu.
Kak Arsya menatap Ricky sinis.
"Gue gak ngizinin!" katanya tegas dengan nada bapak-bapak yang tak mau anak gadisnya kenapa-napa.
Aku memutarkan mataku malas. Tiba-tiba saja teringat kejadian yang sama 3 hari yang lalu.
#Flasback
"Gue gak ngizinin!."
"Ya elah kak, kita cuma mau nonton doang kok. Lagian, kenapa tiba-tiba lo larang-larang gue keluar rumah gini sih?" kataku kesal saat Kak Arsya ngotot tak membiarkanku pergi dengan Ricky.
"Pokoknya, mulai sekarang lo gak boleh kemana-mana tanpa se izin gue." kata kak Arsya se'enak dengkulnya.
"Loh? kok gitu sih kak!?" jawabku tak terima.
Kak Arsya hanya tersenyum angkuh, tak menggubris protesanku.
Ricky pun hanya diam menatap ku dan Kak Arsya datar.
Ku tatap Ricky meminta bantuan.
Ricky menghela nafas lalu, Menatap kak Arsya.
"Gak apa-apa kali kak, lagian Rio gak akan gue apa-apain kok." perkataan Ricky justru membuat Kak Arsya semakin menatapnya tak suka.
"Sekali gue bilang nggak, ya enggak! Kalo misalnya Rio kenapa-napa, gue juga yang di salahin mamah. Lagian, gue gak percaya sama lo." kata kak Arsya sambil menatap Ricky sinis.
Aku menatap Kak Arsya jengkel.
"Gue bukan bayi yang harus di Jaga 24 jam kak. Gue juga bisa jaga diri kok. Lagian gue sama Ricky kan cuma mau nonton aja kak."
"Cuma mau nonton kan? Ya udah dirumah aja. Temenin gue nonton bola."
"Tapi--"
"Protes lagi, gue langsung usir temen lo ini." kata kak Arsya sambil menunjuk Ricky.
Aku menghela nafas menyerah. Ku tatap Ricky serba salah. Dia hanya tersenyum tipis ke arahku lalu mengelus kepalaku pelan, memaklumi kelakuan kak Arsya yang tiba-tiba mengidap Brother complex.
"Woy! Ngapain masih disitu? Katanya mau nonton." kata kak Arsya dengan nada mengejek.
'Ugh! Kalo bukan kakak gue, udah gue bejek-bejek tuh orang.'
Akhirnya malam itu kami berakhir menonton Liga inggris di salah satu chanel olah raga di tv.
Aku hanya menatap pertandingan itu tak berminat. Aku lebih suka basket di bandingkan olahraga saling tendang bola itu.
Beda lagi dengan kak Arsya dan Ricky yang duduk di sebelah kanan dan kiriku, mereka terlihat serius menonton pertandingan itu. Sesekali saling berkomentar atau pun mencibir pemain bola yang menurut mereka patut di cibir.
Tak disangka, jika menyangkut bola mereka bisa akur juga ternyata.
Hingga akhirnya aku di usir mereka, hanya karena aku memuji betapa keren dan hebatnya salah satu pemain bernomor punggung 22 dengan nama 'kaka' tertulis di atas nomor punggungnya.
Hell! Aku bersumpah tak akan pernah membiarkan Ricky dan Kak Arsya menonton sepak bola bersama lagi!
#flashback off
"Ck, jangan mulai lagi deh kak." kataku bosan.
Kak Arsya tak menjawab, ia hanya menyilangkan tangannya di dada menatap ku dan Ricky tajam.
"Lo keluar duluan aja, yo." kata Ricky tiba-tiba.
Kak Arsya menatap Ricky semakin tajam, seolah tatapannya itu bisa membunuh Ricky kapan saja.
"Bergerak sedikit aja, gue pastiin lo gak bisa jalan seminggu" kata kak Arsya sambil menatapku penuh ancaman.
Aku menatapnya memelas.
"Kak~ sekali iniii~ aja. Gak apa-apa ya?"
Kak Arsya sempat terhenyak saat ku tatap dia memelas, lalu ia langsung membuang pandangannya dariku.
_
Sekilas ku lihat telinga Kak Arsya memerah.
"Nggak! Dan berhenti liat gue kaya gitu. Jijik tau gue liat nya." jawab Kak Arsya masih tak menatapku. Ku tekuk bibirku kesal.
Biasanya tatapan memelasku selalu berhasil meluluhkan orang. Baik Alfa, Ricky, Dave, mamah bahkan Kak Adam.
Tapi sepertinya tak mempan pada Kak Arsya.
"Yo. Tunggu di luar ya?" pinta Ricky sekali lagi.
Aku menghela nafas dan berjalan keluar menuruti Ricky, tak ku hiraukan teriakan kak Arsya yang menyuruhku masuk kembali ke dalam rumah.
Sekilas ku lihat motorku yang tengah terparkir dengan apik di dalam garasi. Motor itu kembali seminggu yang lalu dan masih ku ingat apa yang Ricky katakan padaku.
'Sebenernya motor lo udah bener belum ada 2 hari setelah rusak yo.'
aku hanya tercengang mendengar pernyataan Ricky.
Ternyata hampir 2 minggu ini motorku di sembunyikan Ricky di rumahnya.
"Dia itu emang aneh-aneh aja."
-
tak sampai 10 menit Ricky keluar dengan senyuman kemenangan tercetak jelas di bibirnya. Di ikuti kak Arsya yang melihatku dengan raut wajah yang sulit ku artikan, ku lihat kak Arsya memegang sesuatu. Amplop yang ukurannya agak besar, entah apa itu, yang pasti aku tak melihat amplop itu saat tadi di dalam rumah.
Ricky dengan cepat berjalan kearah ku yang sudah ada di dalam mobilnya.
Ricky masuk ke dalam mobil dan memasang seat beltnya dengan semangat.
"Kak Arsya ngizinin Rick?"
Ricky hanya tersenyum menanggapi pertanyaanku.
"Awas kalo tu bocah dungu kenapa-napa, gue matiin lo Rick!. B-bukan apa-apa, bisa mati gue di amuk mamah sama kak Adam kalo dia kenapa-napa." aku menatap Kak Arsya kesal. Aku tau sekali siapa yang ia panggil 'Bocah Dungu'.
"Siapa yang lo panggil dungu?! Dasar kakak sarap!" teriak ku kesal kearah kak Arsya.
Kak Arsya hanya melotot kearahku saat aku mengumpat padanya.
"Siap kak!" jawab Ricky tenang, lalu menyalakan mobil dan mulai mengemudikan mobilnya keluar halaman rumahku.
Ku lihat di spion, tatapan kak Arsya masih terus menatap mobil Ricky dengan tatapan tak rela.
Dengan penasaran, ku tatap Ricky yang masih tersenyum penuh kemenangan.
"Lo ngasih Kak Arsya apaan Ricky?, sampe dia ngizinin kita pergi?" tanya ku.
Ricky melirikku sebentar lalu fokus lagi kearah jalan.
"hehe... Kalo udah gue kasih tau, jangan kaget ya." katanya sambil sesekali terkekeh kecil.
Aku menatapnya bingung.
Ricky melirik ku sekali lagi.
Lalu setelahnya ia tertawa pelan sambil menepuk-nepuk kepalaku sebentar.
"Ngeliatnya biasa aja dong, yo."
Aku menatapnya aneh,
'perasaan gue ngeliatnya biasa aja deh'
"Gue kasih dia ticket konser." jawab Ricky.
"Konser? Konser apa? Ah, pasti konser band-band metal gitu ya?"
Setau ku kak Arsya memang suka musik dengan suara membahana dan memekakkan telinga, yah, seperti lagu-lagu metal gitu deh.
Ricky tertawa lagi.
Hmmm, sepertinya akhir-akhir ini dia sering tertawa.
"Bukan. Bukan konser band metal."
"Loh, terus apa dong?"
"*KB*8 + *KT*8 (nama disamarkan)."
jawaban Ricky membuatku terperangah.
"HAH?!"
Hey! Sejak kapan kak Arsya suka sama girl grup asal jepang itu?
"G-gue gak salah denger kan? Dari mana lo tau kak Arsya suka sama girl grup jepang itu?"
"hehe... Yang pasti dari sumber yang terpercaya."
Aku terdiam sebentar masih tak percaya, kak Arsya, yang sering banget mutar lagu-lagu metal di kamarnya tak peduli pagi, siang, malam, tiba-tiba saja berpindah haluan ke girl grup?
Sontak aku tertawa terbahak-bahak.
Ricky menatapku kaget, mungkin dia kaget saat aku tertawa tiba-tiba.
"Lo kenapa, Yo?"
"Hahaha... N-nggak, hahaha... Astaga, kak Arsya ternyata... Mphtt~hahaha"
Aku geli sendiri membayangkan kak Arsya membawa light stick warna warni sambil berteriak 'hoy~hoy~'.
Ricky ikut terkekeh kecil, mengerti apa yang ku maksud.
-
Kami terlibat obrolan cukup seru, dari membahas Osis yang akan sibuk beberapa minggu ke depan, Alfa yang semakin gencar mendekati Bilal dan Dave yang terlihat makin murung akhir-akhir ini, karena kabar mengejutkan tentang Ergha dan Ara yang resmi menjadi sepasang kekasih seminggu yang lalu.
Aku mendengus jika mengingat itu, kenapa Ara sampai jadian sama si sialan Ergha?
Hey! Walau bagaimana pun Ara sepupuku, dan tentu saja aku tak rela sepupuku sendiri mendapatkan pasangan se sialan Ergha.
Kaya gak ada cowok laen aja.
Ku lihat ke luar mobil Ricky mulai senja.
Ku lihat jam tanganku sudah menunjukan pukul 17:15, itu berarti sudah satu jam mobil Ricky melaju di jalan yang agak macet ini.
"kita mau kemana sih Rick? Perasaan gak nyampe-nyampe dari tadi?"
Ricky melirikku sebentar, lalu tersenyum.
"Entar juga lo tau."
jawabnya kalem.
--
"Eunghh?" aku mengucek mataku pelan. Sepertinya aku ketiduran(lagi).
Agak tak nyaman sih jika tidur di mobil, tubuhku jadi agak pegal-pegal.
Ku singkap pelan selimut hangat berwarna baby blue yang menyelimutiku.
'He? Selimut?'
Sejak kapan aku memakai selimut ini?
"Udah bangun? Nyenyak banget tidur lo yo, sampe bikin sungai tuh di sudut bibir lo."
Aku menatap Ricky kaget, cepat-cepat ku usap bibirku.
Dan ku lihat tak ada apapun yang basah dan menempel di tanganku.
"Hahahaha!"
Ricky tertawa geli.
"Sialan! Lo ngerjain gue ya?" kataku kesal.
"Ehehe, sorry, sorry. Abis, muka lo lucu banget kalo lagi panik kaya tadi."
"Ugh!, Sialan lo!"
Ku alihkan tatapanku keluar jendela mobil. Dan pemandangan di luar membuatku tercengang.
Tak ada gedung-gedung pencakar langit yang biasa mengganggu pandanganku.
Di sekitarku malah tersebar pohon-pohon, yang walau tak terlalu terlihat karna langit memang mulai beranjak malam.
Aku menatap Ricky kaget.
"K-kita dimana Rick?"
"Selamat datang di kota hujan." kata Ricky kalem.
"E-EH?!" Aku refleks berteriak terkejut.
"Ngapain kita ke sini Rick?!" tanyaku panik.
"Kita mau kemah." katanya enteng.
"A-APA?! Lo gila ya? Kenapa tiba-tiba kita kemah? Terus kak Arsya--"
"Dia udah tau kok, tenang aja. Lagian besok kan weekend, yo. Lo gak usah khawatir telat sekolah atau apapun."
Aku menatap Ricky tak habis fikir, kenapa ada orang senekat dan setidak terduga dia.
"Bukan gitu Rick. Kita kan gak ada persiapan apapun."
"Gue udah siapin kok. Liat aja kebelakang."
Aku mengalihkan tatapanku kearah jok belakang dan... Disana sudah tersedia LENGKAP alat-alat yang memang di butuhkan untuk berkemah.
"Astaga Rick, lo niat banget ya pengen kemah?"
"Gue udah siap dari seminggu yang lalu."
--
Krubyuk~
Aku tediam. Ku pegang perutku yang baru saja mengeluarkan suara yang sungguh memalukan, kupastikan wajahku pasti memerah, apa lagi saat ku dengar suara kekehan kecil dari Ricky.
"Lo laper ya, Yo?"
"Udah jelaskan. pake nanya segala lagi" gerutuku pelan.
Ricky tertawa lagi.
"Coba lo liat di belakang, di keresek putih, gue beliin lo makanan waktu di kota tadi."
Ku ambil keresek yang di maksud Ricky, ku tengok isi nya dan ku lihat ada sekotak bento.
Dengan antusias ku ambil kotak bento itu dan mulai makan dengan lahap.
Masalahnya aku belum makan dasi tadi siang coy. Lapar pake banget ni perut, aku yakin cacing-cacing di perut ku sudang mertuki ku dari tadi.
Ricky hanya tersenyum maklum, sambil sesekali melirik kearah ku lalu fokus lagi menyetir.
-
Malam telah tiba, cahaya api unggun yang tadi Ricky buat, menyinari kami yang sekarang ini tengah bekerja sama membuat tenda.
Aku sempat mengusulkan untuk bermalam di pondok-pondok yang memang sudah tersedia di tempat kemah ini, supaya aku dan Ricky tak repot-repot membuat tenda.
Tapi Ricky menolaknya mentah-mentah.
Dia malah memilih membuat tenda sendiri di taman kemah.
"Haah~" Ku hempaskan tubuhku untuk duduk di depan tenda -yang akhirnya selesai kami buat-, tepat di hadapanku api unggun bergoyang-goyang pelan tertiup angin.
Ku alihkan tatapan ku kearah Ricky yang berdiri tak jauh dariku, dia tengah menerima telepon dari seseorang.
Ricky mengakhiri panggilanya, lalu berjalan kearahku.
"Ikut gue bentar yuk, Yo. Gue mau nunjukin sesuatu sama lo."
Ricky menarik ku bangun.
"E-eh? Mau kemana Rick. Udah disini aja, Gelap."
ku sebarkan pandanganku kesekitar, gelap. Hanya ada kami disini.
Ah, sepertinya tidak, lumayan jauh dari kami ada sekelompok remaja yang juga tengah berkemah.
"Tenang aja, gue bawa senter kok."
Mau tidak mau, aku pun berjalan mengikutinya.
Ku pegang tangan Ricky erat. Agak ngeri juga sebenarnya. Di sekitar kami banyak pohon rimbun. Gimana kalo ada benda putih yang bergelantungan di pohon-pohon itu.
Hiii~~
Ku eratkan jaket yang Ricky berikan padaku saat angin dingin malam menerpa ku.
"Rick, balik ke tenda aja yuk."
"9 tahun, dan banyak yang berubah disini." kata Ricky tak nyambung.
"lo ngomong apa sih Rick? Sebelumnya lo pernah kesini?"
Ricky menengokan kepalanya kearahku.
"Hum? Ya, 9 tahun yang lalu. Ah, kita hampir sampai."
Ku longokan kepalaku melihat apa sebenarnya yang ingin Ricky tunjukan padaku.
Namun belum sempat ku lihat, tangan Ricky tiba-tiba saja menutup mataku.
"EH? Rick! Apa-apaan sih?"
"Sstttt... Diem aja. Lo cuma harus jalan lurus aja"
Aku berjalan lurus dengan Ricky berjalan di belakangku.
"Oke... Jangan buka dulu mata lo. Dalam hitungan ketiga baru lo boleh buka.."
Ricky membuka perlahan tangannya yang menutup mataku.
"Satu..."
"..dua..."
"..tiga..."
Ku kerjap-kerjapkan pelan mataku, lalu pemandangan yang sungguh... Tak terduga, kulihat di depan mataku.
Sebuah pohon rimbun yang seharusnya tampak mengerikan di malam hari, justru terlihat sungguh indah dengan banyak lampion tergantung dengan apik di setiap ranting.
Ricky berdiri di bawah pohon itu dengan senyuman lembut terlihat di bibirnya.
Perlahan ku langkahkan kakiku kearahnya.
Ricky mengulurkan tangannya yang dengan senang hati ku sambut.
Kami berhadap-hadapan dengan pandangan mata tak lepas satu sama lain.
"Ini... Indah." kataku pelan saat tangan Ricky berpindah ke pinggangku, mempersempit jarak kami.
"Tak lebih indah darimu." jawabnya pelan.
"I Love You..."
Deg!
Kata-kata itu meluncur begitu saja dari Ricky.
Dadaku berdesir hebat.
"...Would you be my boyfriend?"
Mataku berkaca-kaca.
"Y-yes, I do..."
-TBC-
Maaf buat typo, maaf kalo ceritanya makin aneh, yang gak mau aku panggil lagi silahkan komentar..
@Tsu_no_YanYan @3ll0 @Yuuki @Arie_Pratama @Wita @Centaury @lulu_75 @kristal_air @cute_inuyasha @balaka @4ndh0 @d_cetya @Cylone @DoniPerdana @Widy_WNata92 @Unprince @Tsunami @Adityaa_okee
@akina_kenji
@Lonely_Guy
silahkan~
Hoam~ #nguap
Omg,,, arsya disuap tiket konser AKB48 wkwkwk
Tapi kalo dah sama2 suka, gregetnya ilang... Kenda mana nih Kenda~ ;;)
Yahhh Ergha-Dave gak muncul nih
atuuh, jadian? Ciee. PJ PJ ya xD
ga kepikiran ditembak orang seperti itu
#jedotinpalaketembok
gagal maning..
Arsya cemburu kyaknya tuh? huhu.