Hai semua. Ini pertama kalinya saya posting sebuah cerbung asli karya saya. Ada bbrapa yg di ambil dari kisah nyata dan di tambah dengan imajinasiku sendiri. Sy mohon kritik dan saran dari pembaca bila ada kekurangan. Untuk hari ini, sy akan posting 2 chapter. Selamat membaca
Catatan: untk memudahkan, kalian harus bedakan tokoh ayah dan papah. Mereka 2 org yg berbeda
Chapter 1
Pindah ke Makassar bukanlah pilihanku. Hanya keadaan yg memaksaku untuk meninggalkan Jakarta, meninggalkan segalanya. Perceraian orang tua ujung-ujungnya mengorbankan kebahagiaan sang anak, perkara klise-sama seperti aku sekarang ini. Aku memilih untuk mengikuti kata papah untuk menyusulnya ke Makassar, demi melanjutkan kuliahku. Walau sebenarnya mamah bisa membiayai kuliahku. Sebenarnya bukan mamaku, tp suaminya yg lumayan tajir. Tp sayang, aku gak bakalan mau pake sepeserpun uangnya untuk membiayaiku. Sejak awal, sy yakin gara2 ayah tiriku inilah yg menjadi penyebab perceraian org tuaku. Aku benar-benar benci dia. Aku menarik nafas sedalam-dalamnya-mem biarkan rasa kesalku ikut keluar dgn hembusan nafasku. Saat ini aku sedang mengemas barang- barangku. Yup, besok pagi aku bakalan ke Makassar, meninggalkan mamah, teman-teman, kamarku, dan memulai hidup baruku disana. Oh iya, aku Fatur. Aku baru saja lulus di salah satu SMA negri di Jakarta pusat. Teman-temanku bilang, aku anak yang asik, gak sombong, dan apalah yg bikin mereka semua nyaman dgn sikapku. Sebenarnya itu semua ada benarnya, tp yg paling penting aku itu org yg cinta dgn perdamaian, makanya aku gak pernah mau cari masalah sama org2 disekitarku. Walaupun masih ada org2 yg rese, meski aku udah bersikap baik ke mereka. Tp yah itulah aku, gak mau terlalu ambil pusing dgn orang2 yg tdk pantas dipikirkan. Nanti malah ngerusak kebahagiaanku. Ketika sedang kumasukkan beberapa baju di koper, dering telepon mengagetkanku, dan saat kulihat nama dilayar telepon, aku sedikit kesal.
"Ada apa vin?"
"Bisa turun kebawa gak? Gue ada didepan rumah lho skarang!"
"Gila lho yah? Ini udah jam brp?" Gertakku sambil menintip dari balik jendela, memastikan bahwa Vina benar-benar ada. Vina sendiri adalah mantanku. Dulu kami pacaran sekitar 1 tahun, hingga aku akhirnya memergokinya selingkuh. "Please Fat, gue bisa jelasin semuanya." Ucapnya lirih."
"Tunggu disana." Ucapku datar. Sebenarnya aku sangat malas bertemu dengannya. Tp apa boleh buat, besok aku bakalan pergi dan mungkin ini momen yg pas untuk mengucapkan selamat tinggal untuknya. Kulangkahkan kakiku dgn malas menuju pagar rumah, berharap semuanya cepat selesai. Saat aku membuka pintu rumah, bola mataku seketika tertuju ke sosok wanita yg telah mengisi kehidupanku selama setahun lebih, dan akhirnya harus berakhir dengan penghinatan. Vina berdiri membelakangi rumahku dgn sosoknya yg masih sama seperti dulu. anggun-dengan dressnya serta rambutnya yg sebahu. Aku suka penampilannya, tp penghianatannya mengubah segalanya. Kulangkahkan kakiku menuju pagar, membukakan pintu pagar untuknya.
"Naik apa kesini?" Ucapku dingin.
"Jutek banget sih?" Jawab Vina dengan kesal "Kenapa lho yg nyolot?"
"Lho sendiri knp pake nanya? Udah tau ada taxi yg parkir di depan rumah lho! Masih nanya juga!!! Aku menggeram kesal. Sebenarnya apa yang dikatakan Vina benar juga. Hanya aku yang tidak memperhatikan. Aku mendengus kesal. Membiarkan kekesalanku keluar bersama hembusan nafasku. Berharap aku bisa lebih tenang menghadapi Vina.
"Jadi sekarang, kamu mau apa?" Ucapku dengan sedikit lembut. Walau kelihatannya seperti dipaksa. Tp dengan begini, kuharap Vina mengerti bahwa malam ini aku tidak mau cari ribut dengannya. Saat selesai kutanya, Vina hanya diam. Menggigit bibir bawahnya, memain-mainkan kakinya, dan menyembunyikan kedua tangannya di belakang pinggangnya. Aku hanya bisa memandangnya aneh. Kelakuannya seperti bocah yang ingin meminta permen namun malu-malu. "Vina?" kutegurnya dengan lembut. Dan kalian tahu, seketika Vina memelukku erat sembari menangis. Vina menangis terisak, dan pelukannya seketika membuatku kaku, tak tahu harus berbuat apa. Selama satu tahun ini, aku sama sekali belum pernah mendapatkan pelukan Vina se-erat ini. Membuatku sedikit luluh, apalagi dengan tangisannya. Membuatku merasa bersalah karena semenjak insiden perselingkuhannya, aku berubah menjadi super cuek dengan Vina.
"Maafin aku Fatur, aku gak bermaksud nyakitin kamu. Aku masih cinta sama kamu. Plies Fatur jgn putusin aku. Aku janji sama kamu gak bakalan ngecewain kamu." Ucap Vina dengan isakannya. Membuatku bingung harus bertindak apa. Sebenarnya aku masih mencintainya. Namun jika kuingat insiden itu, seketika rasa cintaku menjadi lenyap. Dan yang lebih parah lagi, Vina selingkuh dengan Toni, sahabatku. Ya Tuhan, waktu itu aku sangat sakit hati. Belum pernah sekalipun aku merasakan sakit yg begitu sakit. Ku usap lembut rambut Vina yang berada di dadaku. Dengan perlahan, aku melepaskan pelukan Vina, lalu kutatap wajahnya dengan seksama. Aku melihat Vina tertuduk, dengam matanya yang masih dipenuhi linangan air mata. Ku usap air matanya yang jatuh di pipi lembutnya.
"Kita pulang yuk Vin. Gak enak di liatin orang. Lagian ini juga udah malam banget, pasti kamu udah ngantuk kan. Nanti aku antar kamu pulang yah!!" Ucapku lembut dengan Vina, berharap dia bisa mengerti dengan keadaan sekarang. Gila aja, apa nanti kata tetangga kalau liat aku sama cewek yang lagi nangis. Vina hanya mengangguk tanda setuju dengan penawaranku. Ku hampiri taxi yang telah menunggu Vina untuk membayar ongkos taxi. Lalu setelah itu, ku ambil motor yang terparkir di garasi, dan bergegas mengantar Vina pulang. Sepanjang perjalanan, kami hanya diam, tak satupun dari kami ingin memulai pembicaraan. Hanya saja, sepanjang perjalanan, Vina terus saja melingkarkan tangannya di perutku, lalu kepalannya bersandar di bahuku. Membuat bengingung menentukan sikapku selanjutnya. Hingga akhirnya, kamipun sampai dirumah Vina.
"Kita udah nyampe Vin." Vina yg sepertinya terpejam, melepaskan pelukannya, lalu turun dari jok motor. Vina berdiri disampingku dengan kelakuannya seperti saat dia di rumahku, bocah yang malu meminta permen. Bahkan bocah jaman sekarang tidak ada yang seperti itu ketika meminta permen, bahkan bocah jaman skarang udah gak mau minta permen, lebih dari permen. Ah sudahlah, knp aku malah mikir yg gak jelas kayak gini.
"Fatur?" panggilan Vina memecah lamunanku. Membuatku bingung harus berbuat apa sekarang. Apa aku langsung pulang aja kerumah? Ah gak, ini malah tambah rumit. Kuturunkan standar motorku. Lalu aku turun dari motor. Kuharap apa yang aku lakukan saat ini benar2 baik.
"Vin, aku harus bilang ini ke kamu. Jujur, aku masih sayang sama kamu. Tp kamu selingkuh Vin. Itu bikin aku sakit. Dan lebih parah, kamu selingkuh Toni, sahabat baikku sendiri." Ucaku penuh pengertian. Kulihat Vina hanya tertunduk pasrah.
"Seandainnya kamu selingkuh sama orang asing, mungkin sakitnya gak seperti ini. Tp, kamu sama Toni??? Tau gak, kamu gak hanya ngerusak hubungan kita, tp persahabatan aku dgn Toni juga." Tambahku lagi.
"Maafin aku Fath, aku..." ucap Vina dengan isakan dan air matanya yang langsung ku bungkam dengan jari telunjukku. Waduh ini klise banget! Kayak di sinetron-sinetron. Tp ya sudahlah, cuman ini yg bisa kulakukan. Lagian, sinetron juga terinspirasi dari kenyataan.
"Aku udah maafin kamu kok. Tp untuk balikan, sepertinya udah gak bisa. Walaupun kita balikan, pasti udah gak kayak dulu. Kamu gak mikirin bagaimana kita kalau balikan, apa masih kayak dulu? Bagaimana aku dgn Toni, kau dgn Toni? kita ada dilingkungan pertemanan yang sama. Balikan itu kayak baca buku 2 kali, endingnya sama." ucapku mantap. Aku gak habis pikir bakalan ngomong kayak gini. Kulihat Vina hanya menangis. Apa benar dia cinta mati sama aku? Atau dia cuman drama? Ah, aku jadi pusing ngeliat Vina. Ingin rasanya benar-benar meninggalkan Jakarta. "Lho tega yah Fath, gue udah ngemis kayak gini ke lho, tp lho gak mau nerima gue." ucap Vina yg skarang udah pake "lho-gue". yang benar aja, siapa suruh kamu mau ngemis cinta, itu sama aja kalau kamu merendahkan dirimu sendiri.
"Maaf yah Vin, gue gak bisa. Satu lagi, besok pagi gue bakalan berangkat ke Makassar. Gue bakalan kuliah disana dan....
" plakkk....
"Basi tau gak lho." ucap Vina menghentikan ucapanku dengan tamparannya, lalu pergi meninggalkanku, memasuki gang menuju rumahnya. Aku hanya bisa mengelus pipi kiriku yang lumayan sakit dan sepertinya memerah. Itu cewek benar2 gila!!! Nyesel banget aku ngantar dia. Aku segera menaiki motorku, meninggalkan Vina. Ingin secepatnya aku pulang ke rumah. Mengemasi pakaian dan barang2ku, dan beristirahat. Semoga besok pagi, aku udah benar2 melupakan kejadian malam ini, fiuhh semoga saja.
***
"Kamu yakin dgn keputusanmu sekarang?" tanya mamah mengagetkanku yang sedang dikamar membantuku membereskan barang2ku.
"Iya mah, Fatur udah yakin." jawabku sembari memilih barang2 yang akan ku bawa. Pagi ini aku sudah mengemasi pakaianku, hanya tinggal ke bandara saja. Sebelumnya aku sudah bilang pada mama kalau aku gak usah di antar sama ayah. Selain aku gak suka dengannya, aku juga gak mau ngerepotin dia. Aku memilih untuk naik taxi saja di temenin mamah. Sebenarnya aku tidak ingin mamah mengantarku ke bandara. Bukan apa2, hanya saja aku tidak ingin mamah sedih, walau sebenarnya tanpa mengantarku pun, mamah tetap sedih. Tp mamah tetap kekeh ingin ikut. "Kalau kamu mau, kamu bisa batalin kuliahmu disana. Di Jakarta malah banyak kampus yg mungkin lebih bagus dari pada di sana." ucap mamah meyakinkanku yg sepertinya masih belum rela dgn kepergianku. Aku hanya bisa mendengus mendengarkan perkataan mamah barusan. Jujur aku jg berat ninggalin mamah. Di satu sisi, aku sayang sama mama, aku gak mau ninggalin mamah. Kami sudah hidup bersama selama 18 thn dan baru kali ini kami berpisah dalam waktu yg cukup lama. Aku mengerti perasaan mamah. Ibu mana di dunia ini yg tidak sedih jika terpisah dgn anaknya? Begitu juga sebaliknya. Tp disisi lain, banyak hal yang mengharuskanku ke Makassar. Pertama, aku kangen papah. Sudah setahun lebih kami gak ketemu. Yg ke dua, aku gak cocok dgn ayah, aku gak bisa hidup bersamanya. Kami selalu beradu pendapat dalam berbagai hal, membuatku jengah dengan kelakuannya. Walaupun dia sempat menasehatiku untk tetap disini, tp sepertinya dia tdk tulus mengucapkannya. Ke tiga, aku ingin belajar mandiri. Walau aku sebenarnya tidak yakin dng alasan yg ketiga. Namun aku menggunakan alasan pertama dan ke tiga untuk meyakinkan mamah atas keberangkatanku ini. Aku melihat mama sedang memandang fotoku dengannya yg kupajang di meja belajar. Ku hampiri mamh dan ku peluk dari belakang.
"Mah, jangan ngomong gitu dong. Kan papah dan Fatur udah milih kampus yg bagus. Mamah cukup do'ain Fatur biar cepet2 selesai kuliah." Ucapku meyakinkan mamah.
"Rumah bakalan sepi kalau gak ada kamu."
"Kan ada ayah, ada Feby, Fian yg nemenin mamah. Sahutku. Feby dan Fian adlh ke dua adikku. Feby 2 tahun lebih mudah dariku, dia baru kelas 2 SMA. Sedangkan Fian kelas 6 SD.
"Yah tetap aja, mamah bakalan kesepian."
"Yaelah mah, kan bisa teleponan, skype. Liburan semester bakalan balik ke Jakarta kok." Kemudian ku balik tubuh mamah, dan ku peluk dengan penuh ketulusan.
"Mamah bakalan kangen sama kamu" Ucap mamah di pelukanku dan sepertinya mamah menangis. Ah... aku tidak tahan seperti ini.
"Aku juga mah" Ucapku.
*******
Aku, mamah, dan Feby sampai di bandara. Si Fian gak ikut, soalnya ada urusan katanya. Gila tuh anak, masih SD udah banyak urusan, gimana besar nanti? Saat sedang menurunkan barangku dari bagasi Taxi, hp ku berdering dari kantong celanaku.
"Halo pah??"
"Kamu udah dimana?" Tanya papah dari balik telepon. "Aku udah di Bandara Soekarno." "Kabarin papah kalau udah nyampe. Soalnya mungkin kamu harus nunggu di bandara sekitar 1 jam."
"Memang papah lagi ngapain?"
"Papah ada rapat penting."
"Yaelah pah, jangan lama2 deh."
"Iya2." Ucap papah menutup teleponnya. Wah, aku gak sabar ketemu papah.
"Papamu yah?" Tanya mamah. Belum sempat aku menjawab, Feby menjitak kepalaku dengan se enaknya.
"Kurang ajar banget sih lho?" Ucapku sembari mengelus kepalaku yg agak sakit. Feby memang sedikit kasar alias tomboy. Membuatku sering berantem kecil-kecilan. Walaupun begitu, dia tetap punya jiwa kasih sayang. Tp kadang ia malu memperlihatkannya.
"Lho tuh yg kurang ajar, barang lho yg sebanyak ini lho biarin gue yg angkat" Ucap Feby.
"Iya kali banyak Feb. 2 koper aja lho ngeluh. Lagian skali2 lho bantu gue. Gue udah mau pergi lho masih nyiksa gue.
"Udah2, jangan pada ribut. Kamu jg Feby, kakakmu udah mau pergi, kamu masih kayak gitu aja." Ucap mama melerai pertengkaran kecil kami. Feby hanya nyengir memandang mamah dan mencibir saat memandangku. Ah... Aku juga bakalan kangen dengan saudaraku yang satu ini. "Udah ah, aku mau cabut skarang." Ucapku ke mamah dan Feby.
"Yaelah... Buru2 amat. Sini lho." Ucap Feby memerintahku untuk mendekatinya. Saat itu, Feby memelukku dengan erat, yang langsung saja kubalas dengan pelukan erat.
"Gue bakalan kangen sama lho tau gak" Ucap Feby.
"Gue juga tau gak." Ucapku sembari melepaskan pelukanku. Dan saat itu, aku melihat mata Feby berlinang.
"Yaelah, cengeng banget sih lho. Gue cuman pergi sebentar doang." Ucapku menghibur Feby.
"Huhh, sialan lho." Ucap Feby sambil menyeka air matanya. Saat mataku tertuju ke mamah, kulihat mamah ikut terharu dan langsung memelukku. Ah... Aku bilang juga apa, pasti mamah kayak gini. "Kamu baik2 yah disana. Jangan bandel. Dengerin apa kata papahmu disana. Kuliah yg benner. Gak usah pacaran dlu kalau perlu. Jangan lupa telepon mamah dgn adik-adikmu. Kalau kamu libur panjang, usahakan untuk pulang kesini" Ucap mamah dengan panjang lebar yg di ikuti dengan isakannya.
"Iya mah. Fatur janji bakalan ngelakuin apa yg mamah bilang barusan." Ucapku menenangkan mamah.
"Udah yah acara perpisahannya. Pesawat udah mau berangkat nih." Ucapku sembari mengambil koperku. Aku menyalami mamah, setelah itu meninggalkannya.
"Titip salam buat papah." Teriak Feby dari kejauhan yg kubalas dengan mengacungkan jempolku sembari memberikan senyum terbaikku kepada mereka. Saat aku berbalik meninggalkan mereka, kurasakan air mataku jatuh. Ah... Sedari tadi aku menahannya.
Chapter 2
Finally, aku sudah sampai di Bandara International Sultan Hasanuddin. Bandara ini lumayan bagus. Sepertinya aku bakalan betah menungguh papah di sini. Ku ambil hp ku dan ku cari nama papah di contak.
"Tutut... Tutut... Knp Fath?" Tanya papah dari balik telepon.
"Aku udah nyampe pah."
"Yaudah, kamu tunggu yah. Dikit lagi kok." Ucap papah. Saat kulihat salah satu restoran yg ada di bandara ini, seketika rasa lapar menghampiriku. "Pah, Fatur tunggu di Solaria yah. Papah telepon kalau udah nyampe."
"Solariah? Maksudnya?"
"Yaelah pah, solaria restoran." Ucapku mengingatkan papah.
"Oh, hahahaha, iya2. Papah baru ingat. Ucap papah dengan tawanya yg renya, membuatku tak sabar bertemu dengannya.
"Udah dulu yah pah, Fatur mau makan. Jangan lupa telepon kalau udah nyampe." Ucaku sembari mematikan telepon papah. Gak kerasa aku udah nyampe di depan restoran ini. Saat ku buka pintu restoran, aroma makanan seketika menyapa indra penciumanku. Restoran ini lumayan sepi, hanya ada beberapa orang yg kulihat. Langsung saja aku menuju meja terdekat. Dan tak lama setelah itu, seorang pelayan menghampiriku
"Selamat siang mas. Mau pesan apa." Ucap sang pelayan. Sebenarnya aku mau banget makanan yg berat, hanya saja, belakanga ini aku sering makan yg berlemak dan kurang olahraga, dan akhirnya perut kotak-kotakku hampir punah. Untung saja, aku cepat mengatasinya. Namun kali ini, aku sudah sangat lapar. Td pagi jg gak sarapan. Jadi skali-skali gak apa-apalah.
"Chicken Mozarella dan Frozen Capucino masing- masing satu mba." Saat selesai kusebut pesananku, senyum pelayan yg sumringah tiba2 menghilang berganti dengan tatapan serta mimik wajah yg sinis dan jutek. Gak ramah banget nih orang? Atau ada yg salah dengan ucapanku? Ah, gak kayaknya. Atau penampilanku. Masa ia gayaku bikin sakit mata. Pelayan itu hanya berbalik meninggalkanku, memberikan kesan yg kurang enak. Ah bodo amat, yg penting aku makan. Sembari menunggu, ku cek hpku untuk membaca pesan yg masuk di bbm. Hanya dari mamah, Feby, dan teman-teman. Tp yg mengagetkanku, ada pesan dari Toni. Inti pesannya hanya permohonan maaf. Gila, knp baru skarang minta maafnya? Walaupun sebenarnya tidak ada kata terlambat untk minta maaf. Namun hanya saja, aku menginginkan minta maaf secara langsung, bukan lewat pesan seperti ini. Jadi kuputuskan untuk tidak membalas pesan Toni. Setelah ku kunci layar hpku, akhirnya pelayan yang jutek itu datang, membawakan pesananku. Masih dgn mimik wajah yg jutek, pelayan itu menghampiriku. Krn tidak enak rasanya melihat dia dgn tampang juteknya, akhirnya aku bersikap ramah dgnnya.
"Mmm.. Terima kasih ya mba!" ucapku dgn ramah sembari memberikan senyum hangatku. Namun nampaknya itu tidak berhasil. Malah matanya melototiku. Dan ketika kulihat papan nama yg ada di dada kanannya, kini aku sadar apa kesalahanku. "Maaf yah mas. Tp saya cowok." Ucapnya sembari meletakkan pesananku dgn agak kasar. Membuatku tersentak. Dan setelah itu, aku hanya menatapnya pergi. Aku tidak menyangka jika dia seorang cowok. Dengan wajahnya yang sedikit baby face, kulit wajahnya yg putih, dan rambut panjangnya yang terikat, membuatnya terlihat seperti seorang wanita. Hanya suaranya saja yang lumayan agak cowok. Itupun jika di perhatikan dengan seksama. Saat kuperhatikan dia jalan, gesturnya juga layaknya cowok ketika jalan. Ah... Niatnya mau makan, jadi malah dapat kayak gini. Selera makanku jadi agak berkurang. Namun ku paksakan saja untuk memakannya, kepalang tanggung.
*****
Belum sempat aku menghabiskan makananku, telepon papah sudah ada. Katanya dia menunggu disampin restauran, langsung saja aku mengemasi barangku dan kekasir untuk membayar pesananku.
"Terima kasih mas." ucap sang kasir.
"Sama-sama. Mba, bisa minta tolong gak?"
"Iya, ada apa mas?"
"Mmm... Tolong berikan ini sama pelayan yang namanya Fero Purnama."
"Baik mas, kami akan berikan." Ucap sang kasir menerima amplop yang kuberikan. Sebelumnya aku telah membuat amplop berisikan permohonan maaf untuk pelayan yg tadi. Walapun aku ngerasa gak sepenuhnya salah, tp tetap aja aku ngerasa gak enak sama dia, makanya aku membuatnya. Aku langsung meninggalkan restoran dan mencari papah. Dan ketika aku keluar dari pintu, kulihat papah dari kejauhan berjalan untuk mendekatiku. Wah, sosok papah masih belum berubah ternyata. Hanya rambutnya saja yg sedikit ditumbuhi rambut putih. Selebihnya, masih seperti papah yang kutemui 1 tahun yg lalu. Ku langkahkan kakiku mendekati papah.
"Lama banget sih pah?" Ucapku sambil mencium tangan papah.
"Wah, kamu udah kangen skali ternyata." Ucap papah. Setelah itu aku tertawa dan memeluk papah.
"Udah, kita langsung kerumah aja." Ucap papah. "Ok deh pah." Ucapku. Sepanjang perjalanan, kami saling bercerita tentang berbagai hal, tentang kehidupanku di Jakarta, tentang mamah dan ayah, adik-adikku, kampus yg akan ku tempati, dan rumah papah. Papah bilang, dia tinggal di Makassar bersama tante Dini dan suami serta Andra. Tante Dini itu adiknya papah. Yah, aku pikir gak masalah, biar rumah gak sepi-sepi amat. Lagian juga ada si Andra, anaknya tante Dini. Walaupun sebenarnya aku gak yakin kalau Andra bisa diajak seru-seruan. Soalnya tuh anak gak banyak ngomong. Yah, terakhir aku ketemu waktu aku kelas 3 SMP. Waktu itu dia pakai kacamata, dgn rambutnya yg belah tengah, membuatnya terlihat culun. Walaupun begitu di punya otak jenius. Papah bilang, dia punya IQ 120 waktu masih SD. Sebenarnya aku tidak mengerti tentang IQ. Lagian percuma aja jd org pintar kalau anti sosal.
"Kita hampir sampai" Kata papah ketika mobil memasuki sebuah perumahan yg menurutku terbilang perumahan elit. Namun agak sepi. Yah maklumlah, seperti perumahan pada umumnya. Di isi dgn orang-orang yang berangkat pagi pulang malam. Siangnya pasti sepi. Kami akhirnya sampai di rumah papah. Jaraknya cukup dekat dari pintu utama perumahan. Rumah papah gak kalah keren dari rumah ayah di Jakarta. Terdiri dari 2 lantai yang di dominasi dgn cat putih. Ada halaman depan yg cukup luas, yg berisi pot bunga yg begitu banyak, dan sejenis air mancur. Hmmm... Pasti ini kerjaan tante Dini.
"Gimana, rumah papah bagus gak?" tanya papah yg sepertinya sedang mendapatiku memperhatikan halaman.
"Lumayan lah pah, gak kalah keren dari rumah ayah." Ucapku. Kami langsung memasuki rumah. Di dalam rumah pun sangatlah bagus. Wah, sepertinya aku bakalan betah disini. Papah mengantarku ke lantai 2. Tepatnya di kamarku. "Orang rumah pada kemana pah?" "Om Yusuf lagi kerja, tante Dini ada urusan mungkin, si Andra gak tau kemana. Nah, ini dia kamarmu." ucap papah sambil membuka pintu kamarku. Ukurannya lumayan luas, udah ada ranjang, lemari, AC dan WC. Komplit lah. Juga ada jendela kaca yg cukup besar, yang menghubungkan antara kamarku dan balkon. Dan kalian tahu, ternyata ada halaman belakang yg luas. Ada lapangan basket beserta ringny. Ada pohon mangga dan rambutan. Serta ada trampolin. Aneh, knp ada trampolin.
"Wah, halaman belakangnya luas banget pah! Ada lapangan basket lagi."
"Iya, tantemu suka dgn halaman belakang."
"Knp gak bangun kolam renang aja pah? Kan keren?"
"Repot nak. Lagian, gak ada yg suka berenang disini." Ucap papah di sampingku.
"Terus, knp ada trampolin?"
"Oh, itu si Andra sering kesitu kalau lg belajar. Biasannya sama teman2nya. Oh iya nak, papah harus balik ke kampus dlu. Papah masih ada jadwal mengajar. Kalau ada apa-apa, telepon aja." "Ok pah." Setelah papah pergi, aku berkeliling rumah ini. Yah memang luas sih, seperti dugaanku. Lantai dua ada 5 kamar, dan di bawah ada 2 kamar, ruang tamu, ruang keluarga, dan dapur. Masing2 dibatasi dgn tembok. Setelah itu, aku ke halaman belakang. Yup, benar2 luas. Ada beberapa tanaman yg menghiasi, serta rerumputan yg rapih. Seketika mataku tertuju pada trampolin yg kulihat waktu aku di kamar. Si Andra main trampolin? Kayak anak kecil aja. Mungkin dia gak bahagia kali waktu kecil. Ckckck. Krn penasaran, aku menaiki trampolin itu. Jujur aku baru pertama kali liat trampolin secara langsung. Biasanya aku hanya melihatnya di tv dlm acara sirkus. Barangkali si Andra terobsesi jd pemain sirkus kali. Hahahaha. Seketika kubayangkan diriku bermain trampolin dgn riang gembira. Ah, gak banget. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku, mencoba menghilangkan khayalan bodoh itu. Langsung saja aku tinggalkan halaman dan pergi ke kamarku beristirahat.
*****
"Tur.... Fatur.... Fatur, bangun nak." Sayup-sayup kudengar suara papah yg sepertinya berusaha membangunkanku, yg membuatku terbangun dari alam mimpi, sepertinya aku tidur cukup lama. "Mmm, iya pah." Ucapku dgn agak malas.
"Kamu udah mandi kah?"
"Belom pah. Memang udah jam brp pah?"
"Udah stenga lima. Cepat mandi gih, biar segar. Habis itu turun ke bawah."
"Memang knp dibawah pah?"
"Gak ada apa2 sebenarnya. Cuman tantemu udah ada, dr tadi udah nanyain kamu. Cepat sana mandi."
"Iya pah." Ucapku sembari mengambil handuk di koper. Namun saat ku buka koperku, isinya udah kosong. Waduh.
"Papah udah pindahin barang-barangmu di lemari. Handukmu udah ada di kamar mandi. Peralatan mandi jg udah ada di kamar mandi." Ucap papah lalu meninggalkanku. Aku hanya memandangnya pergi, dan kurasakan sebuah senyum terlukis di wajahku.
"Thanks pah." Ucapku. Setelah menempuh perjalanan Jakarta-Makassar, rasanya cukup melelahkan juga. Sepertinya aku memang membutuhkan mandi air hangata agar otot2ku rilex. Langsung saja aku memasuki kamar mandi, menelanjangi tubuhku. Saat kulihat pantulan bayanganku di cermin, aku berfikir bahwa sepertinya kehidupanku di Makassar akan berbeda. Aku merasa akan ada sesuatu hal yg akan mengubah hidupku. Entah itu apa, atau siapa. Yg jelasnya aku jalanin sj dulu. Lalu pandanganku beralih ke bayangan perutku di cermin. Dgn refleks, aku merabah perutku. Ah, perutku masih punya 6 kotak ternyata, aku kira bakalan agak buncit setelah makan di restoran tadi. Ngomong2 tentang restoran, aku jd ingat sama pelayan itu. Aku lupa namanya siapa. Hahahaha, aku baru lihat cowok cantik kayak dia. Hahaha, cowok cantik. Waduh, knp aku mikir yg egak2. Kunyalakan shower di kamar mandi dan kurasakan air hangat namun menyegarkan menyentuh setiap pori-poriku. Ah segar, sepertinya ada perasaan lain yg mengusikku. Perasaan yg membuat bagian pertengahan dari tubuhku menegang. Ah, aku jadi gak tahan. Segera ku usap tangan kananku dgn sabun cair. Sperma, bersiap-siaplah keluar.
******
Setelah mandi dan berpakaian, aku langsung saja turun menemui papah. Namun saat aku udah di anak tangga, aku tidak melihat papah di ruang keluarga. Hanya ada oom Yusuf dan tante Dini yg sedang nonton tv sambil menikmati tea dan beberapa cookies. Aku langsung saja menghampirinya.
"Sore oom, tante." sapaku dgn ramah.
"Eh, Fatur. Udah bangun yah. Sini duduk." Ucap tante Dini menawariku untk duduk. Oom Yusuf hanya tersenyum saja saat ku sapa. Sepertinya oom Yusuf gak banyak bicara, tp dari senyumnya, sepertinya dia org yg ramah. Wajahnya mirip seperti Andra yg terakhir kulihat bbrapa tahun yg lalu. Maklumlah, kan ayah dan anak. Sedangkan tante Dini masih sama seperti dulu. Cerewet namun ramah.
"Hehehe, maaf tante. Habisnya kecapean sih. Tp skarang udah seger. Habis mandi soalnya." ucapku.
"Oh, gak apa2 kok. Ayo diminun teanya. Mumpumg masih hangat. Kuenya juga."
"Iya tante. Ngomong2, papah dimana yah?"
"Oh, lagi mandi kayaknya. Dia jg baru pulang." Ucap tante Dini. Selanjutnya, kami hanya membicarakan masalah kuliahku, kehidupan disini, juga keadaan mamah dan adik-adikku di Jakarta. Aduh, aku lupa ngasih kabar ke mamah. Pasti mamah bakalan ngomel lagi.
"Tante, Fatur permisi dulu yah ke atas. Mau nelfon mamah. Belum ngasih kabar soalnya."
"Oh, iya2. Cepat sana. Nanti mamahmu malah ngomel lagi." Ucap tante. Saat aku hampir menaiki tangga, tiba2 papah keluar dari kamarnya yg ada di samping tangga.
"Mau kemana kamu? Buru2 amat?" Tanya papah. "Mau nelfon mamah dulu." Ucapku sambil terus menaiki anak tangga.
"Papah udah telefon mamahmu." Ucap papah yg seketika menghentikan langkahku. Saat aku berbalik menatapnya, papah hanya tersenyum sambil berolak pinggang. Aku membalas papah dengan senyum jg. Fiuh.... Thanks pah. Lalu aku segera ke kamar mencari hpku. Saat kuliha notifikasi hpku, ternyata udah ada 10 panggilan tak terjawab dari mamah, 2 dari papah, serta bbm dari teman2. Ah... Pasti mamah khawatir. Langsung saja aku menelpon mamah.
"Tuuutt... Tuuutt. Halo mah?" kataku.
"Iya knp nak?" Ucap mamah yg sepertinya tidak marah. Uhh... Syukurlah.
"Maaf yah mah, ak..."
"Gak apa2. Papamuh udah nelfon. Gimana disana?"
"Baik kok mah. Disini ada tante Dini dgn oom Yusuf. Mereka baik mah." Ucapku sambil berjalan ke arah balkon kamarku. Dan ketika sampai, kulihat Andra sedang duduk di pinggir trampolin sambil baca buku bersama seorang cewek yg sedang melompat-lompat di trampolin itu sambil berbicara, entah dia ngomong sama Andra atau siapa? Krn yg kulihat, Andra hanya sibuk membaca bukunya. Ternyata Andra udah sedikit berbeda dari yg dulu. Aku bisa melihat perubahan itu walau dari kejauhan. Andra agak berisi dan gak ada lagi belah tengah, tp belah samping. Hahaha lumayanlah gak culun2 amat, hanya kacamatanya saja yg masih tetap. Cewek itu Sepertinya teman Andra.
"Yaudah, kamu baik2 disana. Ingat pesan mamah." Ucap mamah
"Iya mah. Mamah jg baik2 disana. Salam sama Feby dan Fian. Sama ayah juga." "
Kamu kalau ada apa2 disana jangan lupa kabarin mamah. Ingat itu."
"Iya mah."
"Yaudah, mamah matiin telfonnya." Ucap mamah. Sementara aku terus memperhatikan Andra dan cewek itu di bawah. Yah lumayan cantik cewek itu. Atau jangan2 mereka pacaran yah? Kalau benar iya, si Andra jago juga milihnya. Tp sepertinya mereka tidak pacaran. Hanya sebatas sahabtat menurutku. Masa ia cewek itu bebas masuk ke rumah ini. Entah apa yg mempengaruhiku, tiba2 aku memanggil Andra.
"Andraaa." Teriakku dengan lantang. Dan kemudian Andra dan cewek itu mengalihkan pandangannya ke aku. Andra hanya melambaikan tangannya sembari tersenyum. Sedangkan cewek itu seketika berhenti dari lompatannya, dan memandangiku.
"Kamu udah bangun? Ayo turun di sini." Teriak Andra mengajakku untuk bergabungan dengannya. Sepertinya sikap Andra juga udah berubah, udah gak kaku seperti dulu. Wah, ini anak banyak perubahan. Semoga saja IQ nya jg berubah, jadi meningkat, bukan malah menurun. Sementara cewek itu melanjutkan lompatannya. Sepertinya dia sedikit cuek. Cewek aneh, baru ketemu aja udah ngasih kesan yang buruk. Aku jadi males ke bawah. Bukan apa2, aku hanya malas berakting sok ramah dgn cewek itu. Kalau aku cuek sama dia, nanti malah aku yg ngasih kesan yg "Kamu udah bangun? Ayo turun di sini." Teriak Andra mengajakku untuk bergabungan dengannya. Sepertinya sikap Andra juga udah berubah, udah gak kaku seperti dulu. Wah, ini anak banyak perubahan. Semoga saja IQ nya jg berubah, jadi meningkat, bukan malah menurun. Sementara cewek itu melanjutkan lompatannya. Sepertinya dia sedikit cuek. Cewek aneh, baru ketemu aja udah ngasih kesan yang buruk. Aku jadi males ke bawah. Bukan apa2, aku hanya malas berakting sok ramah dgn cewek itu. Kalau aku cuek sama dia, nanti malah aku yg ngasih kesan yg "Kamu udah bangun? Ayo turun di sini." Teriak Andra mengajakku untuk bergabungan dengannya. Sepertinya sikap Andra juga udah berubah, udah gak kaku seperti dulu. Wah, ini anak banyak perubahan. Semoga saja IQ nya jg berubah, jadi meningkat, bukan malah menurun. Sementara cewek itu melanjutkan lompatannya. Sepertinya dia sedikit cuek. Cewek aneh, baru ketemu aja udah ngasih kesan yang buruk. Aku jadi males ke bawah. Bukan apa2, aku hanya malas berakting sok ramah dgn cewek itu. Kalau aku cuek sama dia, nanti malah aku yg ngasih kesan yg "Kamu udah bangun? Ayo turun di sini." Teriak Andra mengajakku untuk bergabungan dengannya. Sepertinya sikap Andra juga udah berubah, udah gak kaku seperti dulu. Wah, ini anak banyak perubahan. Semoga saja IQ nya jg berubah, jadi meningkat, bukan malah menurun. Sementara cewek itu melanjutkan lompatannya. Sepertinya dia sedikit cuek. Cewek aneh, baru ketemu aja udah ngasih kesan yang buruk. Aku jadi males ke bawah. Bukan apa2, aku hanya malas berakting sok ramah dgn cewek itu. Kalau aku cuek sama dia, nanti malah aku yg ngasih kesan yg "Kamu udah bangun? Ayo turun di sini." Teriak Andra mengajakku untuk bergabungan dengannya. Sepertinya sikap Andra juga udah berubah, udah gak kaku seperti dulu. Wah, ini anak banyak perubahan. Semoga saja IQ nya jg berubah, jadi meningkat, bukan malah menurun. Sementara cewek itu melanjutkan lompatannya. Sepertinya dia sedikit cuek. Cewek aneh, baru ketemu aja udah ngasih kesan yang buruk. Aku jadi males ke bawah. Bukan apa2, aku hanya malas berakting sok ramah dgn cewek itu. Kalau aku cuek sama dia, nanti malah aku yg ngasih kesan yg "Kamu udah bangun? Ayo turun di sini." Teriak Andra mengajakku untuk bergabungan dengannya. Sepertinya sikap Andra juga udah berubah, udah gak kaku seperti dulu. Wah, ini anak banyak perubahan. Semoga saja IQ nya jg berubah, jadi meningkat, bukan malah menurun. Sementara cewek itu melanjutkan lompatannya. Sepertinya dia sedikit cuek. Cewek aneh, baru ketemu aja udah ngasih kesan yang buruk. Aku jadi males ke bawah. Bukan apa2, aku hanya malas berakting sok ramah dgn cewek itu. Kalau aku cuek sama dia, nanti malah aku yg ngasih kesan yg "Kamu udah bangun? Ayo turun di sini." Teriak Andra mengajakku untuk bergabungan dengannya. Sepertinya sikap Andra juga udah berubah, udah gak kaku seperti dulu. Wah, ini anak banyak perubahan. Semoga saja IQ nya jg berubah, jadi meningkat, bukan malah menurun. Sementara cewek itu melanjutkan lompatannya. Sepertinya dia sedikit cuek. Cewek aneh, baru ketemu aja udah ngasih kesan yang buruk. Aku jadi males ke bawah. Bukan apa2, aku hanya malas berakting sok ramah dgn cewek itu. Kalau aku cuek sama dia, nanti malah aku yg ngasih kesan yg "Kamu udah bangun? Ayo turun di sini." Teriak Andra mengajakku untuk bergabungan dengannya. Sepertinya sikap Andra juga udah berubah, udah gak kaku seperti dulu. Wah, ini anak banyak perubahan. Semoga saja IQ nya jg berubah, jadi meningkat, bukan malah menurun. Sementara cewek itu melanjutkan lompatannya. Sepertinya dia sedikit cuek. Cewek aneh, baru ketemu aja udah ngasih kesan yang buruk. Aku jadi males ke bawah. Bukan apa2, aku hanya malas berakting sok ramah dgn cewek itu. Kalau aku cuek sama dia, nanti malah aku yg ngasih kesan yg buruk.
"Bentar aja. Gue mau beresin barang." Teriakku berbohong. Nanti sajalah aku bertemu dgn Andra. Lagian masih banyaktu untuk seru-seruan dgn sepupuku itu. Akan lebih baik jika aku ngobrol2 dgn papah saja dlu.
*****
Waktu telah menunjukkan pukul 8 malam. Kami serumah sedang menikmati makan malam bersama. Ini makan malam pertamaku di rumah papah, sekaligus makan malam pertamaku tanpa mamah. Memang masih ada rasa-rasa yg membuatku kurang nyaman. Tp aku anak yg cepat menyesuaikan diri. Aku yakin, beberapa hari kemudian, aku akan terbiasa dgn lingkungan baruku ini. Lagian, gak jauh bedalah antara di sini dgn rumah mamah di Jakarta. Entahlah jika Makassar gak jauh beda juga dgn Jakarta. Tp sepertinya jauh berbeda. Aku jadi penasaran dgn kota ini. Jika ada kesempatan, aku akan menelusuri jalan kota ini. Semoga saja papah memberiku kebebasan.
"Ini dia capcainya." Ucap tante Dini sambil membawa sepiring capcai. Wahhh... Sepertinya lezat. Apalagi dgn hidangan hidangan yg lain di atas meja, membuat air liurku sampai tumpah2. Hahaha, berlebihan. Namun, untuk malam ini, aku hanya makan roti selai saja. Aku harus menjaga tubuhku biar tetap terbentuk. Td pagi aku udah makan berat, masa iya malam ini juga makan berat. Walaupun sebenarnya dgn makan malam ini gak membuat badanku seketika menjadi gemuk. Tp kalau di biarkan terus, bisa2 tiap malam aku bisa menghabiskan makanan di meja. Kalau di Jakarta dlu, paling makan yg berat2 kalau lg makan siang. Itupun harus di barengi olahraga yg teratur. Entahlah, aku hanya takut kehilangan tubuhku yg ehmmm... Bisa dibilang sempurna. Walaupun dalam keluargaku gak ada keturunan gemuk, tp yah, namanya jg takut gemuk. Fiuh... Sepertinya aku harus mulai rutin olahraga. Aaarrrggghhh, hidupku ribet banget dah
"Fatur, knp makan roti doang nak. Gak suka yah sm masakan tante?" Tanya tante Dini mengagetkanku.
"Eh, gak kok tante. Cuman Fatur udah kenyang. Hehe." Ucapku bebohong.
"Dia takut badannya gemuk Dini. Biasalah, jaga badan." Ucap papah yg memang sudah mengetahui kebiasaanku.
"Oh, gitu. Tp hati2 lho, nanti kamu sakit kalau jarang makan malam. Kalau tante sih, mendingan porsi makananmu di kurangin. Bayak makan sayur dan buah, dan jangan lupa olahraga yg teratur." Ucap tante Dini menasehatiku. Yah, sejauh ini, aku belum pernah jatuh sakit. semoga saja tidak.
"Iya tante." Ucapku. Selanjutnya, kami makan bersama sambil membicarakan hal-hal yg ringan saja. Sementara aku hanya lebih banyak mendengarkan. Namun ada yg aneh, sepanjang aku makan, sepertinya Andra selalu mencuri pandangannya ke aku. Entah ini perasaanku saja atau memang seperti itu. Yg jelas ini membuatku sedikit terganggu. Tp biarlah, aku gak mau ambil pusing. Setelah makan malam, aku langsung saja ke kamar untuk beristirahat. Tp belum sempat beberapa menit di kamar, papah manggil aku untuk ke ruang keluarga. Sepertinya ada yg ingin di bicarakan. Sepertinya ini cuman masalah kuliah. Aku langsung saja menemui papah di ruang keluarga. Ada jg tante Dini sedang asyik menonton program tv yg lg buming skarang.
"Ada apa pah?" Ucapku dgn duduk di samping papah.
"Besok kan kamu daftar ulang di kampus, tp papah gak bisa nemenin kamu ke kampus." Ucap papah dgn tatapannya yg tertuju ke layar leptop tanpa memperhatikanku.
"Lho, papah gak ngajar besok?"
"Papah mau ke daerah nak."
"Brapa hari pah?"
"Paling cuman 4 hari."
"Jadi gimana besok? Kan papah tau, Fatur gak tau jalan."
"Kamu ditemenin sama Andra aja. Dia masih libur sekolah."
"Yah, gak apa2 sih. Selama ada kendaraan dan Andra tau jalannya." Ucapku sambil mengambil kacang mente yg ada di toples.
"Tenang aja, si Andra udah hapal jalan." Ucap tante Dini.
"Si Andra tau jalan? Kirain dia anak rumahan tante. Hehehe." Ucapku.
"Tante jg heran, sejak masuk SMA, tuh anak udah banyak perubahan."
"Yah biasa tante. Pergaulan sekarang begitu keras. Fatur jg kayak gitu waktu SMA. Tp lihat sisi positifnya aja tante."
"Bener jg apa katamu. Huhhh... Semoga saja tuh anak gak banyak tingkah diluar sana."
"Positif aja tante. Mmm... Pah, besok gimana caranya ke kampus?"
"Kamu naik motor aja dlu. Ada di garasi kok." "Masa sih? Papah knp gak bilang2 kalau ada motor."
"Skarang kan udah tau. Udah yah, papah lg konsen." Ucap papah dgn cueknya, masih setia dgn leptopnya. Bikin gemmes aja. Sementara tante hanya tertawa gak jelas krn lawakan di tv itu. Ah, aku kayak di kacangin. Mungkin ada baiknya aku cari Andra aja. Gak enak jg sama tuh anak. Sejak sore tadi, aku belum sempat ngobrol sm dia. Soalnya temen ceweknya itu baru pulang waktu mau makan malam.
"Tante, si Andra dimana?"
"Biasanya kalau jam segini ada di halaman belakang?"
"Hah?? Ngapain dia malam2 gini di halaman?" "Biasalah Fatur. Lg pacaran sama trampolinnya." "Hahahaha, tante bisa aja." Ucapku sambil tertawa krn tak mampu menahan atas perkataan tante Dini.
"Ya habis tuh anak tiap malam di situ terus. Malah kadang2 dia bawa selimut. Jaga2 jgn sampai ketiduran katanya."
"Hahahaha, ya udah tante Fatur mau nyamperin Andra dlu." Ucapku meninggalkan papah dan tante. Dan benar saja, saat aku berada di halaman belakang, aku melihat Andra sedang tidur-tiduran sambil baca buku di atas trampolin, yg kata tante Dini pacarnya Andra. Entah buku apa yg dia baca sampai2 Andra sangat serius membacanya. Sepertinya dia tidak menyadari keberadaanku di halaman ini.
"Woi Andra, lg baca buku apa lho?" ucapku yg sepertinya mengagetkan dia. Seketika dia langsung bangun dari tidurnya dan mengambil posisi duduk silat.
"Eh, kamu Fatur, kirain siapa. Ini cuman baca buku rumus Fisika doang. Apa kabar kamu?" Ucap Andra yg menggunakan "aku-kamu". Permulaan yg bagus.
"Baik kok. Kamu gimana? Eh, sorry yah, td sore aku gak sempat nyamperin kamu." Ucapku sambil duduk di pinggir trampolin, dan menjulurkan tanganku untuk salaman dgn Andra.
"Kabar baik jg. kirain kamu gak mau turun tadi. Yah... Gak apa2lah, tp skarang kan lho udah disini." Ucap Andra menerima jabatan tanganku.
"Ok dah. Eh, ngomong2, ngapain baca buku malam2 disini?" Tanyaku pada Andra. Walau sebenarnya aku sudah tahu dari tante Dini. Selain untuk basa-basi, juga untuk lebih menjalin keakraban.
"Oh, hehehe. Yah... Aku suka aja di sini. Gak tau knp. Aku ngerasa nyaman aja jika di tempat ini." Ucap Andra sambil berbaring di atas trampolinnya, berbantalkan tangannya serta tatapannya yg lurus ke langit malam.
"Oh, gitu yah. Hati-hati aja kalau gitu, lama2 kamu bisa sakit kena angin malam mulu." Ucapku sambil berbaring di samping Andra. Trampolin ini cukup luas untuk kami berdua.
"Hahaha, bunda, ayah, sama om Syarif juga selalu nasehatin gitu." Ucap Andra sembari tertawa. Syarif adalah nama papahku.
"Itu artinya, mereka sayang sama kamu." Ucapku sembari mengambil buku yg ada di atas dada Andra. Benar saja, ini buku rumus fisika. Aku jadi ingat waktu SMA. Aku paling benci dgn pelajaran yg mengandalkan perhitungan, rumus, dan beberapa gejalah alam ini. Tp hasil UN kemarin, nilai fisikaku 8.00. Waktu itu sempat kaget. Gak nyangka aja bisa setinggi itu nilai fisikaku.
"Berarti, secara gak langsung-kamu ngakuin kalau kamu jg sayang sama aku. Hahaha." Ucap Andra sembari menoleh menatapku.
"Hahaha, sialan kamu." Ucapku sambil menjitak kepala Andra. Kudengar dia hanya meringis kesakitan sambil mengelus kepalanya. Sepertinya anak ini sudah banyak perubahan. Selain fisiknya, tingkah lakunya jg sudah banyak peningkatan. Dia sudah gak seperti Andra yg dulu, yg gak banyak bicara alias pendiam.
"Ngomong2, kamu udah kelas brp?" Tanyaku ke Andra.
"Kelas 2 kak. Eh, aku panggil kk aja yah, biar akrab aja."
"Terserah mau panggil apa. Brarti Kamu se angkatan sama Feby. Cuman dia ngambil bahasa. Hahaha, tuh anak benar2 bego."
"Hahaha, gak kali. Kali aja dia suka bahasa, yah.. Jadinya dia ngambil jurusan bahasa jg. Ngomong2, tante Farha apa kabar?" Ucap Andra membela Feby. Farha adalah nama mamahku.
"Baik kok. Feby dgn Fian jg baik. Malahan mungkin kecerdasan kamu nular ke Fian."
"Wah... Masa sih? Aku jadi penasaran sama adikmu. Emangnya Feby sm Fian ada rencana mau kesini?"
"Kalau itu aku jg gak tau Andra. Btw, kamu udah banyak perubahan sejek trakhir kita ketemu." "Perubahan? Maksudnya?"
"Ya... Udah gak cupu kayak dulu lah."
"Hahaha, benar juga sih apa yg kamu bilang. Aku jg ngerasa kayak gitu."
"Tp kecerdasanmu yg melegenda di keluarga besar kita gak berubah kan?"
"Hahaha, bisa aja kamu kalau ngomong."
"Tp itu bener lho, waktu kecil-aku sering dgar cerita tentang kamu, tentang IQ kamu, bahkan bonyok ku sering ngebanding-bandingin aku sama kamu tau gak."
"Udah ah, jangan bikin kepalaku jd besar. Tp kamu jg banyak perubahan. Terutama badanmu."
"Kalau itu sih memang aku akui. Lumayan susah sih ngebentuk badan kayak gini, tp kalau ada niat mah, pasti bisa." Ucapku ke Andra. Namun setelah itu hening beberapa saat. Aku juga bingung mau ngomong apa. Tp tiba-tiba Andra bertanya kepadaku.
"Kamu rajin nge-gym yah?" Tanya Andra yg dari suaranya... Begitu pelan.
"Kalau ke tempat fitnes sih belum pernah. Cuman rutin jogging, dan main basket aja waktu SMA. Makanya aku senang pas tahu ada lapangan basket disini. Push up dan sit up juga termasuk. Yg soal makanan pasti udah tau kan waktu makan malam tadi."
"Iya juga sih. Kirain kamu sering ke tempat gym. Tp masa iya sih bisa ngebentuk badan hanya krn olahraga seperti yg kamu bilang?" Ucap Andra yg sepertinya tdk mempercayai apa yg ku katakan. Langsung saja aku bangkit dari tidurku, lalu duduk di samping Andra dan melepaskan baju kaosku untuk membuktikan ke Andra kalau aku tidaklah bohong."
"Ini buktinya. Aku gak bohong kan!" Ucapku ke Andra. Namun kulihat Andra hanya diam saja. Bahkan sedikit salah tingkah menurutku. Kulihat jakunnya naik turun saat memandang tubuhku, lalu tatapan kami bertemu. Aku hanya tersenyum bangga kepadanya, namun dia hanya biasa saja, lalu kembali membaca bukunya. Hmmm... Sepertinya Andra cemburu dgn tubuhku. "Gimana? Kamu pasti iri kan sama aku. Hahaha... Tp tenang, kamu juga bisa punya badan kayak aku." Ucapku ke Andra. Namun tak ada respon darinya, dia hanya terus membaca bukunya, meletakkan bukunya di depan wajahnya. Sepertinya dia berusaha menghindari tatapannya. Hahaha, ni anak benar2 aneh.
"Eh, coba liat badanku, bagus kan?" Ucapku sembari mengambil buku dari tangannya.
"Apa-apaan sih kamu. Balikin gak bukunya?" Ucap Andra sedikit kesal. Hahaha, sepertinya seru juga ngerjain Andra.
"Gak akan. Sebelum kamu ngakuin kalau badanku bagus."
"Idih, maksa banget kamu. Aku gak tertarik punya badan ka
Comments
Selanjutnya kami hanya terdiam beberapa saat, aku masih berbaring terlentang, menatap bintang yg tertabur di angkasa. Benar2 indah. Pantas aja si Andra betah disini. Sementara Andra sendiri masih duduk bersilah di sampingku dan kembali membaca buku fisikanya. Nih anak benar2 deh. Tp aku tetap salut sama dia. Dia anak yg tekun. Sejak td sore aja, aku udah liat dia baca buku sama teman ceweknya. Iya yah? Cewek jutek itu siapanya Andra? Aku mau tanya, tp takutnya nanti aku di sangka kepoin dia. Lagian, aku jg gak peduli sama itu cewek.
"Eh masuk yuk, udah ngantuk nih."
"Kamu duluan aja, aku masih pengen disini." Ucapnya yg masih membaca bukunya. "Ya udah, aku duluan yah." Ucapku dan bangkit dari tidur terlentangku. Namun saat aku berjalan, Andra memanggilku.
"Kak, bajunya ketinggalan." Ucap Andra. Seketika langkahku berhenti. Oh iya bajuku, pantes ada yg kurang.
"Baju itu untukmu." Dengan refleks, aku mengucapkan itu. Entah mengapa, aku ingin memberikan bajuku. Tp gak masalah lah, aku memberikannya sebagai simbol saja bahwa aku care dgn Andra. Kulanjutkan langkahku menuju kamar. Waktu telah menunjukkan pukul 22:00 dan aku sudah mulai ngantuk. Namun ketika ingin membuka pintu yg menghubungkan antara halaman belakang dan rumah, Andra memanggilku.
"Fatur?" Panggilnya. Seketika aku berbalik.
"Apa lagi?" Tanyaku ke Andra. Namun dia hanya diam memandangku, lalu berganti memandang baju pemberianku yg ada di tangannya. Kemudian kembali memandangku lagi, tp dgn senyumnya-memperlihatkan deretan giginya yg rapih dan terawat.
"Thanks yah kak. Aku suka bajunya." Ucapnya dgn masih menunjukkan senyumannya. "Itu hadiah krn besok kamu akan nemenin sy keliling Makassar. Ok??"
"Enak aja kamu. Ke kampus doang tau."
"Udah, besok habis dari kampus, kita jalan2." Ucapku berlalu meninggalkannya.
Mungkin sampai disini dlu ceritanya. Chapter berikutnya akan segera nyusul. Ditunggu komennya guys
next mention yee
@apa_aja_boleh bang seru nih cerita. nama papahnya itu loo, hehehe
danke d @d_cetya
Thanks @d_cetya kalo ada cerita keren lagi mention yahhh
Hihi secantik apa sih, jadi kepo nih ;;) ;;)
Minta mention ya ts
siapa tau bisa ketemu. wkwkwk
sini." Teriak Andra mengajakku
untuk bergabungan dengannya.
Sepertinya sikap Andra juga udah
berubah, udah gak kaku seperti
dulu. Wah, ini anak banyak
perubahan........ banyak kali di ulang2 om @DanFahmi19