Jangan terburu-buru untuk menilai ada stereotyping atau over generalization, ini tak lebih dari pengamatan keseharian yang tak bisa disangkal. Binan-binan yang bertebaran akhir-akhir ini sangat mungkin diidentifikasi dari penampilannya. Hal itu diperkuat oleh negara tetangga kita, Malaysia, yang sempat mengaluarkan sebuah kebijakan kontroversial yang mengkaitkan v-neck dan tas selempang sebagai bajunya binan secara asal dan salah kaprah. Tetapi di dalam lubuk hati yang paling dalam, hal itu juga tak bisa disangkal walau secara logis sebenarnya tidak ada kaitan antara menjadi seorang gay dan kaos v-neck, tak ada! Rantai yang membingungkan. Tetapi satu hal yang pasti bahwa binan itu sangat identik dengan “cantik”. Binan dilahirkan sebagai seorang yang fabolous! Sebuah takdir yang tak bisa diganggu gugat.
Tunjukkan binan mana yang tidak cantik kepadaku? (Jangan tunjukkan jari telunjuk kalian tepat diatas hidungku). Penampilan seolah begitu sangat penting bagi seorang binan. Hal itu berdampak secara signifikan pada perilaku binan yang selalu update dengan tren kekinian. Siapa yang tidak mengikuti tren maka tidak cantik. Akhirnya konsepsi cantik pun jatuh pada konstruksi pasar yang memaksa para pengikutnya dengan standar-standar yang kadang tidak masuk akal. Dibalik penampilan binan-binan ini baik yang kelihatan mapun yang kasat mata telah dijejali oleh standar pasar yang termanifestasikan dalam brand (merk) yang menempel pada tubuh-tubuh mereka yang semakin artifisial. Dari hal yang nampak dan memang sengaja dinampakkan secara nyata adalah brand-brand yang didominasi produk Eropa-Amerika seperti Gucci, Luivicong, Airmani, dan sejenisnya. Lebih jauh dan dalam lagi, bahkan binan-binan ini memaksa diri membeli sebuah celana dalam merek Calvin Klein yang nampak sangat binal dan playboy dan rela makan di angkringan sebagai konsekuensinya. Apakah hal itu salah? Eh cong, kita sedang tidak membicarakan masalah benar dan salah ya!
Phillip Koetler seorang ahli marketing kawakan pernah mengatakan bahwa bisnis yang baik adalah bisnis yang disukai oleh semua orang. Aku sama sekali tidak suka dengan kata-katanya mengenai “disukai”. Pasar itu kejam dimana berlaku hukum liberal dengan invisible hand-nya (baca: korporasi). Pepatah konsumen adalah raja hanyalah tipuan kekanakan yang sangat ampuh menipu calon pembeli untuk rela merogoh koceknya walau kantong cekak. Raja mana yang tidak senang dipuja-puji walau dia harus mengorbankan kebodohannya. Binan dan konsumen lainnya sebenarnya cukup menyedihkan karena mereka sama-sama korban dari pasar. Maafkan jika aku terlalu kasar, tetapi aku inginsedikit menampar dan sedikit nyinyir sebagai pelampiasan realitas yang ironik.
Binan, cantik dan kapitalisme adalah sebuah rantai besi yang kuat sekaligus menjerat. Para binan ketagihan untuk tampil cantik dan cantik selalu saja disematkan dengan binan. Kapitalisme mampu membaca sinergitas kedua hal itu dan menyamar sebagai seorang malaikat yang menawarkan placebo sangat adiktif.
Sebenarnya dahulu kala, kapitalisme tidak sejahat sepeerti sekarang ini. Adam Smith si bapak ekonomi dalam buku “The wealth of Nation” mengatakan bahwa kapitalisme ini hanyalah soal distribusi kesejahteraan kok. Seperti kita ketahui bahwa ada dua kutub mainstream yaitu kapitalisme dan sosialisme. Pihak sosialisme bersikeras bahwa kesejahteraan harus dibagi secara rata sedangkan kapitalisme menghendaki bahwa kesejahteraan dibagi berdasarkan kapital yang disetor kedalam sektor produksi. Tidak ada hal yang buruk kan? Memang! Cuma si anak-anak didik si Adam Smith ini lupa bahwa pernah membuat buku lain bernama “The Morals Sentiment” yang membahas mengenai pentingnya moral dalam pasar. Secara gampang, kalau ingin berdagang di pasar ya jangan serakah. Eh ternyata anak-anak si Adam Smith ini lupa tidak membaca buku yang lain sehingga mereka begitu beringas di pasar. Binan dan cantik dipandang sebagai dolar potensial yang siap dikeruk habis-habisan.
Bagi binan-binan menengah atas mungkin akan sangat mudah untuk tampil kece dan pamer kanan-kiri merek-merek yang menempel tubuh mereka. Sayangnya di dunia ini ada binan yang hidup pas-pasan tepat di bawah kelas menengah. Mereka yang bersosialita dengan kelas atasnya akhirnya terhimpit dengan sebuah moral dilemma apakah akan menjadi binan seperti mereka atau meringkuk di dalam kamar indekos dengan segala kekurangan yang hanyalah kontruksi pikiran semata. Padahal kebutuhan bersosialisasi dan eksistensi menurut Maslow adalah kebutuhan dasar manusia. Binan-binan yang hidupnya terkekang oleh budaya mainstream ini jelas memiliki keinginan kuat untuk bertemu dengan komunitas untuk bersosialisasi dan eksis. Sayang, kenyataan sepertinya tidak terlalu bersahabat.
Binan-binan kelas bawah ini adalah the others dengan narasi kecil yang diinjak-injak oleh narasi besar dan hegemoninya. Jangan anggap ini hanyalah nyinyir semata karena sesungguhnya komunitas itu kejam dengan proses seleksi yang sangat kejam. Tidak semua orang selalu bisa diterima apa adanya di dalam komunitas jika tidak tampil cantik atau menenteng smartphone-nya. Palingan kalo diterima mereka akan dimarjinalkan secara halus melalui ketidak adilan informasi yang melesat tajam hanya bagi mereka pengguna whatsapp dan kadang tidak diajak kesuatu acara karena baju binan kelas bawah ni cuma itu-itu aja. Mengenaskan (aku mengenaskan).
Kapitalisme susungguhnya adalah musuh bersama karena mereka merenggut konsep cantik dari para binan yang dahulunya independen dan militan. Diperlukan sebuah kesadaran kelas untuk melawan sistem yang menghegemoni dunia ini. Derrida memiliki sebuah solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh Binan, cantik dan kapitalisme bernama teori dekontruksi. Teori ini menyaratkan kita untuk membaca kembali teks “cantik” dan merubuhkan pandangan-pandangan absolut darinya karena setiap anggapan pada hakikatnya adalah kontekstual. Jadi, cantik itu tida absolut dan sangat kontektual. Seorang binan harus secara sadar dan penuh keyakinan bahwa cantik itu bisa beranekaragam dan relatif. Tidak ada gunanya untuk menjadi budak pasar. Lebih baik menjadi binan yang percaya diri dan berani untuk cantik semau kita!
Comments
apa pula hubungannya ama diamond, lol